Toaz - Info Laporan Akhir Praktikum TPHP PR
Toaz - Info Laporan Akhir Praktikum TPHP PR
Disusun oleh :
Kelompok 6
Perikanan B 2015
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2018
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
Disusun oleh :
Perikanan B 2015
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat Menyelesaikan Laporan Akhir
Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
Pada pembuatan laporan akhir praktikum ini, penulis banyak mendapat
kesulitan. Oleh karena itu, penyusun ingin menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya dalam
pembuatan dan penyusunan laporan akhir praktikum ini.
Semoga segala masukkan dan dukungan dari semua pihak yang telah
diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Harapan penulis
semoga laporan ini dapat bermanfaaat bagi semua pihak.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... iiv
DAFTAR TABEL ................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... vi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan .......................................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bekasam ...................................................................................... 3
2.2 Bakso Ikan .................................................................................. 6
2.3 Abon Ikan.................................................................................. 10
2.4 Ebi ............................................... Error! Bookmark not defined.
2.5 Petis Udang ................................ Error! Bookmark not defined.
2.6 Kecimpring ........................................................................ 11
ii
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 51
LAMPIRAN ......................................................................................... 53
iii
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Ikan Nila .............................................................................................. 4
2. Petis Udang ........................................................................................ 12
iv
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Hasil pengamatan berdasarkan diskusi tiap kelompok ........................... 24
2. Hasil Pengamatan Bakso Ikan Kelas B .................................................... 24
3. Data hasil pengamatan kelompok 6 ......................................................... 25
4. Data hasil pengamatan Kelas ................................................................... 26
5. Data Hasil Pengamatan Ebi Kelas B 2015 ............................................... 27
6. Data Hasil Pengamatan Petis Udang Kelas B 2015 ................................. 27
7 . Berat bahan-bahan yang dipakai .............................................................. 28
8. Bobot kecimpring..................................................................................... 28
9. Hasil pengamatan kecimpring ikan kelas B ............................................. 29
10. Data Hasil Pengamatan Petis Udang Kelas B 2015 .................................. 27
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Praktikum Pembuatan Bekasam .............................................................. 55
2. Praktikum Pembuatan Bakso Ikan ........................................................... 56
3. Praktikum Pembuatan Abon Ikan ............................................................ 58
4. Praktikum Pembuatan Ebi........................................................................ 60
5. Praktikum Pembuatan Petis Udang .......................................................... 62
6. Praktikum Pembuatan Kecimpring Ikan .................................................. 63
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2 Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari praktikum teknologi pengolahan hasil
perikanan :
a. Mengetahui alur proses dan prosedur pembuatan produk perikanan
diantaranya bekasam, bakso ikan, abon, ebi, petis ikan, dan kecimpring ikan.
b. Mengkarakterisasi organoleptik produk perikanan diantaranya bekasam,
bakso ikan, abon, ebi, petis ikan, dan kecimpring ikan.
c. Mengetahui perubahan dan proses yang terjadi pada produk perikanan selama
masa penyimpanan atau selama proses fermentasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bekasam
Klasifikasi Ikan Nila (Orechromis niloticus) menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Acanthoptherigi
Ordo : Percomorphi
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
3
4
belakang ikan Nila jantan melebar dan berwarna biru muda. Pada ikan betina,
bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip dan berwarna kuning terang. Sirip
punggung dan sirip ekor ikan Nila jantan berupa garis putus-putus. Sementara itu,
pada ikan Nila betina, garisnya berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri dan
Khairuman 2002).
Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi
menggunakan kadar garam tinggi dan bakteri asam laktat. Proses pembuatan
bekasam di daerah Kalimantan Selatan umumnya dikenal dengan nama samu.
Ikan yang dapat digunakan sebagai bekasam merupakan jenis ikan air tawar
seperti lele, ikan mas, ikan tawes, ikan gabus, ikan nila, ikan wader dan mujaer
(Adawyah, 2006). Bahan tersebut difermentasi selama satu minggu sampai
menghasilkanaroma dan rasa yang khas bekasam.
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang melimpah dan banyak
dikonsumsi dalam bentuk segar, oleh karena itu perlu alternatif pengolahan untuk
memperpanjang masa simpan salah satunya seperti bekasam. Ikan yang digunakan
berbeda-beda tergantung kelimpahan di suatu daerah. Menurut Setiadi (2001)
pembuatan bekasam umumnya menggunakan ikan teri dan ikan tawes.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kalista dkk (2012) ikan yang digunakan
adalah ikan lele dumbo, sedangakan ikan bandeng digunakan pada penelitian
Hadiyanti dan P. R. Wikandari (2013). Jenis ikan yang berbeda akan berpengaruh
pada kandungan protein di dalamnya. Rahayu et al (1992) dalam Kalista dkk
(2012), menyatakan bahwa selama fermentasi protein ikan akan terhidrolisis
menjadi asam-asam amino dan peptide, kemudian asam-asam amino akan terurai
lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentuk
citarasa produk.
Pada proses pengolahan bekasam umumnya menggunakan bahan
tambahan berupa karbohidrat untuk berhasilnya fermentasi yang berlangsung
secara anaerob. Karbohidrat akan diuraikan menjadi gula sederhana dan
selanjutnya menjadi alkohol dan asam, hasil fermentasi inilah yang akan menjadi
bahan pengawet ikan dan memberi rasa serta aroma produk bekasam. Karbohidrat
yang ditambahkan pada umumnya nasi, beras sangria (samu) dan tape ketan.
5
b. Penambahan Karbohidrat
Bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktak yang
berperan dalam menguraikan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa sederhana
yaitu asam laktat, asam asetat, asam propionta dan etil alkohol. Senyawa-senyawa
tersebut berfungsi sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam.
Sumber karbohidrat yang umum digunakan adalah nasi, kerak nasi, beras sangrai,
dan tapai beras.
c. Proses Fermentasi
Bertujuan sebagai proses pemecahaan karbohidrat dan asam amino secara
anaerobik. Polisakarida lebih dahulu dipecah menjadi gula sederhana sebelum
dimanfaatkan dalam fermentasi. Proses fermentasi glukosa terdiri dari 2 tahap
yaitu pemecahan glukosa menjadi asam piruvat dilanjutkan tahap perubahan asam
piruvat menjadi produk akhir yang spesifik, misalnya asam laktat, etanol, asam
asetat, asam format, dan sebagainya. Degradasi protein secara anaerobik
dilakukan oleh enzim proteolitik. Protein yang terhidrolisis menjadi asam amino
dan peptida akan terurai menjadi komponen-komponen lain yang berperan dalam
pembentukan cita rasa produk dan digunakan sebagai sumber energi dan karbon
oleh mikroorganisme anaerob. Mikroorganisme yang berperan dalam produk
fermentasi bekasam, diantaranya pediococcus cereviceae, pediococcus halophilus,
pediococcus pentosaceus, lactococcus garvieae, lactobacillus plantarum,
streptococcus bovis, staphylococcus epidermidis, weisella cibaria, micrococcus sp
dan bacillus sp.
gerobak dorong. Harga satu porsi mie bakso sangat bervariasi tergantung dari
kualitas baksonya. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan-bahan
mentahnya, terutama jenis dan mutu ikan, jumlah tepung yang digunakan, atau
perbandingannya dalam adonan dan faktor-faktor lain, seperti pemakaian bahan-
bahan tambahan dan cara pemasakannya, juga sangat mempengaruhi mutu bakso
yang akan dihasilkan .
Bakso ikan merupakan bakso yang mulai digemari oleh masyarakat,
karena bahan baku pembuatannya yaitu daging Ikan selain halal juga telah umum
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bakso ikan terkenal dengan aromanya
yang khas. Bakso ikan paling enak dinikmati. Jenis ikan yang bagus adalah ikan
yang memiliki duri menyebar dan mudah dikeluarkan durinnya, serta yang
memiliki serat yang banyak. Contoh ikan yang bagus untuk diolah menjadi bakso
adalah ikan tenggiri, ikan kakap, ikan tuna. Biasa yang digunakan oleh pabrik
bakso ikan adalah ikan mata goyang, dan ikan kuniran dikarenakan harganya yang
murah. Akan tetapi pada kegitan praktikum ini kami menggunakan ikan patin
sebagai bahan bakunya, Jenis daging yang digunakan biasanya berupa fillet ikan
segar dan fillet ikan beku .
Ikan yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bakso ikan
haruslah dipilih dari jenis yang memiliki kadar gizi dan kelezatan yang tinggi,
tidak terlalu amis, dan benar-benar masih segar. Beberapa jenis ikan, baik ikan air
tawar, air payau ataupun air asin (laut) dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bakso ikan. Beberapa jenis ikan air tawar yang dapat digunakan dalam
pembuatan bakso ikan, antara lain adalah lele, ikan mas, ikan patin dan nila
merah. Sedangkan Ikan air payau adalah bandeng, payus, dan mujair .
Persyaratan bahan baku (ikan) yang terpenting adalah kesegarannya.
Semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu bakso yang
dihasilkan. Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk membuat bakso, terutama
ikan yang berdaging tebal dan mempunyai daya elastisitas seperti tenggiri, kakap,
cucut, bloso, ekor kuning dan lain-lain. Selain bahan baku dari ikan segar, bakso
juga dapat dibuat dari produk yang sudah setengah jadi yang dikenal dengan nama
Suzimi (daging ikan lumat).
8
- Bawang merah
Bawang merah (Alllium cepa) berasal dari Iran dan Pakistan Barat yang
kemudian dibudidayakan didaerah dingin, sub-tropik maupun tropik Umbinya
dapat dimakan mentah, untuk bumbu masak, acar, obat tradisional, kulit umbinya
dapat digunakan sebagai zat pewarna dan daunnya dapat digunakan sebagai
campuran sayur. Senyawa berkhasiat dalam bawang relative utuh dan tidak
mengalami kerusakan sekalipun dimasak, penggunaan bawang merah pada
pembuatan bakso ikan bertujuan untuk meningkatkan citarasa dari bakso yang
dihasilkan.
- Bawang putih
Bawang putih (Allium sativum) berasal dari daerah Asia Tengah, bawang
putih mempunyai bau yang tajam karena umbinya mengandung sejenis minyak
atsiri (Methyl allyl disulfida) sehingga akan memberikan aroma yang harum.
Umbinya dapat digunakan sebagai campuran bumbu masak serta penyedap
berbagai masakan. Bawang putih yang digunakan sekitar 1% dari berat daging
ikan.
9
- Merica
Merica (Piper Nigrum) sering disebut juga dengan lada. Merica putih
maupun lada hitam mengandung senyawa alkaloid piperin yang berasa pedas.
Minyak atsiri yang terdapat dalam merica, yakni filandrenmembuat bau pedasnya
menyengat, terutama jika dicium dari jarak dekat. Merica yang digunakan sekitar
1% dari berat daging ikan.
- Garam
Garam dapur mempunyai istilah kimia natrium clorida (NaCl). Pada
umumnya digunakan untuk memantapkan rasa dalam pembuatan makanan
termasuk dalam pembuatan bakso. Mencermati bentuk dari garam, ada garam
padat berbentuk batang, garam kasar atau garam rosok, dan garam halus yang
sering digunakan sebagai garam meja. Fungsi garam adalah memberi rasa gurih
pada bakso, garam yang bermutu baik adalah berwarna putih, bersih dari kotoran.
Garam yang digunakan sekitar 2,5% dari berat ikan.
Menghasilkan bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung
yang digunakan sebaiknya paling banyak 15%-30% dari berat daging. Idealnya,
tepung tapioka, yang ditambahkan sebanyak 10% dari berat daging.
dengan baik. Kandungan gizi ikan (termasuk ikan lele) dan lele goreng menurut
hasil analisis komposisi bahan makan per 100 gram.
2.6 Kecimpring
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini, bisanya
diperoleh dari perpustakaan atau laporan-laporan peneliti terdahulu. Data
sekunder disebut juga data tersedia (Hasan, 2012).
Kecimpring ikan adalah makanan kudapan berupa keripik yang tipis dan
dibuat dari singkong. Kecimpring merupakan makanan yang cukup digemari
masyarakat khususnya masyarakat di Jawa Barat. Kandungan gizi kecimpring
dianggap kurang seimbang karena bahan utama pembuatnya adalah singkong.
Sehingga nilai gizi yang mendominasi pada kecimpring adalah karbohidrat.
Dengan dilakukannya fortifikas daging ikan diharapkan mampu meningkatkan
nilai gizi kecimpring khususnya protein yang terkandung dalam ikan.
Kecimpring merupakan makanan tradisional yang terbuat dari bahan dasar
singkong atau ketan. Dalam pembuatan kecimpring masih sangat berkaitan
dengan pengolahan yang sangat sederhana, dimana masih memerlukan proses
pengeringan dengan penjemuran di bawah terik matahari dalam proses
13
bukan produk asli hasil pengolahan ikan. Penambahan daging ikan diharapkan
dapat menambah nilai gizi kecimpring yang dihasilkan. Penting adanya penelitian
mengenai fortifikasi ikan pada kecimpring karena dengan adanya fortifikasi nilai
gizi suatu produk dapat meningkat.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bekasam
3.1.1 Alat praktikum
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan bekasam ini
adalah sebagai berikut :
a. Baskom, untuk tempat ikan.
b. Pisau, untuk menyiangi dan memotong ikan.
c. Toples, untuk wadah penyimpanan selama proses fermentasi.
d. Katel, untuk menggoreng bekasam.
e. Kompor, untuk menggoreng bekasam
3.2.3 Prosedur
a. Ikan disiangi dibuang sisik dan isi perut, dicuci bersih untuk
menghilangkan lemdir dan darah.
b. Ikan digarami dengan melumuri seluruh tubuh ikan dan bagian perut. Ikan
dibiarkan selama 20 jam.
c. Pengolahan samu. Beras digongseng/disangrai sampai kekuningan,
kemudian ditumbuk sampau agak kasar.
d. Ikan yang sudah digarami diangkat dan ditiriskan, kemudian pemberian
beras gongseng/semu pada bagian ikan sesuai praktikum.
e. Ikan dimasukkan dalam toples dan di fermentasi selama 7 hari.
15
16
3.2.3 PENGAMATAN
1. Hitung rendemen filet, bobot adonan dan jumlah bakso yang diperoleh
(dari tiap kelompok)
2. Deskripsikan karakteristik organoleptic bakso ikan (kenampakan, aroma,
tekstur, rasa) dari semua perlakuan
3. Amati karakteristik fisik : elastisitas dan kekenyalan dengan folding test
4. Buat peringkat produk bakso ikan dengan jujur dan tidak terpengaruh
teman/faktor lain, dari = yang paling suka (1), amat suka (2), suka (3),
agak suka (4) dan tidak suka (5)
17
3.4 Ebi
3.4.1 Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ebi akan dijabarkan di bawah
ini sebagai berikut :
a. Wadah Plastik untuk wadah ebi yang sudah direbus
b. Timbangan, sebagai alat ukur berat rendemen ebi
c. Panci, untuk wadah untuk perebusan ebi
d. Kompor, sebagai alat pemanas untuk perebusan ebi
a. Bahan utama dari pembuatan petis ini adalah larutan limbah cair
pengolahan ebi/ekstrak masing-masing 250 ml
b. Bahan tambahan, tepung tapioca (2% dari ekstrak), gula merah (25% dari
ekstrak)
3.6 Kecimpring
3.6.1 Alat Praktikum
Alat yang digunakan untuk membuat kecimpring ikan adalah sebagai
berikut :
a. meat grinder digunakan sebagai alat untuk menghaluskan daging ikan
b. baskom digunakan untuk membuat adonan kecimpring
c. pisau digunakan untuk mengupas bumbu-buumbu dan menyiangi ikan
d. dandang digunakan sebagai tempat ditempelkannya kecimpring saat
dikukus
e. talenen digunakan untuk mengiris rempah-rempah yang digunakan
f. garpu digunakan untuk menipiskan dan merapatkan adonan yang telah
dibentuk
g. tampah/nyiru digunakan untuk menyimpan dan menjemur adonan
kecimpring yang telah dibentuk
h. dijemur dibawah terik sinar matahari
i. digoreng kecimpring diatas minyak panas hingga berwarna coklat muda
dan matang
a. Daging ikan digunakan sebagai bahan tambahan dan pemberi rasa daging
pada kecimpring
b. Singkong parut mentah digunakan sebagai bahan pembuat kecimpring
c. Garam 2% digunakan sebagai bumbu
d. Bawang putih 2 % digunakan sebagai bumbu
21
3.6.2 Prosedur
Prosedur pembuatan kecimpring ikan adalah sebagai berikut :
a. singkong dikupas dandicuci dalam air mengalir, kemudian diparut
b. daging ikan digiling
c. dihaluskan bumbu-bumbu yang digunakan
d. singkong dicampur dengan lamutan daging ikan sesuai perlakuan dan
bumbu halus
e. adonan mentah dibentuk sesuai kenginan, diletakkan pada loyang yang
sudah dilapisi minyak dan dipipihkan (menggunakan garpu) dengan
ketebalah yang sama
f. pengukusan dilakukan ketika air sudah mendidih. Adonan yang sudah
dicetak pada loyang diuapkan/dikukus dengan posisi loyang menghadap ke
bawah
g. diuapkan sampai warna berubah menjadi transparan (matang) kemudian
diangkan dan ditiriskan diatas tampah/nyiru
h. kemudian dijemur dibawah terik sinar matahari
i. kecimpring digoreng hingga warna kecoklat muda, hingga renyah
Perlakuan untuk masing-masing kelompok dibedakan dari persentse ikan nila
yang ditambahkan, diantaranya :
Kelompok 1 = 4,0 %
Kelompok 2 = 8,0 %
Kelompok 3 = 12,0 %
Kelompok 4 = 16,0 %
Kelompok 5 = 20,0%
Kelompok 6 = 3,5 %
Kelompok 7 = 6,5 %
Kelompok 8 = 9,5 %
22
Kelompok 9 = 12,5 %
Kelompok 10 = 15,5 %
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Bekasam
Kelompok :6
Nama produk : Bekasam
Bahan baku : Ikan Nila
Tanggal Pengujian : 22 Maret 2018
Tabel 1. Hasil pengamatan berdasarkan diskusi tiap kelompok
Keterangan Hasil Pengamatan (Kelompok)
Deskripsi
Karakteristik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Organoleptik
Kenampakan 3 4 3 4 4 - 4 1 3 4
Aroma 3 2 1 3 4 - 2 2 2 4
Tekstur 2 3 2 4 4 - 2 2 3 3
Rasa 4 3 2 3 3 - 4 3 2 2
23
24
Deskripsi Karakteristik
Organoleptik
1. Kenampakan
a. Warna putih putih putih putih putih
b. Permukaan kasar kasar kasar kasar kasar
c. Keseragaman beragam beragam beragam beragam beragam
Bentuk
2. Aroma agak amis sedap sedap dominan sedap
lada
3. Tekstur kenyal kenyal kenyal kenyal keras
4. Rasa kurang Agak Dominan Kurang Dominan
asin hambar lada asin lada
Elastisitas AA AA AA AA AA
Peringkat 4 4 2 3 3
Keterangan Hasil Pengamatan
F G H I J
Bobot Adonan 612 230 500 430,5 367
Jumlah Bakso Ikan 29 32 24 21 22
Deskripsi Karakteristik
Organoleptik
1. Kenampakan
a. Warna Abu-abu Abu-abu Abu-abu Abu-abu Abu-abu
b. Permukaan kasar kasar kasar kasar kasar
c. Keseragaman beragam beragam hampir beragam beragam
Bentuk seragam
2. Aroma sedap kurang khas bakso kurang kurang
sedap ikan, sedap sedap sedap
3. Tekstur kenyal agak kenyal kurang lembek
kenyal kenyal
4. Rasa kurang kurang sedikit hambar agak
asin asin gurih dan hambar
pedas,
kurang
25
asin
Elastisitas A A AA AA B
Peringkat 3 4 2 5 5
Karakteristik Organoleptik
Peringkat
Kelompok
Kenampakan
Aroma Tekstur Rasa
Warna
6 9 7 7 9 9
165
Bobot Adonan
gram
100
Berat Abon Ikan
gram
Karakterisik Kelompok
No
Organoleptik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Warna 3 7 7 7 9 9 9 9 9 9
2 Aroma 5 9 7 5 7 7 9 9 9 9
3 Tekstur 5 7 9 5 7 7 9 9 9 7
4 Rasa 3 9 7 7 9 9 7 7 9 9
Peringkat 3 9 7 7 9 9 9 9 9 9
149 190 106 132 188 100 118 77 190
Berat abon gram gram gram gram gram gram gram gram gram
26
4.1.4 Ebi
Perlakuan yang dilakukan oleh kelompok 6B adalah Udang yang direbus
dalam larutan garam 4% selama 10 menit kemudian dijemur setelah itu dikupas.
Bobot
Bobot Susut
awal Bobot setelah
Kelompok setelah Bobot
udang dijemur (gr)
direbus (gr) (gr)
(gr)
1 250 200 40,77 209,23
2 250 190 19,75 230,25
3 250 110 20 230
4 250 262 21 229
5 250 150 25 225
6 250 175 57,97 192,1
7 250 75 - -
8 250 100 23 227
9 250 80 11 239
10 250 200 29 221
Pengujian
27
1. Coklat kehitaman Khas Udang Asin, sedikit manis Sedikit kental Elastis 2
2. 100 Coklat kehitaman Khas Udang Asin Kental Elastis 2
3. 100 Coklat Khas Udang Rasa udang Kental Elastis 2
4. 360 Coklat tua Dominan Dominan udang, Kental Elastis 2
Udang sedikit manis
5. 370 Coklat muda Khas Udang Manis, khas Udang Encer Elastis 2
6. 365 Coklat pekat Sedikit Kental dan lengket Asin Elastis 3
beraroma
udang
7. 130 Coklat tua Khas udang Sangat asin Kental Elastis 4
8. 180 Coklat gelap Khas udang Asin Kental Elastis 2
9. 360 Coklat tua Khas udang Agak kental Khas udang Elastis 2
10. 400 Coklat Khas udang Manis Kental Elastis 2
4.1.6 Kecimpring
Nama produk : Kecimpring ikan
Bahan baku : daging ikan dan singkong parut
Perlakuan : 3,5% daging ikan
Tanggal pengujian : senin, 23 April 2018
Perlakuan kelompok 6 adalah daging ikan sebanyak 3,5% dari parutan
singkong. Dibawah ini adalah bobot masing-masing bahan yang dipakai oleh
kelompok 6 untuk pembuatan kecimpring ikan
4.2 Pembahasan
4.2.1 Bekasam
Ikan yang digunakan dalam praktikum pembuatan bekasam adalah ikan
nila. Proses pembuatan bekasam ini diawali dengan penyiangan dan pencucian
ikan sampai bersih untuk membersihkan bakteri pembusuk dari tubuh ikan.
Kemudian ikan dilumuri oleh garam terlebih dahulu, yang berfungsi sebagai
penyeleksi mikroorganisme agar membantu bakteri fermentasi tumbuh.
Mikroorganisme yang tumbuh dengan keberadaan garam pada bekasam adalah
29
asam dan gurih disebabkan jumlah bakteri asam laktat (BAL) pada konsentrasi
garam 7.5% lebih rendah 1 log cycle dibandingkan BAL pada konsentrasi
garam 5%, sehingga asam yang dihasilkan (pH 4.02) tidak menjadi dominan
dan dapat seimbang dengan rasa dan aroma gurih yang dihasilkan pada proses
degaradasi protein.
Tekstur bekasam dari setiap kelompok kebanyakan masih lembek pada
bagian dalamnya. Ada pula sebagian yang terlalu kering pada bagian luarnya
tapi masih lembek bagian dalamnya. Hal ini disebabkan oleh kurang sesuai nya
suhu penggorengan, sehingga pematangan tidak merata ke seluruh bagian
dalam daging ikan. Tekstur yang kering atau garing diakibatkan dari proses
penggorengan sedangkan tekstur lembek atau lengket waktu penggorengan
terlalu cepat, dan juga disebabkan oleh suasana asam. Suasana asam juga
diduga mempengaruhi kekompakan daya lengket daging ke tulang menjadi
berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rieboy et al (2007) dalam Nuraini
dkk (2014), selain mempengaruhi citarasa produk, asam laktat yang dihasilkan
dari proses fermentasi juga dapat meningkatkan kekompakan tekstur. Pada
kelompok 2, 5, 9 dan 10 tekstur bekasam yang telah digoreng masih lembek
bahkan terlalu lembek. Lembek itu disebabkan karena kadar air yang masih
tinggi. Kadar air berkaitan dengan perlakuan garam yang diberikan.
Kemungkinan saat pelumuran daging oleh garam tidak merata ke seluruh
bagian daging, sehingga daya serap garam terhadap kandungan air tidak sesuai
pada semua bagian daging ikan.
Rasa dari bekasam yang dibuat perikanan B rata-rata asam dan asin. Namun
rasa yang paling tinggi nilai peringkatnya sesuai uji organoleptik, adalah
bekasam pada kelompok 5 dengan nilai kenampakan, aroma, tekstur, dan rasa
masing masing 4, 4, 4, dan 3. Hal ini menunjukkan pemberian beras sangrai
sebesar 50% dari bobot daging merupakan perlakuan yang palingbaik dalam
praktikum ini. Selain itu, prosedur praktikum yang sesuai dan tepat, menjadi
penyebab produk kelompok 5 paling baik hasilnya. Menurut panelis kelompok
6B rasa dan aroma merupakan organoleptik paling utama dalam menentukan
peringkat terhadap produk.
32
a. Farid
d. Aril
Aril menyimpulkan, dari berbagai perlakuan dan sampel bekasam setiap
kelompok di kelas bahwa bekasam kelompok 3 dengan perlakuan 5% garam
dan 50% beras sangrai merupakan bekasam paling baik dan enak rasanya.
Bekasam ini memiliki karakteristik kenampakan yang baik, aroma segar dan
kuat, teksturnya renyah dan baik, serta rasa yang enak dan terasa segar di
mulut. Akan tetapi, untuk tekstur bekasam yang paling baik adalah bekasam
kelompok 7 dan 8, yang cukup renyah. Kenampakan yang paling baik adalah
bekasam kelompok 9, dengan warna coklat yang normal dan menggugah
selera.
e. Silmi
Silmi menyimpulkan, dari berbagai perlakuan dan sampel bekasam setiap
kelompok di kelas bahwa bekasam kelompok 3 dengan perlakuan 5% garam
dan 50% beras sangrai merupakan bekasam paling baik. Bekasam ini memiliki
karakteristik kenampakan yang baik, aroma segar dan kuat, teksturnya renyah
dan baik, serta rasa yang enak dan terasa segar di mulut. Kesesuaian dan
ketepatan prosedur praktikum yang dilakukan kelompok 3 menjadikan cita rasa
bekasam yang dihasilkan lebih baik daripada kelompok lain bahkan dengan
kelompok yang perlakuannya sama.
f. Kiran
Kiran menyimpulkan, dari berbagai perlakuan dan sampel bekasam setiap
kelompok di kelas bahwa bekasam kelompok 3 dengan perlakuan 5% garam
dan 50% beras sangrai merupakan bekasam paling baik dan enak rasanya.
Bekasam ini memiliki karakteristik kenampakan yang baik, aroma segar dan
kuat, teksturnya renyah dan baik, serta rasa yang enak dan terasa segar di
mulut. Akan tetapi, untuk tekstur bekasam yang paling baik adalah bekasam
kelompok 1, yang teksturnya tidak terlalu renyah seperti bekasam kelompok 3.
Kenampakan yang paling baik adalah bekasam kelompok 9, dengan warna
coklat yang normal dan menggugah selera.
g. Wildan
34
b. Della Fauzia K
Hasil pengamatan uji organoleptik selanjutnya yaitu aroma, tekstur dan
rasa. Tidak adanya perbedaan dari semua kelompok pada uji aroma dikarenakan
bahan baku setiap kelompok yang sama yaitu ikan sehingga aroma yang
dihasilkan berupa khas ikan. Tekstur yang didapatkan dalam pembuatan bakso
ikan berbeda-beda, ada yang lembek, kurang kenyal, agak kenyal, kenyal, dan
keras. Berdasarkan tabel diatas, hampir semua kelompok memiliki tekstur yang
kenyal, hanya 3 kelompok yang memiliki tekstur kurang baik, yaitu kelompok 7
agak kenyal, kelompok 9 kurang kenyal dan kelompok 10 lembek karena tepung
tapiokanya terlalu sedikit hanya 20%. Perbedaan tekstur bakso ikan dipengaruhi
oleh presentase tepung tapioka yang digunakan. Semakin banyak tepung tapioka
bakso akan semakin kenyal namun akan menghilangkan rasa khas ikan tersebut.
Sedangkan semakin sedikit tepung tapioka yang digunakan, maka bakso akan
lembek. Sehingga diperlukan ketepatan dalam pemberian tepung tapioka.
Penambahan tepung tapioka yang mengandung karbohidrat dan protein, tepung
tapioka digunakan sebagai bahan pengental dan pengikat adonan, sehingga akan
terbentuk tekstur bakso yang baik.
c. Aril Pranata
Selain itu tekstur bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan
jenis karbohidrat. Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan
tekstur yang lembek, begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan
menghasilkan bakso dengan tekstur yang berlubang-lubang (Octavianie 2002).
Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama
bakso adalah daging ikan, sedangkan bahan tambahan bakso adalah bahan
pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap
(Sunarlim 1992). Sedangkan menurut (Soekarto 1990), kekenyalan adalah
kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan.
36
dapur, bawang dan santan agar didapatkan cita rasa yang pas untuk lidah orang
Indonesia
Kelompok 6 mendapatkan perlakuan Abon Nila Ikan Pedas, yaitu dengan
komposisi cabe sebanyak 5%, garam 3%, serta gula 10%. Berat dari bahan baku
berupa daging ikan nila sebanyak 165gram. Berat abon ikan setelah jadi sebanyak
100 gram. Terdapat pengurangan berat sebesar 65gram yaitu karena proses
penggorengan yang menyebabkan banyak berkurangnya kadar air pada abon.
Pada penilaian organoleptik abon ikan kelompok 6 karakteristik warna mendapat
nilai 9 dengan deskripsi warna cokelat muda yang menandakan adanya proses
browning tetapi tidak terjadi overcook. Karakteristik aroma mendapatkan nilai 7
dengan deskripsi Aroma harum khas abon. Karakteristis Tekstur mendapat nilai 7
dengan dekripsi halus dan enak saat dikunyah namun tidak terlalu berserat. Dan
karakteristik rasa mendapat nilai 9 dengan deskripsi rasa kuat, asin tetapi kurang
pedas.
b. M. Wildan
Faktor yang menyebabkan warna coklat pada abon yaitu gula yang
merupakan salah satu bahan atau bumbu dalam pembuatan abondan kandungan
karbohidrat yang tinggi sehingga menyebabkan warna abon menjadi coklat karena
terjadi reaksi millard. Reaksi millard adalah reaksi pencoklatan non enzimatis
yang merupakan reaksi antara protein dengan gula-gula preduksi (Muchtadi et al.
1992 dalam Tato 2014).
c. Nur Silmi N
Uji organoleptik salat satunya adalah aroma. Hasil dari pengujian aroma
didapatkan hasil yang sama yaitu khas abon ikan. Aroma produk daging berasal
dari sejumlah bahan yang ada dalam lemak dan bersifat menguap ketika
dipanaskan. Bumbu yang digunakan dalam produk abon dapat memberikan aroma
yang khas. Bawang merah memiliki bau dan cita rasa yang khas yang ditimbulkan
oleh senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur. Ketumbar dapat
memberikan aroma yang diinginkan dan menghilangkan bau amis pada ikan.
Kombinasi gula, garam dan bumbu-bumbu yang llainnya menimbulkan aroma
yang khas pada produk akhir (Purnomo 1995 dalam Tato 2014).
39
d. Aril
Uji organoleptik salah satunya adalah rasa. Rasa merupakan salah satu
aspek penting dalam menentukan suka dan tidak sukanya panelis terhadap suatu
produk. Umunya masyarakat indonesia menyukai makanan yang mempunya cita
rasa gurih, manis dan pedas. Menurut Winarno (1997) rasa enak disebabkan
adanya asam amino pada protein serta lemak yang terkandung didalam makanan.
Rasa juga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kimia, suhu konsentrasi
dan interaksi dengan komponen rasa lainnya (Fachruddin 2003)
e. Della Fauzia K
Penggunaan gula sebagai bahan tambahan cita rasa ikan memiliki andil
yang lebih dalam menentukan karaktersitik rasa abon yang dimiliki setiap
kelompok. Proses penggorengan yang dilakukan sangat menentukan apakah gula
tersrap dan menghasilkan warna coklat yang sesuai, ataukah coklat muda atau
malah coklat gelap. Karena apabila guna dipanaskan akan menghasilkan
karamelisasi, sehingga produk abon ikan akan memiliki cita rasa dan kenampakan
yang khas. Dalam hal ini kelompok 6 memiliki peluang sebagai abon dengan
standar abon ikan di pasaran.
f. Satria Galuh D
Kelompok yang mempunya nilai perikat bagus diantaranya kelompok 2, 5,
6, 7, 8, 9, 10 yaitu mendapat nilai peringkat 9 (sangat suka). Hasil ini didapatkan
dengan cara masing-masing kelompok mencicipi abon milih semua kelompok
untuk menilai karakteristik abon tersebut dan membandingkannya dengan
kelompoknya sendiri. Hanya satu kelompok yang mendapatkan peringkat 3 yaitu
kelompok 1 dengan nilai karakteristik warna 3, aroma 5, tekstur 5, dan rasa 3.
Sementara kelompok 3 dan 4 mendapatkan peringkat 7.
4.2.4 Ebi
Ebi merupakan produk olahan hasil perikanan yang diperoleh dengan cara
merebus udang dengan atau tanpa garam, kemudian dikeringkan. Praktikum
pengolahan ebi udang kali ini menggunakan teknik pemindangan yang dimana
pemindangan adalah proses mengawetkan bahan makanan berupa ikan, udang,
40
dikupas lalu dijemur akan berbeda dengan udang yang direbus kemudian dijemur
lalu dikupas, terlebih lagi bila udang dikupas terlebih dahulu kemudian direbus
dan dijemur. Untuk perlakuan konsentrasi garam, lama perebusan, dan
perendaman akan mempengaruhi warna, rasa, tekstur, dan aroma. Warna
dipengaruhi oleh lama proses perebusan yang dimana panas akan memecah ikatan
pelindung pigmen udang yang berupa ikatan protein. Rasa dipengaruhi oleh
konsentrasi garam dimana garam akan mengurangi kadar air dan mengeluarkan
cita rasa udang. Aroma amis pada udang akan hilang bila diberi garam dan
dimasak hingga matang, hal demikian ditujukan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk dan aktivitas enzim.
Berdasarkan aroma yang dihasilkan kelompok 6 mendapati hasilnya
berbau amis yang dimana abis ini dapat diakibatkan oleh penjemuran yang tidak
sempurna karena penjemuran yang tidak sempurna akan mengakibatkan
terjadinya proses oksidasi yang membuat ebi menjadi bau tengik.
Berdasarkan tekstur yang dihasilkan oleh kelompok 6 mendapati hasilnya
keras dan kering. Hal ini dikarenakan ebi yang dikeringkan dengan cara dijemur
mengalami pengerasan. Pengerasan ini diakibatkan karena pada suhu 100o C
menyebabkan protein terkoagulasi dan air dari dalam daging akan keluar. Factor
yang mempengaruhi penjemuran pada praktikum kali ini adalah proses tahapan
pengolahan ebi yang dimana terdapat perlakuan ebi dijemur terlebih dahulu
kemudian dikupas.
Jika dilihat dari parameter rasa yang diperoleh oleh kelompok 6 ebi ini
memiliki rasa yang sedikit asin. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh perlakuan ebi
yaitu udang masih terbungkus kulit dan konsentrasi serta lama perebusannya.
Udang yang masih terbungkus kulit tidak secara langsung tergarami dan garam
yang masuk pun tidak efektif.
sebanyak dua kali lipat. Bahaya lainnya dapat berupa kontaminasi bakteri patogen
karena suhu perebusan terlalu rendah atau waktu perebusan terlalu singkat.
Pengeringan bertujuan mempertahankan daya awet produk ebi dengan cara
mengurangi aktivitas air, mengurangi berat dan volume sehingga menghemat
ruang pengangkutan, pengepakan, serta mempermudah transportasi. Pengeringan
juga berperan meningkatkan nilai sensori suatu produk pangan, seperti menambah
aroma, kerenyahan, kekenyalan, dan parameter sensori lainnya. Pengeringan yang
berlebihan atau kurang baik dapat menyebabkan kemunduran mutu karena
kandungan air melewati tingkat kekeringan dan terjadi kontaminasi bakteri
patogen. Penurunan kandungan air pada bahan pangan akan meningkatkan
konsentrasi protein, lemak, karbohidrat dan mineral-mineral.
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan oleh kelompok 2 di dapatkan
karakteristik organoleptik ebi berwarna orange, aroma menyengat ikan, tekstur
keras, rasa udang namun sedikit pahit dengan kadar air sebesar 13,48. Jika di
bandingkan dengan kelompok 3 yang memiliki karakteristik sama namun kadar
air yang sangat jauh berbeda yaitu 47,69. Hal ini disebabkan karena proses
pengeringan yang berbeda, proses pengeringan yang dilakukan oleh kelompok 2
yaitu dengan dijemur di bawah terik matahari seharian, mungkin cara kelompok 3
pengeringan tidak dilakukan seharian. Kadar air berpengaruh juga terhadap
tekstur yang dihasilkan, tekstur yang dihasilkan oleh kelompok 2 kering
sedangkan kleompok 3 memiliki tekstur agak lunak, hal tersebut karena
kandungan air yang cukup banyak pada udang kelompok 3.
4.2.6 Kecimpring
Tingkat kesukaan dari panelis terhadap suatu produk dapat dinilai
berdasarkan karakteristik organoleptiknya. Karakteristik organoleptik yang
diamati pada kecimpring ikan meliputi kenampakan, aroma, tekstur dan rasa
kecimpring yang sudah digoreng. Kenampakan kecimpring ikan kelompok 6
terlihat baik. Ukurannya seragam, warna kecimpring setelah digoreng berwarna
coklat muda dan permukaannya seragam bekas garpu serta kecimpring ikan
kelompok 6 tidak berlubang. Persentase daging ikan nila pada kecimpring sangat
44
bobot 40-57% memiliki kerenyahan yang kurang yang bernilai 3 sedang kan yang
memiliki susut bobot lebih dari 60% mempunyai kerenyahan yang tinggi.
b. Mohammad Farid Najibul Wafa
Hasil data kelas tentang praktikum pembuatan kecimpring ikan berbeda-
beda setiap kelompok karena pemberian perlakuan yang berbeda juga. Semua
kecimpring setiap kelompok di uji organoleptik dengan parameter kenampakan
warna, aroma, rasa, dan kerenyahan. Warna kecimpring ikan di kelas B tidak ada
yang bermasalah karena tidak ada yang overcook atau gosong. Aroma kecimpring
ikan berbeda-beda tergantung perlakuan. Perlakuan kelompok 6 adalah yang
paling sedikit daging ikannya yaitu 3,5%. Maka kandungan proteinnya pun lebih
sedikit dari kelompok yang lain. Perlakuan ini menyebabkan aroma ikan dan rasa
ikan tidak terlalu pekat. Kerenyahan dipengaruhi oleh ketebalan cetakan
kecimpring. Kelompok yang paling renyah adalah kelompok 1 dengan susur
bobot 63,3% dan perlakuan daging ikan 4%.
c. Nursilmi Nafisah
Aroma kecimpring dipngaruhi oleh bahan – bahan yang digunakan. Uji
organoleptik parameter aroma kecimpring pada semua kelompok menghasilkan
aroma kecimpring yang beraroma khas kecimpring hal ini menunjukan
penambahan daging ikan tidak terlalu berpegaruh pada aroma. Uji organoleptik
parameter rasa kecimpring hampir semua kelompok menghasilkan kecimpring
yang gurih dan asin.. Kerenyahan kecimpring dipengaruhi oleh ketebalan saat
membentuk adonan. Uji organoleptik parameter kerenyahan kecimpring pada
semua kelompok menghasilkan kecimpring renyah dan beberapa ada yang agak
keras. Kerenyahan kecimpring yang keras terjadi karena saat pembentukan
adonan terlalu tebal sehingga kecimpring menjadi keras.
d. Satria Galuh
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerenyahan kecimpring ikan ini ada
tiga yaitu. Pertama ketebalan cetakan kecimpring ikan. Apabila terlalu tebal akan
menyebabkan kecimpring yang keras dan kerenyahannya rendah. Kedua lamanya
penjemuran yaitu melepaskan kadar air didalam kecimpring. Ketiga adalah lama
penggorengan harus tepat sehingga kecimrping menjadi renyah. Kelompok 6,8
47
dan 9 adalah kelompok yang memiliki kerenyahan rendah dan memiliki susut
bobot berturut-turut adalah 42,92%, 54,11%, 57,81%.
Aril Pranata 156
Seseorang yang melakukan uji organoleptik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut yaitu penguji harus dalam keadaan bahagia agar keadaan psikologi
pada saat itu tidak mempengaruhi rasa, setiap menguji satu produk setelahnya
harus disterilkan dengan air mineral tawar setelah itu baru boleh mencicipi produk
yang lain. Hal ini dilakukan agar rasa dari produk yang sebelumnya tidak terbawa
ketika menguji produk yang lainnya. Dari segi aroma, meskipun telah
ditambahkan ikan nila kedalam adonan ,bau ikan menghilang dan yang tercium
hanya aroma khas kecimpring yang terbuat dari singkong. Ada dua hal yang
menyebabkan bau ikan nila tidak tercium diantaranya akrena penambahan ikan
yang sedikit konsentrasinya sehingga aroma yang tercium didominasi oleh
singkong. Penyebab kedua adalah karena adanya perlakuan penggorengan yang
menyebabkan aroma ikan nila menghilang karena protein dari ikan terdenaturasi.
e. Galuh Chandra Kiran R
Kecimpring yang sudah digoreng selanjutnya diuji organole[tik. Uji
organoleptik atau uji indera ini merupakan cara pengujian menggunakan indera
manusia dalam menentukan kualitas suatu produk hasil pengolahan sehingga
dapat diketahui ukuran daya penerimaan terhadap produk tersebut. pengujian
organoleptik mempunyai peranan yang penting dalam penerapan mutu. Indikasi
yang dapat diketahui dari pengujian organoleptik adalah kebusukan, kemunduran
mutu dan kerusakan lainnya dari produk tersebut. Berdasarkan hasil uji
organoleptik dan kesepakatan semua kelompok terdapat perbedaan warna namun
tidak gosong. Hal ini karena senyawa dari bahan makanan yang digorengt tidak
tahan panas dan akan terurai (Ketaren 1986). Daging ikan nila yang dimasukkan
pada kecimpring memiliki banyak protein yang mengakbiatkan kecimpring pun
memiliki kandungan protein dari daging ikan nila tersebut.
f. M Wildan Maulana
Berdasarkan uji karakteristik fisik kecimpring ikan nila hasil kesepakatan
kelompok, dari segi kerenyahan ada yang mekar, cukup mekar, dan kurang mekar.
48
.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Bekasam
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil praktikum ini adalah bekasam
merupakan produk olahan dari ikan yang diberi perlakuan penggaraman dan
fermentasi. Kadar bahan dan lama waktu fermentasi yang dilakukan akan
mempengaruhi tekstur, rasa, warna dan hasil akhir dari bekasam tersebut.
5.4 Ebi
Ebi adalah produk olahan hasil perikanan berupa udang yang diawetkan
dengan cara direbus atau dikukus dengan atau tanpa garam yang kemudian
dikeringkan. Semakin besar rendemen maka semakin bagus pula ebi yang
dihasilkan karena ini berarti kadar air didalam ebi semakin sedikit yang dimana
akan berpengaruh terhadap rasa, aroma, tekstur, dan daya simpan ebi tersebut.
49
50
5.6 Kecimpring
Kecimpring bukan merupakan produk asli olahan ikan, namun difortifikasi
dengan daging ikan agar kandungan proteinnya meningkat dan rasanya menjadi
lebih enak seteleh ditambah bahan baku daging ikan. Daging ikan ini tidak
berpengaruh besar terhadap kerenyahan, tekstur dan warna, tapi berpengaruh pada
aroma, rasa dan kandungan kecimpring itu sendiri mengingat kecimpring
berbahan dasar singkong yang tidak memiliki nilai protein. Kerenyahan
dipengaruhi oleh ketebalan cetakkan kecimpring itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh Lama Pelayuan Dan Jenis Daging Karkas Serta
Jumlah Es Yang Ditambahkan Ke Dalam Adonan Fisikokimia Bakso Sapi.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Irawan, A. 2005. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Aneka: Solo.
Kalista, A., A. Supriadi, S. H. Rachmawati J. 2012. Bekasam Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) dengan Penggunaan Sumber Karbohidrat yang Berbeda.
Jurnal Fishtech Volume 1 Nomor 1 Tahun 2012.
51
52
Sugiarto, A. (2008). Buku Pintar Ikan Hias Populer. Jakarta: Agromedia pustaka.
Sunarlin, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh
Penambahan Natrium Klorida Asam Laktat Dan Natrium Tipolofosfat
Terhadap Perbaikan Mutu. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tababaka,R. 2004. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp)
Sebagai Bahan Tambahan Kerupuk.
53
54
Insang disiangi dan dibuang isi perutnya, dicuci bersih untuk menghilangkan
lender dan darah
Ikan dimasukkan ke dalam toples, ditutup rapat dan di fermentasi selama 7 hari
Setelah 7 hari, ikan di ambil, dibersihkan dari beras dengan cara di lap lalu
digoreng
55
Dokumentasi Kegiatan
Ditambahkan garam pada daging ikan dan dilumatkan sampai lumat dan
homogen
Bumbu-bumbu Santan
Alat dan Kegiatan Praktikum
Katel Timbangan
58
Udang
Dihitung rendemen
Ebi
60
Tepung tapioca, caramel gula merah dicampurkan dengan ekstrak (yang 250
ml), dipanaskan dengan api sedang sambil terus diaduk sampai homogeny
selama ± 10-20 menit
61
singkong dicampur dengan lamutan daging ikan sesuai perlakuan dan bumbu
halus
adonan mentah dibentuk sesuai kenginan, diletakkan pada loyang yang sudah
dilapisi minyak dan dipipihkan (menggunakan garpu) dengan ketebalah yang
sama
pengukusan dilakukan ketika air sudah mendidih. Adonan yang sudah dicetak
pada loyang diuapkan/dikukus dengan posisi loyang menghadap ke bawah
digoreng kecimpring diatas minyak panas hingga berwarna coklat muda dan
matang