Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PEMURNIAN DAN PEMBARUAN DI DALAM DUNIA ISLAM


Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
Dosen Pengampu : Bapak Drs. H. Junaidi S., M.Sos.I

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Susi Susanti (20320006)
2. Nakti Kholifah (203200014)
3. Andre Ikhwani (20320028)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat
pada waktunya. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk,
maupun pedoman bagi pembaca untuk memperdalam ilmu pengetahuan
Kemuhammaadiyahan, pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. H. Junaidi S., M.Sos.I selaku dosen pengampu mata kuliah
Kemuhammadiyahan yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami sehingga
kami termotivasi dan menyelesaikan makalah ini.
2. Rekan-rekan kelompok semua di universitas Muhammadiyah metro yang telah saling
membantu dalam menyusun makalah.
3. Secara khusus kami menyampaikan terimakasih kepada keluarga tercinta yang telah
memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar, baik selama mengikuti
perkuliahan maupuan dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kami sadar bahwa
masih banyak kekurangan terhadap makalah ini. Oleh kerena itu, kami meminta kepada
para pembaca untuk memberikan masukan bermanfaat yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini agar dapat diperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga
kedepannya dapat menjadi lebih baik.

Metro, 28 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1
C. Tujuan .........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................2

A. Kemajuan Peradaban Islam Dalam Berbagai Bidang ................................................2


B. Sebab-Sebab Kemunduran Pembaharuan Di Dunia Islam .........................................7
C. Perlunya Pemurnian dan Pembaharuan Di Dunia Islam ..........................................14
D. Tokoh-Tokoh Pembaharu Dunia Islam ....................................................................14

BAB III PENUTUP ............................................................................................................21

A. Kesimpulan ...............................................................................................................21
B. Saran .........................................................................................................................21

DAFTAR LITERASI .........................................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terpuruknya nilai-nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal


islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan
ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak diadopsi
bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada masa lalu tidak
pernah mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses
pemurnian dan pembaharuan islam. Pertama faktor internal, yaitu faktor kebutuhan
pragmatis umat islam yang sangat memerlukan satu sistem yang betul-betul bisa
dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas,
bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua faktor eksternal adanya kontak islam
dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini
paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan pragmatik umat islam untuk
belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan yang selama ini
dirasakan akan bisa terminimalisir.

Dalam makalah ini, kami lebih menekankan pada kemajuan peradaban islam
dalam berbagai bidang, sebab-sebab kemunduran islam, perlunya pemurnian dan
pembaharuan, serta tokoh-tokoh pembaharu dalam dunia islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kemajuan peradaban islam dalam berbagai bidang ?
2. Apa sebab-sebab kemunduran pembaharuan di dunia islam ?
3. Mengapa perlunya pemurnian dan pembaharuan di dunia islam ?
4. Siapa saja kah tokoh-tokoh pembaharu dunia islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kemajuan peradaban islam dalam berbagai bidang.
2. Untuk mengetahui sebab-sebab kemunduran pembaharuan di dunia islam.
3. Untuk mengetahui perlunya pemurnian dan pembaharuan di dunia islam.
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pembaharu dunia islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kemajuan Peradaban Islam Dalam Berbagai Bidang


Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang meliputi
berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta meliputi juga
kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem
kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan kata lain peradaban Islam
bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan dan mensejahterakan hidup di
dunia dan di akhirat.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Islam dalam menegakkan peradabannya
tidak hanya memandang satu sisi kehidupan dunia dengan pencapaian kebudayaan
yang dapat memajukan peradabannya, akan tetapi juga memperhatikan prinsip
pencapaian kebahagiaan kehidupan akhirat, dengan memberikan ajaran dengan cara
berkehidupan yang bermoral dan santun dalam memandang keberagaman dunia.
Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat tidak hanya
keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman interpretasi teologis dan
filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada bidang hukum Islam. Tidak ada
kesalahan yang serius daripada pendapat yang menegaskan bahwa Islam adalah
realitas yang seragam, dan peradaban Islam tidak mengapresiasi ciptaan atau eksistensi
beragam. Meskipun kesan adanya keseragaman sering mendominasi segala hal yang
berkaitan dengan Islam, sisi keragaman di bidang interpretasi agama itu sendiri selalu
ada, sebagaimana juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan kultur Islam. Akan
tetapi, Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam, menganggap bahwa
keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah karunia Tuhan. Namun
dengan segala keberagamannya tersebut, masih saja terlihat kesatuan yang amat
mengagumkan tetap mempengaruhi peradaban Islam, sebagaimana hal tersebut telah
mempengaruhi agama yang melahirkan peradaban itu, dan membimbing alur
sejarahnya selama berabad-abad.
Demikianlah Islam dengan ajaran suci dan universal sebagaimana yang telah
diwahyukan, mengalami perkembangan dari masa ke masa. Adapun penyebaran Islam
dan torehan peradabannya ke penjuru dunia, tak kan lepas dari metode dan sistem

2
penyebarannya, mulai dari perdagangan, korespondensi (seperti yang dilakukan
Rasulullah dengan mengirim surat kepada para raja Mesir, Persia, dll.), diplomasi
politik, sampai pada peperangan perebutan kekuasaan dan pendudukan wilayah.
Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai sejak
masa Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-masa kejayaan
peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban dunia. Dan pereodisasi
peradaban Islam tersebut, secara umum terbagi menjadi 3 periode, yang antara lain:
1. Periode Klasik
Pada masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam.
Sebelum wafatnya Nabi Muhammad saw (632 M), seluruh semenanjung Arabia telah
tunduk ke bahwah kekuasaan Islam, yang kemudian dilanjutkan dengan ekspansi
keluar Arabia pada masa khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq, hingga berlanjut
pada kekhalifahan berikutnya.
Pencapaian kemenangan Islam pada masa ini adalah dapat dikuasainya Irak
pada tahun 634 M, yang kemudian meluas hingga Suria, kemudian pada masa Umar
bin Khattab, Islam mampu menguasai Damaskus (635 M) dan tentara Bizantium di
daerah Syiria pun ditaklukkan pada perang Yarmuk (636 M), selanjutnya
menjatuhkan Alexandria (641 M) dan menguasai Mesir dengan tembok Babilonnya
pada masa itu. Dan kekuasaan Islampun meluas hingga Palestina, Syiria, Irak, Persia
dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, Tripoli dan Ciprus pun
tertaklukkan. Walaupun setelah itu terjadi keguncangan politik pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hingga wafatnya.
Kekhalifahan berlanjut pada kekuasaan Bani Umayyah, yang pada masa ini
kekuasaan Islam semakin meluas, berawal dti Tunis, Khurasan, Afganistan, Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Bulukhistan, Sind, Punjab, dan Multan.
Bukan hanya itu, perluasan dilanjutkan ke Aljazair dan Maroko, bahkan telah
membuka jalan ke kawasan Eropa yaitu Spanyol, dan menjadikan Cordova sebagai
ibu kota Islam Spanyol. Lebih ringkasnya, pada masa dinasti ini kekuasaan Islam
telah menguasai Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak,
sebagaian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan
Kirgis (di Asia Tengah).
Sejak kedinastian Bani Umayyah, peradaban Islam mulai menampakkan
pamor keemasannya. Walaupun Bani Umayyah lebih memusatkan perhatiannya pada
kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru tersebut antara lain perubahan bahasa
3
administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke bahasa Arab, dengan demikian
bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang harus dipelajari, hingga mendorong Imam
Sibawaih menyusun Al-Kitab yang menjadi pedoman dalam tata bahasa Arab.
Pada saat itu pula (± abad ke-7 M), bermunculan sastrawan-sastrawan Islam,
dengan berbagai karya besar antara lain sebuah novel terkenal Laila Majnun yang
ditulis oleh Qais al-Mulawwah. Lain dari pada itu, dengan adanya pusat kegiatan
ilmiah di Kufah dan Basrah, bermunculan ulama bidang tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu
kalam.
Pada bidang ekonomi dan pembangunan, Bani Umayyah di bawah pimpinan
Abd al-Malik, telah mencetak alat tukar uang berupa dinar dan dirham. Sedangkan
pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan masjid-masjid di Damaskus,
Cordova, dan perluasan masjid Makkah serta Madinah, termasuk al-Aqsa di al-Quds
(Yerussalem), juga pembangunan Monumen Qubbah as-sakhr, juga pembangunan
istana-istana untuk tempat peristirahatan di padang pasir, seperti Qusayr dan al-
Mushatta.
Setelah kekuasaan Bani Umayyah menurun, dan ditumbangkan oleh Bani
Abbasiyah pada tahun 750 H, kembali Islam dengan perkembangan peradabannya
terus menerus bergerak pada kemajuan. Di masa al-Mahdi, perekonomian mengalami
peningkatan dengan konsep perbaikan sistem pertanian dengan irigasi, dan juga
pertambangan emas, perak, tembaga dan lainnya yang juga meningkat pesat. Bahkan
perekonomian menjadi lebih baik setelah dibukanya jalur perdagangan dengan transit
antara timur dan barat, dengan Basrah sebagai pelabuhannya.
Masa selanjutnya pada masa Harun al-Rasyid, kehidupan sosial pun menjadi
lebih mapan dengan dibangunnya rumah sakit, pendidikan dokter, dan farmasi.
Hingga Baghdad pada masa itu mempunyai 800 orang dokter. Dilanjutkan pada masa
al-Makmun yang lebih berkonsenrasi pada pengembangan ilmu pengetahuan, dengan
menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani dan Sansekerta, dan berdirinya
Baitu-l-hikmah sebagai pusat kegiatan ilmiahnya. Yang disusul kemudian dengan
berdirinya Universitas Al-Azhar di Mesir. Juga dibangunnya sekolah-sekolah, hingga
Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Maka, tak dapat
dipungkiri lagi bahwa masa-masa ini dikatakan sebagai the golden age.
Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di masa
ini. Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah mewarnai
penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan
4
filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan tetapi menambahkan ke
dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan sains dan
filsafat. Tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal adalah Muhammad bin Musa al-
Khawarizmi sebagai metematikawan yang telah menelurkan aljabar dan algoritma, al-
Fazari dan al-Farghani sebagai ahli astronomi (abad ke VIII), Abu Ali al-Hasan ibnu
al-Haytam dengan teori optika (abad X), Jabir ibnu Hayyan dan Abu Bakar Zakaria
ar-Razi sebagai tokoh kimia yang disegani (abad IX), Abu Raihan Muhammad al-
Baituni sebagai ahli fisika (abad IX), Abu al-Hasan Ali Masud sebagai tokoh geografi
(abad X), Ibnu Sina sebagai seorang dokter sekaligus seorang filsuf yang sangat
berpengaruh (akhir abad IX), Ibnu Rusyd sebagai seorang filsuf ternama dan terkenal
di dunia filsafat Barat dengan Averroisme, dan juga al-Farabi yang juga seorang filsuf
Muslim.
Selain sains dan filsafat pada masa ini juga bermunculan ulama besar tentang
keagamaan dalam Islam, seperti Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam Malik, Imam
SyafiI, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, serta mufassir terkenal ath-Thabari,
sejarawan Ibnu Hisyam dan Ibnu Saad. Masih adalagi yang bergerak dalam ilmu
kalam dan teologi, seperti Washil bin Atha, Ibnu al-Huzail, al-Allaf, Abu al-Hasan al-
Asyari, al-Maturidi, bahkan tokoh tasawuf dan mistisisme seperti, Zunnun al-Misri,
Abu Yazid al-Bustami, Husain bin Mansur al-Hallaj, dan sebagainya. Di dunia sastra
pun mengenalkan Abu al-Farraj al-Asfahani, dan al-Jasyiari yang terkenal melalui
karyanya 1001 malam, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.
2. Periode pertengahan
Pada periode ini, terdapat periode kemunduran Islam pada sekitar 1250-1500
M. Yang mana satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangan Mongol, dan kerajaan
Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan oleh raja-raja Kristen yang bersatu, hingga
orang-orang Islam Spanyol berpindah ke kota-kota di pantai utara Afrika.
Namun dengan demikian, terdapat kebangkitan kembali kedinastian Islam
pada masa 1500-1800 M. Di sana terdapat 3 kerajaan besar, yang menjadi tonggak
bejayanya peradaban Islam yang ke-2. Kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan Turki
Usmani, Kerajaan Safawi Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
Karajaan Turki Usmani berhasil mengambil alih Bizantium dan menduduki
Konstantinopel (Istambul). Hingga akhirnya kekuasaan Turki Usmani mampu
menguasai Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman, Mesir, Libya, Tunis,
Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania.
5
Sedangkan di tempat lain, Persia Islam bangkit dengan dengan Kerajaan
Safawi (1252 M), dengan dinasti yang berasal dari Azerbaijan Syaikh Saifuddin yang
beraliran Syiah. Kekuasaannya menyeluruh hingga seluruh Persia. Dan berbatasan
dengan kekuasaan Usmani di barat dan kerajaan Mughal di kawasan timur.
Kerajaan Mughal di India, yang berdiri pada tahun 1482 M dengan pendirinya
Zahirudin Babur. Kekuasaannya mencakup Afganistan, Lahore, India Tengah, Malwa
dan Gujarat. Di India, bahsa Urdu akhirnya menjadi bahasa kerajaan menggantikan
bahasa Persia. Dan kemajuannya telah membuat beberapa bukti peninggalan sejarah
antara lain, Taj Mahal, Benteng Merah, masjid-masjid, istana-istana, dan gedung-
gedung pemerintahan di Delhi.
Akan tetapi pada masa kemajuan ini, ilmu pengetahuan tidak banyak diberikan
perhatian, namun perhatiannya terhadap seni dalam berbagai bentuk adalah sangat
besar, sehingga kerajaan Usmani mendapatkan julukan the patron of art. Ketiga
kerajaan besar tersebut lebih banyak memperhatikan bidang politik dan ekonomi.
Sedangkan di Barat, mulai menuai kebangkitan dengan melihat jalur yang terbuka ke
pusat rempah-rempah dan bahan-bahan mentah dari daerah Timur Jauh melaui Afrika
Selatan.
Hingga pada Abad ke-17, di eropa mulai mencul negara-negara kuat, bahkan
Rusia mulai maju di bawah Peter Yang Agung. Dan melalui peperangan, Usmani
mengalami kekalahan. Dan Safawi Persia pun ditaklukkan oleh Raja Afghan yang
mempunyai perbedaan faham. Dan kerajaan Mughal India pecah dikarenakan terjadi
pemberontakan dari kaum Hindu, bahkan Inggris pun berperan menguasainya pada
tahun 1857 M.
3. Periode Modern
Periode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan Islam, yang mana dengan
berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah membuka mata umat Islam akan
kemunduruan dan kelemahannya di samping kemajuan dan kekuasaan Barat. Raja dan
pemuka-pemuka Islam mulai berpikir mencari jalan keluar untuk mengembalikan
keseimbangan kekuatan, yang telah pincang dan membahayakan umat Islam. Sebab
Islam yang pernah berjaya pada masa klasik, kini berbalik menjadi gelap. Bangsa
Barat menjadi lebih maju dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradabannya.
Dengan demikian, timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam islam yang
disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam telah
mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju sebagaimana
6
pada periode klasik. Para tokoh tersebut antara lain, Muhammad bin Abdul Wahab di
Arab, Muhammad Abduh, Jamaludin al-Afghani, Muhammad Rasyid Ridha di Mesir,
Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah, dan Muhammad Iqbal di India, Sultan
Mahmud II dan Musthafa Kamal di Turki, dan masih banyak lagi yang lainnya.

B. Sebab-sebab Kemunduran Pembaruan Islam


a. Menurunnya Kreativitas Keilmuan Umat Islam
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya
kedudukan akal seperti terdapat dalam al-Quran dan hadits. Persepsi ini bertemu
dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang
berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di dunia Islam zaman klasik, seperti
Aleksandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syria) dan Bactra (Persia). Di
sana memang telah berkembang pemikiran rasional Yunani.
Pertemuan Islam dan peradaban Yunani pada masa awal Islam- melahirkan
pemikiran rasional di kalangan ulama Islam zaman klasik. Tapi, perlu ditegaskan di
sini bahwa ada perbedaan antara pemikiran rasional Yunani dan pemikiran rasional
Islam zaman klasik. Di Yunani tidak dikenal agama Samawi, maka pemikiran
bebas, tanpa terikat pada ajaran-ajaran agama, tumbuh, dan berkembang.
Sementara pada masa Islam klasik pemikiran rasional ulama terikat pada ajaran-
ajaran agama Islam sebagaimana yang terdapat dalam al-Quran dan hadits.
Oleh karena itu, kalau di Yunani berkembang pemikiran rasional yang
sekular, maka dalam Islam zaman klasik berkembang pemikiran rasional yang
agamis. Pemikiran ulama filsafat dan ulama sains, sebagaimana halnya pada para
ulama dalam bidang agama sendiri, terikat pada ajaran-ajaran yang terdapat dalam
kedua sumber utama tersebut. Dengan demikian, dalam sejarah peradaban Islam,
pemikiran para filosof dan penemuan-penemuan ulama sains tidak ada yang
bertentangan dengan al-Quran dan hadits. Filsafat dan sains berkembang dengan
pesat di dunia Islam zaman klasik ini- di samping ilmu-ilmu agama seperti tafsir,
hadits, akidah, ibadah, muamalah, tasawuf, dan sebagainya. Perkembangan yang
pesat ini bukan hanya di dunia Islam bagian timur yang berpusat di Baghdad, tetapi
juga di dunia Islam bagian Barat, yakni Andalusia (Spanyol Islam) dengan kedua
kotanya; Cordoba dan Sevilla.
Di zaman Islam klasik, Eropa sedang berada pada zaman pertengahan yang
terbelakang. Tidak mengherankan kalau orang-orang Eropa dari Italia, Prancis,

7
Inggris, dan lain-lain, berdatangan ke Andalusia untuk mempelajari sains dan
filsafat yang berkembang dalam Islam. Kemudian mereka pulang ke tempat
masing-masing membawa ilmu-ilmu yang mereka peroleh itu. Buku-buku ilmiah
Islam mereka terjemahkan ke dalam bahasa latin.
Melalui mereka pemikiran rasional Islam yang agamis itu beserta sains dan
filsafatnya dibawa ke Eropa, tetapi di sana menghadapi tantangan dari Gereja.
Pertentangan itu membuat ulama sains dan filsafat di Eropa melepaskan diri dari
Gereja dan pemikiran rasional di sana berkembang terlepas dari ikatan agama.
Pemikiran rasional di Eropa pada zaman Renaisans dan zaman Modern kembali
menjadi sekular seperti di zaman Yunani sebelumnnya. Pemikiran rasional sekular
itu membawa kemajuan pesat dalam bidang filsafat, sains, dan teknologi di Eropa
sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini.
Ketika pemikiran rasional Islam pindah ke Eropa dan berkembang di sana,
di dunia Islam zaman pertengahan berkembang pemikiran tradisional,
menggantikan pemikiran rasional tersebut. Dalam pemikiran tradisional ini, para
ulama bukan hanya terikat pada al-Quran dan hadits, tetapi juga pada ajaran hasil
ijtihad ulama zaman klasik yang amat banyak jumlahnya. Oleh karena itu, ruang
lingkup pemikiran ulama zaman pertengahan sangat sempit. Mereka tidak punya
kebebasan berpikir. Akibatnya sains dan filsafat, bahkan juga ilmu-ilmu agama,
tidak berkembang di dunia Islam zaman pertengahan. Filsafat dan sains malahan
hilang dari peredaran. Ini bertentangan sekali dengan keadaan di Eropa zaman
modern di mana, seperti telah disinggung di atas, filsafat dan sains amat pesat
berkembang dan jauh melampaui capaian dunia Islam.
Sementara itu, pendidikan dan pengajaran Islam pada masa itu- hanya
berkutat pada materi-materi keagamaan. Lembaga-lembaga keagamaan tidak lagi
mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan. Rasionalisme pun
kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi. Kedudukan akal semakin
surut. Dengan dicurigainya pemikiran rasional, daya penalaran umat Islam
mengalami kebekuan sehingga pemikiran kritis, penelitian, dan ijtihad tidak lagi
dikembangkan. Akibatnya, tidak ada lagi ulama-ulama yang menghasilkan karya-
karya intelektualisme yang mengagumkan. Mereka lebih senang mengikuti
pemikiran-pemikiran ulama terdahulu daripada berusaha melakukan penemuan-
penemuan baru. Keterpesonaan terhadap buah pikiran masa lampau, membuat
umat Islam merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Mereka tidak mau berusaha
8
lebih keras lagi untuk memunculkan gagasan-gagasan keagamaan yang cemerlang.
Usaha yang mereka tempuh hanyalah sebatas pemberian syarah atau taliqah pada
kritik-kritik ulama terdahulu yang bertujuan memudahkan pembaca untuk
memahami kitab-kitab rujukan dengan menjelaskan kalimat-kalimat secara
semantik; atau menambah penjelasan dengan mengutip ucapan-ucapan para ulama
lain.
Ketika umat Islam Timur Tengah menjalin kontak dengan Barat pada abad
kedelapan belas Masehi- mereka amat terkejut melihat kemajuan Eropa. Mereka
tidak menyangka bahwa Eropa yang belajar dari mereka pada abad kedua belas dan
abad ketiga belas telah begitu maju, bahkan mengalahkan mereka dalam
peperangan-peperangan seperti yang terjadi anatara Kerajaan Turki Utsmani dan
Eropa Timur.
Hal ini membuat ulama-ulama abad kesembilan belas merenungkan apa
yang perlu dilakukan umat Islam untuk mencapai kemajuan kembali sebagaimana
umat Islam zaman klasik dulu. Maka lahirlah pembaruan Islam di Mesir seperti al-
Thatthawi, Muhammad Abduh, dan Jamaluddin al-Afghani; di Turki dengan
tokoh-tokohnya seperti Mehmet Sedik Rifat, Nemik Kamal. Di India seperti
Ahmad Khan, Ameer Ali, dan Muhammad Iqbal. Semua pembaharu ini
berpendapat bahwa untuk mengejar ketinggalan itu umat Islam harus
menghidupkan kembali pemikiran rasional agamis zaman klasik Islam dengan
perhatian yang besar pada sains dan teknologi.
b. Kesatuan Integral; antara Agama dan Negara dalam Islam
Islam tidak memisahkan antara agama dan negara. Sebagaimana al-Quran
membicarakan tentang Allah dan keesaannya, surga dan neraka, pahala dan dosa,
juga menetapkan puasa dan shalat, serta menganjurkan umat Islam untuk berakhlak
mulia. Ajaran Islam juga mensyariatkan tentang undang-undang jual beli, ijarah,
hudud, hukum waris, masalah peperangan, problem solving rumah tangga, dan
lain-lain.
Ketidakterpisahan itu, tergambar jelas pada keseharian Rasulullah, selain
menjadi pemimpin umat, beliau juga memimpin pasukan, membuat perjanjian,
melakukan pengiriman delegasi-delegasi negaranya ke wilayah lain. Demikian juga
yang dilakukan oleh para khalifah sesudah beliau.
Oleh karena itu, sulit diterima akal sehat- kalau ada yang mengemukakan,
bahwa ajaran agama adalah salah satu unsur penyebab kemunduran umat Islam.
9
Padahal sebaliknya- justru agama sebagai faktor utama yang membuat
perkembangan dan kemajuan peradaban Islam. Karena ajaran agama-
menganjurkan umatnya untuk bekerja keras- agar meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Hal senada juga dikemukakan Maududi, bahwa pentingnya menjadikan
Islam sebagai ideologi holistik. Dia mencela tradisi Islam dan institusi-institusi
tradisional yang mencoba memisahkan agama dengan politik. Baginya, agama dan
politik (negara) merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan
komponen yang menyatu dengan kebenaran Islam. Oleh karena itu, upaya
memaksimalkan dawah Islamiyah harus ditujukan pada sasaran utamanya yaitu
mendirikan negara Islam.
Hanya negara Islamlah yang mampu mengatasi berbagai macam
problematika yang dihadapi umat Islam saat ini. Pandangan Maududi yang cukup
radikal ini merupakan sintesa harmonis dan sinergis dalam rangka memetakan
dawah dan politik dalam satu wilayah yang tidak dapat dipisahkan sama sekali.
c. Islam Agama yang Sesuai dalam setiap Zaman dan Tempat
Dalam ajaran Islam ada adagium yang menyatakan bahwa Islam adalah
agama yang selalu sesuai dalam setiap zaman dan tempat. Tetapi dalam prakteknya
ada yang beranggapan- bahwa ajaran Islam itu tidak mungkin di praktekkan umat
Islam selalu sesuai dengan zaman dan tempat di mana mereka hidup.
Sebagaimana yang dikemukakan ulama, bahwasanya ajaran tauhid dan
akhlak yang baik adalah mutlak- dan tentu termasuk keberadaan akal yang sehat-
karena sangat berguna bagi umat manusia. Sebagaimana yang sudah dijelaskan
bahwa agama Islam adalah agama yang diperuntukkan bagi kebahagiaan umat
manusia di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Islam sangat menghargai posisi akal
dan mengajak umat manusia untuk mempergunakannya sebaik mungkin. Seperti
yang disinyalir Allah Swt, dalam al-Quran Surat, Yasiin [36]: 68, sebagai
berikut;Dan Barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami
kembalikan Dia kepada kejadian(nya). Maka Apakah mereka tidak memikirkan?,
(QS. Yasiin [36]: 68).Al-Quraan Surah, Arrum [30]: 28, sebagai berikut;Dia
membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada diantara
hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam
(memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu; Maka kamu sama dengan
mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka
10
sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-
ayat bagi kaum yang berakal. (QS. Arrum [30]: 28).
Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya- bahwa ajaran Islam
diturunkan ke muka bumi untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat.
Hal itu ditandai dengan pembahasan ajaran Islam yang menyentuh seluruh ranah
aspek kemanusiaan umat manusia. Diantaranya membahas hal-hal yang berkenaan
dengan spiritual, civilization, konsep ketuhanan, kredo tentang surga, neraka, dan
hari kebangkitan. Dalam urusan muamalah, misalnya membahas tentang jual beli,
penggadaian, problem solving rumah tangga, harta warisan, dan lain-lain.
Tentunya, apabila peran akal sangat kurang dalam memahami dan
menyelesaikan masalah-masalah diatas- pasti akan berdampak pada penyelesaian
masalah tersebut yang tidak akan behasil dengan baik. Oleh karena itu, peran akal
dalam menyelesaikan suatu persoalan sangat mendasar- agar pengetahuan yang
dihasilkan bermanfaat dan tidak berujung pada kerusakan. Tidaklah berlebihan
kalau Ahmad Syalabi menyatakan bahwa- akal dan wahyu sama sekali tidak
bertentangan. Apabila terkesan terjadi pertentangan antara akal dan wahyu. Hal itu
lebih disebabkan karena keterbatasan dan kelemahan akal dalam menafsikran
ajaran suci wahyu. Oleh karena itu, suatu masalah yang dijelaskan wahyu- sudah
bisa dipastikan, pasti menyuarakan kebenaran. Seperti perumpamaan mengenai hak
waris suami terhadap isteri dan sebaliknya, kemudian berdasarkan pertimbangan
akal tidak menerima ketentuan tersebut, karena pembagiaannya dianggap tidak
adil. Maka sudah barang tentu- yang harus diikuti adalah wahyu. Karena hal ini
menunjukkan kelemahan akal yang tidak mampu mengambil hikmah terdalam dari
apa yang disyariatkan Islam.
d. Hancurnya ketahanan moral umat Islam
Hancurnya ketahanan moral umat Islam, lebih disebabkan- karena umat
Islam dihinggapi penyakit wahn(hubbundunya wa karahiyatul mauwt). Umat Islam
dilanda sikap hidup berfoya-foya, korup, dan tidak dekat lagi dengan kehidupan
para mustadhafin dan nasib yang menimpa para dhuafa. Ibnu khaldun
mengemukakan, Kemewahan itu merupakan pertanda bahwa peradaban suatu
bangsa yang dibangun akan mengalami kehancuran.
Musuh-musuh Islam melihat dengan jelas kerusakan dalam masyarakat
Muslim. Dalam kaitan dengan runtuhnya Daulah Abbasiyah- duta dari Mongol,
Hulaghu Khan, menggunakan argumen kaum Muslimin, yang didukung oleh
11
referensi dari al-Quran Suci, untuk membenarkan tindakan mereka. Hulaghu Khan
menulis surat, Doa-doa melawan kami tidak akan di dengar karena kalian telah
memakan yang diharamkan dan kata-kata kalian kotor, kalian mengingkari sumpah
dan janji, dan ketidakpatuhan dan perpecahan terjadi di antara kalian. Diingatkan
bahwa kelompok kalian akan malu dan dihina. Hari ini kamu diberi azab yang
menghinakan karena kamu berlaku sombong di muka bumi tanpa kebenaran dan
karena kamu telah fasik (QS, al-Ahqaf [46]: 20. Dan orang-orang yang zalim itu
kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. (QS, asy-Syuara
[26]: 227). Hulaghu Khan memperkirakan dengan tepat, Kalian akan menderita
malapetaka di tangan kami, dan tanah-tanah kalian akan kosong dari kalian. Hal
yang penting bahwa banyak cendekiawan Muslim masa itu yang menentang
penguasa Baghdad, bahkan bergabung dengan bangsa Mongol. Khawaja
Nashiruddin Thusi, salah seorang cendekiawan Syiah termasyhur (1201-1274) dan
dihormati oleh Imam Khomeini, juga bergabung dengan penakluk dari Mongol,
Hulaghu, ketika dia melewati Iran dalam perjalanannya ke Baghdad. Ini
menimbulkan tuduhan keterlibatan dalam penaklukan.
e. Berkembangnya Sikap hidup Fatalistis
Berkembangnya sikap hidup fatalis umat Islam- yang bergantung dan
mengembalikan segala keuntungan dan penderitaan kepada Tuhan. Sikap hidup
yang fatalis ini ditandai dengan tidak lagi percaya kepada kemampuannya untuk
maju atau mengatasi problem keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka lari dari
kenyataan dan hanya mendekatkan diri kepada Tuhan.
Oleh karena itu, mereka masuk ke tarekat-tarekat sehingga tarekat sangat
berpengaruh dalam hidup umat Islam. Dengan berdzikir dan berdoa sebanyak-
banyaknya mereka berharap semoga Allah menghapus penderitaan mereka dan
mengembalikan kejayaan yang pernah dicapai umat Islam. Berpikir ilmiah dan
pengembangan sains kurang mendapat perhatian. Karena itulah, berkembang
tahayyul dan khurafat. Mereka percaya pada kekuatan syeikh-syeikh dan benda-
benda keramat, sebagaimana yang telah digambarkan oleh Ahmad Amin mengutip
dari Muhammad bin Abd al-Wahhab:...Para wali itu didatangi dan dijadikan tempat
bernazar. Banyak orang Islam yang percaya bahwa wali-wali itu mampu
mendatangkan kebaikan dan bahaya. Kuburan-kuburan tidak terbilang jumlahnya
yang dibangun di seluruh daerah Islam. Orang-orang datang ke sana, meminta
berkah, merendahkan diri dihadapan-nya, dan meminta untuk mendapatkan
12
kebaikan dan dijauhkan dari kesulitan. Di setiap tempat terdapat satu atau beberapa
wali.
f. Sikap Hidup Umat Islam yang kurang Toleran
Sikap-sikap tidak toleran dan fanatik kepada madzhab atau golongan
sendiri itulah yang menyebabkan umat Islam mundur. Tidak saja karena sikap-
sikap itu menyedot energi masyarakat, tapi juga memalingkan perhatian orang dari
hal-hal yang lebih mendasar dan menentukan perkembangan dan kemajuan
peradaban. Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, seorang tokoh pemikir Islam Zaman
Modern dari Mesir (murid dan teman Syeikh Muhammad Abduh), dalam
mukaddimahnya untuk penerbitan kitab al-Mughni (oleh Ibn Qudamah)
menggambarkan sikap-sikap tidak toleran itu demikian:
Mereka yang fanatik kepada madzhab itu mengingkari bahwa perbedaan
adalah rahmat, semuanya bersikeras dalam sikap pastinya bertaqlid kepada
madzhabnya, dan mengharamkan para penganutnya untuk mengikuti yang lain
sekalipun untuk suatu keperluan yang membawa kebaikan. Sikap saling
menjatuhkan satu sama lain sudah dikenal dalam buku-buku sejarah dan buku-
buku lain, sehingga dapat terjadi bahwa sebagian orang Islam, jika mereka dapati
penduduk suatu negeri bersikap fanatik kepada madzhab selain madzhab mereka
sendiri, mereka pandang penduduk negeri itu bagaikan memandang onta yang
penyakitan. Rasyid Ridla juga menceritakan bahwa pada zaman Modern ini, di
akhir abad ketigabelas Hijriah, di Tripoli, Syria, dan beberapa tokoh madzhab
Syafii mendatangi mufti- dan dia adalah pembesar ulama di sana- agar ia membagi
masjid setempat menjadi dua antara mereka dan para penganut madzhab Hanafi.
Alasannya, tokoh tertentu dalam madzhab Hanafi itu memandang para penganut
madzhab Syafii seperti ahl al-dzimmah (non-Muslim yang harus dilindungi)
berdasarkan pendapat yang saat-saat itu menyebar luas bahwa seorang penganut
madzhab Hanafi tidak dibenarkan nikah dengan seorang penganut madzhab Syafii.
Para penganut madzhab Syafii itu diragukan imannya, karena membolehkan orang
mengatakan: Saya beriman, insya Allah. Hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak
mempunyai kepastian dalam iman mereka, padahal iman menuntut keyakinan- dan
sebaliknya.

13
C. Perlunya pemurnian dan pembaharuan dalam dunia islam
Pemurnian dan pembaharuan perlu dilakukan seluruhnya akibat rapuhnya
kalangan Muslim dalam untuk menentukan masa depannya. Abduh berpendapat
bahwa untuk memulai pembaharuan dalam kalangan umat Islam, harus
mengembalikan pada pokok pokok keimanan yang dipandang sebagai Islam yang
sebenarnya. Abduh juga mengumandangkan agar tidak mengimitasi buta segala bentuk
kebudayaan Eropa yang telah mewabah ke segala sektor. Dan dalam menerapkan
ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan ajaranajarannya. Artinya, Abduh
menyerukan agar umat Islam kembali dan berpegang kepada AlQur’an yang sudah
pasti menggambarkan semua syariat Allah atas kehidupan manusia. Sebab Al-Quran
secara gamblang menerangkan siklus kemunduran, kehancuran, kejayaan, dan
kebinasaan suatu bangsa. Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam
diharapkan mampu melihat keadaan dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan
yang akan ia lakukan dikemudian hari.
Disamping itu umat Islam juga berpegang teguh pada ajaran Nabi yang telah
Beliau sampaikan kepada umatnya. Maka disinilah tugas para pembaharu untuk selalu
mengedepankan pembaharuannya dan memotivasi umat agar bangkit dari
keterpurukannya yang sudah begitu lama. Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka
sebab hingga saat ini kaum Muslim di berbagai dunia telah kehilangan kemerdekaan
dan kemampuan untuk menentukan atau merancang nasib mereka sendiri. Oleh karena
itu perlu sekali ditekanan kepada Al-Mujadid untuk berani tampil di pentas dunia dan
membangun dengan gagasan-gagasan Qurani-nya sebagai sebuah sumbangan nyata
terhadap peradaban Islam yang besar. Maka dari situlah. Muslim akan mampu kembali
bangkit dan meraih posisi unggul yang pernah dicapai oleh generasigenerasi
sebelumnya pada masa Rasulullah dan para sahabatnya.

D. Tokoh-tokoh Pembaruan dalam Dunia Islam


1. Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah nama lengkapnya Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim
bin Abdus Salam bin Taimiyyah al-Harrani al-Hanbaly atau sering disingkat
Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah. Ia lahir pada tanggal 10 Rabi’ul Awal 661 H,
bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M. di kota Al-Harran Siria. Ibnu
Taimiyyah pertama kali belajar ilmu agama kepada ayahnya sendiri Syihabuddin

14
yang terkenal alim dalam Ilmu Hadits dan Khatib terkenal di Mesjid Damaskus,
Siria.
2. Pokok-pokok ajaran Ibnu Taimiyyah
Di antara tema-tema pokok yang dibahasnya secara serius, terlihat secara jelas
bahwa di bidang aqidah ternyata merupakan bidang pembahasan yang paling
menonjol dan dominan. Sebenarnya ajaran Ibnu Taimiyyah yang paling pokok
adalah dalam rangka menyucikan iktikad (aqidah-keyakinan) umat Islam agar
betul-betul seujung rambutpun tidak berubah dan tidak menyimpang dari ajaran al-
Qur’an dan Sunnah Rasul (Pasha dan Darban 2005: 32).
Ibnu Taimiyyah adalah tokoh mujahid, reformer atau pembaru dalam Islam
yang pertama-tama di dunia Islam yang dengan penuh semangat menyatakan
bahwa pintu ijtihad terbuka. Ijtihad dalam ajaran agama Islam memegang peranan
yang sangat besar, karena hanya dengan perinsip inilah Islam akan selalu menjadi
dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan
ijtihad, Islam akan dapat menjawab berbagai tantangan dan problematika
masyarakat yang secara terus menerus muncul sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan zaman. Tegasnya, hanya dengan ijtihad yang
senantiasa terbuka, Islam akan dapat menunjukkan eksistensi dirinya sebagai
pembawa rahmat bagi seluruh alam (Pasha dan Darban 2005: 32).
3. Muhammad Ibnu Abdul Wahab
Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703 – 1787) pendiri Gerakan Mawahidin
adalah seorang ulama yang besar, yang dilahirkan di Uyainah, yaitu sebuah dusun
di Najed, bagian Timur dari negeri Saudi Arabia. Dibesarkan dalam lingkungan
kehidupan beragama yang ketat dibawah pengaruh mazhab Hambali, yaitu suatu
mazhab yang memperkenalkan dirinya sebagai aliran salafiyah. Dari latar
belakang kehidupannya, dapat dipahami bahwa ternyata ada garis kesamaan latar
belakang antara tokoh ini dengan Ibnu Taimiyyah.
Mula-mula ia belajar agama di lingkungan keluarganya sendiri, kemudian
dilanjutkan belajar kepada beberapa ulama di kota Medinah. Selanjutnya ia
berkelana untuk menimba ilmu di berbagai kota dari Basrah, Bagdad, Kurdistan,
Hamazan, Isfahan, Qumm dan Kairo. Gerakan Muhammad bin Abdul Wahab
dalam menyampaikan ajaran Islam dilakukan dengan cara yang lugas, keras dan
tidak mengenal kompromi sama sekali, terlebih lagi kalau sudah menyangkut

15
tauhid serta bebagai penyakit iman yang sangat berbahaya seperti syirik, khurafat,
bid’ah, dan tawasul (Pasha dan Darban. 2005: 33).
Gerakan yang dipolopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh
pendirinya sendiri dinamakan Gerakan Muwahidin, yaitu suatu gerakan yang
brtujuan untuk menyucikan dan mengesakan Allah dengan semurni-murninya,
yang mudah dan gampang dipahami dan diamalkan persis seperti pada masa
permulaan sejarahnya. Jelaslah bahwa dakwah yang dilakukan oleh Muhammad
bin Abdul Wahab bertujuan hanya untuk mengembalikan Islam sebagai suatu
addien yang murni, yang gampang dimengerti dan diamalkan seperti terbukti pada
masa permulaan Islam (Pasha dan Sarban. 2005: 34).
Pokok-pokok ajaran Muhammad Ibnu Abdul Wahab:
Gerakan Wahabi adalah suatu gerakan pemurnian Islam yang pertama kali
berdiri dalam rangka menyambut seruan dan ajakan Imam Taqiyuddin Ibnu
Taimiyyah. Seruan kembali pada al-Qur’an dan as-Sunnah secara murni dan
konsekuen, membuang segala bentuk kemusyrikan, khurafat (tahyul), berbagai
macam bid’ah dan taqlid serta menumbuhkan sikap berani berijtihad sebagaimana
yang diajarkan oleh Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah merupakan prinsip yang
dipegang teguh dan diperjuangkan dengan segala daya dan kemampuan oleh
gerakan Wahabi.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya, yang dijadikan tema pokok pembahasan
dan perjuangannya adalah hal-ihwal yang bersangkut paut dengan masalah tauhid.
Ia berusaha untuk memurnikan iman dari berbagai macam kemusyrikan seperti
menziarahi kubur Nabi Muhammad dan orang-orang yang dianggapa keramat
dengan tata cara yang tidak berbeda dengan penyembahan.
Hal-hal yang berkisar pada masalah memurnikan tauhid inilah yang sangat
ditekankan, antara lain:
1) Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat
demikian ia di bunuh.
2) Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-
orang saleh termasuk golongan musyrikin.
3) Termasuk perbuatan musyrik memberikan pengantar dalam shalat terhadap
nama nabi-nabi atau wali atau malaikat (seperti syaidina Muhammad).

16
4) Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas al-
Qur’an dan al-Sunnah atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran
semata-mata.
5) Termasuk kufur dan ilhad juga mengingkari Qadar dalam semua perbuatan
dan penafsiran al-Qur’an dengan jalan Ta’wil.
6) Dilarang memakai buah tasbih dalam mengucapkan nama Tuhan dan do’a-
do’a (wirid) cukup menghitung dengan keratan jari.
Sumber syariat Islam dalam soal halal dan haram hanya al-Qur’an semata-
mata dan sumber lain sesudahnya ialah Sunnah Rasul. Perkataan Ulama
mutakallimin dan fukaha tetang haram dan halal tidak menjadi pegangan, selama
tidak didasarkan atas dasar kedua sumber tersebut.Pintu ijtihad tetap terbuka dan
siapapun juga boleh melakukan ijtihad, asal sudah memenuhi sayrat-syaratnya
(Pasha dan Darban. 2005: 36).
4. Sayid Jam aluddin Al-Afghani
Sayid Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan pada tahun 1939 di As’ad Abad,
Afganistan. Ia berkebangsaan Afganistan, justru karena itu di belakang namanya
dicantumkan nisbah negeri tumpah darahnya “Al-Afghany”.
Jamaluddin Al Afghani adalah tokoh muslim pertama kali yang
memperingatkan pada dunia Islam khususnya akan bahaya paham materialism,
selanjutnya Jamaluddin Al Afghani menunjukkan dengan jelas, perbedaan antara
sosialisme Islam yang didasarkan pada cinta dan kasih saying, penalaran dan
kebebasan, dengan sosialisme komunis yang didasarkan pada kebendaan (materi),
yang mandul dari kasih saying yang akhirnya menimbulkan perasaan benci-
membenci. Komunisme ganti berganti saling menjatuhkan kawan karena sifat
keangkuhan yang tidak dapat dikekang dan memamang mereka tidak mempunyai
alat pengekang itu, karena tidak beragama dan memecah belah masyarakat mereka,
tirani yang diselimuti atas nama rakyat. Sayid Jamaluddin al-Afghni mempunyai
paham bahwa memang benar bahwa setiap manusia atau bangsa ada di dalam
kekuasaan dan takdir Allah, namun kepercayaan tersebut tidak berakibat
menimbulkan sikap apatis dan fatalis, bahkan justru akan membina sikap tawakal
sepenuhnya kepada kekuatan Allah dan mendorong dirinya semakin giat untuk
berjuang dan berikhtiar (Pashs dan Darban. 2005: 43).

17
Dalam bidang kebudayaan
Dalam membangun kebudayaan dan peradaban Islam, Jamaluddin al-
Afghani juga menyinggung masalah pengembangan bahasa sebagai salah satu usur
terpokok dalam suatu kebudayaan. Ia menegaskan bahwa suatu bangsa yang tidak
menggunakan bahasanya sendiri, mereka tidak mungkin dapat mengembangkan
perasaan baik dalam masyarakat. Habislah harga diri sebagai bangsa, apabila
mereka tidak memiliki sejarah bangsanya sendiri. Jamaluddin al-Afghani berusaha
mengembalikan harga diri dan menumbuhkan kebanggaan berbangsa (national
pride and national dignity) yang telah hilang dari berbagai negeri Islam akibat
mereka memandang tinggi dan mulia segala apapun yang dating dari Barat,
sementara mereka memandang hina dan melecehkan terhadap apapun yang muncul
dari dunia timur (Pasha dan Darban. 2005: 44).
Dalam bidang politik
Dalam membangun politik dunia Islam, Jamaluddin al-Afghani
berpendapat bahwa seluruh dunia Islam harus bersatu dalam persekutuan
pertahanan yang kokoh untuk mempertahankan diri dari keruntuhan. Untuk
mencapai tujuan itu, kita harus memiliki tekhnik kemajuam Barat dan mempelajari
rahasia kekuasaan Eropah. Jamaluddin al-Afghani dimanapun juga senantiasa
megobarkan semangat solidaritas antara Negara-negara Islam sesuai dengan jiwa
Pan Islamisme untuk membina kekuatan mengimbangi pengaruh Barat.
Diajarkannya tauhid yang mutlak hanya mengakui kekuasaan Allah.
Dianjurkannya persatuan dan mengesampingkan pertentangan mazhab,
dipropagandakan hak-hak asasi rakyat dan demokrasi yang harus berlaku di semua
Negara Islam (Pasha dan Darban. 2005: 45).
Dalam bidang tasawuf
Jamaluddin al-Afghani termasuk orang yang berusaha dengan sungguh-
sungguh untuk senantiasa dapat melakukan Tazkiyatan Nafsi atau menyucikan
pribadi, antara lain dimana dan kapan pun juga selalu menyebut Asma Allah
dengan menghitung-hitung biji tasbihnya yang tidak pernah lepas dari jari-
jemarinya sekalipun ia tengah menghadap dan berbincang-bincang dengan seorang
raja. Ajaran menuju fana itu tidak lain mengandung pengertian melebur
kepentingan diri pribadi bagi kepentingan dan perjuangan bersama. (Pasha dan
Darban. 2005: 45).

18
5. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1850 M di Mesir beliau termasuk
bukan golongan kaya, lingkungan nya ialah di pedesaan atau pertanian. Beliau
mulai belajar di masjid Al Ahmadi thahta.
Mengenai pendidikan sangat strategis dan sistematis. Ditujukan kepada
universitas Al Azhar Yang mana kurikulumnya harus diubah karena ilmu
pengetahuan yang umum itu sangat penting juga dan harus dipelajari dan dikuasai
untuk menyampaikan bangsa bangsa barat dalam soal pemikiran
6. Rasyid Ridha
Rasyid Ridha dilahirkan pada tahun 1864 M atau pada bulan Jumadil ula
1282 H. Beliau keturunan dari bangsawan yakni Husein dari putra Ali bin Abi
Thalib dengan Fatimah Az-Zahra yakni putri Rasulullah SAW. Pada tahun 1898
beliau mulai hijrah di Mesir untuk memperbaharui Islam di Mesir.selang waktu 2
tahun Rasyid Ridha menerbitkan sebuah majalah yang berjudul "Al Manar" disitu
dijelaskan bahwa sebuah usaha beliau untuk membaharui Islam.
Pemikirannya mengenai pendidikan ialah bahwasanya umat Islam dituntut
untuk bisa menguasai ilmu pengetahuan umum juga karena pada hakikatnya ilmu
yang berasal dari barat tidak bertentangan dengan hukum Islam. Rasyid Ridha
dalam sebuah lembaga mencampurkan kurikulum barat dan agama menjadi satu di
lembaga tradisional nya.
7. Qasim Amin
Biografi nya Qasim Amin dilahirkan pada tahun 1863 di kairo. Beliau
seorang keturunan dari bangsawan dan termasuk golongan kaya. Beliau dikenal
sebagai seorang intelektual yang yang mempunyai pendidikan serta relasi yang
luas. Mengenai seorang wanita yang dianggap kedudukannya tidak dihargai berkat
Qasim Amin martabat dan harkat wanita sekarang sudah terangkat.
8. Thaha Husein
Dilahirkan di Izbat Al kilu pada tahun 1889 M. Pada berusia tahun thaha
Husein sudah mengalami penyakit buta akan tetapi semangat dan kecintaan nya
pada Al-Qur'an, Husein berupaya menghafal kan dan mendalami ilmu Al-Qur'an,
pada berusia 9 tahun atas berkat Tuhan yang maha kuasa Husein bisa menghafal
kan Al-Qur'an dan menjadi sebagai Tahfiz.  Pada usia muda Thaha Husein dikirim
oleh ayahnya untuk menimba ilmu di Al Azhar akan tetapi selang beberapa tahun
kemudian thaha Husein sempat keluar dikarenakan kurikulum yang digunakan
19
terlalu tradisional dan kurang maju. Dalam bidang pendidik negara Mesir harus
merubah kurikulum yang tradisional supaya lebih baik kedepannya dikarenakan
dengan merubah sistem perguruan tinggi Mesir bisa menyaingi perguruan tinggi di
barat.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwasanya pemikiran Islam modern dan biografi tokoh dari tujuh pemikir
Islam ialah sebagai pemicu atau faktor terjadinya pembaharuan dalam Islam dari segi
pendidikan,sosial, dan pikiran pikiran umat Islam yang kurang yang sempat pasrah
dengan keadaan. 
Pembaruan Islam adalah proses pemurnian dimana konsep pertama atau
konsep asalnya difahami dan ditafsirkan sehingga menjadi lebih jelas bagi masyarakat
pada masanya dan lebih penting lagi penjelasan itu tidak bertentangan dengan aslinya.
Pembaruan Islam mempunyai rujukan yang jelas, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah,
sementara pembaruan lain akan terus berproses mencari dan tidak memiliki rujukan
yang mutlak dan pasti. Ada beberapa metologi yang ditempuh oleh Ibu Taimiyah
yaitu:
1) Ibnu Taimiyah tidaklah menggunakan nalar sebagai sumber yang mutlak dalam
menentukan hukum.
2) Ibnu Taimiyah tidaklah berpihak hanya pada satu pendapat saja, bagi Ibnu Taimiyah
tidak seorangpun memiliki kedudukan kecuali baginya bersumber dari Al-Qur'an, As-
Sunnah dan Atsar para Ulama Salaf yang mengikuti Nabi SAW.
3) Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa Syari’ah itu bersumber dari Al-Qur’an, Nabi
Muhammad lah yang menjelaskan dan mempraktekkannya kepada umat terlebih
kepada para sahabat pada masa Nabi SAW.
4) Ibnu Taimiyah tidaklah orang yang fanatik terhadap pemikirannya saja, Ibnu
Taimiyah selalu melepas dirinya dari segala apa yang mengikatnya, kecuali yang
sesuai dengan Al-Qur'an, As-Sunnah dan Atsar Salaf.
B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah mengharapkan kritik dari para pembaca
sehingga dapat menjadikan makalah ini berguna bagi kehidupan kita di masa yang
akan datang.Sekirannya ada kata kata yang kurang berkenan kami mohon maaf yang
sebesar besarnya.

21
DAFTAR LITERASI

http://mukhamadumar.blogspot.co.id/2013/12/para-tokoh-pembaharuan-dalam-dunia-
islam.html
Ahmad Syalabi, al-Mujtama Islami,Kairo: Maktabah an-Nahdhoh Mishriyah, 1958
Ahmed, Akbar S., Discovering Islam, Making Sense of Muslim History and Society,
Terjemah, Zulfahmi Andri, New Delhi: Vistaar Publication, 1990
Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, Cet. I, 1997.
al-Andalusi, Shaid, Kitab Thabaqat al Umam, ed. L. Cheiko, Beirut: al-Mathbaat al-
Katsulikiyah, 1912.

al-Asyqar, Umar Sulayman, Tarikh al-Fiqh al-Islamiy, Kuwait: Maktabah al-Falah, Cet. I,
1982.

22

Anda mungkin juga menyukai