Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

OLEH:
NI WAYAN NOVIYANTI
NIM. 0902105020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
A. Konsep Dasar Penyakit Pneumonia

1. Definisi/Pengertian
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agen infeksisus (Smeltzer dan Bare, 2001: 571).
Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut yang mempengaruhi paru-paru.
Paru-paru terdiri dari kantung kecil yang disebut alveoli, yang mengisi dengan udara ketika
bernafas. Ketika seseorang memiliki pneumonia, alveoli yang penuh dengan nanah dan
cairan, yang membuat pernapasan menyakitkan dan asupan oksigen terbatas (WHO, 2012).
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, yaitu bagian distal dari bronkhiolus
terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim
dipakai bila peradangan terjadi oleh karena proses infeksi akut sebagai penyebab tersering,
sedangkan istilah pneumonitis biasa dipakai untuk proses non infeksi (Muzasti, 2011).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru
yaitu bagian distal dari bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat
yang umumnya disebabkan oleh agen infeksisus.

2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus tipe 8
menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak
ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4
tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumokokus dan ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi (Muzasti, 2011).
Pneumonia sebenarnya bukan peyakit baru. Tahun 1936 pneumonia menjadi penyebab
kematian nomor satu di Amerika. Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa
dikontrol beberapa tahun kemudian. Namun tahun 2000, kombinasi pneumonia dan influenza
kembali merajalela. Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka
kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut
laporan WHO, sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat
pneumonia. Bahkan UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai penyebab
kematian anak balita tertinggi, melebihi penyakit penyakit lain seperti campak, malaria, serta
AIDS (Muzasti, 2011).
Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Setiap
tahun, membunuh sebanyak 1,4 juta anak-anak di bawah usia lima tahun, yang merupakan
18% dari semua kematian anak di bawah lima tahun di seluruh dunia. Pneumonia dapat
terjadi pada anak-anak dan keluarga di seluruh dunia, tetapi yang paling umum di Asia
Selatan dan sub-Sahara Afrika (WHO, 2012).
Diantara penyebab infeksi nosokomial, Pneumonia nosokomial menempati urutan ke 2
setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 5-50 kasus per 1.000 perawatan di RS setiap
tahun. Insiden ini meningkat 5-10 kali jika pasien dirawat di ICU dan menjadi 6-20 kali jika
pasien menggunakan ventilator (Muzasti, 2011)..

3. Etiologi
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia
dan penyakit ini baru akan timbul apabila ada faktor- faktor prsesipitasi, namun pneumonia
juga sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena
etiologi di bawah ini :
a. Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Diplococus pneumonia,
Pneumococcus, Streptococcus Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus
friendlander (Klebsial pneumonia), Mycobacterium tuberculosis. Bakteri gram positif
yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus
aureus dan streptococcus pyogenis
b. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum disebabkan oleh virus
influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus merupakan
penyebab utama pneumonia virus. Virus lain yang dapat menyebabkan pneumonia
adalah Respiratory syntical virus dan virus stinomegalik.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum,
Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp,
Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
d. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita
AIDS.
e. Faktor lain yang mempengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia


• Umur dibawah 2 bulan
• Tingkat sosio ekonomi rendah
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tingkat pendidikan rendah
• Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Menderita penyakit kronis
(Muzasti, 2011)
Adapun penyebab dan faktor risiko pneumonia dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Patogen dan factor risiko pneumonia
Patogen Faktor Risiko
S. aureus  Koma, cedera kepala, influenza,
pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal
Methicilin resisten S. aureus  Pernah dapat Antibiotik, ventilator >2
hari
Ps. Aeruginosa  Lama dirawat di ICU, terapi
steroid/AB
Anaerob  Aspirasi, post operasi abdomen
Acinobachter spp S. aureus  Antibiotik sebelum onset pneumonia
dan ventilasi mekanik
Pneumonia nosokomial yang terjadi dalam waktu kurang dari 3-4 hari (onset awal)
atau lebih dikenal dengan pneumonia yang inkubasinya didapat di masyarakat (incubating
Community Aqcuired Pneumonia atau CAP), biasanya disebabkan oleh patogen didapat dari
masyarakat seperti Str. pneumonia , M. catarrhalis dan H. influenza. Oleh karena itu
sebaiknya tidak diperlakukan sebagai Pneumonia nosokomial tetapi sebagai CAP.
Sedangkan Pneumonia nosokomial onset lanjut (lebih dari 83 hari), sering disebabkan oleh
bakteri gram negatif, Ps. Aeruginosa atau S. aureus. Kelompok kedua ini biasanya
merupakan kuman yang resisten terhadap antibiotika

4. Patofisiologi
Pneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh bakteri yang
masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan paru. Bakteri pneumokok ini dapat
masuk melalui infeksi pada daerah mulut dan tenggorokkan, menembus jaringan mukosa lalu
masuk ke pembuluh darah mengikuti aliran darah sampai ke paru-paru dan selaput otak.
Akibatnya timbul peradangan pada paru dan daerah selaput otak. Inflamasi bronkus ditandai
adanya penumpukan sekret sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan
jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru
dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan
rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas, hipoksemia,
asidosis respiratorik, sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas.
Proses terjadinya pneumonia terkait pada salah satu dari 3 faktor, yaitu gangguan
imunitas inang, adanya mikroorganisme bervirulensi tinggi dan inokulasi organisme yang
cukup untuk mencapai saluran napas bagian bawah. Beberapa faktor resiko untuk terjadinya
Healthcare Acquired Pneumonia (HCAP) berasal dari:
1) Aspirasi cairan esofagus-gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman patogen.
Merupakan cara yang paling sering menyebabkan Pneumonia nosokomial, terjadi akibat
penurunan refleks batuk dan muntah yang berhubungan dengan berbagai keadaan.
Kolonisasi bakteri pada orofaring ditingkatkan oleh faktor eksogen (instrumentasi saluran
napas atas dengan pipa nasogastrik dan endotrakea, kontaminasi oleh tangan dan peralatan
yang kotor dan pengobatan dengan antibiotik spektrum luas dimana meningkatkan
timbulnya organisme yang resisten obat) dan faktor pasien (malnutrisi, usia lanjut,
perubahan kesadaran, gangguan menelan dan penyakit paru dan sistemik yang
mendasari). Pertumbuhan mikroba di saluran makanan diduga terjadi oleh karena
peningkatan pH lambung akibat antasida, antagonis H atau pemberian makanan parenteral.
Kolonisasi ini akan menyebabkan pneumonia setelah melewati hambatan mekanisme
pertahanan inang berupa daya tahan mekanik, humoral dan selular.
2) Inokulasi langsung akibat tindakan intubasi. Intubasi trakea meningkatkan resiko infeksi
pernapasan bawah oleh obstruksi mekanis pada trakea, gangguan pembersihan mukosilier
atau trauma pada sistem pergerakan mukosilier.
3) Inhalasi oleh aerosol atau droplet yang mengandung mikroba
4) Penyebaran secara hematogen
5) Translokasi bakteri pencernaan ke paru
(Muzasti, 2011)
Pathway terlampir.

5. Klasifikasi :
Adapun klasifikasi berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b) Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia)
c) Pneumonia aspirasi
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:
a) Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan
pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi
hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang
terkebelakangan mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh
rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia
akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut. Biasanya
pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu
sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan
dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung
pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
b) Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga). Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala
influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam
12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit.
Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi
dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi
bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang
kental dan berwarna hijau atau merah tua.
c) Pneumonia jamur,
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya
tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
d) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari
pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
e) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri
dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara
paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-
paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi
terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super
infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sulit
penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam
dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

6. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak, adanya PCH, Adanya
takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping hidung, penggunaan otot-
otot aksesori pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, sputum
purulen, berbusa, bersemu darah, batuk : Non produktif – produktif, demam menggigil,
faringitis.
b) Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya meningkat sekitar
10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius, turgor kulit menurun,
peningkatan taktil fremitus di sisi yang sakit, hati mungkin membesar.
c) Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
d) Auslkutasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni (bunyi
mengembik yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi
melalui dinding dada), ronchi pada lapang paru. Perubahan ini terjadi karena bunyi
ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada
melalui jaringan normal.

Gambar 1 Gambaran alveoli pada pasien pneumonia


7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikroplasma, sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru
yang ada
c. Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
netrofil).
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000/m dengan pergeseran
LED meninggi.
d. LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain
menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah, bilirubin meningkat, aspirasi biopsi
jaringan paru

e. Rontgen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit
paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu
atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.
f. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi fiberoptik, atau
biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab, seperti bakteri dan virus.
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sulit.
g. Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan jalan nafas mungkin
meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipokemia).
h. Elektrolit
Natrium dan klorida mungkin rendah.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV), karakteristik
sel raksasa (rubella).

8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop,
akan terdengar suara ronchi. Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak,
adanya PCH, Adanya takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping hidung,
penggunaan otot-otot aksesori pernafasan, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen,
sputum purulen, berbusa, bersemu darah. Selain itu juga didukung oleh pemeriksaan
penunjang seperti: rontgen dada, pembiakan dahak, hitung jenis darah, gas darah arteri.

9. Penatalaksanaan
Adapun penanganan pada pasien pneumonia meliputi:
 Pemberian antibiotik per-oral/melalui infus.
 Pemberian oksigen tambahan
 Pemberian cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
 Antibiotik sesuai dengan program
 Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
 Cairan, kalori dan elektrolit glukosa 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1 ditambah larutan KCl 10
mEq/500 ml cairan infuse.
 Obat-obatan :
- Antibiotika berdasarkan etiologi.
- Kortikosteroid bila banyak lender.
 Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrasiklin 3-4 hari mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat
penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA
(Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle,
poliudikocid pengobatan simptomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan di tekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik
yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai
spektrum sempit.
Ketika seorang pasien dirawat di perawatan intensif untuk pengobatan pneumonia, penyebab
infeksi diselidiki dan terapi obat akan berbeda sesuai dengan organisme yang dicurigai atau
diketahui. Manajemen pasien akan tergantung pada tingkat kritis penyakit. Pengobatan
meliputi terapi oksigen, cairan intravena dan antibiotik untuk melawan infeksi. Pasien bisa
saja memerlukan ketergantungan tinggi atau perawatan intensif saat kondisi mereka serius
terutama bila terjadi gagal nafas. Seringkali mereka akan memerlukan bantuan untuk
bernapas. Pasien dapat membutuhkan non-invasif ventilasi masker menggunakan mesin
BiPAP atau dukungan penuh menggunakan endotracheal tube (tabung pernapasan) dan
ventilator (mesin pernapasan). Pemantauan tanda-tanda vital dapat dilakukan dengan
menggunakan monitor saturasi oksigen dan monitor samping tempat tidur.

10. Komplikasi
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi dari
pneumonia / bronchopneumonia adalah :
a) Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan akan
masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga
tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke
dalam dan timbul efusi.
b) Efusi pleura
c) Abses otak
d) Endokarditis
e) Osteomielitis
f) Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
g) Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
h) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
i) Infeksi sitemik.
j) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
k) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

11. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan
sampai 1%. Pasien dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi. Lamanya waktu pasien tetap dalam perawatan
intensif tergantung pada kemampuan pasien untuk melawan infeksi, respon seluruh tubuh
terhadap infeksi dan berapa lama mereka membutuhkan bantuan mekanik untuk bernapas.
Kebanyakan orang akan pulih tetapi tergantung pada keadaan umum sebelum sakit dan
seberapa parah pneumonia yang dialami. Sayangnya dalam beberapa kasus yang parah pasien
bisa meninggal (Inness dan Rolls, 2004).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Intensif Pada Pasien Dengan Pneumonia

A. Pengkajian Intensif
Pengkajian 6B
Breathing:
- Klien mengeluarkan dahak yang kental, berbusa dan berwarna kehijauan atau
bercampur darah
- Nafas dapat tidak spontan
- Dapat terjadi orthopnea
- Dapat terjadi Takipnea (25-45x/menit), dyspnea
- Terdengar pernafasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.
- Tampak penggunaan pernafasan cuping hidung atau otot-otot aksesori pernafasan.
Blood:
- Suhu lebih dari 37,50 C
- Klien tampak pucat
- CRT > 2 Detik
- TD > 130/90 mmHg
Brain:
- Kesadaran dapat mengalami perubahan apabila telah terjadi komplikasi
Bowel:
- Dapat terjadi anoreksia
- Terjadi penurunan BB
Bladder:
Umumnya tidak ada masalah
Bone:
Umumnya tidak ada masalah
Pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium dapat menunjukkan seperti pada konsep
dasar penyakit.

B. Diagnosa Keperawatan
(1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
capiler ditandai dengan perubahan nilai AGD, dipsnea.
(2) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke otak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan
kesadaran, adanya riwayat kejang, kulit tampak pucat.
(3) Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolik tubuh ditandai
dengan penurunan saturasi O2, ekspansi dada terganggu, penurunan PaO2,
Peningkatan PaCo2, nafas tidak spontan
(4) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ( infeksi) ditandai dengan
dengan kulit kemerahan, suhu > 37,50 C, kulit teraba hangat.
(5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
ketidakmampuan memasukkan makanan ditandai dengan penurunan BB > 20%,
penurunan albumin < 3,5 gr/dL, klien tampak kurus, anoreksia.
(6) Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan kerusakan kognitif dan
neuromuscular ditandai dengan pasien tidak mampu membasuh, mengeringkan
dan mengambil peralatan mandi secara mandiri
(7) Defisit perawatan diri toileting berhubungan dengan kerusakan kognitif dan
neuromuscular ditandai dengan pasien tidak mampu ke toilet, dan membersihkan
perineal secara mandiri
(8) Defisit perawatan diri berpakaian berhubungan dengan kerusakan kognitif dan
neuromuscular ditandai dengan pasien tidak mampu mengenakan pakaian secara
mandiri
(9) Risiko cedera dibuktikan dengan penurunan kognitif

B. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
capiler akibat adanya eksudat di rongga alveoli
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Label NIC: Airway Management
... x ...jam diharapkan gangguan pertukaran a. Buka jalan nafas, gunakan
gas dapat diatasi dengan kriteria hasil: teknik chin lift atau jaw thrust bila
Label NOC: Respiratory status: Gas perlu.
Exchange b. Monitoring statujs
- PaO2 normal 80-100 mmHg pernapasan pasien
- PaCO2 normal 35-45 mmHg c. Posisikan pasien untuk
- Ph 7,35-7,45 memaksimalkan ventilasi yaitu
- HCO3- 22-26 meq/L semifowler
- Sat O2 95-100% d. Keluarkan sekret dengan
Label NOC: Respiratory status: airway batuk atau suction.
patency e. Auskultasi suara nafas, catat
- Tidak terdapat suara napas tambahan adanya suara tambahan.
yang mengindikasikan adanya f. Berikan terapi oksigen
penumpukan sekret yaitu ronki dengan humidifier
- Klien mampu mengeluarkan sputum g. Pasang OT untuk mencegah
Label NOC: Respiratory status: terjadinya sumbatan akibat lidah pasien
ventilation h. Pasang NGT
- Kedalaman pernapasan normal i. Lakukan fisioterapi dada
- Tidak tampak penggunaan otot bantu untuk memudahkan pengeluaran sekret
pernapasan
- Tidak tampak retraksi dinding dada Label NIC: Acid Base Management
- RR 16-20 x/menit a. Pertahankan kepatenan akses IV
Rasional:
b. Monitor hasil AGD, serum, urine dan
level elektrolit
c. Monitor status hemodinamik seperti
CVP, MAP, TD, dan nadi
d. Monitor gejala kegagalan pernapasan
seperti penurunan PaO2, peningkatan
PaCO2, dan kelelahan otot pernapasan
e. Pertimbangkan pemakaian ventilator
mekanik
f. Monitor status neurologis seperti
kesadaran
g. Monitor tingkat oksigenasi seperti
SaO2
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ( infeksi) ditandai dengan
dengan kulit kemerahan, suhu > 37,50 C, kulit teraba hangat.
Tujuan Intervensi
Setelah diberikan asuuhan keperawatan Label NIC : Infection Control
selama … x … jam diharapkan perawat 1. Membersihkan lingkungan tepat setelah
dapat meminimalkan komplikasi sepsis setiap kali digunakan pasien
pada pasien dengan kriteria hasil: 2. mempertahankan teknik isolasi
Label NOC: Thermoregulation 3. membatasi jumlah pengunjung
- Suhu badan pasien normal 36-37,50 C 4. mengajarkan mencuci tangan baik
- Kulit tidak kemerahan untuk petugas kesehatan
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi 5. anjurkan pasien tentang teknik mencuci
- Tidak terjadi kejang otot tangan yang tepat
- Nadi normal (60-100x/menit) 6. menginstruksikan pengunjung untuk
mencuci tangan pada masuk dan keluar
Label NOC : Infection severity dari ruang pasien
- Leukosit klien normal (5.000 – 7. jaga kebersihan badan pasien, daerah
10.000 /ul) perineal, kebersihan mulut dan juga gigi
- Tidak terdapat tanda-tanda infeki 8. penggunaan antimikroba atau sabun
pada area prosedur invasif dan pada pencuci tangan
luka 9. mencuci tangan sebelum dan sesudah
setiap kegiatan perawatan pasien
Label NOC: Self care hygiene 10. memakai sarung tangan sebagaimana
- Tubuh pasien tampak bersih diamanatkan oleh kebijakan
- Perineal tampak bersih dan tidak
kewaspadaan universal
lembab
11. memakai pakaian scrub dan gaun saat
menangani bahan-bahan infeksius
12. memastikan penanganan aseptik dari
semua pemakaian IV lines
13. mengelola terapi antibiotik
14. menginstruksikan pasien untuk
meminum antibiotik yang disarankan
dokter
15. lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptik
16. lakukan perawatan pada area prosedur
invasif seperti pada kateter dan infus

Label NIC: Fever treatment


1. Kolaborasi pemberian antipiretik
2. Berikan kompres mandi hangat,
hindari penggunaan alcohol
3. Berikan intake cairan yang adekuat
4. Pantau suhu lingkungan, batasi/
tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi
5. Pantau suhu pasien (derajat dan pola);
perhatikan menggigil/ diaphoresis

3. Risiko Cedera berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif (penurunan


kesadaran/somnolen)
TUJUAN INTERVENSI
Setelah diberikan asuhan keperawatan Label NIC: Cerebral Perfusion Promotion
selama …. X…. jam diharapkan pasien 1. Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan
tidak mengalami cedera dengan criteria serebral, seperti status neurologi dan adanya
hasil : penurunan kesadaran.
2. Konsultasikan dengan dokter untuk
Label NIC: Tissue Perfusion Cerebral menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15,
- MAP dalam batas normal atau 30 derajat) dan monitor respon klien
- Tidak terjadi penurunan status terhadap posisi tersebut.
kesadaran 3. Monitor status respirasi (pola, ritme, dan
- Tidak terjadi penurunan refleks kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH, dan level
dan juga respon bikarbonat)
4. Monitor nilai lab untuk perubahan dalam
Label NOC: Fall Occurrence oksigenasi
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur
Label NIC: Fall Prevention
Label NOC: Risk Control 1. Kunci roda tempat tidur saat memindahkan
- Lingkungan pasien aman pasien.
- Klien terhindar dari paparan yang 2. Menggunakan teknik yang tepat untuk
megancaman kesehatan memindahkan pasien dari dan menuju tempat
- Perbaikan status kesehatan tidur.
3. Pasang side rail untuk mencegah pasien jatuh
dari tempat tidur.

Label NIC: Surveillance Safety


1. Monitor lingkungan yang berpotensi
membahayakan keamanan pasien.
2. Tempatkan pasien di lingkungan aman untuk
mempermudah observasi.

Label NIC: Neurologic Monitoring


1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan
dan reaksi.
2. Monitor status kesadaran.
3. Monitor GCS.
4. Monitor Vital Sign.
5. Monitor respiraratory status.
6. Monitoring respon terhadap medikasi.
7. Monitor ICP dan CPP
8. Monitor refleks batuk dan menelan
9. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial

C. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
DX 1 Label NOC: Respiratory status: Gas
Exchange
- PaO2 normal 80-100 mmHg
- PaCO2 normal 35-45 mmHg
- Ph 7,35-7,45
- HCO3- 22-26 meq/L
- Sat O2 95-100%
Label NOC: Respiratory status: airway
patency
- Tidak terdapat suara napas tambahan
yang mengindikasikan adanya
penumpukan sekret yaitu ronki
- Klien mampu mengeluarkan sputum
Label NOC: Respiratory status:
ventilation
- Kedalaman pernapasan normal
- Tidak tampak penggunaan otot bantu
pernapasan
- Tidak tampak retraksi dinding dada
- RR 16-20 x/menit

DX 2 Label NOC: Thermoregulation


- Suhu badan pasien normal 36-37,50 C
- Kulit tidak kemerahan
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Tidak terjadi kejang otot
- Nadi normal (60-100x/menit)

Label NOC : Infection severity


- Leukosit klien normal (5.000 –
10.000 /ul)
- Tidak terdapat tanda-tanda infeki
pada area prosedur invasif dan pada
luka

Label NOC: Self care hygiene


- Tubuh pasien tampak bersih
- Perineal tampak bersih dan tidak
lembab

DX 3 Label NIC: Tissue Perfusion Cerebral


- MAP dalam batas normal
- Tidak terjadi penurunan status
kesadaran
- Tidak terjadi penurunan refleks dan
juga respon

Label NOC: Fall Occurrence


- Klien tidak jatuh dari tempat tidur

Label NOC: Risk Control


- Lingkungan pasien aman
- Klien terhindar dari paparan yang
megancaman kesehatan
- Perbaikan status kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S. C. 2001. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Innes dan Rolls. 2004. Pneumonia. (online)


(http://intensivecare.hsnet.nsw.gov.au/pneumonia, diakses 25 Juli 2013)

Johnson, Marion, dkk. 2008. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation
(NOC), Second edition. USA : Mosby.
McCloskey, Joanne C. dkk. 2015. IOWA Intervention Project Nursing Intervention
Classifcation (NIC), Second edition. USA : Mosby.
Muzasti, R. A. 2011. Pneumonia Nosokomial. (online)
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28228, diakses 25 Juli 2013).
NANDA.2012-2014. Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA.

WHO. 2012. Pneumonia, (online)


(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html, diakses 25 Juli
2013)

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
Pertama. DPP PPNI, Jakarta,Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai