TINJAUAN TEORI
A. Masalah Keperawatan
Pasien mengalami stroke hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik
B. Pengertian
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya
fungsi otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health
Organization [WHO], 2014). Stroke adalah suatu keadaan yang
mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena
terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan
otak (Batticaca, 2009). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa
darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan
oksigen menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh
otak tidak berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015).
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplay darah kebagian otak, sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Brunner
and Suddarth).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan
oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke
otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak
ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
Stroke hemoragik Merupakan stroke yang disebabkan oleh
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya
pembuluh darah otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan
otak (AHA, 2015). Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala
neurologik dengan cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorang yang
ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil
mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Sylvia, 2005 ; Yeyen, 2013).
C. Manifestasi Klinik
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas.
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain:
defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit
kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
D. Etiologi
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau
menutupi ruang - ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi
atau menutupi ruang - ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan
jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan
darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral
hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak
(subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal
bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada
lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang
sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan
karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena
faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan
karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau
arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan
darah tinggi.
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraseberum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat
menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular
(Berry) dan malformasi arteriovena (MAV). Selain lesi vaskular anatomik,
penyebab stroke hemoragik adalah hipertensi, gangguan perdarahan,
pemberian antikoagulan yang terlalu agresif (terutama pada klien berusia
lanjut), dan pemakaian anfetamin dan kokain intranasal karena zat-zat ini
dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau
subaraknoid. (Price & Wilson, 2006; 1119)
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
1. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan
arteriovenosa.
2. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh
seperti payudara, kulit, dan tiroid.
3. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
4. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
E. Pohon Masalah (Patofisiologi)
Peningkatan
tekanan sistemik
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Aneurisma / APM
Vasospasme Arteri
serebral
Perdarahan
Arakhnoid/ventrikel
Iskemik/infark
otak
Deficit neurologi
Hematoma serebral
Penekanan saluran
pernafasan Deficit perawatan Gangguan
diri Mobilitas fisik
Bersihan jalan
Risiko gangguan Risiko
nafas tidak efektif
integritas kulit ketidakseimbangan
nutrisi
Area Gocca Kerusakan kontrol
syaraf motorik
Kerusakan fungsi N
VII dan N XII Kontrol spingter
ani menhilang
Gangguan
Inkontinensia
komunikasi verbal
urine/retensi urine
Gangguan
Risiko jatuh Eliminasi Urine
F. Penatalaksanaan Medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisikan kepala dan badan atas 20 – 30o, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital usahakan stabil
4. Bedrest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Kandung kemih yang penuh kosongkan, bila perlu lakukan katerisasi
7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
8. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK
9. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, jika
kesadaran menurun atau gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Penatalaksanaan medis secara spesifik berupa :
1. Mengobati penyebabnya,
2. Neuroprotektor
3. Tindakan pembedahan
4. Menurunkan TIK yang tinggi
G. Komplikasi
Komplikasi stroke hemoragik meliputi ( Smeltzer & Bare,2001) :
1. Hipoksia Serebral.
2. Penurunan Darah Serebral.
3. Luasnya Area Cedera.
Manajemen Keselamatan
Lingkungan
1. Observasi
a. Identifikasi
kebutuhan
keselamatan (mis.
Kondisi fisik,
fungsi kognitif
dari riwayat
perilaku)
b. Monitor
perubahan status
keselamatan
lingkungan
2. Terapeutik
a. Hilangkan bahaya
keselamatan
lingkungan (mis.
Fisik, biologi, dan
kimia), jika
memungkinkan
b. Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bahaya dan resiko
c. Sediakan alat
bantu keamanan
lingkungan (mis.
Commode chair
dan pegangan
tangan)
d. Gunakan
perangkat
pelindung (mis.
Pengekangan
fisik, rel samping,
pintu terkunci,
pagar)
e. Hubungi pihak
berewenang sesuai
masalah
komunitas (mis.
Puskesmas, polisi,
damkar)
f. Fasilitasi relokasi
ke lingkungan
yang aman
g. Lakukan program
skrining bahaya
lingkungan (mis.
Timbal)
3. Edukasi
a. Ajarkan individu,
keluarga dan
kelompok risiko
tinggi bahaya
lingkungan
D. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun pada
uraian rencana keperawatan.
E. Evaluasi
Evaluasi tindakan disesuaikan dengan kriteria hasil pada tujuan di rencana
tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3
Jakarta : EGC