Anda di halaman 1dari 3

ARTIKEL ILMIAH

LIMFOMA NON-HODGKIN DI INDONESIA


Qatrunada Agneza Mahardika 18330052
Hematologi Kelas A, Fakultas Farmasi
Institut Sains dan Teknologi Nasional

PENDAHULUAN
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan jaringan
limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Pada protokol ini hanya akan dibatasi pada
limfoma non-Hodgkin. Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar
keganasan primer kelenjar getah bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal
dari limfosit B, limfosit T, dan sel NK *”natural killer”. Saat ini terdapat 36 entitas penyakit
yang dikategorikan sebagai LNH dalam klasifikasi WHO.1
EPIDEMIOLOGI
Limfoma non-hodgkin merupakan keadaan klinis yang kompleks dan bervariasi dalam hal
patobiologi maupun perjalanan penyakit. Di Indonesia, LNH bersama-sama dengan limfoma
Hodgkin dan leukemia menduduki urutan peringkat keganasan ke-6. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013, didapatkan prevalensi penderita limfoma berdasarkan hasil
wawancara mengenai diagnosis limfoma oleh dokter. Prevalensi limfoma di Indonesia pada
tahun 2013 adalah 0,06%, yaitu sebanyak 14.905 orang. Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki prevalensi limfoma tertinggi, yaitu sebesar 0,25 %, atau diperkirakan
sebanyak 890 orang. Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah penderita terbanyak, yaitu
sebanyak 2.728 orang. Data di RSK Dharmais menunjukkan bahwa proporsi limfoma tahun
2012 pada pasien laki-laki adalah 59% dan 41% pada pasien perempuan. Berdasarkan usia di
RSK Dharmais, proporsi usia pasien limfoma cukup tinggi tahun 2012 tertinggi adalah
kelompok usia 45 - 49 tahun.2
ETIOLOGI
Limfoma non hodgkin disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : imunosupresi (sindrom
Wiskott-Aldrich, common variable hypgammaglobulinemia dan X-linked
lymphoproliferative syndrome, HIV//AIDS), genetik, infeksi (Epstein Barr Virus, Hepatitis B
virus, Hepatitis C virus, Human T-Cell Lymphotropic, Virus Human Herpesvirus 88
(HHV8), Herpes zoster virus (HZV), gaya hidup dan paparan pekerjaan, usia di atas 60 tahun,
paparan kimia beracun.3 Dapat juga terjadi karena transformasi limfoma sel kecil ke sel besar,
limfoma folikular ke limfoma sel difus,b Diskordansi limfoma merupakan dua atau lebih tipe
limfoma yang terjadi pada lokasi tubuh yang berbeda, baik secara bersamaan maupun
sekuensial.4
PATOFISOLOGI
Patogenesis limfoma non hodgkin berhubungan dengan akumulasi abberansi genetik yang
menginduksi pertumbuhan selektif dari sel yang bersifat ganas. Translokasi rekuren yang
terjadi pada beberapa tahap diferensiasi sel B seringkali adalah tahap awal transformasi
maligna. Translokasi-translokasi ini menyebabkan deregulasi ekspresi onkogen, yang
mengontrol proliferasi, kelangsungan hidup, dan diferensiasi sel.
Pembentukan Sel B dan Limfoma
Limfoma sel B berasal dari tahap-tahap pembentukan limfosit B. Pembentukan sel B diawali
pada organ limfoid primer (bone marrow), dengan diferensiasi lanjutan pada organ limfoid
sekunder, seperti nodus limfatikus, limpa, atau tonsil. Pada proses pembentukan, terjadi
modifikasi DNA yang merupakan proses normal. 5
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik,
diantaranya: penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan, demam 38 derajat C >1 minggu
tanpa sebab yang jelas, keringat malam banyak, cepat lelah, penurunan nafsu makan,
pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat, benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak
atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas.6
KLASIFIKASI STADIUM
 Stadium 1 : Sel kanker berkumpul menjadi kelompok di daerah tertentu kelenjar getah
bening contohnya di leher atau bawah ketiak
 Stadium 2 : Sel limfoma berada pada sekurang-kurangnya 2 kelompok di kelenjar getah
bening
 Stadium 3 : Limfoma terdapat pada kelompok kelenjar getah bening di atas maupun di
bawah diafragma, atau limfoma berada di organ atau di jaringan sekitar kelenjar getah
bening
 Stadium 4 : Pada stadium 4 limfoma sudah sangat menyebar, limfoma sudah menyebar
ke seluruh satu organ atau jaringan selain di kelenjar bening, atau bisa juga berada dalam
hati, darah atau sumsum tulang. 7
TATALAKSANA TERAPI
Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma (jenis histologi),
stadium, sifat tumor (indolen/agresif), usia, dan keadaan umum pasien. Sebagai berikut :
 Untuk LNH indolen yang tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup dilakukan
observasi pada pasien dan jika menunjukkan gejala (simptomatik)
 Pada stadium I maupun II, Radioterapi memperpanjang disease free survival pada
beberapa pasien. Standar pilihan terapi : iradiasi, kemoterapi dilanjutkan dengan radiasi,
dan Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 )
 Untuk LNH indolen stadium III dan IV, jika proliferasi selnya lambat, bisa diberi
kemoterapi dengan obat chlorambucill cyclophosphamid oral, jika cepat dan
jangkauannya luas dapat diberikan CVP, C-MOPP atau BACOP.8
 Untuk LNH agresif, terapi yang diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis tinggi.
Radioterapi terkadang juga digunakan. Ada dua jenis terapi radiasi digunakan untuk
penderita limfoma :
1. Radiasi eksternal: Mesin besar bertujuan sinar di bagian tubuh dimana sel-sel limfoma
terkumpul. Ini adalah terapi lokal karena hanya mempengaruhi sel di daerah yang
dirawat saja.
2. Radiasi sistemik: Suntikan bahan radioaktif yang melintas di seluruh tubuh pada
beberapa kasus. Bahan radioaktif terikat pada antibodi yang menargetkan dan
menghancurkan sel limfoma.9
Alternatif terapi lain yaitu transplantasi sumsum tulang, transplantasi sel induk, terapi dengan
imunomodulator seperti interferon yang dikombinasi dengan kemoterapi untuk
memperpanjang remisi, akan tetapi masih kontroversial.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Limfoma Non-


Hodgkin. Jakarta: 2016. 1-7.
2. Reksodiputro, Harryanto A. Irawan, Cosphiadi. Hardjolukito,Endang. Non-Hodgkin’s
Lymphoma in Jakarta. Jakarta: 2016.
3. Armitage JO, Gascoyne RD, Lunning MA, Cavalli F. Non-Hodgkin Lymphoma. The
Lancet. 2017 Jul 15;390(10091):298–310.
4. Soetandyo, Noorwati. Rebecca, Ruth Vonky. Yunti, Maria. Reksodiputro, Arry
Haryanto. Limfoma Komposit: Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non-Hodgkin.
Jakarta:2018.
5. Pizzi M, Margolskee E, Inghirami G. Pathogenesis of Peripheral T Cell Lymphoma.
Annual Review of Pathology: Mechanisms of Disease. 2018;13(1):293–320.
6. Suryadiarsa, I Putu Dhidhi Pradnya et al.Tingkat Harapan Hidup Pasien Limfoma Non-
Hodgkin Berdasarkan Skor Ipi yang Mendapatkan Kemoterapi Lini Pertama di RSUP
Sanglah Denpasar Tahun 2014. Jurnal Medika. 2019.
7. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Data dan Kondisi
Penyakit Limfoma di Indonesia. Vol. 1, Infodatin. Jakarta:2015.3.
8. McKenzie. William. Clinical Laboratory Hematology.Edisi ke-3. New Jersey. 2015: 252-
253.
9. Hoffman, Ronald. Jr., Edward. Heslop, E. Helen, Anastasi, John. Et al. Hematology
Basic Principles and Practice. Edisi ke-7. Elsivier Ltd. 2015. 209-210.
10. Ansell SM. Non-Hodgkin Lymphoma: Diagnosis and Treatment. Mayo Clinic
Proceedings. 2015 Aug 1;90(8):1152–63.

Anda mungkin juga menyukai