Anda di halaman 1dari 11

Perang Dunia I

Di Eropa abad ke-19, penjajahan tersebar luas. Kekuatan bangsa Eropa seperti Inggris
dan Prancis telah membangun kekuasaan penjajahan di keempat penjuru dunia.
Jerman, yang telah membangun kesatuan politiknya lebih lama daripada negara-
negara lain, bekerja keras untuk menjadi pelopor dalam perlombaan ini.

Pada awal abad ke-20, hubungan yang didasarkan pada kepentingan telah membagi
Eropa menjadi dua kutub yang berlawanan. Inggris, Prancis, dan Rusia berada di satu
pihak, dan Jerman beserta Kekaisaran Austria-Hungaria yang diperintah oleh keluarga
Hapsburg asal Jerman berada di pihak lainnya.

Ketegangan antara kedua kelompok ini semakin hari semakin


meningkat, hingga akhirnya suatu pembunuhan pada tahun
1914 menjadi pemicu perang. Pangeran Franz Ferdinand,
pewaris tahta Kekaisaran Austria-Hungaria, dibunuh oleh
kaum nasionalis Serbia yang berusaha menekan pengaruh
kekaisaran tersebut di daerah Balkan.

Dalam kurun waktu yang amat singkat, hasutan setelah


peristiwa ini menyeret seluruh benua Eropa ke dalam kancah
Franz Ferdinand, istri
peperangan. Pertama, Austria-Hungaria menyatakan perang
dan anaknya
kepada Serbia. Rusia, sekutu abadi bangsa Serbia kemudian
menyatakan perang terhadap Austria-Hungaria.

Lalu satu demi satu, Jerman, Inggris, dan Prancis, memasuki peperangan. Sumbu
sudah dinyalakan.

Bahkan sebelum perang dimulai, Dewan Jenderal Jerman telah membuat rencana dan
memutuskan untuk menguasai Prancis melalui serangan mendadak. Untuk mencapai
tujuan ini, orang-orang Jerman memasuki Belgia dan kemudian melintasi perbatasan
memasuki Prancis. Menanggapi dengan cepat, pasukan Prancis menghentikan
pasukan Jerman di tepi Sungai Marne dan memulai suatu serangan balik.

Walaupun kedua pasukan menderita kerugian parah, tidak ada kemajuan di garis
depan pertempuran. Baik serdadu Prancis maupun Jerman bersembunyi di parit untuk
melindungi diri. Akibat serangkaian serangan yang berlarut-larut hingga beberapa
bulan, sekitar 400.000 serdadu Prancis terbunuh. Korban
meninggal dari serdadu Jerman mencapai 350.000.

Perang parit menjadi strategi utama Perang Dunia Pertama.


Selama beberapa tahun berikutnya, bisa dikatakan para
serdadu hidup dalam parit-parit ini. Kehidupan di sana
benar-benar sulit. Para prajurit hidup dalam ancaman terus-
menerus dibom, dan mereka tak henti-hentinya menghadapi ketakutan dan ketegangan
yang luar biasa. Mayat mereka yang telah tewas terpaksa dibiarkan di tempat-tempat
ini, dan para serdadu harus tidur di samping mayat-mayat tersebut. Bila turun hujan,
parit-parit itu dibanjiri lumpur.

Lebih dari 20 juta serdadu yang bertempur di Perang Dunia I mengalami keadaan
yang mengerikan di dalam parit-parit ini, dan sebagian besar meninggal di sana.

Dalam beberapa minggu setelah dimulai oleh serangan Jerman pada tahun 1914, garis
barat perang ini sebenarnya terpaku di jalan buntu.

Para serdadu yang bersembunyi di parit-parit ini terjebak


dalam jarak yang hanya beberapa ratus meter jauhnya
satu sama lain. Setiap serangan yang dilancarkan sebagai
upaya mengakhiri kebuntuan ini malah menelan korban
jiwa yang lebih banyak.

Di awal tahun 1916, Jerman mengembangkan rencana


baru untuk mendobrak garis barat. Rencana mereka
adalah secara mendadak menyerang kota Verdun, yang
dianggap sebagai kebanggaan orang Prancis. Tujuan
penyerangan ini bukanlah memenangkan perang, melainkan menimbulkan kerugian
yang besar di pihak Tentara Prancis sehingga melemahkan perlawanan mereka.
Kepala staf Jerman Falkenhayn memperkirakan bahwa setiap satu serdadu Jerman
saja dapat membunuh tiga orang serdadu Prancis.

Serangan dimulai pada tanggal 21 Febuari. Para pemimpin Jerman memerintahkan


serdadunya untuk "keluar dari parit mereka," namun tiap serdadu yang melakukannya
justru telah tewas atau sekarat dalam sekitar tiga menit. Meskipun penyerangan
berlangsung tanpa henti selama berbulan-bulan, Jerman gagal menduduki Verdun.

Secara keseluruhan, kedua pihak kehilangan sekitar satu juta


serdadu. Dan dengan pengorbanan itu, garis depan hanya
berhasil maju sekitar 12 kilometer. Satu juta orang mati demi
selusin kilometer.

Inggris membalas serangan Jerman di Verdun dengan


Pertempuran Somme. Pabrik-pabrik di Inggris membuat
ratusan ribu selongsong meriam.

Rencana Jendral Douglas Haig mendorong Pasukan Inggris


untuk menghujani dengan pengeboman terus-menerus
selama seminggu penuh, yang diikuti dengan serangan infanteri. Dia yakin mereka
akan maju sejauh 14 kilometer di hari pertama saja dan kemudian menghancurkan
semua garis pertahanan Jerman dalam satu minggu.

Serangan dimulai pada tanggal 1 Juni. Pasukan meriam Inggris menggempur


pertahanan Jerman selama seminggu tanpa henti. Di akhir minggu tersebut, para
perwira Inggris memerintahkan serdadunya memanjat keluar dari parit. Namun,
selama pengeboman tersebut para serdadu Jerman berlindung dengan rapat di
kedalaman parit persembunyian mereka sehingga tidak terlumpuhkan dan
menggagalkan rencana Inggris. Begitu serdadu Inggris bergerak melintasi garis
depan, serdadu Jerman muncul menyerang mereka dengan senapan mesinnya.
Sejumlah total 20.000 serdadu Inggris tewas dalam beberapa jam pertama perang
tersebut. Di dalam kegelapan malam itu, daerah di antara dua garis pertempuran
penuh dengan puluhan ribu mayat dan juga serdadu yang terluka, yang mencoba
merangkak mundur.

Pertempuran Somme tidak berlangsung dua minggu seperti yang direncanakan


Jendral Haig, melainkan lima bulan. Bulan-bulan ini tidak lebih daripada
pembantaian. Para jendral bertubi-tubi mengirimkan gelombang demi gelombang
serdadu mereka menuju kematian yang telah pasti. Di akhir pertempuran, kedua belah
pihak secara keseluruhan telah kehilangan 900.000 prajuritnya. Dan untuk ini, garis
depan bergeser hanya 11 kilometer. Para serdadu ini dikorbankan demi 11 kilometer
saja.

Kedua belah pihak melakukan lebih banyak


serangan lagi selama Perang Dunia I, dan
setiap serangan ini menjadi pembantaian diri
sendiri. Di kota Ipres di Belgia saja,
berlangsung tiga pertempuran. Setengah juta
serdadu tewas di pertempuran ketiga saja.

Setiap serangan berakibat sama: Ribuan


nyawa melayang hanya untuk maju beberapa
kilometer.

Peperangan yang mengerikan ini, yang tidak punya alasan kuat, menelan nyawa orang
tak bersalah yang tak terhitung banyaknya. Banyak orang kehilangan saudaranya atau
harus meninggalkan rumahnya.

Penyebab utama di balik malapetaka masyarakat ini adalah ambisi politik dan
kepentingan kalangan dengan paham tertentu. Membuat kerusakan, yang disebabkan
oleh cita-cita duniawi orang yang mengingkari Allah, dilarang di dalam Al Quran.
Allah melarang manusia menyebabkan kerusakan di muka bumi:

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)


memperbaikinya. Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima)
dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada
orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A’raf: 56)

Kekejaman perang
Perang Dunia I menandai mulai munculnya sejumlah besar gejala yang mematikan.
Salah satu di antaranya adalah bahwa perang mulai menyerang tidak hanya pasukan
tentara, tetapi juga rakyat sipil. Pengeboman pertama yang ditujukan kepada
penduduk sipil adalah serangan pada tahun 1915 ke Inggris oleh pesawat zeppelin
Jerman. Bom yang dijatuhkan dari pesawat zeppelin ini meminta korban nyawa
banyak orang tak berdosa.
Kapal selam Jerman U-boat memulai operasi untuk menembaki kapal-kapal sipil yang
melintasi Samudera Atlantik. Pada tanggal 7 Mei 1915, kapal lintas-atlantik terbesar
di dunia, Lusitania, tenggelam tepat di dekat pantai Irlandia karena serangan kapal U-
boat. Dari 2.000 orang penumpang Lusitania, sejumlah 1.195 orang tenggelam atau
tewas dalam serangan tersebut.

Bencana perang lainnya adalah senjata kimia. Gas


beracun, senjata yang pertama kali digunakan oleh
Prancis dan kemudian juga oleh Jerman,
menyebabkan kematian menyedihkan ribuan
serdadu. Banyak serdadu menjadi buta karena gas
tersebut, dan pasukan harus membagikan topeng
anti gas sebagai alat pelindung. Rakyat sipil pun
diberikan topeng anti gas untuk melindungi mereka
dari ancaman yang seringkali mematikan ini.
Kapal selam Jerman U-boat
Pada tahun 1918, Perang Dunia I akhirnya
berakhir, setelah empat tahun serangan tanpa guna di tangan tentara Jerman, Prancis,
dan Inggris. Namun perdamaian ini, yang dinyatakan pada jam 11 pagi, hari kesebelas
dari bulan kesebelas, tidak membawa kebahagiaan untuk siapa pun. Ratusan ribu
serdadu menjadi cacat. Sebagian lainnya terbukti tidak mampu mengatasi dampak
kejiwaan karena perang setelah tinggal di dalam parit yang penuh dengan lumpur,
kotoran, dan mayat. Bentuk trauma yang dikenal sebagai “shell shock” atau “kejutan
bom” sangat umum di antara para veteran perang, dan hal ini menyebabkan
penderitanya mengalami serangan ketakutan dan goncangan yang berat. Rasa takut
akan dibom, yang mereka alami setiap hari selama empat tahun berturut-turut, telah
terukir di benak mereka. Ada beberapa penderita yang merasa harus segera
bersembunyi hanya karena kata 'bom' disebutkan. Beberapa veteran bahkan merasa
ngeri setiap kali mereka melihat seragam. Puluhan ribu serdadu juga kehilangan satu
atau lebih anggota badannya dalam perang ini. Serdadu ini adalah tentara yang mata,
dagu, atau hidungnya menjadi cacat selama
pengeboman, sehingga topeng khusus
diciptakan di Eropa untuk menyembunyikan
wajah mereka yang cacat.

Derita yang parah akibat Perang Dunia I juga


tercermin di dalam karya seni. Hasil karya
sesudah perang menggambarkan kesakitan
dan penyakit jiwa. Karya-karya ini tidak
hanya mencerminkan keadaan jiwa sang
seniman, namun juga keadaan jiwa seluruh
generasi tersebut. Generasi yang merasakan akibat kesengsaraan perang yang sangat
mendalam ini kemudian dijuluki "Generasi yang Hilang."

Sebagaimana yang telah kita saksikan, perang adalah perantara kekejaman yang besar
yang tidak bermanfaat bagi pribadi atau pun masyarakat.Perang adalah malapetaka
sosial yang menimbulkan kepedihan besar dan menorehkan luka yang dalam kepada
manusia, yang akan perlu waktu lama, jika dapat disembuhkan. Allah, di lain pihak,
telah memerintahkan manusia untuk menghindari perang dan mengutamakan
perdamaian. Allah memberi kabar gembira untuk orang yang melakukan amal saleh:
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan
diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah
bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Al-Qashash: 83)

Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah
(pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang
berbuat maksiat? (QS Shaad: 28)

Mengapa?
Jadi, apakah penyebab bencana ini, yang telah mengubah Eropa menjadi lautan
darah? Mengapa para pemimpin negara-negara berkuasa menjerumuskan bangsa
mereka ke dalam lembah kematian yang sia-sia ini?

Sebelum perang, banyak orang berpikir bahwa perang seperti ini akan sangat
bermanfaat, dan bahkan diperlukan. Banyak orang yang menyambut perang dan
sangat gembira ketika perang diumumkan. Para pemimpin dengan bangga
mengirimkan serdadu mereka ke medan peperangan.

Penyebab utama kesalahan besar ini adalah keyakinan mereka akan sebuah gagasan,
yaitu ajaran Darwin (Darwinisme). Ahli sejarah Amerika, Thomas Knapp
menjelaskan hal ini sebagai berikut:

Perang itu sendiri bukanlah hal yang mengejutkan. Perang sebenarnya sudah
diperkirakan oleh kalangan Eropa secara luas sekitar sepuluh tahun sebelum 1914.
Bahkan ada cukup bukti untuk menunjukkan bahwa sejumlah orang Eropa dari
berbagai pihak menyambut datangnya perang. Perang dianggap menyucikan,
menggairahkan, membuat muda kembali. Sistem pendidikan di sebagian besar negara
Eropa telah dirasuki oleh semacam sikap mental bersaing dari paham Darwinisme
Sosial, di mana perang dilihat sebagai hal yang menyemangati dan memuliakan.

Darwinisme Sosial adalah penerapan teori evolusi Darwin dalam masyarakat.

Di dalam teorinya, yang kemudian terbukti keliru, Darwin


menyatakan bahwa semua makhluk di alam terlibat dalam
pertarungan untuk bertahan hidup. Dia menyatakan bahwa
manusia adalah bentuk lanjutan dari hewan yang
memenangkan pertikaian. Teori yang keliru ini, yang tampak
seolah kenyataan ilmiah bagi banyak orang, mengingat
rendahnya tingkat teknologi di kala itu, menjadi dasar bagi
Perang Dunia I serta bagi sejumlah bencana kemanusiaan
lainnya.

Catatan harian dan surat-menyurat pribadi para pemimpin


Charles Darwin Eropa masa itu menunjukkan bahwa mereka terpengaruh oleh
Darwinisme Sosial. Para pemimpin ini mengingkari jalan
akhlak yang didasarkan pada kasih sayang dan cinta yang Allah wahyukan kepada
manusia, dan lebih memilih Darwinisme Sosial.
Sebagai contoh, Jenderal von Hoetzendorff, kepala staf Austria-Hungaria menulis
dalam kenangan setelah perangnya:

Agama, ajaran akhlak dan pandangan filsafat yang penuh kasih, terkadang mampu
melemahkan perjuangan manusia untuk bertahan hidup dalam bentuknya yang paling
kasar, namun takkan pernah berhasil menghilangkannya sebagai sumber penggerak
dunia… Sesuai dengan prinsip besar inilah bencana perang dunia terjadi sebagai
akibat kekuatan penggerak dalam kehidupan negara dan masyarakat, bagaikan badai
yang secara alamiah harus melepaskan energinya
sendiri.

(James Joll, Europe Since 1870: An International


History, Penguin Books, Middlesex, 1990, hal.
164)

Friedrich von Bernhardi, jenderal Perang Dunia I


lainnya, juga menarik garis penghubung antara
perang dengan apa yang disebut sebagai hukum
alam evolusi:

Perang adalah kebutuhan makhluk hidup. Perang sama pentingnya dengan


pertarungan unsur-unsur alam; perang memberikan keputusan yang menurut ilmu
kehidupan adalah adil, karena keputusannya berpijak pada sifat paling mendasar dari
segala sesuatu. (M. F. Ashley-Montagu, Man in Process, World. Pub. Co., New York,
1961, hal. 76, 77)

Kesimpulannya, Perang Dunia I disebabkan oleh para penguasa Eropa yang percaya
bahwa peperangan, pertumpahan darah, penderitaan, dan membuat orang lain
menderita semuanya adalah bagian dari "hukum alam." Teori evolusi Darwin-lah
yang telah mendorong seluruh generasi ke dalam keyakinan yang keliru ini.
Gambaran sosok Darwin yang gelap bersembunyi di balik tirai peperangan.

Namun, berlawanan dengan pernyataan Darwin,


manusia bukanlah hewan yang bertahan hidup
dengan tujuan berperang satu sama lain. Di dalam Al
Quran, Allah menyatakan hal berikut tentang orang
yang memulai perang:

… Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah


memadamkannya. Dan mereka berbuat kerusakan di
muka bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang
yang membuat kerusakan. (QS Al-Maidah: 64)

Allah menciptakan manusia, memberi mereka ruh


yang khas dibanding makhluk hidup lainnya, dan
memerintahkan mereka untuk menjalani hidup berakhlak. Jalan hidup seperti ini
membutuhkan cinta, rasa persaudaraan, belas-kasih, dan perdamaian. Hanya jika
manusia mematuhi perintah inilah, dunia dapat menjadi tempat yang damai. Perintah
ilahi yang akan membawa kedamaian dan keselamatan kepada seluruh umat manusia
dinyatakan di dalam Al Quran sebagai berikut:
... dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash: 77)

Benih benih perang baru


Perang Dunia I adalah hasil dari sistem penalaran yang menganggap bahwa
perkelahian dan pertumpahan darah adalah hukum alam yang penting. Bahkan setelah
perang berakhir, filsafat ini masih tetap hidup. Karena tidak mati, filsafat ini terus
menanamkan benih perang yang bahkan lebih besar dan lebih mengerikan. Jerman
merupakan pusat ancaman besar ini.

Perjanjian Versailles yang mengakhiri Perang Dunia I menjatuhkan kepada Jerman


beban keuangan yang sangat berat sebagai ganti rugi. Walaupun bangsa ini berjuang
untuk memulihkan diri dari akibat perang, mereka jatuh ke dalam krisis ekonomi yang
parah. Kelompok-kelompok politik yang bersaing bertikai di jalanan. Di tengah
suasana yang kacau ini, sebuah gerakan politik yang fanatik mulai muncul. Ini adalah
Partai Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler. Paham Nazi
tidak lain merupakan penafsiran dari Darwinisme Sosial.

Hitler telah menggunakan pandangan "pertarungan ras untuk


bertahan hidup" yang merupakan dasar teori Darwin. Menurut
Hitler, ras Aria bangsa Jerman berada di puncak tangga "Saya tidak memiliki
evolusi dan mereka berhak memimpin ras yang lain. Agar cita-cita lain selain
pandangan ini menjadi kenyataan, mereka butuh perang yang menjadi prajurit
lain lagi, yaitu perang yang akan membuat Jerman menjadi pertama dari
penguasa di seantero dunia. Para pemimpin yang kejam dan Imperium Jerman."
berambisi memimpin gerakan ini. Hitler

Keadaan para pemimpin ini dijelaskan sebagai berikut di dalam Al Quran:

Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan


kerusakan padanya, dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak. dan Allah
tidak menyukai kebinasaan. (QS Al-Baqarah: 205)

Maka apakah jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS Muhammad: 22

Pendudukan dan perang


Paham Nazi memulai sebuah perang dunia baru pada tahun 1939. Bala tentara Nazi
menduduki Polandia melalui serangan mendadak. Jerman membuat Polandia bertekuk
lutut hanya dalam tiga minggu. Ibukota Polandia, Warsawa, dijatuhi bom dengan
tanpa ampun dan banyak rakyat sipil tewas.

Seluruh dunia terhimpit dalam ketakutan, sambil menanti untuk melihat apakah
sasaran yang berikutnya. Dewan Jenderal Jerman sedang membuat rencana serangan
yang baru. Sementara itu, bentuk kekuasaan mutlak lainnya mengambil langkah
pertama memasuki perang: Uni Soviet yang diperintah oleh diktator yang banyak
menumpahkan darah, Stalin.

Stalin dan Hitler menandatangani perjanjian tidak saling menyerang pada Agustus
1939. Mereka mencapai kesepakatan untuk membagi Polandia, namun ini tidak
memuaskan Stalin. Dengan serangan yang tiba-tiba, Tentara Merah menyerbu negara-
negara Baltik yaitu Latvia, Estonia, dan Lithuania. Kemudian mereka bergerak
menuju utara dan menduduki Finlandia. Serangan ini menyebabkan tewasnya lebih
dari seperempat juta manusia.

Dengan serangan yang dilancarkan pada bulan April 1940, pasukan Hitler menduduki
Denmark, Norwegia, Belgia, dan Belanda. Tentara Jerman memasuki Prancis melalui
Belgia pada bulan Mei 1940. Puluhan ribu rakyat sipil mulai mengungsi untuk
menyelamatkan diri dari ancaman kekerasan Nazi.

Pada tanggal 13 Juni, tentara Jerman berbaris memasuki jalan-jalan di kota Paris.
Hitler berpose untuk para juru foto di depan Menara Eiffel. Dalam bulan-bulan
berikutnya, Jerman melanjutkan perang dengan menyerbu Bulgaria, Yugoslavia, dan
Yunani. Seantero Eropa dihancurkan oleh sepatu lars Hitler.

Rencana pendudukan Jerman yang terbesar adalah melawan bekas sekutunya, Rusia.
Rencana ini, yang diberi nama sandi Operasi Barbarossa, dimulai dengan sebuah
serangan mendadak pada tanggal 22 Juni, 1941.

Tentara Jerman bergerak dengan cepat dan dalam 12 minggu, mereka telah menyerbu
Kiev. Satu bulan kemudian, mereka sampai di pinggiran Moskow.

Tiga tahun berikutnya menjadi saksi


meletusnya perang mengerikan antara Jerman
Nazi dengan Uni Soviet. Pertikaian ini, yang
menjadi perang paling berdarah di sepanjang
sejarah, membuat lebih dari 30 juta nyawa
melayang. Kedua pihak yang bertikai dalam
perang ini, Paham Nazi dan Komunis,
melakukan kejahatan yang mengerikan
terhadap umat manusia.

KEKEJAMAN YANG Paham yang bertempur dalam perang ini


TERSEMBUNYI mencoba mewujudkan harapan dan
DI BALIK LAYAR rencananya sendiri, walaupun mereka tidak
Jerman Nazi mengganggap penting punya alasan moral atau pun kemanusiaan.
pameran unjuk kekuatan. Tujuannya Untuk mencapai tujuan, mereka membenarkan
adalah membutakan masyarakat dari pembantaian berjuta manusia. Mendukung
kekejaman yang dilakukannya, dan kekejaman yang tidak mengenal batas seperti
mencuci otak masyarakat. itu dilarang keras dalam Al Quran.
Diatas. Pemandangan kuburan massal
yang mengerikan, bukti kebiadaban Dan janganlah kamu menaati perintah orang-
Nazi. orang yang melewati batas, yang membuat
kerusakan di muka bumi dan tidak
mengadakan perbaikan. (QS Asy-Syu’ara’: 151-152)
Kekejaman Nazi
Perang Dunia ke-2 lebih dari sekadar perang,
perang ini juga sebuah upaya menyeluruh Ketika tentara sekutu membebaskan
untuk melakukan pembantaian dan wilayah-wilayah bekas jajahan Nazi,
pemusnahan bangsa. Dimulainya perang ini pemusnahan etnis kejam yang
ini didasarkan pada kebijakan “ruang hidup” dilakukan oleh tentara Nazi di kamp-
rasis Hitler. kamp penampungan pun terungkap.
Sebelas juta manusia telah dibunuh
Hitler menyatakan bahwa wilayah Jerman dengan dengan cara pemusnahan
saat itu tidak cukup lagi bagi bangsa Jerman masal yang mengerikan, dan sedikit
dan bahwa ras Aria tengah terhimpit di dari mereka masih hidup dalam
wilayah ini. Dia kemudian berpendapat keadaan mengenaskan. Kekejaman
bahwa mereka harus menduduki negara- semacam ini memperlihatkan besarnya
negara Eropa Timur dan menjadikan tempat bencana yang diakibatkan oleh
tersebut Lebensraum, atau "ruang hidup," rasisme Darwin.
bagi rakyat Jerman. Puluhan juta orang yang
sudah menghuni tempat ini menghadapi pembantaian kejam.

Tentara Nazi melakukan pembantaian besar-besaran di setiap wilayah yang mereka


duduki di Eropa Timur. Terutama sekali, mereka melakukan tindakan tanpa kenal
ampun terhadap bangsa Yahudi, Gipsi, Polandia, dan Slavia, kelompok yang mereka
anggap lebih rendah daripada mereka.

Satuan SS Nazi khusus yang dibentuk terutama untuk mengadakan pembantaian ini
mulai membunuh semua kelompok sasaran mereka, terutama bangsa Yahudi. Semua
wilayah yang sudah diduduki dipenuhi jenazah yang tewas dan orang-orang selamat
yang meratapi mereka. Para pendeta dan tempat-tempat ibadat merupakan sasaran
yang paling disukai oleh Nazi. Mereka membakar dan menghancurkan semua gereja
dan membunuh para agamawan.

Kekejaman Nazi benar-benar tampak di pusat-pusat tawanan mereka. Bangsa Yahudi,


Gipsi, tahanan perang, dan pendeta Katolik dipaksa bekerja keras layaknya budak.
Barak tawanan ini tak ubahnya rumah pejagalan manusia. Berjuta-juta lelaki,
perempuan, dan anak-anak yang tak bersalah dibantai secara kejam dengan cara yang
dirancang untuk membunuh manusia secara massal. Saat barak tersebut dibebaskan,
Sekutu disambut oleh puluhan ribu mayat yang diletakkan berdampingan dengan
tahanan yang menunggu di pintu kematian. Di dalam barak tawanan Nazi, sejumlah
11 juta orang tidak bersalah kehilangan nyawa mereka.

Pada tahun 1943, makin jelas bahwa Nazi akan kalah perang. Di Stalingrad, bala
tentara Hitler menderita kekalahan telak di tangan angkatan bersenjata Soviet. Setelah
bencana ini, bangsa Jerman juga kalah dalam perang lainnya di wilayah Kursk,
peristiwa yang dikenal sebagai perang tank terbesar dalam sejarah. Kekalahan kini
tidak dapat dielakkan. Namun para anggota Nazi, walaupun menarik diri, tetap
meneruskan pembantaian. Bertindak atas perintah Hitler, mereka menghancurkan
semua wilayah yang mereka lewati dan membunuh rakyat sipil. Pasukan Jerman
meninggalkan jutaan mayat dan orang yang selamat yang meratapi saudaranya.
Saat pasukan Sekutu mencapai Berlin, jatuhnya Nazi tidak dapat lagi dielakkan.
Namun, pasukan Tentara Merah yang memasuki Berlin menjadi wakil paham
kekerasan yang lain lagi. Dalam tahun-tahun berikutnya, sudah demikian jelas bahwa
tentara Stalin tidak kalah kejam dan bengisnya dibandingkan dengan tentara Hitler.
Hampir sama saja jumlah orang yang binasa di barak tawanan Stalin. Di wilayah yang
mereka duduki, serdadu-serdadu Stalin melakukan pembantaian yang serupa dengan
kekejian serdadu Nazi.

Tindakan gila yang dikenal sebagai Perang Dunia II meminta korban nyawa 55 juta
orang. Dunia telah menjadi saksi bagi bentuk lain upacara setan yang menumpahkan
darah. Padahal, Allah menyuruh manusia mengikuti jalan damai dan aman, bukan
jalan setan:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang
nyata bagimu. (QS Al-Baqarah: 208)

Kedua perang dunia di abad lalu yang pernah kita jalani, memberikan pelajaran
penting bagi kemanusiaan. Kedua tragedi ini menunjukkan bahwa perang bukanlah
semata-mata akibat pertikaian kepentingan yang wajar antar-negara, karena pertikaian
semacam itu dapat diselesaikan melalui jalur perundingan. Penyebab perang
sebenarnya adalah ideologi manusia, yang membuat keputusan untuk mengejar
ideologi itu. Ini adalah ideologi yang menganggap pertempuran, pertumpahan darah,
dan menimbulkan penderitaan sebagai unsur sifat dasar manusia, dan inilah penyebab
nyata kekejaman.

Ideologi ini disebut Darwinisme Sosial. Ini merupakan kepercayaan bahwa manusia
adalah sejenis hewan semata yang hadir akibat serangkaian peristiwa kebetulan.
Perang Dunia I adalah buah dari sikap para pemimpin Eropa yang secara terbuka
menyatakan pandangan Darwinis mereka. Orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap Perang Dunia II juga memiliki keyakinan yang kuat terhadap Darwinisme
Sosial.

Hitler meminjam ideologi rasis ini dan keyakinannya terhadap perang dari
Darwinisme. Riwayat hidupnya, Mein Kampf (Perjuanganku), melambangkan
penyesuaian atas gagasan Darwin tentang "perjuangan bertahan hidup."

Pada tahun-tahun awalnya, saat dia bekerja sebagai wartawan, pemimpin fasis Italia,
Mussolini adalah seorang tokoh evolusi yang setia, sehingga dia menganggap Darwin
sebagai "pemikir terbesar di abad ke-19." Selama pemerintahan diktatornya, dia
mempertahankan ideologi yang sama dan menyatakan bahwa terjadinya perang
adalah sebuah "hukum evolusi."

Walaupun dididik sebagai pendeta selama masa mudanya, Stalin tidak percaya kepada
Tuhan setelah membaca buku Darwin Origin of the Species (Asal Usul Makhluk
Hidup). Selama masa pemerintahannya yang kejam, dia memaksakan teori Darwin
dan Lamarck, seorang evolusionis yang bahkan lebih terbelakang lagi, terhadap rakyat
Rusia.
Bagi para diktator ini, yang memandang manusia sebagai kawanan hewan,
menumpahkan darah hanyalah kejadian hidup yang lumrah. Di balik berbagai
pembunuhan itu, kita menemukan keyakinan para diktator terhadap Darwinisme
Sosial.

Tidak akan ada kedamaian di muka bumi selama Darwinisme Sosial tetap ada.
Ideologi ini mengajak bangsa-bangsa, bahkan seluruh peradaban ke dalam perseteruan
tanpa akhir. Menurut Darwinisme Sosial, ini adalah tujuan keberadaan umat manusia.

Padahal, kenyataannya sangatlah berbeda. Manusia hadir tidak untuk saling bertikai,
melainkan untuk mengabdi kepada Allah dan menjalani hidup mereka di bawah
petunjuk-Nya. Hal ini memerlukan cinta, rasa saling-memaafkan, dan perdamaian.
Bila manusia menyadari hal ini, akan ada akhir untuk peperangan dan air mata, dan
kedamaian serta kebahagiaan akan mengemuka. Hal ini diwahyukan di dalam Al-
Quran:

Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang


dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS Yunus: 25)

Orang-orang beriman seharusnya saling bekerjasama untuk menebar persahabatan,


persaudaraan dan persatuan, karena jika mereka tidak melakukannya, kemelut dan
kerusakan akan selalu menghantui dunia. Al Qur’an memaparkan kebenaran yang
teramat penting ini:

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian
yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan
yang besar. (QS Al-Anfal: 73)

Anda mungkin juga menyukai