Di Eropa abad ke-19, penjajahan tersebar luas. Kekuatan bangsa Eropa seperti Inggris
dan Prancis telah membangun kekuasaan penjajahan di keempat penjuru dunia.
Jerman, yang telah membangun kesatuan politiknya lebih lama daripada negara-
negara lain, bekerja keras untuk menjadi pelopor dalam perlombaan ini.
Pada awal abad ke-20, hubungan yang didasarkan pada kepentingan telah membagi
Eropa menjadi dua kutub yang berlawanan. Inggris, Prancis, dan Rusia berada di satu
pihak, dan Jerman beserta Kekaisaran Austria-Hungaria yang diperintah oleh keluarga
Hapsburg asal Jerman berada di pihak lainnya.
Lalu satu demi satu, Jerman, Inggris, dan Prancis, memasuki peperangan. Sumbu
sudah dinyalakan.
Bahkan sebelum perang dimulai, Dewan Jenderal Jerman telah membuat rencana dan
memutuskan untuk menguasai Prancis melalui serangan mendadak. Untuk mencapai
tujuan ini, orang-orang Jerman memasuki Belgia dan kemudian melintasi perbatasan
memasuki Prancis. Menanggapi dengan cepat, pasukan Prancis menghentikan
pasukan Jerman di tepi Sungai Marne dan memulai suatu serangan balik.
Walaupun kedua pasukan menderita kerugian parah, tidak ada kemajuan di garis
depan pertempuran. Baik serdadu Prancis maupun Jerman bersembunyi di parit untuk
melindungi diri. Akibat serangkaian serangan yang berlarut-larut hingga beberapa
bulan, sekitar 400.000 serdadu Prancis terbunuh. Korban
meninggal dari serdadu Jerman mencapai 350.000.
Lebih dari 20 juta serdadu yang bertempur di Perang Dunia I mengalami keadaan
yang mengerikan di dalam parit-parit ini, dan sebagian besar meninggal di sana.
Dalam beberapa minggu setelah dimulai oleh serangan Jerman pada tahun 1914, garis
barat perang ini sebenarnya terpaku di jalan buntu.
Peperangan yang mengerikan ini, yang tidak punya alasan kuat, menelan nyawa orang
tak bersalah yang tak terhitung banyaknya. Banyak orang kehilangan saudaranya atau
harus meninggalkan rumahnya.
Penyebab utama di balik malapetaka masyarakat ini adalah ambisi politik dan
kepentingan kalangan dengan paham tertentu. Membuat kerusakan, yang disebabkan
oleh cita-cita duniawi orang yang mengingkari Allah, dilarang di dalam Al Quran.
Allah melarang manusia menyebabkan kerusakan di muka bumi:
Kekejaman perang
Perang Dunia I menandai mulai munculnya sejumlah besar gejala yang mematikan.
Salah satu di antaranya adalah bahwa perang mulai menyerang tidak hanya pasukan
tentara, tetapi juga rakyat sipil. Pengeboman pertama yang ditujukan kepada
penduduk sipil adalah serangan pada tahun 1915 ke Inggris oleh pesawat zeppelin
Jerman. Bom yang dijatuhkan dari pesawat zeppelin ini meminta korban nyawa
banyak orang tak berdosa.
Kapal selam Jerman U-boat memulai operasi untuk menembaki kapal-kapal sipil yang
melintasi Samudera Atlantik. Pada tanggal 7 Mei 1915, kapal lintas-atlantik terbesar
di dunia, Lusitania, tenggelam tepat di dekat pantai Irlandia karena serangan kapal U-
boat. Dari 2.000 orang penumpang Lusitania, sejumlah 1.195 orang tenggelam atau
tewas dalam serangan tersebut.
Sebagaimana yang telah kita saksikan, perang adalah perantara kekejaman yang besar
yang tidak bermanfaat bagi pribadi atau pun masyarakat.Perang adalah malapetaka
sosial yang menimbulkan kepedihan besar dan menorehkan luka yang dalam kepada
manusia, yang akan perlu waktu lama, jika dapat disembuhkan. Allah, di lain pihak,
telah memerintahkan manusia untuk menghindari perang dan mengutamakan
perdamaian. Allah memberi kabar gembira untuk orang yang melakukan amal saleh:
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan
diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah
bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Al-Qashash: 83)
Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah
(pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang
berbuat maksiat? (QS Shaad: 28)
Mengapa?
Jadi, apakah penyebab bencana ini, yang telah mengubah Eropa menjadi lautan
darah? Mengapa para pemimpin negara-negara berkuasa menjerumuskan bangsa
mereka ke dalam lembah kematian yang sia-sia ini?
Sebelum perang, banyak orang berpikir bahwa perang seperti ini akan sangat
bermanfaat, dan bahkan diperlukan. Banyak orang yang menyambut perang dan
sangat gembira ketika perang diumumkan. Para pemimpin dengan bangga
mengirimkan serdadu mereka ke medan peperangan.
Penyebab utama kesalahan besar ini adalah keyakinan mereka akan sebuah gagasan,
yaitu ajaran Darwin (Darwinisme). Ahli sejarah Amerika, Thomas Knapp
menjelaskan hal ini sebagai berikut:
Perang itu sendiri bukanlah hal yang mengejutkan. Perang sebenarnya sudah
diperkirakan oleh kalangan Eropa secara luas sekitar sepuluh tahun sebelum 1914.
Bahkan ada cukup bukti untuk menunjukkan bahwa sejumlah orang Eropa dari
berbagai pihak menyambut datangnya perang. Perang dianggap menyucikan,
menggairahkan, membuat muda kembali. Sistem pendidikan di sebagian besar negara
Eropa telah dirasuki oleh semacam sikap mental bersaing dari paham Darwinisme
Sosial, di mana perang dilihat sebagai hal yang menyemangati dan memuliakan.
Agama, ajaran akhlak dan pandangan filsafat yang penuh kasih, terkadang mampu
melemahkan perjuangan manusia untuk bertahan hidup dalam bentuknya yang paling
kasar, namun takkan pernah berhasil menghilangkannya sebagai sumber penggerak
dunia… Sesuai dengan prinsip besar inilah bencana perang dunia terjadi sebagai
akibat kekuatan penggerak dalam kehidupan negara dan masyarakat, bagaikan badai
yang secara alamiah harus melepaskan energinya
sendiri.
Kesimpulannya, Perang Dunia I disebabkan oleh para penguasa Eropa yang percaya
bahwa peperangan, pertumpahan darah, penderitaan, dan membuat orang lain
menderita semuanya adalah bagian dari "hukum alam." Teori evolusi Darwin-lah
yang telah mendorong seluruh generasi ke dalam keyakinan yang keliru ini.
Gambaran sosok Darwin yang gelap bersembunyi di balik tirai peperangan.
Maka apakah jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS Muhammad: 22
Seluruh dunia terhimpit dalam ketakutan, sambil menanti untuk melihat apakah
sasaran yang berikutnya. Dewan Jenderal Jerman sedang membuat rencana serangan
yang baru. Sementara itu, bentuk kekuasaan mutlak lainnya mengambil langkah
pertama memasuki perang: Uni Soviet yang diperintah oleh diktator yang banyak
menumpahkan darah, Stalin.
Stalin dan Hitler menandatangani perjanjian tidak saling menyerang pada Agustus
1939. Mereka mencapai kesepakatan untuk membagi Polandia, namun ini tidak
memuaskan Stalin. Dengan serangan yang tiba-tiba, Tentara Merah menyerbu negara-
negara Baltik yaitu Latvia, Estonia, dan Lithuania. Kemudian mereka bergerak
menuju utara dan menduduki Finlandia. Serangan ini menyebabkan tewasnya lebih
dari seperempat juta manusia.
Dengan serangan yang dilancarkan pada bulan April 1940, pasukan Hitler menduduki
Denmark, Norwegia, Belgia, dan Belanda. Tentara Jerman memasuki Prancis melalui
Belgia pada bulan Mei 1940. Puluhan ribu rakyat sipil mulai mengungsi untuk
menyelamatkan diri dari ancaman kekerasan Nazi.
Pada tanggal 13 Juni, tentara Jerman berbaris memasuki jalan-jalan di kota Paris.
Hitler berpose untuk para juru foto di depan Menara Eiffel. Dalam bulan-bulan
berikutnya, Jerman melanjutkan perang dengan menyerbu Bulgaria, Yugoslavia, dan
Yunani. Seantero Eropa dihancurkan oleh sepatu lars Hitler.
Rencana pendudukan Jerman yang terbesar adalah melawan bekas sekutunya, Rusia.
Rencana ini, yang diberi nama sandi Operasi Barbarossa, dimulai dengan sebuah
serangan mendadak pada tanggal 22 Juni, 1941.
Tentara Jerman bergerak dengan cepat dan dalam 12 minggu, mereka telah menyerbu
Kiev. Satu bulan kemudian, mereka sampai di pinggiran Moskow.
Satuan SS Nazi khusus yang dibentuk terutama untuk mengadakan pembantaian ini
mulai membunuh semua kelompok sasaran mereka, terutama bangsa Yahudi. Semua
wilayah yang sudah diduduki dipenuhi jenazah yang tewas dan orang-orang selamat
yang meratapi mereka. Para pendeta dan tempat-tempat ibadat merupakan sasaran
yang paling disukai oleh Nazi. Mereka membakar dan menghancurkan semua gereja
dan membunuh para agamawan.
Pada tahun 1943, makin jelas bahwa Nazi akan kalah perang. Di Stalingrad, bala
tentara Hitler menderita kekalahan telak di tangan angkatan bersenjata Soviet. Setelah
bencana ini, bangsa Jerman juga kalah dalam perang lainnya di wilayah Kursk,
peristiwa yang dikenal sebagai perang tank terbesar dalam sejarah. Kekalahan kini
tidak dapat dielakkan. Namun para anggota Nazi, walaupun menarik diri, tetap
meneruskan pembantaian. Bertindak atas perintah Hitler, mereka menghancurkan
semua wilayah yang mereka lewati dan membunuh rakyat sipil. Pasukan Jerman
meninggalkan jutaan mayat dan orang yang selamat yang meratapi saudaranya.
Saat pasukan Sekutu mencapai Berlin, jatuhnya Nazi tidak dapat lagi dielakkan.
Namun, pasukan Tentara Merah yang memasuki Berlin menjadi wakil paham
kekerasan yang lain lagi. Dalam tahun-tahun berikutnya, sudah demikian jelas bahwa
tentara Stalin tidak kalah kejam dan bengisnya dibandingkan dengan tentara Hitler.
Hampir sama saja jumlah orang yang binasa di barak tawanan Stalin. Di wilayah yang
mereka duduki, serdadu-serdadu Stalin melakukan pembantaian yang serupa dengan
kekejian serdadu Nazi.
Tindakan gila yang dikenal sebagai Perang Dunia II meminta korban nyawa 55 juta
orang. Dunia telah menjadi saksi bagi bentuk lain upacara setan yang menumpahkan
darah. Padahal, Allah menyuruh manusia mengikuti jalan damai dan aman, bukan
jalan setan:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang
nyata bagimu. (QS Al-Baqarah: 208)
Kedua perang dunia di abad lalu yang pernah kita jalani, memberikan pelajaran
penting bagi kemanusiaan. Kedua tragedi ini menunjukkan bahwa perang bukanlah
semata-mata akibat pertikaian kepentingan yang wajar antar-negara, karena pertikaian
semacam itu dapat diselesaikan melalui jalur perundingan. Penyebab perang
sebenarnya adalah ideologi manusia, yang membuat keputusan untuk mengejar
ideologi itu. Ini adalah ideologi yang menganggap pertempuran, pertumpahan darah,
dan menimbulkan penderitaan sebagai unsur sifat dasar manusia, dan inilah penyebab
nyata kekejaman.
Ideologi ini disebut Darwinisme Sosial. Ini merupakan kepercayaan bahwa manusia
adalah sejenis hewan semata yang hadir akibat serangkaian peristiwa kebetulan.
Perang Dunia I adalah buah dari sikap para pemimpin Eropa yang secara terbuka
menyatakan pandangan Darwinis mereka. Orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap Perang Dunia II juga memiliki keyakinan yang kuat terhadap Darwinisme
Sosial.
Hitler meminjam ideologi rasis ini dan keyakinannya terhadap perang dari
Darwinisme. Riwayat hidupnya, Mein Kampf (Perjuanganku), melambangkan
penyesuaian atas gagasan Darwin tentang "perjuangan bertahan hidup."
Pada tahun-tahun awalnya, saat dia bekerja sebagai wartawan, pemimpin fasis Italia,
Mussolini adalah seorang tokoh evolusi yang setia, sehingga dia menganggap Darwin
sebagai "pemikir terbesar di abad ke-19." Selama pemerintahan diktatornya, dia
mempertahankan ideologi yang sama dan menyatakan bahwa terjadinya perang
adalah sebuah "hukum evolusi."
Walaupun dididik sebagai pendeta selama masa mudanya, Stalin tidak percaya kepada
Tuhan setelah membaca buku Darwin Origin of the Species (Asal Usul Makhluk
Hidup). Selama masa pemerintahannya yang kejam, dia memaksakan teori Darwin
dan Lamarck, seorang evolusionis yang bahkan lebih terbelakang lagi, terhadap rakyat
Rusia.
Bagi para diktator ini, yang memandang manusia sebagai kawanan hewan,
menumpahkan darah hanyalah kejadian hidup yang lumrah. Di balik berbagai
pembunuhan itu, kita menemukan keyakinan para diktator terhadap Darwinisme
Sosial.
Tidak akan ada kedamaian di muka bumi selama Darwinisme Sosial tetap ada.
Ideologi ini mengajak bangsa-bangsa, bahkan seluruh peradaban ke dalam perseteruan
tanpa akhir. Menurut Darwinisme Sosial, ini adalah tujuan keberadaan umat manusia.
Padahal, kenyataannya sangatlah berbeda. Manusia hadir tidak untuk saling bertikai,
melainkan untuk mengabdi kepada Allah dan menjalani hidup mereka di bawah
petunjuk-Nya. Hal ini memerlukan cinta, rasa saling-memaafkan, dan perdamaian.
Bila manusia menyadari hal ini, akan ada akhir untuk peperangan dan air mata, dan
kedamaian serta kebahagiaan akan mengemuka. Hal ini diwahyukan di dalam Al-
Quran:
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian
yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan
yang besar. (QS Al-Anfal: 73)