PERMASALAHAN HUKUM
YANG BERKAITAN PEMANGGILAN DAN
PENGAMBILAN MINUTA (LEMBAR PERTAMA) DAN
WARKAH PPAT (PROTOKOL)
Disampaikan Oleh:
R. TENDY SUWARMAN, S.H., Sp.1
Indonesia
+ 20.180 Orang
(Info terakhir pada WEBINAR yang diadakan oleh
Kementerian ATR/BPN tanggal 22 Juni 2021)
Jawa Barat
+ 4.000 Orang
(20% dari Jumlah PPAT seluruh
Indonesia
Kabupaten Bogor
+ 530 (PPAT) dan 40 (PPATs)
(14,25% dari Jumlah PPAT di Jawa Barat)
(Info terakhir dari Kanwil BPN Provinsi
Jawa Barat tanggal 22 Juni 2021)
Jumlah NOTARIS sebanyak 513 Orang
berdasarkan Data dari Ditjen AHU
(Info terakhir dari Kanwil KemenkumHAM Jabar
tanggal 22 Juni 2021)
Menjalankan fungsi, tugas
PPAT dan kewenangan
Menghasilkan produk
AKTA
PPAT
Akta PPAT merupakan Akta Otentik : Akta dibuat dalam bentuk yang
ditentukan oleh Undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang
berwenang untuk itu (Pasal 1868 KUH Perdata)
Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (Pasal 184 KUHAP),
sehingga jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta
tersebut tidak benar atau ingin orang/pihak yang melakukan pengingkaran
atas hal-hal yang tertuang dalam Akta, maka orang/pihak yang menilai atau
menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataan sesuai
aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
PERATURAN –PERATURAN MENGENAI PPAT
Peraturan Pelaksana
PP No 37/1998, yaitu:
PPAT
Anggaran Dasar dan
Perkaban No 1/2006 Anggaran Rumah
Jo Perkaban No Tangga IPPAT
23/2009
Permen ATR No 2
Peraturan-peraturan Tahun 2018
lain yang terkait Tanggal
20 Maret 2018
SIKAP PREVENTIF YANG HARUS DIMILIKI PPAT
Teliti Dan
Kehati-
Tidak malu bertanya hatian
kepada Pihak yang
berkepentingan Waspada dan
dalam Akta atau kecurigaan
Rekan seprofesi terhadap proses
(Untuk Pekerjaan yang tidak wajar
yang akan dilakukan)
Pribadi
seorang Tidak
Meningkatkan
Pengetahuan PPAT Memaksakan
Diri dan
dan Kemampuan Keadaan untuk
Diri
Membuat Akta
Selalu
Update mengenai berpegang
Peraturan
Perundangan dan kepada SOP
perubahannya. Pembuatan
Akta
Tindakan Preventif PPAT Agar Tidak Terjebak Dalam
Masalah Hukum
dll.
dll.
Prosedur Pembuatan Akta
• Pengecekan keaslian sertifikat ke BPN • Memastikan, melihat dan meneliti • Membuat tanda terima dengan rinci dan
setempat keaslian Identitas Para Pihak (KTP, Surat lengkap
• Terhadap bidang tanah yang belum Nikah asli, dll dilihat pada saat • Menyampaikan segera Akta yang dibuat
bersertifikat, maka: penandatanganan); ke Kantor Pertanahan sesuai jangka
• Harus disampaikan surat bukti hak atau • Memastikan kehadiran dan waktu yang ditetapkan terhitung sejak
surat keterangan Kepala desa/kelurahan penandatanganan para pihak serta di tanggal akta dibuat (untuk Akta PPAT);
yang menyatakan bahwa yang ikuti oleh saksi-saksi dihadapan • Membukukan akta yang dibuat dalam
bersangkutan menguasai bidang tanah Notaris/PPAT dan oleh Notaris/PPAT Buku Akta;
tersebut. (Pasal 76 ayat (1) juga secara langsung; • Menyerahkan Akta dan dokumen-
Permenag/Kepala BPN No. 3 Tahun • Membacakan Akta kepada Para Pihak dokumen yang berkaitan kepada yang
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP dengan memberikan penjelasan berhak sesuai Tanda Terima awal
No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran mengenai isi, maksud pembuatan akta sebelum pembuatan Akta;
tanah); (sejelas dan selengkap mungkin); • Membuat Laporan Bulanan;
• PPAT perlu berkoordinasi untuk • Membuat dokumen-dokumen pendukung • Menjilid/membundle akta dengan
menghadirkan perangkat pemerintah yang menguatkan Akta (misalnya segera;
desa (Kepala Desa/Lurah) sebagai saksi Pernyataan Para Pihak, Kwitansi, dll); • Menyimpan Akta di tempat penyimpanan
maupun untuk pembuktian pengecekan • Pembacaan akta harus disaksikan oleh yang dibuat dengan aman;
data fisik dan yuridis di tingkat sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang
pemerintah desa. • Dll.
memenuhi syarat bertindak;
• Membuat Tanda Terima secara lengkap; • Melakukan dokumentasi (Foto, CCTV bila
• Melakukan Pengecekan/Memeriksa ada);
Sertifikat tersebut ke BPN; (Pasal 39 • Memastikan pelekatan sidik jari dari
ayat 1 PP 24/1997); Para Pihak;
• Meneliti kewenangan dan kecakapan • Membuat surat-surat pernyataan yang
Para Pihak; diperlukan untuk keamanan lebih lanjut;
• Meneliti bukti pembayaran Pajak Penjual • Dll.
(PPH) dan Pajak Pembeli (BPHTB) dan
kewajiban pembayaran lainnya;
• dll.
Wajib Menolak Pembuatan Akta
Jika :
1. Tidak menyerahkan Asli Sertifikat kepada PPAT untuk bidang tanah yang
memang sudah terdaftar;
2. Untuk tanah yang belum terdaftar tidak menyerahkan Surat Bukti Hak,
Surat Keterangan yang menyatakan tanah tersebut belum bersertifikat;
3. Salah satu pihak atau keduanya tidak mempunyai hak atau tidak
memenuhi syarat;
4. Salah satu pihak bertindak berdasarkan kuasa mutlak;
5. Belum diperoleh ijin yang diperlukan dari Instansi berwenang (bila ada);
6. Objek sedang dalam sengketa atau masih berperkara di Pengadilan
7. Tidak memenuhi syarat lain atau dilanggar larangan untuk perbuatan
hukum, dsb.
FUNGSI AKTA OTENTIK
Bertujuan untuk menentukan hubungan hukum yang sebenarnya terhadap pihak-pihak yang
berperkara dalam Peradilan baik perkara Perdata maupun tindak pidana sehingga
tercapai suatu kebenaran yang sesungguhnya dan didasarkan pada bukti-bukti.
Perbedaan Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
1. Akta Otentik, adalah surat yang dibuat oleh dan/atau di hadapan pejabat umum
yang ditentukan undangundang, misalnya akta Notaris, vonis, surat berita acara
sidang, proses verbal pensitaan, surat perkawinan, akta kelahiran dan surat
kematian 165 HIR, 1868 BW, dan 285 Rbg;
2. Akta di bawah tangan, yaitu akta yang dibuat dan ditandatangani pembuat
dengan maksud agar surat itu dapat dipergunakan sebagai alat pembuktian,
misalnya surat pernyataan, tanda terima, dan kwitansi yang dibuat tanpa
perantaraan pejabat umum (yaitu: Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, dan Pejabat
Catatan Sipil);
3. Surat bukan akta, yaitu surat-surat yang sengaja dibuat oleh seseorang yang tidak
dimaksudkan sebagai alat pembuktian di kemudian hari, contoh: surat
korespondensi dan laporan; dan
4. Salinan, yaitu duplikat, ikhtisar, kutipan atau fotokopi dari sebuah akta.
KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK
Akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang sempurna (volledig bewijs) &
mengikat, sehingga kebenaran dari hal-hal tertulis dalam akta tersebut harus
diakui oleh hakim dan isinya dianggap benar selama kebenarannya itu tidak ada
pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.
Keunggulan dari akta Otentik adalah dalam pembuktiannya tidak memerlukan
tambahan alat pembuktian lainnya.
Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak
datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas
untuk membawa kepadanya.
Pasal 66 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No. 30 Tahun
2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris (UUJN)
1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan
persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta
atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
4) Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu
sebagimana dimaksud ayat (3), dianggap menerima permintaan persetujuan
“Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan, dan peradilan .”
Pasal 43 KUHAP :
“Penyitaan terhadap surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban
menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak
menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka
atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-
undang menentukan lain.”
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
PENYITAAN Nasional Republik Indonesia
TERHADAP AKTA PPAT Nomor 2 Tahun 2018 Tentang
Pembinaan Dan Pengawasan
Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PMATR/Ka.BPN 2/2018 )
Penyitaan terhadap akta asli PPAT
(minuta) dan warkahnya hanya dapat
dilakukan dengan izin khusus Ketua PPAT yang dipanggil menjadi saksi
Pengadilan Negeri setempat. (Pasal 43 atau tersangka dapat meminta
KUHAP) bantuan hukum kepada MPPP
Berdasarkan Pasal 112 KUHAP, prosedur secara normatif dalam hal PPAT dipanggil sebagai
saksi atau tersangka diberlakukan ketentuan :
1. Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan panggilan secara jelas,
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan
surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara
diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
2. Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik
memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untk membawa kepadanya.
Pejabat Pembuat Akta Hak Ingkar yaitu hak untuk tidak
Tanah mempunyai hak dan berbicara yang diatur dalam pasal
sekaligus kewajiban hukum 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah
untuk merahasiakan isi Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
akta yang dibuat Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
dihadapannya termasuk Akta Tanah (PPAT) Jo Pasal 11 ayat
protokol-protokolnya. (1) PMNA/KA.BPN Nomor 4 Tahun
1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998.
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.
Dengan kata lain benda-benda yang dapat disita dapat disebut sebagai barang bukti.
Pemeriksaan persetujuan pengambilan Minuta atau Protokol Notaris dan Pemanggilan
Notaris oleh Penyidik/Penuntut Umum atau Hakim untuk hadir dalam pemeriksaan yang
terkait dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris
diajukan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (Pasal 66 UU No. 2 Tahun
2014 Tentang Perubahan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris
berikut PermenkumHAM RI No. 25 Tahun 2020) tentang Majelis Kehormatan Notaris.
Kewenangan MKNW
(1) Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat
memberikan bantuan hukum terhadap PPAT yang dipanggil sebagai saksi
maupun tersangka oleh penyidik.
(2) PPAT yang yang dipanggil sebagai saksi maupun tersangka oleh penyidik
dapat mengajukan permohonan bantuan hukum.
(3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
saran, masukan/pendampingan dalam penyidikan dan/atau keterangan
ahli di pengadilan.
(4) Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat
membentuk tim gabungan guna memberikan bantuan hukum kepada PPAT
yang anggotanya berasal dari unsur Kementerian, Majelis Pembina dan
Pengawas PPAT dan/atau IPPAT.
(5) Dalam hal penyidik akan memeriksa PPAT atas dugaan tindak pidana
dapat berkoordinasi dengan Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas
PPAT dan/atau IPPAT.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS/PPAT PRIBADI
1. Notaris/PPAT dapat mencegah diri sendiri untuk terlibat/terjerat dalam masalah hukum,
dengan mentaati peraturan Jabatan Notaris, Kode Etik dan Norma-norma yang berlaku.
2. Notaris/PPAT dapat mengetahui dan memahami langkah-langkah apa yang harus diambil
seandainya terkena/terlibat/ terjerat dalam masalah hukum :
a) Membuat kronologis secara tertulis sebagai pedoman dalam memberikan keterangan
sebagai Saksi, terlapor, dsb, untuk jawaban atas gugatan/laporan. Kronologis dibuat
berdasarkan data/ fakta yang ada, tidak dibuat-buat/rekayasa dan ada dasar
hukumnya;
b) Menyiapkan bukti-bukti maupun dokumentasi (foto, dll) untuk mendukung kebenaran
dari isi kronologis;
c) Menyiapkan karyawan yang membuat akta, bila diperlukan sebagai saksi dengan
kesaksian yang sesuai dengan yang sebenarnya;
d) Memberitahukan (secara lisan maupun tulisan) kepada Penyelidik atau Penyidik untuk
memenuhi prosedur sesuai ketentuan Perundang-undangan yang berlaku (UUJN, PJPPAT,
PermenkumHAM RI No. 7/2016, Permen ATR No. 2/ 2018); dan
e) Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Pihak-pihak lainnya yang dapat membantu
menyelesaikan masalah antara lain Pengurus (Daerah/Wilayah/Pusat) apabila
memerlukan saran/pendapat untuk pendampingan/pengayoman.
Notaris & PPAT
R. TENDY SUWARMAN, SH.
Jalan Laswi 99 Bandung
Perlindungan awal apabila PPAT menghadapi masalah?
Menelaah dan
Memeriksa aktifitas dan mengevaluasi setiap
Membuat laporan kewajiban anggota laporan kasus yang
secara tertulis, lengkap terjadi pada anggota Menelaah dan
yang membuat laporan mengevaluasi setiap
dan sejujur-jujurnya di wilayah
kepengurusannya yang laporan kasus yang
sudah sampai di terjadi pada anggota
Menelaah dan tingkat POLDA sudah sampai di
mengevaluasi setiap (Provinsi). tingkat POLRI (Pusat).
laporan kasus yang
terjadi pada anggota
di wilayah
kepengurusannya.
Membuat Surat
Pengantar untuk
Membuat Surat Pengurus Pusat apabila
Pengantar untuk dibutuhkan
Pengurus Wilayah Pendampingan dari
apabila dibutuhkan Pengurus Pusat
Pendampingan dari
Pengurus Wilayah
Pasal-pasal Pidana yang sering dihadapi oleh PPAT, diantaranya :
Pasal 263 KUHP Pasal 264 KUHP Pasal 266 KUHP Pasal 242 KUHP
Pemalsuan Surat Memasukan Keterangan Memberikan
Pemalsuan Akta
Perorangan, palsu kedalam Akta Keterangan Palsu
Otentik,
hukuman penjara Otentik atau dibawah sumpah,
hukuman penjara
maksimal 6 tahun menggunakan Akta hukuman penjara
maksimal 8 tahun
otentik tersebut,
maksimal 7 tahun
hukuman penjara
maksimal 7 tahun
1. Pemalsuan Dokumen atau Surat (Pasal 263, 264 dan 266 KUHP)
Pasal 263 :
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau
pembebasan utang, atau yang di[eruntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan
pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan,
seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 264:
(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap :
1. Akta-akta otentik;
2. Surat utang atau sertifikat utang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. Surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan, perkumpulan, perseroan, atau
maskapai;
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti
yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.
(2) diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama,
yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu
dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 266 :
(1) Barang siapa menyuruh memalsukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang
kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat
menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja mamakai akta tersebut seolah-olah isinya
sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
2. Penggelapan (Pasal 372, 374 , 378 KUHP)
Pasal 372 : Penggelapan
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 374 :
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaanya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja
atau pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3. Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010 tentang Cegah dan Berantas Tindak Pidana Pencucian Uang
j.o Permenkum dan HAM RI)
6. Pemberian Sanksi Menjatuhkan sanksi terhadap Anggota yang terbukti mel Pasal 13 Permen No. 2/2018
akukan pelanggaran terhadap AD, ART, Kode Etik, (1) Pemberian sanksi yang dikenakan terhadap PPAT yang
Peraturan Perkumpulan dan Peraturan Perund melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
ang-undangan yang berlaku. (AD Pasal 23 ayat 4)
dalam Pasal 12 ayat (2), dapat berupa:
a. teguran tertulis
Menyelenggarakan Sidang Pemeriksaan b. pemberhentian sementara;
pelanggaran Kode Etik pada tingkat pertama dan c. pemberhentian dengan hormat; atau
menjatuhkan sanksi (ART Pasal 25 ayat 23 d. pemberhentian dengan tidak hormat
(1) Pemberian sanksi berupa pemberhentian sebagaimana
Kode Etik IPPAT
dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan
huruf d dapat diberikan langsung tanpa didahului
teguran tertulis.
(2) Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan hormat
atau dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan huruf d, dapat didahului
dengan pemberhentian sementara
Pasal 14 Permen No. 2/2018
(1) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh PPAT berupa teguran tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, dilakukan
oleh Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh PPAT berupa pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b,
dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN.
(3) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh PPAT berupa pemberhentian dengan hormat atau
tidak hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf c dan huruf d, dilakukan oleh Menteri