BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
KOLEDOKOTIASIS
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen penderita serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui
ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
2.4 Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak (Sjamsuhidayat, 2010). Jika batu kandung
empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan
perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung
empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan
makanan.
Pilihan penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan penderita dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% penderita. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil risiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru-paru Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi
awal hanya penderita dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada penderita dengan kolesistitis akut dan penderita
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, penderita dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera
duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparaskopi.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi
hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian
prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi
dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% penderita. Kurang dari 10% batu empedu yang
2
dilakukan dengan cara ini sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi
kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu
kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
yaitu Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu
pada penderita-penderita tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya
adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Manfaat pada saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada penderita yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur penderita terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,
terutama untuk penderita yang sakitnya kritis.
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP adalah suatu endoskop yang dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke
dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah
berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita
yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan
pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya
telah diangkat.
3
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. TINJAUAN PASIEN
3.1 Identitas Pasien
No. RM : 492768
Nama : Zulfahmi
Umur : 62 Tahun
Agama : Islam
3.2 Anamnesa
4
3.3 Data Penunjang
Berat Badan : 58 Kg
No Tanggal
Data Klinik
. 26/02 27/02 28/02 01/03 02/03 03/03
1. Suhu 38 38,4 37,6 37,6 37,5 37,4
2. Nadi 80 84 80 84 84 80
3. Pernafasan 20 26 20 26 26 20
Tekanan 110/5
4. 92/57 130/70 110/70 130/70 100/70
Darah 0
Mual + + + + + +
5.
Muntah - - - - - -
6. GSC 15 15 15 15 15 15
No Tanggal
Data Laboratorium Nilai Normal
. 27/02
1. HGB 13-16 g/dl 9,2
2. RBC 5-10 x 106
3. HCT 37-43 % 25,4
4. MCH 27-31 ug
5. MCHC 32-36 g/dl
6. WBC 5-10 x 103 uL 15.250
7. EO 1-3 %
8. NEUT 50-70
9. LYMPH 20-40
10. PLT 150-400 x 103
11. K 3,5-5,5 mEq/l 3,45
12. Na 135-147 mEq/l 124,1
13. Cl 100-106 mEq/l 94,2
14. Gula darah puasa 80-120 mg/dl 133
15. Ureum 15-43,2 mg/dl 109
16. BUN 10-20 mg/dl
17. SCr 0,5-1,2 mg/dl 2.16
5
18. PH 7,35-7,45
19. PCO2 35-45 mmHg
20. SGOT <38 U/L 42
21. SGPT <41 U/L 61
22. Bill Direct 0,0-0,3 22.40
23. Bill Total 0,3-1 25.51
24. Kolesterol Total <201 mg/dl 147
25. LDL <130 mg/dl 76
26. HDL 45-65 mg/dl 5
27. Albumin 3,8-5,4 g/dl
38. Asam urat 3,5-7,2 mg/dl
3.4 Diagnosa
Ikterik Obstruktif (choledocolithiasis)
3.5 Follow Up Pasien
Tanggal Keterangan
26 Februari 2018 Pasien mengeluh badan letih
27 Februari 2018 Pasien mengeluh badan letih
28 Februari 2018 Pasien tidak nafsu makan, badan kuning
1 Maret 2018 Pasien mengeluh badan letih
2 Maret 2018 BAK warna teh pekat
3 Maret 2018 Pasien mengeluh badan letih
4 Maret 2018 Pasien mengeluh badan letih, badan kuning
5 Maret 2018 Pasien mengeluh badan letih, badan kuning
6
3.6 Terapi Farmakologi
Aturan Tanggal
No. Nama Obat
Pakai 27/02 28/08 01/03 02/03 03/03 04/03 05/05
1 Paracetamol 3x1 √ √ √ √ √ √ √
2 Curcuma 3x1 √ √ √ √ √ √ √
3 Omeprazol 2x1 √ √ √ √ √ √ √
4 Neurodex 2x1 √ √ √ √ √ √ √
5 Domperidon 3x1 √ √ √ √ √ √ √
6 Dekstrosa 5% Stop - - - - - -
9 UDCA 3x1 - - - - √ √ √
7
No
Jenis Obat Tanggal Mulai Indikasi Obat Komentar dan Alasan
.
Sebagai antipiretik (penurun panas suhu Untuk menurunkan panas demam
1 Paracetamol 27/02
tubuh). pasien
Selain sebagai penambah nafsu
Mengatasi anoreksia (kehilangan nafsu
makan, juga bekerja sebagai
2 Curcuma 27/02 makan) dan ikterus (warna kuning pada
antioksidan untuk memelihara fungsi
kulit) serta untuk memelihara fungsi hati
hati
Mencegah produksi asam lambung,
Obat golongan PPI yang diberikan
3 Omeprazol 27/02 mencegah dan mengobati gangguan
untuk mengatasi stress ulcer
pencernaan atau nyeri ulu hati.
Untuk pengobatan kekurangan vitamin B1, Untuk mengatasi kekurangan
4 Neurodex 27/02
B6, dan B12. vitamin B1, B6 dan B12
Untuk mengatasi rasa mual dan
5 Domperidon 27/02 Untuk meredakan mual dan muntah
muntah pasien
Menggantikan air (cairan hipotonik) yang Untuk menggantikan cairan yang
6 Dekstrosa 5% 27/02
hilang dan memberikan suplai kalori. hilang, juga sebagai nutrisi pasien
Aminofusin Sebagai nutrisi parenteral esensial untuk Sebagai nutrisi untuk hati, yang
7 27/02
Hepar pasien dengan insufiensi hati kronik merupakan asam amino
8 Asering 27/02 Mengatasi dehidrasi (syok hipovolemik dan Merupakan terapi dehidrasi yang
asidosis) pada pasien yang mengalami tepat untuk pasien gangguan hati
8
karena tidak mengandung asam
laktat, tetapi asam asetat sehinggga
gangguan hati
hati tidak perlu bekerja untuk
metabolisme
Pasien mengalami batu empedu yang
Untuk memperbaiki fungsi hati dan masih bisa diatasi dengan obat
9 UDCA 03/03
melarutkan batu empedu sehingga diberikan terapi obat
UDCA
Permasalahan
No Jenis
Analisa Permasalahan yang Terkait Komentar atau Rekomendasi
. Permasalahan
dengan Obat
1 Korelasi antara Pengobatan yang diberikan
1. Adakah obat tanpa indikasi medis ? Tidak
sudah sesuai indikasi.
terapi obat dengan
2. Adakah obat yang tidak dikenal ? Tidak Berdasarkan terapi farmakologi
9
pasien tidak ada pengobatan
yang tidak dikenal.
penyakit Semua kondisi klinis dari pasien
3. Adakah kondisi klinis yang tidak diobati ? Tidak
sudah diterapi.
Obat yang diberikan oleh dokter
1. Bagaimana pemilihan obat ? Apakah sudah
Sudah sudah sesuai dengan yang
efektif dan terpilih pada kasus ini ?
seharusnya
Pemilihan obat yang 2. Apakah pemilihan obat tersebut relatif Penggunaan dan pemilihan obat
2 Aman sudah relatif aman pada pasien.
sesuai aman ?
Dari terapi yang telah
3. Apakah terapi obat dapat ditoleransi ? Bisa dilaksanakan pada pasien bisa
ditoleransi.
3 Regimen Dosis 1. Apakah dosis, frekuensi dan cara
pemberian mempertimbangkan efektifitas Dosis dan frekuensi obat yang
Sudah diberikan sudah tepat.
keamanan dan kenyamanan serta sesuai
dengan kondisi pasien ?
2. Apakah jadwal pemberian dosis bisa
memaksimalkan efek terapi, kepatuhan,
Bisa Pemberian dosis sudah tepat
meminimalkan efek samping, interaksi
obat, dan regimen yang kompleks ?
3. Apakah lama terapi sesuai dengan Sesuai Lama terapi sudah sesuai
10
indikasi ?
4 Duplikasi Terapi 1. Apakah ada duplikasi terapi ? Tidak Tidak ada duplikasi terapi
1. Apakah pasien alergi atau intoleran Pasien tidak mengalami alergi
Tidak
terhadap salah satu obat ? dengan obat
Alergi obat atau
5 Pasien sudah tahu apa yang
intoleran 2. Apakah pasien telah tahu yang harus
Sudah harus dilakukan jika terjadi
dilakukan jika terjadi alergi ?
alergi
1. Apakah ada gejala/permasalahan medis Tidak ada permasalahan medis
6 Efek merugikan Tidak
yang diinduksikan obat ? yang diinduksi obat.
1. Apakah ada interaksi obat dengan obat ?
Tidak Tidak ada interaksi obat
Apakah signifikansi secara klinis ?
2. Apakah ada interaksi obat dengan
Tidak ada interaksi obat dengan
Interaksi dan
7 makanan ? Apakah bermakna secara Tidak makanan.
kontraindikasi
klinis ?
3. Apakah ada Interaksi obat dengan data Tidak ada interaksi obat dengan
Tidak data laboratorium pasien.
laboratorium ?
11
B. TINJAUAN OBAT
1. Paracetamol
2. Curcuma
12
Sebaiknya diberikan bersama makanan atau setelah
Pemberian Obat
makan
Kesesuaian Dosis Sesuai
Efek Samping Iritasi lambung, mual
Kontraindikasi Hipersensitivitas
3. Omeprazol
Komposisi Omeprazol
Mencegah produksi asam lambung, mencegah dan
Indikasi
mengobati gangguan pencernaan atau nyeri ulu hati.
Dosis 20 mg 1x sehari
Obat golongan PPI (pompa proton- inhibitor) yang
4. Neurodex
13
Thiamin diubah menjadi co-enamin aktif, thiamin
Mekanisme Kerja
prospate berfungsi dalam metabolisme karbohidrat
Dosis Sehari 3x1 tablet
Pemberian Obat Peroral setelah makan
Kesesuaian Dosis Sesuai
Efek Samping Sakit kepala, kejang, cardiovascular, collapse
Kontraindikasi Hipersensitif terhadap komponen obat ini
5. Domperidon
Komposisi Domperidon 10 mg
Indikasi Untuk mengatasi mual dan muntah
Domperidon memblokir kemoreseptor dopamine di
otak lebih tepatnya reseptor dopamine D2 dan D3,
dengan terblokirnya kemoreseptor maka dorongan
Mekanisme Kerja
untuk muntah dapat dihindari karena kedua reseptor
tersebut merupakan triger yang memicu terjadinya
muntah.
Dosis 1-2 tablet, 3x/hari
Pemberian Obat Sebaiknya diberikan sebelum makan
Kesesuaian Dosis Sesuai
Sakit kepala, diare, cemas, mengantuk, denyut jantung
Efek Samping
meningkat
Kontraindikasi Hipersensitivitas
6. Dekstrosa 5%
14
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan
tromboflebitis
Kontraindikasi Hiperglikemia
7. Aminofusin Hepar
8. Asering
15
9. UDCA
16
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien berjenis kelamin laki-laki (Tn. Zulfahmi) berusia 62 tahun, datang ke
rumah sakit Achmad Mochtar dan masuk IGD pada tanggal 26 Februari 2018. Pasien datang
dengan keluhan tidak nafsu makan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, mata dan seluruh
tubuh tampak kuning sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan letih dan lesu sejak 1
minggu yang lalu, nyeri perut kanan bagian atas disertai mual-muntah, dan suhu tubuh yang
meningkat. Sebelumnya pasien sudah pernah dirawat di RSUD X dengan keluhan yang sama
tetapi tidak ada perubahan. Pasien akhirnya dipindahkan ke rawat inap Ambun Suri Bangsal
Interne lantai 4 ruang 1.8 pada hari berikutnya, tepatnya pada tanggal 27 Februari 2018. Pasien
Pada saat di IGD, pasien sempat mendapatkan infus dekstrosa 5%, namun setelah berada
di ruang perawatan pemberian infus dektrosa 5% dihentikan dan diganti dengan pemberian infus
neurodex. Pasien diberikan infus asering dan aminofusin hepar dengan perbandingan 2:1 untuk
membantu penambahan nutrisi dan menjaga fungsi hati serta mempertahankan tingkat kesadaran
pasien. Adapun pemberian tablet paracetamol untuk menurunkan suhu tubuh pasien yang
meningkat. Serta pemberian domperidon untuk mengatasi mual yang di alami pasien.
Domperidon dikonsumsi 3 kali dalam sehari satu tablet dan diberikan kepada pasien sebelum
makan, bertujuan untuk mencegah rasa mual muntah yang dialami pasien, dimana mekanisme
dari domperidon yaitu memblokir kemoreseptor dopamine di otak (reseptor dopamine D2 dan
D3), dengan terblokirnya kemoreseptor maka dorongan untuk muntah dapat dihindari karena
17
Pasien diberikan omeprazol untuk mencegah produksi asam lambung dan mengurangi
mual muntah yang dialami pasien. Omeprazol merupakan obat golongan PPI (pompa proton-
inhibitor) yang bekerja menurunkan sekresi asam lambung dengan cara menghambat sekresi
hidrogen (proton/H+) sehingga HCl tidak terbentuk. Adapun curcuma tablet diberikan untuk
memperbaiki fungsi hati dan menambah nafsu makan pada pasien, sedangkan neurodex
berfungsi untuk mempertahankan kebutuhan vitamin serta menjaga kesehatan sistem syaraf
pasien.
Dari hasil USG dan CT-Scan didapatkan hasil bahwa pasien mengalami penyumbatan
oleh batu pada saluran empedu sehingga pasien diberikan obat UDCA (ursodeoxycholic acid),
yang dapat membantu menghancurkan batu empedu. Adapun mekanisme dari obat tersebut yaitu
dengan cara meningkatkan kadar enzim hati dengan memfasilitasi aliran empedu melalui hati.
Obat akan terkonsentrasi di dalam empedu dan menurunkan kolesterol biliaris dengan menekan
sintesa hati, sekresi kolesterol, dan dengan menghambat penyerapan pada usus, maka perlahan
Pada umumnya, terapi yang diberikan kepada pasien sudah tepat, namun untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik, selanjutnya pasien dirujuk kebagian bedah untuk
18
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
AHFS Drug Information. 2005. AHFS Drug Information. Bethesda : American Society of Health
System Pharmacist
Dipiro, T. Joseph, et. al., 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th Edition. New York: The
McGraw-Hill Company.
Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sulaiman, Ali. 2007. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W Sudoyoet al. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Penerbitan IPDFKUI. p. 420-423
20