Anda di halaman 1dari 13

Endospora ini merupakan struktur tahan yang diproduksi oleh bakteri untuk kemudian bertahan hidup

di bawah keadaan atau kondisin lingkungan yang tidak menguntungkan. Endospora ini terkandung DNA
serta juga sitoplasma kecil, yang dikelilingi oleh adanya penutup luar pelindung.

Endospora berkecambah di dalam memproduksi organisme baru disaat keadaan lingkungan itu menjadi
menguntungkan. Oleh sebab itu, endospora ini dianggap ialah sebagai jenis sel reproduksi. Genera
bakteri, Bacillus, Clostridium, serta Paenibacillus memproduksi endospora. Endospora tersebut dapat
atau bisa bertahan di dalam kondisi yang keras ialah seperti dehidrasi, suhu tinggi serta rendah, bahan
kimia, dan juga radiasi UV.

Dinding sel endospora ini tersusun atas asam dipicolinic, yang memberikan sifat tahan panas pada
endospora. Perlakuan panas lembab pada 121 °C selama 15 menit dapat atau bisa menghancurkan
endospora bakteri.

Endospora ini ialah sebuahg bentukkehidupan alternatif yangdihasilkan oleh Bacillus, Clostridium, serta
juga beberapa genera bakteri termasuk itu Sporosarcina, Sporolactobacillus, Desulfotomaculum,
Oscillospira, serta Thermoactinomyces. Bacillus ini ialah sebuah aerob obligat yang tinggal di tanah
hanya sementara Clostridium spesiesyang wajib Anaerob inisering juga ditemukan yakni sebagai flora
normal dari saluran usus disuatu hewan. Endospora ini kemudian dibentuk oleh suatu bakteri, pada
kondisi atau keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, misal seperti kekurangan nutrisi serta juga
air, suhu yang sangat panas atau pun sangat dinging dan juga racun. Endospora ini berupa tubuh
berdinding tebal serta jugasangat resisten (tahan).

Endospora itu mengandung materi genetik, sedikit sitoplasma, serta ribosom. Dinding endospora yang
tebal itu tersusun atas protein serta kemudian menyebabkan endospora tahan terhadap radiasi cahaya,
kekeringan, suhu tinggi serta juga zat kimia. Apabila kondisi lingkungan itu menguntungkan endospora
ini akan tumbuh menjadi sel bakteri baru. Endospora ini lebih tahan terhadap keadaan atau kondisi
lingkungan yang justru kurang menguntungkan daripada sel vegetatif bakteri. Proses pembentukan
spora tersebut dinamakan dengan proses sporulasi. Apabila kondisi lingkungan itu membaik, endospora
tersebut kemudian akan pecah menjadi sel vegetatif kembali, yang dinamakan dengan proses germinasi.

Fungsi endospora bagi sang bakteri yakni sebagai survival structure (struktur dorman). Struktur tersebut
yang memungkinkan bakteri bertahan pada kondisi yang tidak menguntungkan ialah seperti kondisi
lingkungan yang ekstrim (kekeringan, temperatur sangat rendah atau pun sangat tinggi) atau juga
kekurangan nutrisi.
Ciri Endospora

Sebagian besar bakteri yang bisaatau dapat membangun endospora ialah bakteri gram positif. Bakteri
gram positif tersebut merupakan kelompok eubacteria yang dinding selnya menyerap warna violet saat
proses pewarnaan gram serta memiliki atau mempunyai peptidoglikan yang cukup tebal. Bakteri yang
bisa atau dapat membentuk endospora contohnya ialah Bacillus mycoides.

Endospora ini mempunyai atau memiliki sifat impermeable, maka kemudian sanggup untuk bertahan
lebih baik terhadap daerah kekeringan, bersuhu rendah, bersuhu tinggi, disinfektan, serta juga
lingkungan yang tidak menguntungkan lainnya. Sewaktu kondisi lingkungan itu sudah membaik,
endospora ini akan berkecambah menjadi sel vegetatif baru.

Jenis Endospora

Terdapat 3 jenis endospora pada bakteri dengan berdasarkan letaknya. Berikut bagan, keterangan serta
contoh bakteri yang memproduksi spora masing-masing tipe.

Endospora terminal : Endospora yang berada disalah satu ujung sel vegetatif bakteri. Contoh ialah :
Clostridium tertium

Endospora subterminal : Endospora yang posisinya diujung sel. Akan tetapi lebih menjuru ketengah sel.
Contoh ialah : Clostridium perfringens

Endospora sentral : Endospora yang berada di tengah sel vegetatif. Contoh ialah : Clostridium
bifermentans

Struktur serta Komponen Endospora

Apabila dibandingkan itu dengan sel non-endospora (sel vegetatif) yang nampak memiliki atau
mempunyai selapis dinding sel, endospora ini memiliki lebih banyak komponen yang membangun
struktur endospora. Struktur endospora itu antara lain :

Eksosporium : dinding terluar endospora yang tersusun atas lapisan protein tipis

Mantel : Beberapa lapis protein khusus yang membangun mantel endospora

Korteks : Lapisan yang tersusun atas peptidoglikan


Inti (core) : Bagian yang terdiri dari sitoplasma, dinding inti, ribosom, kromosom sirkuler, membran
sitoplasma, serta organel vital lain

Bagian inti endospora memiliki atau mempunyai konsistensi mirip gel sebab kandungan airnya sangat
sedikit. Hal tersebut dapat atau bisa menambah ketahanan molekul-molekul di dalam endospora dari
suhu tinggi (hingga 150 °C) serta zat kimia berbahaya seperti ialah hidrogen peroksida.

Bahan Kimia Penyusun Endospora

Asam Dipikolinat

Salah satu senyawa unik yang dijumpai di dalam endospora ialah asam dipikolinat. Asam dipikolinat ini
adalah senyawa organik yang banyak ditemukan pada endospora bakteri (sekitar 5 hingga 15% bobot
kering endospora). Asam dipikolinat tersebut kemudian akan membentuk kompleks dengan ion kalsium.
Kompleks Asam dipikolinat serta juga kalsium ini diperkirakan bisa atau dapat menyusun 10% dari berat
kering endospora.

Fungsi dari asam dipikolinat-kalsium itu ialah untuk mengikat serta juga mengumpulkan air untuk
keperluan sang endospora bakteri tersebut.

Fungsi lain dari asam dipikolinat ialah menyelip diantara basa penyusun DNA serta juga mendukung DNA
bertahan dari suhu tinggi.

Small acid-soluble spore proteins (SASPs)

Pada bagian inti dari endospora bakteri ini mengandung banyak protein yang dinamai ialah sebagai
small acid-soluble spore proteins (SASPs). Small acid-soluble spore proteins disingkat SASPs ini
merupakan suatu protein yang hanya diproduksi pada saat sel mengalami sporulasi.

Fungsi dari SASPs ini adalah melindungi molekul DNA dari kerusakan akibat dari radiasi, kekeringan serta
suhu tinggi. SASPs menyebabkan struktur molekul DNA (B-DNA) itu menjadi lebih kompak (A-DNA)
sampai pada tidak mengalami mutasi saat terpapar UV serta juga tidak terdenaturasi disaat terpapar
suhu tinggi.

Proses Pembentukan Endospora


Proses pembentukan endospora disebut dengan sporulasi. Sporulasi ini biasanya dimulai pada saat sel
memasuki fase stasioner. Sel tersebut berubah baik dengan secara morfologi atau juga fisiologi
khususnya mempersiapkan diri di dalam pembentukan endospora. Beberapa jenis atau macam bakteri
ini pun mampu dakan melakukan autolisis sel vegetatif, sedangkan untuk beberapa macam bakteri
lainnya itu tidak mampu untuk melakukannya, sehingga endospora tersebut tetap berada di dalam sel
vegetatif. Pembentukan spora bakteri dengan secara alami belum juga diketahui dengan jelas. Namun
tetapi, kita dapat atau bisa memicu bakteri membentuk spora. Pemanasan disuhu 60-65°C selama 10
menit atau pun juga lebih mampu untuk memicu pembentukan spora. Faktor lain yang mampu untuk
memicu pembentukan spora bakteri ialah ialah dengan pemberian agen pereduksi, perlakuan pH
rendah, suhu rendah, dan juga agen-agen kimia lainnya.

Mekanisme Terjadinya Sporulasi

Pada tahap pertama bakteri itu membentuk filamen aksial.

Pembentukan filamen aksial itu tidak berlangsung dengan lama.

Pembentukan septum asimetris, itu akan memproduksi sel induk serta calon sel pra-spora. Tiap-tiap sel
akan menerima DNA anakan.

Setelah itu terjadi fagositosis sel pra-spora oleh sel induk, sehingga sel pra-spora itu menjadi bentukan
yang dinamai protoplas.

Tahap ke-3 ialah perkembangan protoplas yang dinamai dengan perkembangan spora-awal (forespore).
Pada perkembangan spora-awal itu belum terbentuk peptidoglikan, maka bentuk spora-awal itu tidak
beraturan (amorf).

Pembentukan korteks (peptidoglikan). Spora-awal tersebut menyintesis peptidoglikan maka spora-awal


ini memiliki bentuk pasti.

Pembentukan peptidoglikan oleh spora-awal itu dinamai juga pembentukan korteks.

Pembentukan pembungkus (coat). Spora-awal menyintesis berlapis-lapis pembungkus spora.


Pembungkus spora itu disintesis baik itu dengan secara terus-menerus atau juga terputus-putus,
sehingga kemudian terlihat seperti penebalan korteks. Material korteks serta pembungkus spora
berbeda.

Pematangan spora. Spora bakteri menyintesis asam dipokolinat serta juga melakukan pengambilan
kalsium. 2 komponen tersebut termasuk karakteristik resistensi dan juga dormansi endospora.

Tahap terakhir ialah pelepasan spora. Berlangsung lisis sel induk, sehingga spora yang sudah matang
keluar. Tidak terdapat kegiatan atau aktivitas metabolik yang terjadi sampai spora siap untuk melakukan
germinasi. Proses sporulasi tersebut biasanya itu terjadi sekitar 15 jam.
Metode Pengecatan Endospora dengan Kristal Malachite

Umumnya endospora di dalam sel bakteri ini diketahui dengan cara pengecatan diferensial. Metode
Schaeffer-Fulton ini merupakan salah satu jenis pengecatan diferensial tersebut. Dengan metode ini, sel
vegetatif serta endospora akan memilih warna yang berbeda sampai mudah diamati.

Metode Schaeffer-Fulton ini melibatkan pewarna hijau malachite ialah sebagai pewarna utama,
sedangkan yakni sebagai mordant atau juga counter stain, digunakan ialah safranin merah. Pewarna
hijau malakit tersebut akan dipaksa meresap kedalam dinding endospora itu dengan pemanasan
bertahap.

Sifat pewarna ini yang mudah terlarut di dalam air serta berikatan lemah pada dinding sel dan juga
endospora akan memudahkan proses destaining. Namun disebabkan karna sifat endospora yang kedap
air, maka hijau malachite yang terjebak di dalam dinding endospora tidak dapat terbilas serta juga tetap
berwarna hijau.Barulah endospora serta sel vegetatif dapat atau bisa dibedakan dengan pewarna
safranin yang hanya akan mewarnai dinding sel disebabkan karna pada proses ini, tidak ada pemanasan.

Ilustrasi proses pengecatan endospora itu dengan metode Green Malachite ialah sebagai berikut

Endospora merupakan sebuah fase yang dilakukan oleh beberapa bakteri, seperti Bacillus dan
Clostridium memproduksi bentuk pertahanan hidup pada kondisi yang tidak menguntungkan. Proses ini
dikenal sebagai sporulasi. Spora bakteri berbeda dengan spora pada jamur. Spora bakteri tidak
mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi. Endospora ini tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrem
seperti suhu yang tinggi, kekeringan, senyawa kimia beracun (disinfektan, antibiotik) dan radiasi sinar
UV. Endospora dapat disebut sebagai fase tidur dari bakteri. Endospora mampu bertahan sampai kondisi
lingkungan kembali menguntungkan, kemudian membentuk proses germinasi, dan membentuk bakteri
sel tunggal.[1]
Struktur Sunting

Ketika dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya, struktur ini sangat refraktif karena
impermeabel terhadap pewarna yang umumnya digunakan untuk pengamatan bakteri. Strukturnya
harus diamati oleh malakit green sehingga pewarna ini akan meresap ke dalam struktur ini dan dibantu
dengan steam. Pengamatan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan perbedaan yang sangat
besar antara sel vegetatif dan endospora. Endospora memiliki lapisan terluar, yaitu eksosporium. Di
dalamnya terdapat beberapa lapisan protein. Dibawah eksosporium terdapat korteks, yang terdiri atas
peptidoglikan yang terhubung silang secara longgar. Di dalam korteks, terdapat sebuah inti, yang
mengandung dinding inti, membran sitoplasma, sitoplasma, nukleoid, ribosom, dan beberapa seluler
yang esensial.[1]

Mekanisme Sunting

Mekanisme terjadinya sporulasi adalah sebagai berikut:

Pada tahap pertama bakteri membentuk filamen aksial. Pembentukan filamen aksial tidak berlangsung
lama.

Pembentukan septum asimetris, menghasilkan sel induk dan calon sel pra-spora. Masing-masing sel
menerima DNA anakan.

Selanjutnya terjadi fagositosis sel pra-spora oleh sel induk, sehingga sel pra-spora menjadi bentukan
yang disebut protoplas.

Tahap ketiga adalah perkembangan protoplas yang disebut perkembangan spora-awal (forespore). Pada
perkembangan spora-awal belum terbentuk peptidoglikan, sehingga bentuk spora-awal tidak beraturan
(amorf).

Pembentukan korteks (peptidoglikan). Spora-awal menyintesis peptidoglikan sehingga spora-awal


mempunyai bentuk pasti. Pembentukan peptidoglikan oleh spora-awal disebut juga pembentukan
korteks.

Pembentukan pembungkus (coat). Spora-awal menyintesis berlapis-lapis pembungkus spora.


Pembungkus spora disintesis baik secara terus-menerus maupun terputus-putus, sehingga tampak
seperti penebalan korteks. Material korteks dan pembungkus spora berbeda.

Pematangan spora. Spora bakteri menyintesis asam dipokolinat dan melakukan pengambilan kalsium.
Dua komponen ini merupakan karakteristik resistensi dan dormansi endospora.
Tahap terakhir adalah pelepasan spora. Terjadi lisis sel induk, sehingga spora yang telah matang keluar.
Tidak ada aktivitas metabolik yang terjadi sampai spora siap untuk melakukan germinasi. Proses
sporulasi ini biasanya berlangsung sekitar 15 jam.

Plasmid yaitu DNA ekstrakromosomal yang dapat bereplikasi secara autonom dan bisa ditemukan pada
sel hidup[1]. Di dalam satu sel, dapat ditemukan semakin dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat
bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel
tersebut[1]. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan supaya dapat bertahan pada
keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila ronde yang terkait kembali normal, DNA plasmid
dapat dibuang.[1]
Struktur plasmid

Sebagian besar plasmid mempunyai struktur sirkuler, namun mempunyai juga plasmid linear yang dapat
ditemukan pada mikroorganisme tertentu, seperti Borrelia burgdorferi dan Streptomyces.[2] Plasmid
ditemukan dalam wujud DNA utas ganda yang sebagian besar tersusun diproduksi menjadi superkoil
atau kumparan terpilin.[3] Struktur superkoil terjadi karena enzim topoisomerase membuat sebagian
DNA utas ganda lepas (tidak terikat) selama replikasi plasmid berlanjut.[3] Struktur superkoil hendak
menyebabkan DNA plasmid mempunyai dalam konformasi yang disebut lingkaran tertutup kovalen atau
covalently closed circular (ccc), namun apabila kedua utas DNA terlepas karenanya hendak plasmid
hendak kembali dalam keadaan normal (tidak terpilin) dan konformasi tersebut disebut sebagai open
circuler (oc).[3]

Sejarah plasmid

Penemuan hendak plasmid telah dimulai sejak tahun 1887, ketika Robert Koch mempublikasikan
penelitiannya tentang bakteri Bacillus anthracis sebagai penyebab penyakit antraks.[4] Sekitar masa
waktu seratus tahun pengahabisan, para ilmuwan menemukan bahwa bakteri tersebut mempunyai 2
plasmid yang merupakan faktor virulensi penyebab antraks.[4] Keyakinan hendak keberadaan DNA
plasmid sukses dibuktikan oleh J. Lederberg dan dan W. Hayes pada tahun 1950-an.[4] Kedua ilmuwan
tersebut sukses menyelidiki tentang peristiwa konjugasi pada Escherichia coli yang melibatkan plasmid.
[4] Tidak beberapa lama setelah itu, plasmid terbukti merupakan DNA ekstrakromosomal yang
menyebabkan resistensi antibiotik pada golongan bakteri enterik dan dapat ditransmisikan antarsel[4].
Sejak saat itu, beberapa laboratorium mulai membuat plasmid yang dapat ditransfer ke sel hidup,
seperti sel bakteri dan tanaman.[4]

Fungsi plasmid

Dewasa ini, plasmid telah dihasilkan secara komersil oleh sebanyak perusahaan untuk digunakan sebagai
vektor kloning[5]. Supaya dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus mempunyai beberapa
kriteria, yaitu berukuran kecil, relatif mempunyai banyak salinan yang tinggi (high copy number),
mempunyai gen penanda seleksi dan gen pelapor, serta mempunyai situs pemotongan enzim restriksi
untu memudahkan penyisipan DNA ke dalam vektor plasmid[5].

Penamaan plasmid

Pada awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh DNA plasmid
tersebut.[6] Misalnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat menyandikan bakteriocin colicin.[6]
Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat plasmid kloning membuat sistem penamaan
tersebut berganti. Untuk standardisasi penulisan plasmid, digunakan huruf "p" yang disertai oleh inisial
huruf kapital dan angka[6]. Huruf kapital diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat plasmid
tersebut berasal ataupun dari nama penemu plasmid tersebut[6]. Sedangkan, angka yang mempunyai
merupakan kode selang dua laboratorium tempat plasmid tersebut diproduksi[6]. Contohnya: pBR322,
"p" menyalakan plasmid, BR merupakan laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali
dikonstruksi (BR dari Bolivar dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyalakan di
laboratorium mana plasmid ini diproduksi, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dan lain-lain.[6]

Mekanisme mencegah pembuangan plasmid

Untuk mencegah pembuang plasmid dari sel yang tidak lagi membutuhkannya, terdapat beberapa
mekanisme yang sudah dikenal.[4] Keliru satunya yaitu beberapa plasmid menyandikan protein yang
dapat membunuh sel yang membuangnya.[4] Mekanisme ini disebut ketergantungan plasmid (plasmid
addiction) yang diklasifikasikan diproduksi menjadi tiga jenis berlandaskan gerakan yang diterapkan
protein antitoksin yang disandikan plasmid.[4] Ketiga jenis gerakan tersebut yaitu berinteraksi dengan
toksin, melindungi target yang hendak diserang toksin, dan menghambat ekspresi toksin tersebut.[4]

Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang dapat bereplikasi secara autonom dan bisa ditemukan
pada sel hidup.[1] Di dalam satu sel, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang
sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel
tersebut.[1] Umumnya, plasmid menyandi gen-gen yang diperlukan agar dapat bertahan pada keadaan
yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang.[1]

Sejarah plasmid Sunting

Penemuan plasmid telah dimulai sejak 1887, ketika Robert Koch mempublikasikan penelitiannya tentang
bakteri Bacillus anthracis sebagai penyebab penyakit antraks.[2] Sekitar 100 tahun kemudian, para
ilmuwan menemukan bahwa bakteri tersebut memiliki dua plasmid yang merupakan faktor virulensi
penyebab antraks.[2] Istilah plasmid diperkenalkan pada tahun 1952 oleh ahli biologi berkebangsaan
Amerika, Joshua Ledenberg yang merujuk pada "penentu keturunan herediter di luar kromosom".[3]
Joshua Lederberg dan dan W. Hayes berhasil menyelidiki tentang peristiwa konjugasi pada Escherichia
coli yang melibatkan plasmid.[2]

Penggunaan awal istilah "plasmid" mencakup materi genetik apa pun yang ada secara
ekstrakromosomal setidaknya untuk sebagian dari siklus replikasi, termasuk materi genetik virus. Tetapi,
gagasan plasmid disempurnakan dari waktu ke waktu untuk terdiri atas unsur-unsur genetik yang
bereproduksi secara otonom. Kemudian pada tahun 1968, diputuskan definisi tersebut dipersempit
menjadi elemen genetik yang ada secara eksklusif atau dominan di luar kromosom dan dapat direplikasi
secara mandiri.[4] Tidak beberapa lama setelah itu, plasmid terbukti merupakan DNA ekstrakromosomal
yang menyebabkan resistensi antibiotik pada golongan bakteri enterik dan dapat ditransmisikan
antarsel. Sejak saat itu, beberapa laboratorium mulai membuat plasmid yang dapat ditransfer ke sel
hidup, seperti sel bakteri dan tanaman.[2]

Penamaan plasmid Sunting

Pada awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang disandikan oleh DNA plasmid
tersebut. Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat menyandikan bakteriocin colicin.
Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat plasmid kloning membuat sistem penamaan
tersebut berubah. Untuk standardisasi penulisan plasmid, digunakan huruf "p" yang diikuti oleh inisial
huruf kapital dan angka. Huruf kapital diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat plasmid
tersebut berasal ataupun dari nama penemu plasmid tersebut. Sedangkan, angka yang ada merupakan
kode antara dua laboratorium tempat plasmid tersebut dibuat. Contohnya: pBR322, "p" menyatakan
plasmid, BR merupakan laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari Bolivar
dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di laboratorium mana plasmid
ini dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dan lain-lain.[5]

Struktur plasmid Sunting

Sebagian besar plasmid memiliki struktur sirkuler, tetapi ada juga plasmid linear yang dapat ditemukan
pada mikroorganisme tertentu, seperti Borrelia burgdorferi dan Streptomyces.[6] Plasmid ditemukan
dalam bentuk DNA utas ganda yang sebagian besar tersusun menjadi superkoil atau kumparan terpilin.
[7] Struktur superkoil terjadi karena enzim topoisomerase membuat sebagian DNA utas ganda lepas
(tidak terikat) selama replikasi plasmid berlangsung.[7] Struktur superkoil akan menyebabkan DNA
plasmid berada dalam konformasi yang disebut lingkaran tertutup kovalen atau covalently closed
circular (ccc), tetapi apabila kedua utas DNA terlepas maka akan plasmid akan kembali dalam keadaan
normal (tidak terpilin) dan konformasi tersebut disebut sebagai open circuler (oc).[7]
Sifat dan karakteristik Sunting

Agar plasmid untuk mereplikasi secara mandiri dalam sel, mereka harus memiliki urutan DNA yang
dapat bertindak sebagai origin replikasi (ori). Unit replikasi diri, dalam hal ini plasmid, disebut replikon.
Sebuah replikon bakteri yang khas dapat terdiri dari sejumlah elemen seperti gen untuk protein inisiasi
replikasi spesifik plasmid (Rep), unit-unit berulang yang disebut iteron, kotak DnaA, dan wilayah kaya AT
disebelahnya.[4] Plasmid yang lebih kecil menggunakan enzim replikasi inang untuk membuat
salinannya sendiri, sedangkan plasmid yang lebih besar dapat membawa gen spesifik untuk replikasi
plasmid tersebut. Beberapa jenis plasmid juga dapat menyisipkan ke dalam kromosom inang, dan ini
plasmid integratif ini kadang-kadang disebut sebagai episome pada prokariota.[8]

Pemanfaatan plasmid

Dewasa ini, plasmid telah diproduksi secara komersial oleh sejumlah perusahaan untuk digunakan
sebagai vektor kloning.Agar dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus memiliki beberapa
kriteria, yaitu berukuran kecil, relatif memiliki jumlah salinan yang tinggi (high copy number), memiliki
gen penanda seleksi dan gen pelapor, serta memiliki situs pemotongan enzim restriksi untuk
memudahkan penyisipan DNA ke dalam vektor plasmid.[9]

Produksi protein Sunting

Penggunaan utama plasmid lainnya adalah membuat protein dalam jumlah besar. Dalam hal ini, para
peneliti menumbuhkan bakteri yang mengandung plasmid yang menyimpan gen yang diinginkan. Sama
seperti bakteri yang menghasilkan protein untuk memberikan resistensi antibiotik, bakteri juga dapat
diinduksi untuk menghasilkan sejumlah besar protein dari gen yang dimasukkan. Ini adalah cara yang
murah dan mudah untuk memproduksi protein yang disandi secara genetik, misalnya, produksi insulin.

Terapi gen Sunting

Plasmid juga dapat digunakan untuk transfer gen ke sel manusia sebagai pengobatan potensial dalam
terapi gen sehingga dapat mengekspresikan protein yang diharapkan dalam sel. Beberapa strategi terapi
gen membutuhkan penyisipan gen terapeutik di lokasi target kromosom yang telah dipilih sebelumnya
dalam genom manusia. Vektor plasmid merupakan salah satu dari banyak pendekatan yang dapat
digunakan untuk tujuan ini. Zinc finger nucleases (ZFNs) menawarkan cara untuk menyebabkan
kerusakan untai ganda spesifik lokasi pada genom DNA dan menyebabkan rekombinasi homolog.
Plasmid pembawa ZFN dapat membantu mengantarkan gen terapeutik ke lokasi tertentu sehingga
kerusakan sel, mutasi penyebab kanker, atau respons imun dapat dihindari.[10]
Model penyakit Sunting

Plasmid secara historis digunakan untuk merekayasa sel induk embrionik tikus untuk menciptakan
model penyakit genetik tikus. Efisiensi terbatas teknik berbasis plasmid menghalangi penggunaannya
dalam penciptaan model sel manusia yang lebih akurat. Namun, perkembangan teknik rekombinasi virus
Adeno-associated, dan nukleasi Zn finger, telah memungkinkan terciptanya generasi baru model
penyakit manusia isogenik.

Mekanisme mencegah pembuangan plasmid Sunting

Untuk mencegah pembuang plasmid dari sel yang tidak lagi membutuhkannya, terdapat beberapa
mekanisme yang sudah diketahui.[2] Salah satunya adalah beberapa plasmid menyandikan protein yang
dapat membunuh sel yang membuangnya.[2] Mekanisme ini disebut ketergantungan plasmid (plasmid
addiction) yang diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan aksi yang dilakukan protein antitoksin
yang disandikan plasmid.[2] Ketiga jenis aksi tersebut adalah berinteraksi dengan toksin, melindungi
target yang akan diserang toksin, dan menghambat ekspresi toksin tersebut.[2]

Ekstraksi DNA plasmid Sunting

Plasmid sering digunakan untuk memurnikan sekuens tertentu, karena mereka dapat dengan mudah
dimurnikan dari sisa genom. Untuk penggunaannya sebagai vektor, dan untuk kloning molekuler,
plasmid sering kali perlu diisolasi.

Ada beberapa metode untuk mengisolasi DNA plasmid dari bakteri, di antaranya adalah miniprep (mini
preparation) dan maxiprep, bulkprep atau largeprep.[11] Miniprep dapat digunakan untuk dengan cepat
mengetahui apakah kebenaran plasmid di salah satu klon dari beberapa klon bakteri. Hasilnya adalah
sejumlah kecil DNA plasmid yang tidak murni, yang cukup untuk analisis dengan enzim restriksi dan
untuk beberapa teknik kloning. Largeprep menggunakan volume yang jauh lebih besar. Largeprep bisa
dikatakan miniprep yang ditingkatkan yang diikuti dengan pemurnian tambahan. Metode ini
menghasilkan DNA plasmid yang sangat murni dalam jumlah yang sangat besar (beberapa ratus
mikrogram). Belakangan ini, banyak kit komersial telah dibuat untuk melakukan ekstraksi plasmid pada
berbagai skala, kemurnian, dan tingkat otomatisasi.

Perangkat lunak untuk bioinformatika dan desain Sunting


Penggunaan plasmid sebagai teknik dalam biologi molekuler didukung oleh perangkat lunak
bioinformatika. Program-program ini merekam sekuens DNA dari vektor-vektor plasmid, membantu
memprediksi lokasi pemotongan enzim restriksi, dan merencanakan manipulasi. Contoh paket
perangkat lunak yang menangani peta plasmid adalah ApE, Clone Manager, GeneConstructionKit,
Geneious, Compiler Genome, LabGenius, Lasergene, MacVector, pDraw32, Serial Cloner, VectorFriends,
Vector NTI, dan WebDSV. Perangkat lunak ini membantu melakukan seluruh percobaan in silico sebelum
melakukan eksperimen basah.[12]

Koleksi plasmid Sunting

Banyak plasmid telah dibuat selama bertahun-tahun dan para peneliti telah membagikan plasmid ke
basis data plasmid seperti organisasi nirlaba Addgene dan BCCM/LMBP. Peneliti dapat menemukan dan
meminta plasmid dari basis data tersebut untuk melakukan penelitian. Peneliti juga sering mengunggah
urutan (sekuens) plasmid dalam basis data NCBI.

Anda mungkin juga menyukai