Anda di halaman 1dari 19

THAHARAH

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Fiqh Ibadah Bidikmisi 2018

Oleh

SALAMATANG
NIM: 01.18.4036

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BONE TAHUN 2019

i
TAHAHARAH

A. Thaharah dan Tujuannya

Kata thaharah berarti suci.Meskipun banyak kata suci/bersih di dalam bahasa

Arab, seperti kata ‫(نَظَافَة‬nazhafah) dan ‫ي‬


ٌّ ‫( َز ِك‬zakiyy), tetapi kata “suci” yang dipakai
berkaitan dengan pelaksanaan ibadah shalat adalah kata ٌ‫ارة‬
َ َ‫(طَه‬thaharah).Penggunaan
kata thaharahdalam kaitannya dengan berwudhu dapat dilihat pada Hadis yang

diriwayatkan oleh At-Turmudzi di dalam kitab Hadisnya, Sunan At-Turmudzi,

berikut ini:

‫ال يَا َرسُو َل هَّللا ِ إِنَّا نَرْ َكبُ ْالبَحْ َر َونَحْ ِم ُل‬ َ ِ ‫َسأ َ َل َر ُج ٌل َرسُو َل هَّللا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَق‬
ِ ‫َم َعنَا ْالقَلِي َل ِم ْن ْال َما ِء فَإ ِ ْن ت ََوضَّأْنَا بِ ِه َع ِط ْشنَا أَفَنَت ََوضَّأ ُ ِم ْن َما ِء ْالبَحْ ِر فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
. ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم هُ َو الطَّهُو ُر َما ُؤهُ ْال ِحلُّ َم ْيتَتُه‬
َ
Seseorang bertanyakepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam, ia mengatakan,

wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mengarungi lautan dan kami hanya membawa

sedikit air untuk wudhu, maka kami akan kehausan.Lalu, apakah kami boleh

berwudhu dengan air laut?Maka, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallampun

menjawab, “laut itu suci airnya dan halal bangkainya”.

Lebih jelas lagi penggunaan kata thaharah dalam kaitannya dengan kesucian

untuk melaksanakan ibadah shalat dapat dilihat pada ayat 6 di dalam Surah Al-

Maidah seperti berikut:

‫ق‬ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف‬ َّ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى ال‬
‫ضى‬َ ْ‫وس ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَي ِْن َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬ِ ‫َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬
‫أَوْ َعلَى َسفَ ٍر أَوْ َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أَوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
ٍ ‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنهُ َما ي ُِري ُد هَّللا ُ لِيَجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن َح َر‬
‫ج َولَ ِك ْن‬ َ
. َ‫ي ُِري ُد لِيُطَه َِّر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهُ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,

maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu

dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka

mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang

air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka

bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu

dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak

membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu

bersyukur.

Dari kedua dalil agama (Al-Qur’an dan Hadis) di atas dapat dilihat kaitan

thaharah dengan air dan dengan debu tanah (salah satu makna dari kata ‫ص ِع ْيدًا‬
َ /
sha‘idan) sebagai alternatif jika ada masalah dengan air.Penggunaan air dalam rangka

berthaharah ketika berwudhu dan mandi dan penggunaan debu tanah dalam rangka

berthaharah ketika bertayamum.Air dan tanah digunakan untuk berthaharah karena

kedua benda ini sebagai sumber kehidupan manusia.

Penggunaan air dan tanah secara bersama-sama untuk bersucidiperuntukkan

pada najis yang berat yang di istilahkan najis mughallazah, seperti jilatana njing atau

tersentuh dengan kotoran anjing. Nabi saw. bersabda sebagaimana disebutkan di

dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Hadis, Shahih Muslim,

bahwa:

ِ ‫ت أُواَل هُ َّن بِالتُّ َرا‬


‫ب‬ ٍ ‫طَهُو ُر إِنَا ِء أَ َح ِد ُك ْم إِ َذا َولَ َغ فِي ِه ْال َك ْلبُ أَ ْن يَ ْغ ِسلَهُ َس ْب َع َمرَّا‬
Sucinya bejana kalian apabila dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya tujuh

kali, yang pertama dengan tanah.

Dari pemaparan beberapa dalil agama di atas dapat dipahami bahwa kata

thaharah digunakan untuk bersuci dalam rangka mengangkat hadas (kecil atau besar)

dan dalam rangka membersihkan najis.

Sebelum melakukan thaharah (berwudhu, mandi, atau bertayamum), baik

kotoran apalagi najis terlebih dahulu harus dihilangkan dari tubuh sehingga thaharah

yang dilakukan benar-benar sempurna.Adapuntujuanberthaharahagar ibadah yang

dilakukan diterima oleh Allah swt.Di dalam salah satu Hadis Nabi saw. yang

diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab Hadis, Shahih al-Bukhari, ditegaskan,


َ ‫َث َحتَّى يَت ََوضَّأ‬
َ ‫صاَل ةَ أَ َح ِد ُك ْم إِ َذا أَحْ د‬
َ ُ ‫اَل يَ ْقبَ ُل هَّللا‬
Allah tidak akan menerima salat salah seorang dari kalian jika berhadas hingga ia

berwudhu.

Hadas adalah keadaan diri seseorang tidak suci karena telah keluar benda dari

dua jalan (dubur dan dzakar). Di dalam salah satu Hadis Nabi saw. yang
َ َ ‫(أَيُّهَا النَّاسُ إِ َّن هَّللا‬Wahai sekalian
َ ‫طيِّبٌ اَل يَ ْقبَ ُل إِاَّل‬
diriwayatkan oleh Muslim bahwa ‫طيِّبًا‬

manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Ia tidak akan menerima kecuali yang

baik).Tanda kebaikan adalah suci dari kotoran yang melapisi air sampai kepada

anggota tubuh yang harus dikenai air ketika berwudhu atau ketika mandi, serta bersih

pula dari najis.

B. Macam-Macam Air

1. Hukumnya air mutlak itu adalah suci atau bersih.

a. seperti air hujan, air salju dan air embun Allah swt mensucikannya dan

bisa dipakai berwudu. Berikut hadist


b. Air laut, berdasarkan hadist abu hurairah seseorang bertanya kepada

Rasulullah Saw “wahai rasulullah sesungguhnya kami mengarungib laut

kami membawa sedikit air, jika kami menggunakan air itu untuk

berwudhu maka kami akan kehausan”. Rasullulah Saw menjawab “Laut

itu suci airnya dan halal bangkainya” HR. Imam Bukhary. Berikut hadist

c. Air Zam-Zam, Hajar bolak-balik di bukit Zafa dan bukit Marwah tujuh

kali. dan kemudian keluarlah air itu (zam-zam) dari dekat kaki anaknya:

sesungguhnya Rasulullah Saw meimunta gayung /timbah untuk diisi air

kemudian Rasulullah Saw meminum air itu (zam-zam) dan juga berwudu.

Berikut hadist

d. Air yang telah berubah karena terlalu lama tergenang dalam kolam atau

dalam tempat-tempat penanpungan air atau air yang berlulumut. Air itu

maswi bisa digunakan meskipun sudah berlumut selama tidak berubah zat

yang ada di dalamnya maka para ulama masi menyetujuainya bahwa itu

air mutlaq. Setiap yang disebut air mutlah itu tidak ada embel-embel di
belakangnya maka masi bisa digunakan berwudhu dan apabila engkau

tidak menemukan air maka bertayammumlah. Berikut hadist

2. Air yang diperbuat atau air yang sudah digunakan, yang terpisah dari anggota

tubuh dan yang sudah dipakai berwudhu. Air itu sifatnya masih bersih dan

masih bisa digunakan berwudhu. Tidak ada dalil yang mengataklan bahwa air

yang sudah dipakai tidak boleh lagi dipakai berwudhu dan sifatnya tidak

bersih lagi. Ada sebuah hadis yang mengatakan bahwa Rasullulah Saw

membasuh kepalanya dari air yang masih tersisah pada tangannya. Sebuah

hadist, Abu Hurairah di sudut koda Madinah dan dalam keadaan junub ia

langsung bersembunyi. Setelah junub Abu Hurairah menemui Rasululluh

Saw, kemudian Rasul bertanya dimana kamu selama ini wahai Abu Hurairah,

“Saya tidak suka bersamamu wahai Rasulullah jika saya dalam keadaan

junubdan tidak suci”. Rasul menjawab “orsng muslim itu tidaklah najis”. Dari

pemahaman para Ulama berpendapat bahwa apabila kita telah berwudhu dan

kita lupa membasuh kepala, kita masi bisah mengambil air dari jenggot.

Mengambil kesimpulan dari pendapat para ulama diatas bahwa air yang sudah

dipapakai berwudhu masi bisah digunakan.


3. Air yang sudah dimasuki benda dan tidak merubah. Jika ada busa sabun yang

masuk dalam bak atau tempat air maka air dalam bak tersebut masi disebut air

mutlaq selama menjaga keutuhannya. Jika sudah keluar dari keutuhannya

maka sudah menjadi air yang tidak mutlaq lagi. Jika masi belum berubah

zatnya maka air itu dapat digunakan membersihkan atau berwudhu.

Ummi Aisyah, Rasulullah masuk dalam rumah seorang sahabat yang

anaknya meninggal, Rasul berkata mandikanlah dia lalu gugurkan air lalu

gosokkan terakhir mandikanlah dengan air kapun dan daun sadar. Jika susah

selesai panggillah saya kemudian nabi member selembar kain kepada sainab

itu dengan kain ini yaitu pada bagian bawai sainab.

Menurut Ibnu hani, Nabi Saw mandi bersama muaiminah dalam satu

bejana ternyata didalam baskom itu ada percampuran, selama air itu tidak

mengubah zatnya maka dianggap masi suci.

C. Air yang Tersentuh dengan Najis

1. Air yang sudah dirubah oleh najis karena berubah rasa, warna dan baunya

tidak baik dipakai bersuci. Air itu tetap berada pada kemutlakannya karena

tidak berubah sifatnya, air begitu meskipun sudah dimasuki najis tetp bisa
digunakan baik sedikit mauoun banyak, Berdasarkan hadis Abu Hurairah,

orang arab masuk kemesjid kencing lalu orang berdiri di depannya untuk

menghalanginya. Lalu Nabi mengatakan biarkanlah, kemudian ambillah

sebejana air untuk menyiramnya agar zat dari kencing orang itu hilang.

2. Air yang tercampur dengan najis masih mutlaq selagi tidak berubah rasa, baud

an warnanya. Ambillah sebajana untuk menyiramkannya karna kalian itu

untuk dipermudan dan bukan untuk dipersulit. Hadist “apakah saya boleh

berwudhu dengan air telaga yang sudah dibuangi sampah dan binatang mati di

dalamnya ? wahai rasulullah” rasul menjawab masi bisa selama airnya masi

mengalir. Hadis ini di wakili oleh banyak ahli hadist seperti Ibnu Abbas, Abu

Huraurah dll. Menurut Al-Ghasali mashab Syafii hampir sama dengan mashab

Malik. Ada sebuah hadis yang mengatakan apabila suatu air yang jumlahnya

sekitar dua kulah kemudian dimasuki najis maka airnya itu tetap mutlaq.

D. Jilatan
1. Air jilatan sisah dari bejana: Sisah air yang dipakai oleh orang junub dan haid

masih bisa digunakan karna tidak berubah zatnya. Air sisah minuman orang

non muslim masi bisa digunakan karna bukan dari yang najis. Saat Aisyah

haid kemudian minum dan sisah minumannya diminum oleh Rasul, Rasul

berkata bahwa orang haid dan junub itu tidaklah najis.

2. Sisa air minum binatang yang halal. Sisa minuman dari kambing atau

binatang halal lainnya itu masi suci dan bisa dipakai berwudhu atau

berthaharah.

3. Jilatan hewan yang sama dengan kuda tapi lebih kecil dan bintang buas dan

binatang yang bercakar (atau binatang yang makan dengan paruh ataupun

cakarnya). Air jilatan dari hewan tersebut masi bisa digunakan bersuci. Jabir

bertanya ‘apakkah kami boleh berwuduh dengan air sisah minuman himar?”

Nabi manjawab bahwa itu boleh karna masih bersih.

Ketika Umar pergi berjalan jalan dengan Rasulullah kemudian

menemui seseorang yang sedang duduk disamping telaganya, lalu Umar

bertnya apakah binatang buas itu menjilat telagamu ditangah malam ? lalu
Rasul berkata “jangan engkua member menjawaban atas apa yang ditanyakan

oleh Umar, itu akan menjadi beban”.

4. Sisah jilatan Kucing, sisahnya masih suci dan bersih. Berdasarkan hadis

Kabsah putri Kabin pernah diperistri oleh Abi Katada. Abi Katada berada

dalam rumah berada dirumah kapsah lalu ia siapan makanan kepada suaminya

lalu datanglah seokor kucing kemudian menjilat minum air itu, kemudian Abu

Katada memiringkan sedikit gelasnya untuk membuang sedikit airnya lalu

istrinya bertanya apakah air itu tidak kotor? Lalu Abu Katada menjawab

“”Kucing adalah bintang yang hidup dengan kita selalu berada dekat dengan

kita .

5. Air sisah dari jilatan Anjing dan Babi itu najis. Nabi berkata apabila minum

pada bejana kamu maka cucilah bejana itu sebanyak 7 kali dan yang pertama

dicuci dengan tanah. Adapun air sisah jilatan Babia tau karna terkena kukunya

dan mengandung virius maka itu najis dan tidak boleh dipakai bersuci.

E. Najis

1. Najis adalah hukumnya wajib bagi orang mukmin untuk membersihkannya

kalau menempel pada sesuatu. Berdasarkan firman Allah “Allah suka pada

orang yang suka membersihkan dirinya dari najis”.


Ada najis yang dapat dilihat seperti kencing dan kotoran ada juga

najis tapi tidak bisa dilihat seperti orang junub itu mengandung hukum yang

tidak nampak. Binatang yang dipotong tanpa disembelih, binatang yang

dipotong bagian tubuhnya tanpa disembelih dan binatangnya masi hidup (HR.

Abu Daud).

Kalau bangkai ikan dan belalang itu suci. Bangkai ikan dan darah

limpah (dara yang tersisah daklam tubuh binatang yang disembelih) dari

binatang yang dipotong itu masi suci. Bangkai dari binatang yang tidak

mengalir darah di dalamnya. Binatang itu masi suci dan jika mengenai sesuatu

masi bisah dimakan ataupoun diminum karna binatang tersebut tidaklah najis.

Tidak ada perbedaan kesucian dari bintang- binatang tersebut, menurut Imam

Syafi’I itu najis tapi masi bisa dimanfaatkan selama tidak merubah sifatnya.

Tulang, kuku dan tanduk merupakan bangkai tapi masi suci. Tidak

ditemukan bawhwa itu najis. Ada tulang bangkai yang bisa diolah menjadi

sisir orang dahulu menggunakan tulang gajah untuk membuat sisir dan itu

tidak mengapa. Ibnu Abbas berkata seseorang diberikan kambing kemudian

kambingnya mati, Kemudian Rasullah Saw berkata, kasihan kambing itu

karna kulkitnya masi bisah disikmkak dan digunakan.Kemudian Ibnu Abbas

berkata bukankah bangkai itu haram ? kemudian Rasul menkjawab bahwa

yang haram itu hanyalah dagingnya dan bukan kulitnya. Kulitnya bisa

dijadikan tempa penampungan air, gigi, tulang dan tanduknya halal. Demikian

pula kulit pada bangkai kambing kitu masi bisa diambil karnaasi halal. Orang

Mujasi memberikan hidangan kepada orang islam dari keju yang diolah dari
sari susu, yang disebutkan dalam Al-quran itu yang haram itu bangkai dan

tidak susui, kulit dan tulang, yang disebut bangkai disini adalah dagingnya.

2. Darah: Darah yang mengalir setelah disembelih. Darah yang mengalir tetapi

tidak mengapa yang melekat pada daging Dan uratnya. Hadis dari Ijras

“kadang kala kambing dari sembelihan itu ada darah yang melekat pada

daging dan tidak sempat dikeluarkan. Darah itu tidak disebut najis dan masi

bisa dimanfaatkan. Hanya saja yang diharamkan itu darah yang mengalir

keluar. Dari Aisyah “ kamki makan daging dan darahnya menempel pada

periuk, maka darahnya itu dimaafkan. Umar senantiasa shalat dan darah dari

lukanya mengalir keluar maka darahnya kitu masi dimjaafkan. Abu Hurairah

berkata pada saat shalat darah keluar setetas demi setetes itu masi dimaafkan.

Kalau sudah melekat pada pakaian maka harus diganti. Tidak ada dalil yang

mengatakan bahwa darah yang mengalir dari kulit adalah najis tapi kita harus

berhati-hati.
3. Kata Rasullah Saw tidak pernah saya temukan dalam wahyu sesuatu yang

haram kitu kecuali bangkai, babi, darah dan anjing karna itu kotor. Ada ulama

yang mengatakan bahwa menggunakan kulit babi itu dimaafkan tapi daginnya

tidak. Dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa kulit babi tidak termasuk

bangkai dan bisa dimaafkan.

4. --:--

5. --:--

6. Muntah dan kencing manusia najisnya macam-macam ini disepakati, kecuali

yang tidak termasuk adalah muntah yang ringan dan yang dimaafkan itu

adalah kencingnya anak laki-laki yang belum pernah makan nasi. Putra Ibnu

Kais diberikan kepada Rasul untuk dipangkku dan anak itu kencing pada

pangkuan Rasul, dan beliau memrintahkan untuk untuk mengambilkan aur

untuk mempersikkannya bukan mencucinya. Nabi Saw berkata bahwa

kencing dari anak laki-laki yang belum makan sesuatu itu dibersihkan cuckup

dengan mempercikkan.
7. Najis yang keluar dari alat vital, Air keputihan dan kental yang keluar setelah

kencing itu adalah najis tanpa ada pembelaan. Aisyah berkata “Waddi itu

terjadi setelah kencing maka hendaklah mencuci sakarnya atasu alat vitalnya

setelah dibersihkan lalu ia berwudhu tidak perlu mandi. Dari Bani Abbas:

Adapun Maddi itu wajib dicuci supaya bersih.

8. Madzi adalah air putih yang keluar dan bergetah dan ketika dia sedang

berpikir atau menghayal tentang seorang wanita atau hubungan seksual atau ia

sedang menggombal baik lisan maupun sentuhan tubu, kadangkala orang

tidak merasakan keluarnya, bisa terjadi baik laki-laki maupun perempuan dan

kejadian ini terjadi pada wanita lebih banyak dan itu merupakan najis dan

disepakati para ulama. Bahwa apabila menimpa badan wajib dicuci dan

apabila menimps pakaian cukuplah dipercikkan dengan air. Karna banyaknya

menimpa pemuda lajang dan najis itu lebih rendah dari kencing anak laki-laki

yang belum pernah makan. Ali bin Abi Thalib berkata saya sering kali keluar

mazzi, lalu saya suruh kepada pemuda bertanya pada rasul, lalu Rasul

menjawab cucilah sakarmu lalu berwudu tidak perlu mandi. Zahab Bin Hani

berkata saya banyak memenui mazzi dan saya sering kali mazzi dan saya

selalu mandi, kemudian saya menyampaikan kepada Rasul, lalu Rasul


menjawab cukiuplah cuci lalu berwudu, lalu saya bertanya lagi bagaimana

kalau madzi itu mengenai pakaian? lalu rasul berkata cuckuplah ambil

secupak air lalu percikkan pada pakaianmu yang terkana madzi itu dan hadis

ini sahih. Sahabat nabi, Aslan saya ini sering terjadi madzi dan saya datangi

nabi dan menanyakannya, lalu nabi menjawab cukuplah bagimu mengambil

secupak air lalu percikkan padanya.

9. Mani, Sebagian ulama berpendapat/ pergi dengan ucapannya dengan najisnya

mani itu tapi lebih jelas mani itu suci, akan tetapi sangat dianjurkan

mencucinya dan mengulitinya kalau sudah kering. Aisyah berkata “saya

pernah mengorek mani dari pakaian rasul apabila sudah mongering dan saya

mencucinya apabila masi basah. Nabi pernah ditanya tentang manki yang

menimpa pakaian, kamudian nabi menjawab manki itu sama keduduknnya

dengan lender, ingus hanya saja cukup bagimu mengoreknya bila sudah

mongering. Hadist ini dipertimbangkan oleh para ulama.

10. Kencing dan kotoran dari binatang yang tidak dimakan hukumnya najis.

Hadist Ibnu Madzhud: Nabi sudang buang air besar lalu memerintahkan saya

untuk mengambilkannya 3 batu dan saya hanya menemukan 2. Lalu saya


memungut batu yang ketiga lalu saya tidak menemukan, kemudian saya

mendapatkan batu yang ketiga tapi saya tidak menyadari bahwa itu adalah

kotoran. Lalu saya berikan kepada nabi kemudian nabi hanya mengambil 2

batu dan membuang kotoran itu karna najis, kotoran membati itu adalah

himar, tetapi dimaafkan karna lebih kecil karna agak susah menghindarinya.

Al-Walid bin Muslim saya pernah bertnya kepada rasul apakah

kencing dari bintang yang tidak dimakan dagingnya itu seperti bugle yang

lebih besar dariv domba sahabat-sahabat nabi tidak mencucinya karna dikira

bukan najis. Adapun kencing dari binatang yang dimakan dagingnya

dimakan ,bahwa kumpulan mazhab imam Syafi’I berpendapat bahwa tidak

ada sahabat nabi yang mengatakan bahwa itu najis, bahkan pendapat yang

mengatakan bahwas itu najis hanya mengada ada saja. tidak ada dasar hukum

yang jelas dan sahabat-sahabat nabi tidak pernah mendapatkannya.

Anas mengatakan sekelompok dari suku Aqlin sampai di madinah

dan salah satunya sakit perut dan Nabi memerintahkan untuk memeras air

kencing unta untuk diminum orang yang sakkit perut tersebut. Ini menujukkan

bahwa air kencing unta itu suci, demikian dengan binatang lainnya yang

dimakan dagingnya.

Ibnu Munsir berkata bahwasannya hadis itu hanya dikhususkan pada

suku Aqlin daru Uraina itu tidaklah benar, karna hadist ini bersifat umum.

Ulama membiarkan orang-orang menjuaal kotoran unta di pasarpasar mereka.

menggunakan kencing unta sebagai obat. Bahwasannya kencing unta dan

hewan yang dihalalkan lainnya itu adalah bersih. Bahwa segala suatu benda

itu suci selama tidak ada yang menemukan bahwa itu najis/kotor. Tidak ada
yang dapat membantahnya tanpa dalilk yang cocok. Bahwa kami tidak pernah

menemukan pendapat atau dalil bahwa air kencing unta itu najis.

11. Al-Jallalati: Sifat hewan, adanya larangan mengendarai hewan, meminum

susunya dan memakan dagingnya. Rasulullah telah melarang meninum susu

al-jallalah dan juga elarang mengendarai binatang ai-jallalah. Nabi telah

melarang memakan daging binatang himar peliharaan demikian binatang

jallalah baik memakan maupun mengendarainya. Al-jallalah ialah binatang

yang memakan kotoran atau comberan seperti Unta, sapi, ayam, itik dll. Kalau

kamu kuurung dalam waktu lama sehingga menjauh dari kotoran dalam waktu

lama maka binatang itu menjadi suci dan penamaannya sebagai bintang

jallalah sudah hilang. dan larangan-larangannya sudah hilang.

12. Hamar: Bahwasannya hamar, judi, mengudi masib dan berhala itu merupakan

sekutu setan. Ada yang menganggap bahwa hamar itu suci tapi hanya secara

manawi dan zat yang memabukkannya itulah yang najis. Berhala-berhala itu

bukanlah najis tapi apabila sudah mempercayai dan melaksanakannya itu baru

termasuk najis. Bahwa semua kegiatan diatas adalah aktifitas setan. Dalam
sebuah kitab, bahwa dasar dari benda tersebut masi suci, haramnya minuman

hamar belum tentu najis tetapi semua yang najis itu haram, sabu-sabu itu

haram tapi masi suci. Hukum mengenai najisnya adalah memakainya.

Misalnya diharamkan bagi kaum laki-laki memakain emas dan sutra tapi itu

suci. Jadi yang ditunjukkan dalam Al-qurna itu bahwa hamar itu haram tapi

tidak najis.

      


     
       
       
 
Terjemahnya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir. Al-Baqarah:219

     


     
     
     
       
     
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu,
dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Al-Maidah 90-91
13. Anjing: Najis, wajib dicuci apa yang dicuci oleh anjing pada jilatannya tujuh

kali dan awalnya dicuci dengan tanah. Abi Hanifah berkata: Nabi Saw berkata

apabila engkai dijilat oleh anjing maka cucilah tujuh kali dan salah satunya

dicampur dengan tanah. Apabila seandainya yang dijilat itu adalah benda dan

didalamnya ada makanan maka bagian yang dijilat atau digigit itulah yang

dibuang dan bagian yang lainnya boleh dimakan. Adapun bulu anjing itu

dianggap suci tapi tangan kita basah ataukah bulu anjing yang basah saat kita

menyentuhnya maka itu dianggap najis.

       


      
       
        
    
Terjemahnya:
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi
mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan
yang ditangkap) oleh binatang buas yang Telah kamu ajar dengan melatih
nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang Telah diajarkan
Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya, Al-
Maidah:4.

Anda mungkin juga menyukai