Anda di halaman 1dari 37

Tema:

PERMASALAHAN HUKUM
YANG BERKAITAN PEMANGGILAN DAN
PENGAMBILAN MINUTA (LEMBAR PERTAMA) DAN
WARKAH PPAT (PROTOKOL)
Disampaikan Oleh:
R. TENDY SUWARMAN, S.H., Sp.1

WEBINAR PENGDA IPPAT KABUPATEN BOGOR


ZOOM MEETING, 28 JUNI 2021
“PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan
dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang
diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.”
(Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 tahun 1998)

Sebagai Pejabat Umum, seorang PPAT secara profesional harus menjalankan


jabatannya dengan teliti, cermat, tertib dan memahami peraturan-peraturan terkait
bidang pertanahan. PPAT memiliki peranan penting karena akta yang dibuat oleh
PPAT adalah Akta Otentik yang memiliki kekuatan hukum dan dijadikan sebagai
dasar dalam kegiatan Pendaftaran Tanah.

Adanya pengawasan dan pembinaan terhadap PPAT agar dalam


pelaksanaan jabatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang Berlaku dan juga Kode Etik PPAT.
JUMLAH PPAT

Indonesia
+ 20.180 Orang
(Info terakhir pada WEBINAR yang diadakan oleh
Kementerian ATR/BPN tanggal 22 Juni 2021)

Jawa Barat
+ 4.000 Orang
(20% dari Jumlah PPAT seluruh
Indonesia
Kabupaten Bogor
+ 530 (PPAT) dan 40 (PPATs)
(14,25% dari Jumlah PPAT di Jawa Barat)
(Info terakhir dari Kanwil BPN Provinsi
Jawa Barat tanggal 22 Juni 2021)
Jumlah NOTARIS sebanyak 513 Orang
berdasarkan Data dari Ditjen AHU
(Info terakhir dari Kanwil KemenkumHAM Jabar
tanggal 22 Juni 2021)
Menjalankan fungsi, tugas
PPAT dan kewenangan

Menghasilkan produk

AKTA
PPAT

 Akta PPAT merupakan Akta Otentik : Akta dibuat dalam bentuk yang
ditentukan oleh Undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu (Pasal 1868 KUH Perdata)
 Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (Pasal 184 KUHAP),
sehingga jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta
tersebut tidak benar atau ingin orang/pihak yang melakukan pengingkaran
atas hal-hal yang tertuang dalam Akta, maka orang/pihak yang menilai atau
menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataan sesuai
aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
PERATURAN –PERATURAN MENGENAI PPAT

Kode Etik IPPAT


Peraturan Jabatan
PPAT PP No 37/1998 yang telah disahkan
Jo PP No 24/2016 oleh Menteri ATR
SK No. 112/Kep

Peraturan Pelaksana
PP No 37/1998, yaitu:

PPAT
Anggaran Dasar dan
Perkaban No 1/2006 Anggaran Rumah
Jo Perkaban No Tangga IPPAT
23/2009

Permen ATR No 2
Peraturan-peraturan Tahun 2018
lain yang terkait Tanggal
20 Maret 2018
SIKAP PREVENTIF YANG HARUS DIMILIKI PPAT

Teliti Dan
Kehati-
Tidak malu bertanya hatian
kepada Pihak yang
berkepentingan Waspada dan
dalam Akta atau kecurigaan
Rekan seprofesi terhadap proses
(Untuk Pekerjaan yang tidak wajar
yang akan dilakukan)

Pribadi
seorang Tidak
Meningkatkan
Pengetahuan PPAT Memaksakan
Diri dan
dan Kemampuan Keadaan untuk
Diri
Membuat Akta

Selalu
Update mengenai berpegang
Peraturan
Perundangan dan kepada SOP
perubahannya. Pembuatan
Akta
Tindakan Preventif PPAT Agar Tidak Terjebak Dalam
Masalah Hukum

Mengikuti prosedur yang merupakan Kewajiban Notaris/PPAT yang


1 dibebankan Peraturan Hukum, adapun yang harus diperhatikan
dalam prosedur pembuatan Akta, antara lain :

Sebelum Saat Setelah


Pembuatan Pembuatan Pembuatan
Akta Akta Akta

Keadaan • Apabila Kondisi dipaksakan


Wajib • Ada hal-hal yang tidak wajar
2 • Waktu yang tergesa-gesa/mepet
Menolak
• Proses penandatanganan tidak lengkap
Membuat Akta • Dll.
Gambaran Umum Tahapan Pembuatan Akta Oleh PPAT
Sebelum Pembuatan Pelaksanaan Setelah Pelaksanaan
Akta (Penjelasan Ps. 39 Pembuatan Akta Pembuatan Akta
PP 24/1997

Para Kewajiban PPAT :


Pengecekan Penghadap • Menyampaikan
keaslian menghadap Akta dalam waktu
sertifikat PPAT 7 hari setelah
tanggal Akta
• Membukukan pada
PPAT sebelum daftar akta PPAT
penandatangan Akta Penjilidan dan
Memeriksa wajib penyimpanan
kebenaran membacakan/menjel dokumen
dokumen, askan jenis • Membuat laporan
perbuatan hukum bulanan mengenai
kewenangan dan kepada Para Pihak, semua akta yang
kecakapan Para hal yang perlu dibuat kepada
Pihak diperhatikan: Subjek Kantor Pertanahan
dalam Sertifikat, Hak
dan Kewajiban Para
Pihak, Nilai Transaksi
dan Klausula/Syarat
Memastikan dalam Akta. Kewajiban
Pembayaran Pemegang Hak:
PPH dan BPHTB Mendaftarkan
Disaksikan oleh Akta PPAT
(peralihan Hak) ke
minimal 2 orang Kantor Pertanahan
dll. saksi. (Ps 36 (2) PP
24/1997)

dll.
dll.
Prosedur Pembuatan Akta

Sebelum Pembuatan Akta Saat Pembuatan Akta : Setelah Pembuatan Akta

• Pengecekan keaslian sertifikat ke BPN • Memastikan, melihat dan meneliti • Membuat tanda terima dengan rinci dan
setempat keaslian Identitas Para Pihak (KTP, Surat lengkap
• Terhadap bidang tanah yang belum Nikah asli, dll dilihat pada saat • Menyampaikan segera Akta yang dibuat
bersertifikat, maka: penandatanganan); ke Kantor Pertanahan sesuai jangka
• Harus disampaikan surat bukti hak atau • Memastikan kehadiran dan waktu yang ditetapkan terhitung sejak
surat keterangan Kepala desa/kelurahan penandatanganan para pihak serta di tanggal akta dibuat (untuk Akta PPAT);
yang menyatakan bahwa yang ikuti oleh saksi-saksi dihadapan • Membukukan akta yang dibuat dalam
bersangkutan menguasai bidang tanah Notaris/PPAT dan oleh Notaris/PPAT Buku Akta;
tersebut. (Pasal 76 ayat (1) juga secara langsung; • Menyerahkan Akta dan dokumen-
Permenag/Kepala BPN No. 3 Tahun • Membacakan Akta kepada Para Pihak dokumen yang berkaitan kepada yang
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP dengan memberikan penjelasan berhak sesuai Tanda Terima awal
No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran mengenai isi, maksud pembuatan akta sebelum pembuatan Akta;
tanah); (sejelas dan selengkap mungkin); • Membuat Laporan Bulanan;
• PPAT perlu berkoordinasi untuk • Membuat dokumen-dokumen pendukung • Menjilid/membundle akta dengan
menghadirkan perangkat pemerintah yang menguatkan Akta (misalnya segera;
desa (Kepala Desa/Lurah) sebagai saksi Pernyataan Para Pihak, Kwitansi, dll); • Menyimpan Akta di tempat penyimpanan
maupun untuk pembuktian pengecekan • Pembacaan akta harus disaksikan oleh yang dibuat dengan aman;
data fisik dan yuridis di tingkat sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang
pemerintah desa. • Dll.
memenuhi syarat bertindak;
• Membuat Tanda Terima secara lengkap; • Melakukan dokumentasi (Foto, CCTV bila
• Melakukan Pengecekan/Memeriksa ada);
Sertifikat tersebut ke BPN; (Pasal 39 • Memastikan pelekatan sidik jari dari
ayat 1 PP 24/1997); Para Pihak;
• Meneliti kewenangan dan kecakapan • Membuat surat-surat pernyataan yang
Para Pihak; diperlukan untuk keamanan lebih lanjut;
• Meneliti bukti pembayaran Pajak Penjual • Dll.
(PPH) dan Pajak Pembeli (BPHTB) dan
kewajiban pembayaran lainnya;
• dll.
Wajib Menolak Pembuatan Akta

Jika :
1. Tidak menyerahkan Asli Sertifikat kepada PPAT untuk bidang tanah yang
memang sudah terdaftar;
2. Untuk tanah yang belum terdaftar tidak menyerahkan Surat Bukti Hak,
Surat Keterangan yang menyatakan tanah tersebut belum bersertifikat;
3. Salah satu pihak atau keduanya tidak mempunyai hak atau tidak
memenuhi syarat;
4. Salah satu pihak bertindak berdasarkan kuasa mutlak;
5. Belum diperoleh ijin yang diperlukan dari Instansi berwenang (bila ada);
6. Objek sedang dalam sengketa atau masih berperkara di Pengadilan
7. Tidak memenuhi syarat lain atau dilanggar larangan untuk perbuatan
hukum, dsb.
FUNGSI AKTA OTENTIK

Fungsi Formil Fungsi Alat Bukti


(Formalitas Causa) (Probationis Causa)

Probationis causa berarti akta


Formalitas Causa artinya akta
mempunyai fungsi sebagai alat
berfungsi untuk lengkapnya atau
bukti, karena sejak awal akta
sempurnanya suatu perbuatan
tersebut dibuat dengan sengaja
hukum, jadi bukan sahnya
untuk pembuktian dikemudian hari.
perbuatan hukum.
Sifat tertulisnya suatu perjanjian
Dalam konteks ini akta merupakan
dalam bentuk akta ini tidak
syarat formil untuk adanya suatu
membuat sahnya perjanjian tetapi
perbuatan.
hanyalah agar dapat digunakan
sebagai alat bukti dikemudian hari.
PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA

Bertujuan untuk menentukan hubungan hukum yang sebenarnya terhadap pihak-pihak yang
berperkara dalam Peradilan baik perkara Perdata maupun tindak pidana sehingga
tercapai suatu kebenaran yang sesungguhnya dan didasarkan pada bukti-bukti.

Perbedaan Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana

• Dalam hukum acara perdata:


1. Yang dicari adalah kebenaran formal, yaitu kebenaran berdasarkan anggapan
dari para pihak yang berperkara.
2. Hakim bersifat pasif, yaitu memutuskan perkara semata-mata berdasarkan hal-hal
yang dianggap benar oleh para pihak didasarkan pada bukti-bukti yang dibawa
di pengadilan.
3. Alat buktinya berupa: surat, saksi, sangkaan, pengakuan dan sumpah

• Dalam hukum acara pidana :


1. Yang dicari adalah kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau kebenaran
yang sesungguhnya.
2. Hakim bersifat aktif, dimana hakim berkewajiban untuk memperoleh bukti yang
cukup mampu membuktikan apa yang dituduhkan kepada tertuduh.
3. Alat buktinya: saksi, surat-surat, pengakuan, tanda-tanda/penunjukan.
MACAM-MACAM ALAT BUKTI

Dalam Hukum Acara Perdata Dalam Hukum Acara Pidana


(Pasal 164 HIR, Pasal 284 Rbg, (Pasal 184 KUHAP, 295 HIR ),
1866 BW), yaitu: yaitu:

1. Alat Bukti Tertulis; 1. Keterangan Saksi;


2. Saksi-saksi; 2. Keterangan Ahli;
3. Persangkaan; 3. Surat-surat;
4. Pengakuan (Bekentenis 4. Petunjuk;
Confession); 5. Keterangan Terdakwa;
5. Sumpah 6. Kesaksian;
6. Alat bukti lain : Pemeriksaan 7. Pengakuan;
setempat (descente) dan 8. Isyarat2/Petunjuk-petunjuk.
Keterangan Ahli (Expertise).
Dasar Hukum :
ALAT BUKTI TERTULIS  Pasal 138, 165, 167 HIR;
 Pasal 164,285 – 305 Rbg;
 Pasal 138 – 147 Rv;
 Staatblad 1847 No. 23;
 Pasal 1894 KUHPerdata;

Yang Termasuk Dalam Alat Bukti Tertulis adalah:

1. Akta Otentik, adalah surat yang dibuat oleh dan/atau di hadapan pejabat umum
yang ditentukan undangundang, misalnya akta Notaris, vonis, surat berita acara
sidang, proses verbal pensitaan, surat perkawinan, akta kelahiran dan surat
kematian 165 HIR, 1868 BW, dan 285 Rbg;
2. Akta di bawah tangan, yaitu akta yang dibuat dan ditandatangani pembuat
dengan maksud agar surat itu dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian,
misalnya surat pernyataan, tanda terima, dan kwitansi yang dibuat tanpa
perantaraan pejabat umum (yaitu: Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, dan Pejabat
Catatan Sipil);
3. Surat bukan akta, yaitu surat-surat yang sengaja dibuat oleh seseorang yang tidak
dimaksudkan sebagai alat pembuktian di kemudian hari, contoh: surat
korespondensi dan laporan; dan
4. Salinan, yaitu duplikat, ikhtisar, kutipan atau fotokopi dari sebuah akta.
KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK

Akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang sempurna (volledig bewijs) &
mengikat, sehingga kebenaran dari hal-hal tertulis dalam akta tersebut harus
diakui oleh hakim dan isinya dianggap benar selama kebenarannya itu tidak ada
pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
Keunggulan dari akta Otentik adalah dalam pembuktiannya tidak memerlukan
tambahan alat pembuktian lainnya.

Akta Otentik memiliki kekuatan pembuktian dalam hal :


1. Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akte tadi (kekuatan pembuktian formil);
2. Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh-sungguh
peristiwa yang disebutkan disitu telah terjadi (kekuatan pembuktian materiel
atau yang dinamakan kekuatan pembuktian mengikat);
3. Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga
terhadap pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akte ke dua
belah pihak tersebut sudah menghadap di muka pejabat yg berwenang
(Notaris/PPAT/dll) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akte tersebut.
PEMANGGILAN

 Pasal 112 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) berbunyi:


Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan
pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan
saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang
sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara
diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi
panggilan tersebut.

 Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak
datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas
untuk membawa kepadanya.
Pasal 66 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No. 30 Tahun
2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris (UUJN)
1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan
persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta
atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.

4) Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu
sebagimana dimaksud ayat (3), dianggap menerima permintaan persetujuan

Pemanggilan Notaris Maks. 5 Hari sebelum


pemeriksaan. Pasal 24 (4)
Dalam hal 2 kali berturut tidak hadir,
Dapat diputus Pasal 24
PERMOHONAN PEMANGGILAN/PEMERIKSAAN
OLEH PENYIDIK / PENUNTUT UMUM / HAKIM

• Surat Permohonan dan Penyidik/Penuntut Umum/Hakim yang diajukan ke MKN Wilayah,


mengenai permohonan Pemanggilan, haruslah berisi antara lain :
1.Data Nama dan Alamat lengkap Notaris/PPAT yang akan diperiksa
2.Status Notaris/PPAT yang akan diperiksa (sebagai saksi, terlapor atau tersangka)
3.Akta Notaris/PPAT yang jadi alat bukti (jenis, nomor, tanggal)
4.Jenis Pokok Perkara/Tindak Pidana/Pasal yang bersangkutan/dipersangkakan adanya Tindak
Pidana
5.Siapa Pelapor dan Terlapor/Tersangka
6.Kapan tanggal kejadiannya
7.Dimana tempat kejadian Tindak Pidana tersebut
8.Bagaimana terjadinya Tindak Pidana tersebut
9.Bukti-bukti yang disampaikan
10.Laporan Kemajuan (lap ju)
11.Kronologis
12.Contact Person dari Penyidik
13.dll
• Kehadiran Penyidik diperlukan tapi tidak Wajib.
Pasal 38 s/d 46 KUHAP, Pasal 82 ayat (1) (3)
PENYITAAN KUHAP dalam Konteks Praperadilan, Pasal
128 s/d 130 KUHAP, Pasal 194 KUHAP dan
Pasal 215 KUHAP

Pasal 1 angka 16 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):

“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan, dan peradilan .”

Penyitaan adalah Upaya untuk menghadirkan barang bukti dalam suatu


perkara Peradilan.

Pasal 38 Ayat (1) KUHAP menegaskan : “Penyitaan hanya dapat dilakukan


oleh Penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.”

Hal ini mengingat bahwa penyitaan merupakan tindakan yang berkaitan


dengan hak milik orang lain yang merupakan bagian dari hak asasi
manusia.
PENYITAAN TERHADAP AKTA OTENTIK

Notaris / PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik


berwenang menyimpan minuta akta dan berkewajiban untuk merahasiakan
segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan
yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji
jabatannya berdasarkan ketentuan UUJN.

Pasal 43 KUHAP :
“Penyitaan terhadap surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban
menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak
menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka
atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-
undang menentukan lain.”
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
PENYITAAN Nasional Republik Indonesia
TERHADAP AKTA PPAT Nomor 2 Tahun 2018 Tentang
Pembinaan Dan Pengawasan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PMATR/Ka.BPN 2/2018 )
Penyitaan terhadap akta asli PPAT
(minuta) dan warkahnya hanya dapat
dilakukan dengan izin khusus Ketua PPAT yang dipanggil menjadi saksi
Pengadilan Negeri setempat. (Pasal 43 atau tersangka dapat meminta
KUHAP) bantuan hukum kepada MPPP

Berdasarkan Pasal 112 KUHAP, prosedur secara normatif dalam hal PPAT dipanggil sebagai
saksi atau tersangka diberlakukan ketentuan :
1. Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan panggilan secara jelas,
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan
surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara
diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
2. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik
memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untk membawa kepadanya.
Pejabat Pembuat Akta Hak Ingkar yaitu hak untuk tidak
Tanah mempunyai hak dan berbicara yang diatur dalam pasal
sekaligus kewajiban hukum 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah
untuk merahasiakan isi Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
akta yang dibuat Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
dihadapannya termasuk Akta Tanah (PPAT) Jo Pasal 11 ayat
protokol-protokolnya. (1) PMNA/KA.BPN Nomor 4 Tahun
1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998.

Penggalan sumpah PPAT yang mewajibkan menjaga rahasia:


"Bahwa saya, akan merahasiakan isi akta-akta yang
dibuat dihadapan saya dan protokol yang menjadi
tanggung jawab saya, yang menurut sifatnya atau
berdasarkan peraturan perundangan harus dirahasiakan".
Pasal 322 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
“Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia, yang menurut
jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang
dahulu, ia diwajibkan menyimpannya, dihukum penjara selama-lamanya
sembilan bulan.”

PMATR/Ka.BPN 2/2018 juga memberikan sanksi pemberhentian dengan


tidak hormat (pemecatan) bagi PPAT yang melanggar sumpah jabatannya
(membuka rahasia).

PMATR/Ka.BPN.No.2/2018 ini HANYA mengatur mengenai pemberian bantuan


hukum terhadap PPAT yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh
penyidik yang dapat berupa saran, masukan/pendampingan dalam penyidikan
dan/atau keterangan ahli di pengadilan.
Pasal 39 ayat (1) KUHAP menyebutkan mengenai benda apa saja yang
dapat disita, yaitu:

a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.

Dengan kata lain benda-benda yang dapat disita dapat disebut sebagai barang bukti.
Pemeriksaan persetujuan pengambilan Minuta atau Protokol Notaris dan Pemanggilan
Notaris oleh Penyidik/Penuntut Umum atau Hakim untuk hadir dalam pemeriksaan yang
terkait dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris
diajukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (Pasal 66 UU No. 2 Tahun
2014 Tentang Perubahan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris
berikut PermenkumHAM RI No. 25 Tahun 2020) tentang Majelis Kehormatan Notaris.

Kewenangan MKNW

“Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan keputusan rapat Majelis


Kehormatan Notaris Wilayah meliputi:
a. Pemeriksaan terhadap Notaris yang dimintakan persetujuan kepada Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim;
b. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan pengambilan fotokopi minuta
Akta dan/ayau surat-surat yang dilekatkan pada minuta Akta atau Protokol Notaris
dalam penyimpanan Nptaris;dan
c. Pemberian persetujuan atau penolakan permintaan persetujuan pemanggilan Notaris untuk
hadir dalam penyidikan, penuntutan dan proses peradilan yang berkaitan dengan
dan/atau Akta atay Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.”
PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA DAN PENYITAAN MINUTA

Apabila Majelis Pemeriksa memberikan persetujuan atas Permohonan Penyidik, Penuntut


Umum atau Hakim, maka Notaris wajib :
a. Memberikan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang diperlukan kepada
Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim; dan
b. Menyerahkan fotokopi minuta dan/atau surat-surat sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dengan dibuatkan berita acara penyerahan yang ditandatangani oleh
Notaris dan Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim dengan disaksikan oleh 2 (dua)
orang saksi.

Pengambilan Minuta dan/atau surat-surat Notaris dalam penyimpanan Notaris


dilakukan dalam hal:
a. Adanya dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-
surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Nitaris dalam penyimpanan
Notaris;
b. Belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam
peratusran perundang-undangan di bidang hukum pidana;
c. Adanya penyangkalan keabsahan tandatangan dari salah satu pihak atau lebih;
d. Adanya dugaan pengurangan atau penambahan atas minuta Akta;
e. Adanya dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum)
BERITA ACARA
PENYITAAN
BANTUAN HUKUM TERHADAP
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT)
Pasal 50 Permen ATR/BPN No. 2 Tahun 2008:

(1) Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat
memberikan bantuan hukum terhadap PPAT yang dipanggil sebagai saksi
maupun tersangka oleh penyidik.
(2) PPAT yang yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh penyidik
dapat mengajukan permohonan bantuan hukum.
(3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
saran, masukan/pendampingan dalam penyidikan dan/atau keterangan
ahli di pengadilan.
(4) Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat
membentuk tim gabungan guna memberikan bantuan hukum kepada PPAT
yang anggotanya berasal dari unsur Kementerian, Majelis Pembina dan
Pengawas PPAT dan/atau IPPAT.
(5) Dalam hal penyidik akan memeriksa PPAT atas dugaan tindak pidana
dapat berkoordinasi dengan Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas
PPAT dan/atau IPPAT.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS/PPAT PRIBADI

1. Notaris/PPAT dapat mencegah diri sendiri untuk terlibat/terjerat dalam masalah hukum,
dengan mentaati peraturan Jabatan Notaris, Kode Etik dan Norma-norma yang berlaku.

2. Notaris/PPAT dapat mengetahui dan memahami langkah-langkah apa yang harus diambil
seandainya terkena/terlibat/ terjerat dalam masalah hukum :
a) Membuat kronologis secara tertulis sebagai pedoman dalam memberikan keterangan
sebagai Saksi, terlapor, dsb, untuk jawaban atas gugatan/laporan. Kronologis dibuat
berdasarkan data/ fakta yang ada, tidak dibuat-buat/rekayasa dan ada dasar
hukumnya;
b) Menyiapkan bukti-bukti maupun dokumentasi (foto, dll) untuk mendukung kebenaran
dari isi kronologis;
c) Menyiapkan karyawan yang membuat akta, bila diperlukan sebagai saksi dengan
kesaksian yang sesuai dengan yang sebenarnya;
d) Memberitahukan (secara lisan maupun tulisan) kepada Penyelidik atau Penyidik untuk
memenuhi prosedur sesuai ketentuan Perundang-undangan yang berlaku (UUJN, PJPPAT,
PermenkumHAM RI No. 7/2016, Permen ATR No. 2/ 2018); dan
e) Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Pihak-pihak lainnya yang dapat membantu
menyelesaikan masalah antara lain Pengurus (Daerah/Wilayah/Pusat) apabila
memerlukan saran/pendapat untuk pendampingan/pengayoman.
Notaris & PPAT
R. TENDY SUWARMAN, SH.
Jalan Laswi 99 Bandung
Perlindungan awal apabila PPAT menghadapi masalah?

Bertindak Sendiri (Pribadi)


• Setiap PPAT memiliki kebebasan sepenuhnya memilih untuk bertindak sendiri atau didampingi,
baik oleh pendamping Internal dari Organisasi maupun pengacara (bila diperlukan);
• Sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu ke bidang pengayoman/ Advokasi di Organisasi
apabila menghadapi permasalahan hukum;
• Menyusun kronologis peristiwa sebagai dasar ketika akan berhadapan dengan penyelidik,
penyidik maupun untuk di persidangan;

Meminta Bantuan Organisasi (Pendampingan) atau Pihak lain


• Setiap PPAT dapat meminta untuk didampingi dalam menghadapi permasalahan. (Pasal 50 Permen
ATR No. 2 Tahun 2018 sebagai berikut: (1) Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT
dan/atau IPPAT dapat memberikan bantuan hukum terhadap PPAT yang dipanggil sebagai saksi
maupun tersangka oleh penyidik; (2) PPAT yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh
penyidik dapat mengajukan permohonan bantuan hukum.)
• Pendamping PPAT ataupun pengacara membantu PPAT dalam menyusun kronologis peristiwa sebagai
dasar ketika berhadapan dengan penyelidik, penyidik maupun di persidangan, tanpa merekayasa
keadaan demi kepentingan satu pihak tertentu.
• Pendamping PPAT ataupun Pengacara harus bisa menyesuaikan independensi sesuai dengan
kronologis peristiwa yang disampaikan PPAT yang bersangkutan dengan tetap memperhatikan alat
bukti yang ada;
Bantuan Hukum Dan Pendampingan Bagi Anggota
Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Anggota IPPAT yang


Memerlukan Bantuan Pengurus Wilayah
Hukum dan Pengurus Daerah Pengurus Pusat
Pendampingan

Menelaah dan
Memeriksa aktifitas dan mengevaluasi setiap
Membuat laporan kewajiban anggota laporan kasus yang
secara tertulis, lengkap terjadi pada anggota Menelaah dan
yang membuat laporan mengevaluasi setiap
dan sejujur-jujurnya di wilayah
kepengurusannya yang laporan kasus yang
sudah sampai di terjadi pada anggota
Menelaah dan tingkat POLDA sudah sampai di
mengevaluasi setiap (Provinsi). tingkat POLRI (Pusat).
laporan kasus yang
terjadi pada anggota
di wilayah
kepengurusannya.
Membuat Surat
Pengantar untuk
Membuat Surat Pengurus Pusat apabila
Pengantar untuk dibutuhkan
Pengurus Wilayah Pendampingan dari
apabila dibutuhkan Pengurus Pusat
Pendampingan dari
Pengurus Wilayah
Pasal-pasal Pidana yang sering dihadapi oleh PPAT, diantaranya :

Pasal 263 KUHP Pasal 264 KUHP Pasal 266 KUHP Pasal 242 KUHP
Pemalsuan Surat Memasukan Keterangan Memberikan
Pemalsuan Akta
Perorangan, palsu kedalam Akta Keterangan Palsu
Otentik,
hukuman penjara Otentik atau dibawah sumpah,
hukuman penjara
maksimal 6 tahun menggunakan Akta hukuman penjara
maksimal 8 tahun
otentik tersebut,
maksimal 7 tahun
hukuman penjara
maksimal 7 tahun

Pasal 2 Ayat 1 dan


Pasal 372 KUHP Pasal 378 KUHP Pasal 385 KUHP Pasal 3 UU No. 8/2010

Penipuan, Penggelapan - Tindak Pidana


Penggelapan,
hukuman penjara Pencucian Uang,
hukuman penjara Kepemilikan tanah,
- Korupsi
maksimal 4 tahun maksimal 6 tahun hukuman penjara
hukuman penjara
maksimal 4 tahun maksimal 20 tahun dan
denda paling banyak Rp.
10 Milyar
Pasal 406 KUHP j.o
Pasal 6 Perpu 51/1960
Pasal 167 KUHP Pasal 389 KUHP
Pengrusakan atau
Memasuki Rumah/ Batas Pekarangan, Penguasaan Lahan
Pekarangan Pihak Lain, hukuman penjara tanpa seijin yang
hukuman penjara berhak,
maksimal 2 tahun 8
maksimal 9 bulan hukuman penjara
bulan maksimal 2 tahun 8
bulan
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA YANG SERING DIHADAPI OLEH NOTARIS
DALAM MENJALANKAN JABATANNYA

1. Pemalsuan Dokumen atau Surat (Pasal 263, 264 dan 266 KUHP)
Pasal 263 :
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebasan utang, atau yang di[eruntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan
pidana penjara paling lama enam tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan,
seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 264:
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap :
1. Akta-akta otentik;
2. Surat utang atau sertifikat utang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan, perkumpulan, perseroan, atau
maskapai;
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti
yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.

(2) diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama,
yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu
dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 266 :
(1) Barang siapa menyuruh memalsukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang
kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat
menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja mamakai akta tersebut seolah-olah isinya
sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
2. Penggelapan (Pasal 372, 374 , 378 KUHP)
Pasal 372 : Penggelapan
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 374 :
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaanya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja
atau pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal 378 : Perbuatan Curang


Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk
penghapusan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

3. Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010 tentang Cegah dan Berantas Tindak Pidana Pencucian Uang
j.o Permenkum dan HAM RI)

4. Memberikan Keterangan palsu dibawah Sumpah (Pasal 242 KUHP)


Pasal 242 :
(1) barang siapa dalam keadaan dimana undang-undang menntukan supaya memberi keterangan diatas sumpah
atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu
diatas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) jika keterangan palsu diatas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka,
yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun
(3) disamakan dengan sumpah adalah janji atau perbuatan yang diharuskan menurut aturan-aturan umum atau
yang menjadi pengganti sumpah.
(4) pidana pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 Nomor 1-4 dapat dijatuhkan.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PPAT
PADA TINGKAT WILAYAH

No. Majelis Kehormatan Wilayah Majelis Pengawas dan Pembina


PPAT Wilayah PPAT
1 Dasar Hukum Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Peraturan Menteri ATR / Kepala BPN RI No. 2 Tahun
Tangga IPPAT 2018
2 Pengangkatan dan Diangkat dan diberhentikan oleh Konferwil, dan MPPW dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pemberhentian dilantik oleh PP atau MKP (AD Pasal 23 (2), atas nama Menteri dan berkedudukan di Kantor
ART pasasl 25 (4)) Wilayah BPN
3 Tugas dan - Menjatuhkan sanksi terhadap Anggota yang Membantu Menteri dalam melakukan Pembinaan dan
Wewenang terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pengawasan Terhadap PPAT (Pasal 15 ayat 2)
AD, ART, Kode Etik, Peraturan Perkumpulan
dan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku. (AD Pasal 23 ayat 4)
- memberikan bimbingan dan melakukan
Pengawasan dalam pelaksanaan pentaatan
Kode Etik oleh para Anggota di Daerah
masing-masing (ART Pasal 25 ayat 11)

Wewenang (ART Pasal 25 ayat 23)


- memberikan dan menyampaikan usul dan
saran yang ada hubungannya dengan Kode
Etik dan pembinaan rasa kebersamaan
profesi (corpsgeest), baik kepada Pengwil,
Pengda, ataupun kepada anggota
- Menolak atau menerima pengaduan atas
pelanggaran Kode Etik
- Menyelenggarakan Sidang Pemeriksaan
pelanggaran Kode Etik pada tingkat pertama
dan menjatuhkan sanksi
4 Unsur Keanggotaan Anggota Biasa (minimal 3 Tahun menjabat Keanggotaan Terdiri dari Unsur :
PPAT) dan Anggota Luar Biasa (dari kalangan 1. Kementerian yg dijabat oleh Kakanwil BPN atau
Emeritus PPAT) (ART Pasal 25 ayat 3) pejabat yg ditunjuk.
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

5 Kedudukan Berkedudukan Wilayah Berkedudukan Kantor Wilayah BPN

6. Pemberian Sanksi Menjatuhkan sanksi terhadap Anggota yang terbukti mel Pasal 13 Permen No. 2/2018
akukan pelanggaran terhadap AD, ART, Kode Etik, (1) Pemberian sanksi yang dikenakan terhadap PPAT yang
Peraturan Perkumpulan dan Peraturan Perund melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
ang-undangan yang berlaku. (AD Pasal 23 ayat 4)
dalam Pasal 12 ayat (2), dapat berupa:
a. teguran tertulis
Menyelenggarakan Sidang Pemeriksaan b. pemberhentian sementara;
pelanggaran Kode Etik pada tingkat pertama dan c. pemberhentian dengan hormat; atau
menjatuhkan sanksi (ART Pasal 25 ayat 23 d. pemberhentian dengan tidak hormat
(1) Pemberian sanksi berupa pemberhentian sebagaimana
Kode Etik IPPAT
dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan
huruf d dapat diberikan langsung tanpa didahului
teguran tertulis.
(2) Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan hormat
atau dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan huruf d, dapat didahului
dengan pemberhentian sementara
Pasal 14 Permen No. 2/2018
(1) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh PPAT berupa teguran tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, dilakukan
oleh Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh PPAT berupa pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b,
dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN.
(3) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh PPAT berupa pemberhentian dengan hormat atau
tidak hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf c dan huruf d, dilakukan oleh Menteri

Anda mungkin juga menyukai