Anda di halaman 1dari 23

INDONESIA DALAM G-20

ARE WE RIDING THE WAVE OR WE ARE THE WAVE?

Makalah ini disusun untuk


Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia
(PNMHII) XXII

Oleh:
Siti Octrina Malikah
Adi Permana
Irsan Nuzuludin
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

DAFTAR ISI ii

PENDAHULUAN 1

I. FENOMENA DAN STATUS QUO 1


G-20 2
Indonesia dan G20 2
II. RUMUSAN MASALAH 3
III. KERANGKA TEORI 3
Three Global Forces/ Three Tsunamis 3
1. Demographic Shift 3
2. Globalization 4
3. The Fall of USSR 5
Prospektif Ekonomi Politik 7
1. Liberalisme 7
2. Marxisme 7

PEMBAHASAN 8

I. Apakah kebutuhan dari adanya perubahan G-8 menjadi G-20? 8


II. Seberapa pentingkah eksistensi G-20 bagi Indonesia? 9
III. Apakah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Indonesia yang berikutnya
akan bargaining position Indonesia paska tergabung di G-20? 11
1. Good News from Indonesia 11
2. Challenges for Indonesia 13

PENUTUP 17

I. Saran 17
II. Kesimpulan 19

DAFTAR PUSTAKA 20
PENDAHULUAN

I. FENOMENA DAN STATUS QUO

Pada tahun 1975, kepala pemerintah dari negara-negara yang memiliki ekonomi
termaju di dunia saat itu: Perancis, Jerman Barat, Italia, Jepang, Amerika Serikat dan Inggris,
bertemu di Rambouillet dekat Paris, Perancis, untuk membentuk sebuah forum ekonomi.
Forum ekonomi ini diberikan nama Group of Six, atau G6. Setahun kemudian, Kanada
diundang untuk bergabung dengan kelompok ini hingga menjadi G7. Sejak tahun 1976, para
kepala negara anggota G7 ini bertemu tiap tahun dalam sebuah Konferensi Tingkat Tinggi
(summit) untuk membahas isu-isu keuangan di dunia. Namun, dengan berjalannya aktivitas
G7 dari tahun ke tahun, fokus kelompok G7 yang tadinya hanya membahas isu keuangan
menjadi sebuah forum yang juga membahas isu-isu ekonomi internasional dan politik
internasional.

Pada tahun 1997, Rusia ikut bergabung dalam G7 yang kemudian berubah menjadi
G8 namun Rusia baru diakui sebagai anggota penuh G8 pada tahun 2002. Pada tahun 2005
diadakan KTT G8 di Gleneagles, Inggris, di mana G8 mengalami sebuah ekspansi baru
dengan menambahkan lima negara yang tergolong dalam ekonomi berkembang yang paling
kuat (emerging economies): Brazil, India, China, Mexico dan Afrika Selatan. Kelompok ini
kemudian diberi nama G8+5.

Kelompok G20 ditemukan pada tahun 1999 dengan tujuan sebagai pertemuan
informal antara Menteri-Menteri Keuangan dan Gubernur-Gubernur Bank Sentral dari 19
negara dan Uni Eropa yang diwakili oleh Presiden Dewan Eropa (President of the European
Council) dan Bank Sentral Eropa (European Central Bank). G20 ini merupakan sebuah
forum untuk membahas kerjasama dan untuk konsultasi mengenai isu-isu yang dihadapi
sistem keuangan internasional di mana saat itu G8 sendiri tidak mampu untuk mengontrol
sistem ekonomi dunia yang semakin liar. Oleh karena itu, G8 dikembangkan lagi dengan
menambahkan Australia dan Uni Eropa serta sepuluh negara berkembang yang merupakan
emerging economy: Argentina, Brazil, China, India, Indonesia, Mexico, Arab Saudi, Afrika
Selatan, Korea Selatan dan Turki.
G-20

G-20 adalah suatu forum utama untuk pembangunan ekonomi internasional yang
mempromosikan diskusi terbuka dan konstruktif antara negara-negara industri maju dan
negara-negara berkembang terkait isu-isu kunci stabilitas ekonomi global.1 Meskipun G-20
telah eksis sejak tahun 1999, yang didirikan atas respon krisis finansial decade 1990an dan
juga adanya tumbuhnya pengakuan negara-negara baru yang memiliki pasar potensial, namun
gaung G-20 pada awal terbentuknya kurang dirasakan dunia, dan baru setelah terjadinya
krisis global pada tahun 2008 yang berpusat di Amerika Serikat dan di negara-negara Eropa,
gaung G-20 terasa signifikan dan mewarnai headline surat-surat kabar di seluruh dunia.

Keduapuluh anggota kelompok forum internasional ini memegang 90% dari GNP
(gross national product) dunia, 80% dari total perdagangan dunia, dan 2/3 dari total populasi
dunia. Kecuali Swiss dan Iran, G20 melingkup 32 kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Anggota-anggota G20 kini mewakili seluruh kawasan di dunia, tidak hanya terfokus kepada
negara-negara yang berada di hemisphere utara. Perkembangan ini merupakan reaksi
terhadap ketidakpuasan masyarakat dunia terhadap negara-negara G7 dan apa yang
dipersepsikan sebagai sebuah kelompok yang mementingkan dan mewakili sebuah minoritas
di dunia. Dengan bergabungnya negara-negara berkembang seperti Indonesia, diharapkan
kelompok G20 akan mengembalikan sebuah balance atau keseimbangan dalam arah
berjalannya sistem keuangan dunia.

Indonesia and G20

Indonesia diundang untuk bergabung ke dalam kelompok G20 karena Indonesia


merupakan salah satu dari 20 negara yang memiliki GDP (Gross Domestic Product) nominal
tertinggi menurut IMF. GDP merupakan perhitungan seluruh produksi barang dan jasa
sebuah negara di dalam negeri, termasuk pemasukan negara yang diterima dari perusahaan
asing di negara itu. Dengan demikian, Indonesia dianggap sebagai salah satu ekonomi terkuat
di dunia dan terkuat di Asia Tenggara, mengalahkan regional economic powerhouses
(kekuatan ekonomi regional) seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, memuji hasil dari KTT
G20 di Pittsburgh, AS pada bulan September 2009 yang mengintegrasi kelompok G8 masuk

1
Lihat http://www.g20.org/about_what_is_g20.aspx, diakses pada 29 Oktober 2010 pukul 02.15 WIB
ke dalam kelompok G20 dengan lebih baik. Setelah KTT Pittsburgh, Presiden Yudhoyono
dalam pidatonya yang beliau sampaikan di Harvard University menyatakan bahwa G20
merupakan salah satu manifestasi dari perubahan dari politik dunia masa kini. Presiden juga
menyatakan dalam kesempatan itu bahwa G20 bukan hanya sebuah kekuatan ekonomi
(economic powerhouse) tetapi juga merupakan sebuah kekuatan kebudayaan (cultural
powerhouse). Presiden juga menekankan pentingnya Indonesia untuk turut serta dalam
kelompok G20 tidak hanya sebuah kekuatan ekonomi tetap juga karena Indonesia, yang
merupakan negara yang memiliki mayoritas Muslim terbesar di dunia, adalah salah satu
kekuatan kultural secara global.

Bagi pemerintah RI, keanggotaan Indonesia dalam kelompok G20 merupakan sebuah
kesempatan bagi Indonesia untuk menyuarakan tidak hanya aspirasi nasionalnya di sebuah
forum internasional terbatas tetapi dapat menyuarakan aspirasi dari negara-negara ASEAN
lainnya (terutama karena Indonesia mendapatkan summit presidency ASEAN untuk tahun
2011) dan juga dapat memasukan suara dari Muslim world. Ini dapat memajukan politik luar
negeri Indonesia yang sejak lama menganut politik bebas aktif sehingga dapat menaikkan
citra Indonesia di mata dunia sebagai sebuah emerging power yang aktif dalam diplomasi
regional dan inter-regional.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Apakah kebutuhan dari adanya perubahan G-8 menjadi G-20?
2. Seberapa pentingkah eksistensi G-20 bagi Indonesia?
3. Apakah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Indonesia yang berikutnya akan
bargaining position Indonesia paska tergabung di G-20?

III. KERANGKA TEORI


Dalam membahas posisi tawar Indonesia setelah tergabung sebagai salah satu negara G-20,
kami akan menggunakan dua teori, sebagai berikut:
1. Three Global Forces/ Three Tsunamis
1. Demographic Shift
Lebih dari lima puluh tahun terakhir hampir seluruh negara-negara berkembang
mengalami baby boom sementara apa yang terjadi di kebanyakan negara-negara maju adalah
saat ini adalah tingginya angka aging population terhebat sepanjang sejarah. Fenomena yang
terjadi di negara maju ini sungguh akan sangat mempengaruhi pertumbuhan negaranya
karena ternyata jika masyarakat usia non-produktif dibandingkan dengan jumlah masyarakat
usia produktif yang relatif jauh lebih sedikit.
Sejarah proses penuaan sangat mendominasi masyarakat di negara-negara maju saat
ini. Hal ini menjadikan semakin sedikitnya orang yang menghasilkan kekayaan sementara
semakin banyak orang tua yang membutuhkan dukungan material dan perawatan medis.
Demographic shift ini adalah unsur pemaksa yang sangat kuat karena berpengaruh terhadap
penghasilan sebuah negara, memang tidak dalam waktu singkat akan merubah keadaan
sebuah negara namun meskipun resiko yang muncul ini cemnderung pelan, kemungkinan
kemunduran sebuah negara yang diawali oleh stagnansi pertumbuhan sangat pasti untuk
terjadi apalagi jika tidak dipikirkan kontinuitas dari generasi penerus yang mulai langka
tersebut.
Ada perbedaan yang sangat signifikan antara negara berkembang dan negara maju
sehingga menyebabkan negara maju lebih rentan mengalami demographic shift ini. Negara
berkembang yang memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah akan lebih mudah
untuk dikendalikan oleh pemerintahan yang berkuasa, contohnya pemerintah Indonesia yang
bisa menghambat pertumbuhan penduduknya melalui program Keluarga Berencana yang
memiliki hasil cukup efektif karena jargon-jargon yang diwacanakan mampu mempengaruhi
masyarakat luas. Sementara, pemerintah negara maju mengalami kesulitan yang cukup besar
untuk merangsang penduduknya agar mau memiliki anak lebih banyak demi menyelamatkan
negaranya dari aging population.

2. Globalization

“Apa itu globalisasi?” merupakan pertanyaan dari banyak orang di dunia kita yang
sudah memasuki dekade kedua dari abad ke-21 Masehi ini. Apakah globalisasi merupakan
sebuah integrasi dari sistem-sistem ekonomi, sosial dan politik (ekosospol) di dunia di mana
budaya-budaya yang ada di dunia ini dapat berjalan satu dengan yang lainnya? Apakah
globalisasi hanyalah sebuah Amerikanisasi budaya dunia jaman sekarang yang
menghilangkan budaya-budaya di dunia dan menggantikannya dengan sebuah “global
culture” yang seragam? Apakah globalisasi adalah sebuah kekuatan, sebuah momentum yang
dapat mendorong kesejahteraan, kemakmuran dan kesamarataan bersama atau globalisasi
hanya merupakan manifestasi dari konsumerisme dan kapitalisme yang sudah tidak dapat
dikendalikan dan hanya merusak lingkungan dan komunitas-komunitas kecil?
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas akan berbeda tergantung kepada siapa
Anda menanyakannya. Seorang profesor ekonomi di Boston, Amerika Serikat akan memiliki
jawaban yang berbeda dengan pakar politik di Brussels, Belgia demikian juga dengan ahli
sosiologi dari Beijing, Cina. Di antara masyarakat global juga Anda akan mendapat jawaban
dan opini yang berbeda mengenai isu globalisasi dari si mahasiswa di Marseille, Perancis;
dari sang businessman di Moskwa, Rusia; sang buruh dari Montevideo, Uruguay dan si
petani asal Malang. Dari 1001 orang akan didapatkan 1001 jawaban yang amat berbeda, baik
yang memiliki pandangan positif atau negatif, optimis atau pesimis mengenai isu globalisasi.

Menurut Laurence E. Rothenberg, Direktur program Globalization101 di Center for


Strategic & International Studies di Washington D.C., berpendapat bahwa perbedaan dari
persepsi-persepsi mengenai globalisasi disebabkan oleh perbedaan dari norma-norma (values)
yang ada di dalam masyarakat-masyarakat di dunia. Norma-norma, menurut Rothenberg,
adalah kunci untuk menilai pengaruh globalisasi dalam kehidupan individu-individu di dunia.
Rothenberg kemudian mendefinisikan globalisasi sebagai “akselerasi dan intensifikasi dari
interaksi dan integrasi antara individu-individu, perusahaan-perusahaan dan pemerintahan-
pemerintahan yang terdapat di negara-negara (nations) yang berbeda”.

Secara mendasar, globalisasi itu merupakan pertumbuhan yang cepat, kompleks, dan
besar, jaringan uang yang mendunia, sumber daya alam dan manusia, produksi, dan
kebutuhan konsumen. Selama tiga puluh tahun terakhir, perdagangan dan investasi di antara
negara-negara di dunia telah tumbuh dua kali lebih cepat sehingga menciptakan sebuah
landscape global.

3. The Fall of USSR


Komunisme dahulu sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat kokoh karena paham
ini bukan sekedar ideologi tetapi menjadi pola berpikir setiap individunya. Banyak pihak
yang sepakat bahwa keruntuhan komunisme ini sebenarnya bukan disebabkan kekuatan dari
luar seperti serangan militer dan sejenisnya, tetapi keruntuhan komunisme terjadi dengan
sendirinya karena di akhir 1989 komunisme sudah terlalu rentan, tua, lemah, tanpa makna
tetapi masih berusaha mengais untuk hidup.
Menurut Joseph Nye, seorang ahli kebijakan luar negeri dan mantan pejabat tinggi di
era Bill Clinton, sejak tahun 1970an perekonomian Soviet terbukti tidak dapat menyesuaikan
diri dengan kemajuan global yang mulai memproduksi dengan dikendalikan oleh sistem
informasi yang semakin kontemporer. Di sini telah terjadi pengurasan ide-ide komunis yang
menurut Nye telah menjadi otoriter dan diktator di bawah Stalinisme yang mengakibatkan
hilangnya kepercayaan rakyat terhadap komunisme ini. Hancurnya komunisme di Soviet
dapat dipastikan juga akan berpengaruh terhadap komunisme di Jerman Timur yang selama
ini dianggap sebagai simbol kemakmuran komunisme. Ketiadaan Jerman Timur membuat
komunisme semakin tenggelam, semakin tidak populer, dan semakin tak terdengar lagi
gaungnya di dunia internasional.
Keruntuhan Soviet ternyata berpengaruh sangat signifikan terhadap ekonomi dan
politik negara-negara yang selama ini berada di bawah pengaruhnya. Negara-negara pecahan
Soviet yang berada di kawasan Eropa Timur mulai mendekatkan diri ke Uni Eropa, akibatnya
eksistensi Uni Eropa semakin kuat dan menyebabkan status quo yang selama ini menganut
konsep bipolar menjadi multipolar yang artinya keruntuhan Soviet melahirkan kekuatan
ekonomi baru untuk menyaingi Soviet dan Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan pangsa
ekonomi Uni Eropa yang notabene menjunjung tinggi nilai demokrasi semakin menyelimuti
komunisme.
Di sisi lain, negara-negara non-Eropa, seperti India dan Cina, yang tadinya
dipengaruhi komunisme, paska keruntuhan komunisme mulai mencari pasar baru untuk
memenuhi kebutuhan ekonominya yang menyebabkan mereka mulai fokus untuk menjajaki
pasar di Asia dan menjalin hubungan bilateral maupun multilateral dengan negara-negara
lain. Dengan berdasar pada pemenuhan kebutuhan ekonomi dan untu meningkatkan daya
saing secara internasional, mereka juga mulai membuka pasar mereka terhadap liberalisasi
ekonomi yang merupakan paham barat.

Beberapa contoh pergeseran yang terjadi:

- Bagi negara paham timur, keruntuhan komunisme ini mengakibatkan negara mereka
harus mencari pasar baru dan tidak bergantung kepada Uni Soviet, contohnya Cina
dan India yang terbukti setelah runtuhnya komunisme mulai membuka diri dan
melakukan pendekatan ke pasar-pasar di bagian dunia lain seperti pasar ASEAN.
- Bagi negara paham barat, keruntuhan komunisme ini memberikan peluang untuk
melakukan ekspansi perdagangan lebih besar kepada mereka karena negara-negara
yang tadinya tertutup kini mulai membuka diri. Negara-negara ini biasanya akan
mengekploitas bahan-bahan mentah, kemudian mendapatkan tenaga kerja murah, dan
menjadikan negara lain sebagai pangsa pasar untuk memasarkan barang hasil produksi
mereka.
2. Prespektif Ekonomi Politik
1. Liberalisme

Asumsi dasar teori liberalisme ialah bahwa semua kegiatan dan hubungan kerjasama
ekonomi, baik perdagangan maupun yang lainnya, antar negara di dunia cenderung untuk
menghasilkan keuntungan bagi semua negara (positive sum game). Keuntungan ini diperoleh
karena pada setiap kegiatan dan kerjasama ekonomi setiap negara diasumsikan memiliki
„spesialisasi produksi‟. Dengan adanya spesialisasi, maka interdependensi pun terjadi.

2. Marxisme

Kebalikan dari teori liberalisme, maka teori Marxisme berpandangan bahwa semua
kegiatan dan hubungan kerjasama ekonomi antar negara di dunia ini sebenarnya tidak
menguntungkan semua negara, dengan kata lain ada negara-negara yang menang dan ada
negara-negara yang kalah (zero sum game). Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan
perilaku dominasi dari negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang. Alhasil, ini
menyebabkan hubungan dependensi dalam kerjasama ekonomi internasional, yaitu kebutuhan
ekonomi negara-negara berkembang menjadi bergantung pada produksi barang-barang
negara-negara maju. Dalam pandangan Marxis, tidak ada spesialisasi produksi di antara
negara-negara yang bekerja sama ekonomi, seperti yang diwacanakan kaum liberal. Produksi
barang-barang yang vital bagi kehidupan ekonomi modern, dipegang dan dikuasai oleh
negara-negara maju
PEMBAHASAN

I. Apakah kebutuhan dari adanya perubahan G-8 menjadi G-20?

Pada awalnya, kelompok G-8 yang beranggotakan negara-negara yang memiliki


ekonomi paling kuat di dunia pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Negara-negara
tersebut berada di hemisfer utara Bumi, yaitu di benua Amerika Utara, di daratan Eropa Barat
dan juga Rusia yang berada di Eropa Tmur serta Jepang sebagai satu-satunya Negara dari
benua Asia. Walaupun negara-negara ini memegang sebagian besar dari ekonomi dunia dan
memiliki pengaruh yang besar terhadap politik internasional, banyak kalangan menganggap
bahwa mereka tidak mewakili kepentingan masyarakat dunia.

Sejak terbentuknya G-8 pada tahun 1975 (Kanada bergabung ke G-6 pada tahun 1976
dan menjadi G-7, Rusia bergabung pada 1997 dan menjadi G-8), kelompok ini menjadi
secara de facto pembentuk opini dan pandangan dunia internasional terutama dalam hal
ekonomi, keuangan dan politik. G-8 sering dibilang sebagai kelompok yang mengontrol
ekonomi dunia dan membentuk dunia menjadi sebuah pasar yang menganut system ekonomi
kapitalis serta menjadi symbol dari globalisasi yang berdasarkan kapitalisme, korporatisme
dan konsumerisme. Oleh karena itu seringkali ketika negara-negara anggota G-8 bertemu,
banyaklah terdapat aksi-aksi demonstrasi yang menolak apa yang para demonstran
menganggap adalah pertemuan-pertemuan yang mementingkan negara-negara kaya dan
perusahaan-perusahaan multinasional besar. Berkat perubahan persepsi masyarakat di dunia,
kejadian-kejadian yang terjadi dan keadaan ekonomi dunia yang sering tidak stabil,
masyarakat dunia menganggap bahwa G-8 adalah kelompok yang gagal membawa perubahan
demi kebaikan masyarakat dunia secara luas.

Pandangan para pemimpin G-8 mengenai dunia sudah tidak berlaku lagi. Dunia
pasca-9/11 ternyata sangatlah berbeda dengan dunia pada masa Perang Dingin dan pasca-
Perang Dingin. Dunia sudah tidak lagi dipimpin oleh sekelompok Negara maju yang
memiliki kekuatan ekonomi, politik dan militer yang kuat. Negara-negara yang pasca-Perang
Dunia Kedua dianggap masih terbelakang akhirnya, setelah berkembang selama akhir abad
ke-20 dapat menyusul negara-negara industrial yang memimpin dunia pada akhir Perang
Dunia Kedua. Kini, Republik Rakyat Cina, India dan Brazil dapat kedudukan yang sama
seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman dan Rusia. Dunia sudah tidak sama lagi.

Pada KTT G-20 pada tahun 2008 di Gleneagles, Inggris, para pemimpin dari G-8
yang negara-negaranya juga termasuk dalam G-20, menyatakan bahwa G-20 akan
menggantikan G-8 sebagai forum utama ekonomi dan moneter dunia. Walaupun demikian,
G-8 akan tetap berjalan sebagai forum ekonomi tersendiri. G-20 sekarang diharapkan bisa
menjadi sebuah forum yang dapat menampung ide, opini dan pendapat dari negara-negara
yang memiliki system politik, ideology, system ekonomi dan latar belakang budaya yang
berbeda. Selain karena kelompok G-8 sendiri telah mendapat kritikan dari berbagai kelompok
di masyarakat dunia, G-20 diharapkan dapat menjadi sebuah forum ekonomi yang dapat
membantu memajukan keadaan dunia dengan sifatnya yang majemuk sehingga menjadi
symbol dari globalisasi positif yang berhasil.

II. Seberapa pentingkah eksistensi G-20 bagi Indonesia?

Dalam memandang adanya fenomena G-20, setidaknya kita dapat menganalisa


melalui beberapa teori ekonomi-politik internasional. Seberapa signifikankah eksistensi G-20
bagi kelangsungan ekonomi Indonesia saat ini dan di masa depan adalah pertanyaan
mendasar yang perlu dikaji lebih jauh. Untuk itu, kajian multi-perspektif diperlukan. Dua
teori atau perspektif ekonomi-politik internasional yang akan digunakan adalah teori
liberalisme dan marxisme. Kedua teori ini cukup memberikan gambaran singkat tentang
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada Indonesia, yaitu apakah kehadiran G-20 cukup
signifikan atau tidak bagi ekonomi Indonesia.

1. Liberalisme

Dalam G-20, posisi Indonesia adalah menguntungkan karena Indonesia memiliki


potensi untuk bisa merambah pasar negara-negara anggota G-20 dengan cara mendagangkan
bahan mentah (raw material) unggulan, seperti minyak, gas bumi, batu bara, logam, mineral,
karet, minyak sawit, biji kopi, dan lainnya. Sumber daya alam (SDA) yang melimpah
membuat Indonesia unggul di atas negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Australia,
Italia, Jerman, yang relatif minim SDA. India dan Cina juga merupakan sasaran potensial
tujuan ekspor SDA Indonesia karena populasi penduduk mereka yang besar mencapai 1
miliar.2

Sebagai barter dari ekspor SDA, Indonesia dapat memperoleh teknologi atau mesin-
mesin pabrik modern dari negara-negara tersebut untuk kemudian dialihkan ke Indonesia
untuk proses industrialisasi. Selain itu, dengan gencarnya ekspor SDA maka dapat dicapai
neraca perdagangan surplus, dengan itu Indonesia akan mampu mendatangkan dan membayar
tenaga ahli asing untuk mengasistensi tenaga ahli Indonesia. Dengan demikian, positive sum
game benar-benar terjadi apabila Indonesia mampu memanfaatkan kelebihan yang dimiliki
dengan menerapkan spesialisasi produksi, yaitu sebagai produsen bahan mentah.

Harapan dari penulis adalah, Indonesia sebaiknya jangan hanya memproduksi dan
mendistribusikan barang mentah. Dalam perkembangan ekonomi global kontemporer,
negara-negara yang dapat survive dan menjadi besar ialah negara yang dapat menghasilkan
barang dengan nilai tambah, dengan kata lain barang-barang itu sudah diolah menjadi barang
setengah jadi ataupun barang jadi. Kita bisa liat Cina telah memproduksi berbagai barang
elektronik, mainan anak-anak, perkakas olahraga, furniture, pakaian, dan sepatu3, dan India
telah memproduksi software untuk komputer. Memproduksi barang setengah jadi dan barang
jadi layak diusahakan oleh Indonesia guna meningkatkan competitiveness Indonesia di
kancah ekonomi internasional sehingga interdependensi antar negara dapat terjaga
keberlangsungannya, seperti asumsi teori liberalisme.

2. Marxisme

Dalam G-20 Indonesia akan berhadapan dengan negara-negara maju. Seperti Amerika
Serikat, Jepang, Jerman, Prancis, Inggris, dll.. Selain itu Indonesia juga harus siap
berhadapan dengan negara-negara new emerging markets, seperti Cina, India, dan Brazil.
Indonesia berpotensi menjadi korban dominasi ekonomi negara-negara maju apabila tidak
mampu melakukan bargaining yang kuat. Dengan sesama negara berkembang, Indonesia

2
Untuk India, menurutu Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, fokus ekspor Indonesia adalah mengirim
minyak sawit mentah (crude oil). Sementara ke Cina, Indonesia fokus mengekspor batu bara.
Lihat, http://www.tempointeraktif.com/hg/saham/2010/04/22/brk,20100422-242413,id.html diakses 31 Oktober
2010 pukul 02.04 WIB
Lihat, http://bisnis.vivanews.com/news/read/180654-ekspor-indonesia-ke-china-geser-amerika diakses 31
Oktober 2010 pukul 02.06 WIB
http://nasional.kompas.com/read/2008/10/22/1819388/china.dan.india.jadi.sasaran.ekspor.indonesia diakses
pada 31 Oktober 2010 pukul 02.05 WIB.
3
Di tahun 2007 tercatat ekspor terbesar Cina ke Amerika Serikat adalah peralatan elektronik. Lihat, Alexandra
Harvey, “The China Price”, 2009, Penguin Books, hlm. 5)
juga berpotensi dilemahkan dalam kerja sama ekonomi internasional. Seperti kita lihat
sekarang hubungan perdagangan Indonesia-Cina, telah nampak Indonesia kewalahan dengan
membanjirnya produk-produk Cina masuk ke pasar Indonesia, yang salah satu akibatnya
adalah terjadinya proses de-industrialisasi di Indonesia.4

Proses de-industrialisasi ini disebabkan oleh tak seimbangnya neraca perdagangan


Indonesia, yaitu membengkaknya impor dan merosotnya ekspor. Oleh karena itu, momentum
G-20 layak menjadi introspeksi Indonesia agar ke depan Indonesia tidak lagi terjebak dalam
zero sum game dalam menjalin kerja sama ekonomi dengan negara-negara anggota G-20.
Tindakan Indonesia yang realistis untuk saat ini adalah agar menahan derasnya laju impor
barang-barang masuk ke pasar dalam negeri dengan memberlakukan kuota, sementara itu
perluasan pasar ekspor produk Indonesia harus digalakkan

III. Apakah kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Indonesia yang berikutnya akan
bargaining position Indonesia paska tergabung di G-20?

Dengan tergabung di dalam G-20 sebenarnya negara-negara tersebut tidak


mendapatkan keuntungan secara langsung, begitu pula dengan Indonesia. Yang bisa kami
katakan adalah bahwa apa yang didapat Indonesia dengan menjadi anggota dari G-20 adalah
sebatas „pencitraan‟. Memang terdengar sangat sederhana kata pencitraan ini, namun inilah
yang sebenarnya bisa dijadikan instrumen utama, baik dalam ekonomi internasional maupun
politik internasional. Sayangnya, kita harus meninjau ulang apakah Indonesia sudah mampu
memainkan peranannya dengan optimal setelah memperoleh peluang pencitraan ini atau
tidak. Berikut kami akan membahas kelebihan dan kekurangan Indonesia sehingga kemudian
kita dapat menentukan seberapa signifikan bargaining position yang dimiliki Indonesia paska
tergabung sebagai salah satu negara G-20.

1. Good News from Indonesia

BRIC (Brazil, Russia, India, China) mempunyai kemungkinan untuk berubah menjadi
BIIC (Brazil, Indonesia, India, China). Hal ini dikarenakan saat ini Rusia sedang
menghadapi permasalahan yang serius di domestiknya seperti: infrastrukturnya yang sudah
cukup tua, masyarakatnya yang mengalami aging population, sistem perbankan-nya yang
sudah disfungsional dan ketinggalan zaman, sistem politiknya yang korup karena hanya

4
Lihat, http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/06/58/151060/deindustrialisasi-buah-
neoliberal diakses pada 31 Oktober 2010 pukul 01.18 WIB.
dikuasai oleh segelintir orang saja (oligarki), bahkan pertumbuhan nasionalnya saat ini
negatif 8%. Hal-hal tersebut merupakan alasan yang cukup untuk mengeluarkan Rusia dari
BRIC dan beralih menjadi BIIC.

Pertanyaan berikutnya adalah mengapa harus Indonesia yang menggantikan posisi


Rusia. Kami menganalisa ada beberapa indikasi yang membuat Indonesia layak antara lain:

- Demographic bonus: kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan


masyarakat dengan usia produktif yang sebenarnya jika diberdayakan lebih optimal
akan memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperbaiki segala sistem
yang ada di Indonesia. Perbaikan melalui masyarakat produktif ini yang saat ini
mulai langka di negara-negara maju di mana mereka kekurangan masyarakat dengan
usia produktif. Sementara, bagi Indonesia, aging population bukanlah sebuah
permasalahan. Inilah yang disebut dengan bonus keadaan demografis.
- Resilience as an economy and as a nation: negara-negara maju pada umumnya sulit
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya sementara Indonesia masih bisa
meningkatkan pertumbuhan ekonominya berkali-kali lipat lagi. Contohnya saat kita
menekan gas dengan kecepatan tinggi akan sulit bagi kita untuk menambah
kecepatan tetapi jika kita hanya berkendara dengan kecepatan rendah maka akan
lebih fleksibel untuk kita menekan gas lebih dalam. Inilah analogi dari keadaan
pertumbuhan ekonomi di dunia di mana negara-negara maju cenderung sulit untuk
menekan gas lebih atau meningkatkan pertumbuhan ekonominya, sementara
Indonesia yang masih bisa menekan gas lebih dalam lebih mempunyai peluang besar
untuk terus bertumbuh.

12.0
2010
10.0
2011
8.0

6.0

4.0

2.0

-
Indonesia

Asia
Australia
Malaysia

Japan
Vietnam
Singapore

India

Thailand

Philippines
China

5
International Monetary Fund
Pertumbuhan asia yang saat ini lebih dari 7% membuat Asia menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi di dunia. Dalam hal ini, Indonesia juga menjadi salah satu
negara yang menyumbang terhadap tingginya tingkat perutmbuhan di asia meskipun
Cina dan India masing-masing masih menduduki peringkat pertama dan kedua. Asia
dijadikan mesin penyembuh krisis ekonomi global yang secara langsung pula
memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengeksplorasi diri lebih jauh. Pada
tahun 2010-2011, Indonesia diperkirakan akan tumbuh 6-6.2% bahkan mungkin
lebih, hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan
yang paling tinggi jika dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, selain
Vietnam
- Indonesia masih memiliki kekayaan alam yang bisa dieksplor (timbel, sawit, batu
bara, gas alam, minyak, dan asset-aset lainnya) yang sangat menarik untuk
mendatangkan investor foreign direct investment karena material ini memiliki harga
yang sangat tinggi secara global. Ini memberikan Indonesia posisi tawar yang sangat
menggiurkan di dunia internasional asalkan Indonesia mampu untuk memanajemen
sumber dayanya dengan baik sehingga bisa memberi kesejahteraan kepada
masyarakat luas.

2. Challenges for Indonesia

Ada banyak hal baik di Indonesia namun sayangnya hal-hal tersebut belum cukup
baik hanya karena adanya beberapa hal yang sangat signifikan yang mengganggu
pertumbuhan dan peluang hal-hal baik tersebut, antara lain:

- Deindustrialisasi
Seperti yang kita ketahui bersama, saat ini pertumbuhan ekonomi di Indonesia
mencapai 6,2% pertahun dan ini tergolong prestasi yang cukup baik di level regional bahkan
internasional. Apalagi paska krisis ekonomi global, pertumbuhan ekonomi banyak negara
menurun drastis, dan Indonesia berdiri sebagai negara yang mampu mempertahankan
pertumbuhan ekonomi. Namun, dilain sisi pertumbuhan industri di Indonesia tidak
segemilang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dimana pertumbuhan industri hanya
mencapai 3-4% pertahun. Ketimpangan presentase antara pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan dan ekonomi dikhawatirkan akan membawa dampak yang tidak baik bagi
pertumbuhan ekonomi di Indonesia kedepannya. Karena pertumbuhan ekonomi yang tidak
diimbangi oleh pertumbuhan industri hanya berprospek jangka pendek (short term prospect).
Sementara, kita sudah harus berfikir untuk melakukan deindustrialisasi yang lebih agar
pertumbuhan Indonesia lebih terjamin dan terprospek untuk jangka panjang (long term
prospect).
- Korupsi
Berbicara mengenai korupsi sudah bukanlah sesuatu yang tidak lazim lagi di
Indonesia. Nama Indonesia cukup pamor dikarenakan hanya sebuah kata korupsi ini.
Indonesia menempati posisi 111 dari 180 negara yang di data dengan indikator negara bersih.
Posisi ke-111 ini mengindikasikan Indonesia sangat jauh dari kategori negara bersih dari
korupsi.
Rank Negara Skor Rank Negara Skor
1 New Zealand 9.4 84 Thailand 3.4
3 Singapore 9.2 111 Egypt 2.8
12 Hong Kong 8.2 111 INDONESIA 2.8
17 Japan 7.7 120 Vietnam 2.7
19 United States 7.5 130 Nigeria 2.5
37 Taiwan 5.6 139 Bangladesh 2.4
39 Brunei 5.5 139 Pakistan 2.4
39 Korea (South) 5.5 139 Philippines 2.4
55 South Africa 4.7 146 Russia 2.2
56 Malaysia 4.5 146 Timor-Leste 2.2
63 Italy 4.3 158 Cambodia 2.0
63 Saudi Arabia 4.3 158 Laos 2.0
79 China 3.6 178 Myanmar 1.4
84 India 3.4 180 Somalia 1.1

Sebagai negara yang tergolong korupsi, Indonesia akan tersisih dari kancah iklim
investasi dunia, di mana sebenarnya Indonesia sangat membutuhkan foreign direct investment
yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas dan dalam waktu yang
cukup panjang. Namun, hal itu jauh dari harapan karena investor asing cenderung enggan
berinvestasi di Indonesia karena ketidakstabilan ekonomi di Indonesia, salah satunya karena
korupsi.

Terlepas dari visi dan strategi Indonesia berdiplomasi untuk mendapat keuntungan
ekonomis di G-20, ada satu hal yang krusial yang perlu diperhatikan bangsa Indonesia. Hal
itu adalah korupsi. Adalah suatu kesia-siaan apabila kita sudah mencapai kesepakatan
ekonomi yang menguntungkan dengan negara-negara anggota G-20, tetapi ironisnya yang
menikmati keuntungan itu hanyalah segelintir orang yang memiliki jabatan di pemerintahan.
Transparansi dan akuntabilitas keuangan negara untuk itu perlu diwujudkan, agar
managemen cash-flow negara benar-benar berjalan sesuai kepentingan umum.
- Infrastruktur
Pemerintah Indonesia cenderung terjebak di fixed expenditure seperti gaji, membayar
utang, subsidi, dan membayar bunga. Hal seperti ini membuat infrastruktur yang ada di
Indonesia terabaikan dengan sangat menyedihkan. Selama infrastruktur tidak tingkatkan,
Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk berkompetisi secara internasional karena tidak
bisa mengefisiensikan produksi barang dan jasa milik Indonesia.
Rank Country Logistic Performance
Index (LPI)

2 Singapore 4.09
7 Japan 3.97
13 Hong Kong 3.88
15 The US 3.86
18 Australia 3.84
23 South Korea 3.64
27 China 3.49
29 Malaysia 3.44
35 Thailand 3.29
44 Philippines 3.14
47 India 3.12
53 Vietnam 2.96
75 Indonesia 2.76

Indonesia hanya menganggarkan 2.7% anggaran untuk pembangunan infrastruktur.


Sementara jika dibandingkan dengan negara lain. Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan
karena Indonesia dalam jangka pendek ini tidak akan mempunyai peluang untuk bersaing
secara internasional. Hal ini penting untuk diperhatikan secara lebih demi meningkatkan
bargaining position Indonesia. Infrastruktur yang baik akan sangat berpengaruh terhadap
efisiensi sistem logistic yang akan meningkatkan sikap kompetitif.

Tidak adanya fasilitas memadai seperti listrik, transportasi, jalan yang bagus, dan
seterusnya, menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena pabrik-pabrik akan
tutup. De-industrialisasi akan terjadi apabila masalah infrastruktur tidak bisa diatasi. Dapat
dibayangkan bagaimana jatuhnya citra kita dalam G-20 di mana Indonesia diproyeksikan
sebagai negara yang berpengaruh dari segi ekonomi namun ketika negara-negara anggota G-
20 berkunjung ke Indonesia untuk peninjauan langsung ke lapangan ternyata masalah
minimnya infrastruktur kerap melanda.
- Human Development Index

Sumber daya manusia merupakan asset terpenting bagis ebuah negara. Sumber daya
manusia yang tidak kompeten tidak akan bisa mengangkat derajat bangsa namun justru akan
membuat negara tersebut semakin terpuruk. Human development index Indonesia masih
sangat rendah, diindikasi melalui harapan hidup, kualitas pendidikan dan kesehatan, hingga
kemampuan membuat progress dan perubahan bagi bangsa. Permasalahan mengenai
rendahnya kualitas HDI di Indonesia ini sudah ada sejak dulu sampai saat ini namun masih
saja belum terselesaikan. HDI menunjukkan berbagai faktor utama dalam peningkatan
kualitas manusia Indonesia masih jauh dari bermutu dan kompeten. Bagaimana kita mau
meningkatkan daya saing dan posisi tawar kita jika kualitas aktornya, sumber daya manusia,
masih memperihatinkan.

Kasus penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi sebagai pembantu
rumah tangga di berbagai negara, seperti di Malaysia dan Arab Saudi, sedikit banyak
mempengaruhi citra Indonesia di mata internasional, khusunya di forum G-20. Apakah
sumber daya manusia yang dikirim ke luar negeri hanyalah unskilled labor? Lalu, dimanakah
peran sumber daya manusia Indonesia yang lainnya, seperti kaum intelektual, ilmuwan,
pelajar, dan sebagainya? Pemerintah Indonesia perlu untuk menyadari bahwa skilled labor
Indonesia adalah asset penting bagi bangsa. Skilled labor Indonesia harus diberikan wawasan
global agar bisa bersaing dengan skilled labor lainnya dari negara lain. Apabila pola
pengiriman tenaga kerja Indonesia masih saja berorientasi pada pengiriman Unskilled Labor,
maka pengaruh Indonesia di dunia internasional, khusunya di G-20, kurang begitu signifikan.
PENUTUP

I. Saran
Dengan masuk sebagai salah satu negara G-20, satu-satunya keuntungan yang
dimiliki oleh Indonesia adalah pencitraan. Meskipun terdengar sederhana yaitu sebatas
pencitraan tetapi sebenarnya inilah instrumen yang mampu membawa Indonesia mencapai
kepentingan-kepentingan nasionalnya. Melalui citra ini, Indonesia bisa memaksimalisasi
bargaining position-nya karena Indonesia kaan mampu untuk memperjuangkan hal tersebut.
Sayangnya, ada beberapa hal fundamental yang secara pasti akan menghambat
peluang Indonesia untuk tumbuh kembang, meskipun sudah memiliki „citra‟ yang cukup baik
paska tergabung di G-20. Beberapa penghambat tersebut telah dijabarkan sebelumnya
sebagai challenges for Indonesia, oleh karena itu selanjutnya akan dijabarkan saran-saran
sebagai solusi untuk meminimalisir tantangan-tantangan itu dan memaksimalkan potensi
pencitraan Indonesia demi meningkatkan daya saing dan posisi tawar Indonesia di kancah
internasional.
1. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat banyak dan memiliki nilai jual
tinggi, sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan kemampuan mengolah dengan tujuan
value added sehingga sumber daya alam yang sebenarnya bernilai jual tinggi tersebut
hanya bisa dijual sebagai bahan mentah (raw materials) yang tidak begitu mahal. Jika
Indonesia menggencarkan deindustrialisasi secara merata dan menyeluruh maka
kemungkinan besar sektor industri kita akan tertopang dengan lebih baik untuk
menghasilkan produk barang dan jasa dengan nilai dan kualitas yang lebih menjual
dan lebih mampu bersaing dengan produksi negara-negara lain. Industri merupakan
nadi bagi perekonomian nasional karena industri yang baik akan mempengaruhi
kualitas barang. Barang yang diekspor ke luar negeri akan menjadi representasi
Indonesia ang akan mendukung peningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
domestik. Dengan deindustrialisasi yang merata dan menyeluruh ini pula kita bisa
memastikan kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia untuk
jangaka panjang, bukan sekedar jangka pendek yang seperti saat ini terjadi di
Indonesia, karena deindustrialisasi merupakan gerbang modernasi yang sesuai dengan
isu-isu global saat ini yang secara tidak langsung memaksa Indonesia untuk terus
memacu progres-progres yang signifikan untuk menghadapi tantangan global.
2. Keadaan domestik Indonesia sangat berpengaruh terhadap proses pencitraan, apalagi
di saat kondisi domestik ternyata tidak stabil dan sarat akan kepentingan politis. Hal
seperti ini adalah ranjau yang akan selalu dihindari investor asing untuk menanamkan
foreign direct investment di Indonesia. Hal yang saat ini paling digembar-gemborkan
menyangkut keadaan domestik Indonesia adalah korupsi. Selama korupsi masih kerap
terjadi tanpa ada usaha pengurangan dan penindakan yang nyata maka kepercayaan
investor asing juga dipertaruhkan. Korupsi yang menggerogoti bangsa ini harus
dihapuskan karena implikasinya yang sangat luas terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara serta dalam berhubungan internasional. Korupsi ini mempengaruhi
kestabilan politik karena cenderung menimbulkan birokrasi yang berbelit-belit
sehingga investor enggan untuk berinvestasi. Andaikan negara kita aman dan bersih
dari korupsi atau paling tidak korupsi bukanlah lagi menjadi trademark Indonesia,
maka dapat dipastikan Indonesia akan menarik banyak sekali investor, baik dalam
negeri ataupun luar negeri, karena sebenarnya Indonesia mempunyai nilai jual yang
tinggi di bidang real sector yang bisa ditawarkan untuk diberdayakan secara lebih
efektif, pastinya tanpa korupsi.
3. Sumber daya manusia adalah modal terpenting bangsa untuk memaksimalisasi
pencitraan karena individu-individu inilah yang memperjuangkan nasib bangsa
Indonesia, kepentingan nasional dan kedaulatan negara ini. Namun, kondisi
masyarakat yang kurang kompeten hanya akan membuat bangsa kita tidak mampu
memainkan instrument yang ada. Cara yang bisa dilakukan untuk memaksimalisasi
adalah dengan meningkatkan taraf hidup terutama di sektor kesehatan dan pendidikan
karena dua faktor ini adalah faktor utama untuk menjamin pembangunan sumber daya
manusia ke arah lebih baik.
4. Infrastruktur memegang peranan penting untuk mengefektifkan industri di Indonesia
karena infrastruktur merupakan penggerak utama dalam motor ekonomi di Indonesia.
Seperti rumah sakit, jalan tol, sumber daya pembangkit listrik, dll. Tanpa adanya
infrastruktur yang dapat menunjang suprastruktur, maka efisiensi dari roda
perekonomian pun tidak akan terlaksana. Untuk itu penting bagi pemerintah
menginvestasikan dana yang cukup di sektor infrastruktur agar kegiatan
perekonomian lebih terfasilitasi dengan baik.
II. Kesimpulan

Keikutsertaan Indonesia dalam G20 bisa menjadi momen krusial bagi Indonesia,
namun bisa menjadi sangat tidak potensial apabila masalah-masalah dalam negeri Indonesia,
seperti infrastruktur yang kurang memadai, tingkat korupsi yang tinggi, dan sumber daya
manusia (SDM) yang kurang kompeten di tingkat global, tidak segera dibenahi. Dari berbagai
teori yang kami kemukakan di atas, kita akan dapat menyimpulkan sendiri masa depan
Indonesia dalam G20: apakah kita akan riding the wave ataukah kita be the wave? Selain itu,
teori-teori ekonomi-politik internasional, seperti liberalisme dan marxisme, telah memberika
wawasan pada kita tentang berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada Indonesia dalam
G20.

Kesimpulan yang dapat kami ambil adalah untuk saat ini Indonesia telah banyak
mendapat nilai positif dan kredit menyangkut pencitraan internasional, di mana hal itu
mengangkat reputasi Indonesia di dalam forum G20. Hal ini dapat menggenjot Indonesia
untuk melengkapi kekurangannya dan memaksimalkan kelebihannya.

Terlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki Indonesia, ramalan pertumbuhan


GDP Indonesia pada 2011-2012 yang cukup positif akan menjadi modal keyakinan Indonesia
untuk bangkit menata perekonomiannya agar lebih baik lagi. Pada tahun 2010-2011,
Perekonomian Indonesia (GDP) diperkirakan akan tumbuh 6-6.2% bahkan mungkin lebih,
hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan yang paling tinggi
jika dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, selain Vietnam.

Di samping pertumbuhan GDP yang positif, Indonesia juga tetap menjadi pengekspor
bahan mentah yang masih diminati banyak negara-negara di dunia, khususnya para negara
anggota G20. Indonesia memiliki kekayaan alam yang bisa dieksplor (timbel, sawit, batu
bara, gas alam, minyak, dan asset-aset lainnya). Dengan SDA yang melimpah, Indonesia
tergolong mudah untuk mendatangkan FDI, dan konsekuensi dari gencarnya FDI yang masuk
ke dalam negeri Indonesia adalah GDP akan semakin meningkat. Akhir kata, keberadaaan
Indonesia di G20 telah banyak memberikan citra positif. Berbagai tantangan dan harapan
sudah ada di depan mata Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Buku

DESKER, Barry. (2010) Is Indonesia Outgrowing ASEAN? PacNet, No. 46. Honolulu:
Pacific Forum CSIS.

HARVEY, Alexandra. (2009) The China Price. Penguin Books.

ROTHENBERG, Laurence E.(2003) Globalization 101: The Three Tensions of


Globalization. Issues in Global Education. New York: The American Forum for Global
Education.

SAPHIRO, Robert. (2009) Futurecast.

VON HOFFMAN, Norbert. (2009) The emerging economies of East Asia and the G-20
process. Reports from Friedrich-Ebert-Stiftung. Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung.

Website

http://www.g20.org/about_what_is_g20.aspx, diakses pada 29 Oktober 2010 pukul 02.15


WIB

http://www.tempointeraktif.com/hg/saham/2010/04/22/brk,20100422-242413,id.html diakses
31 Oktober 2010 pukul 02.04 WIB

http://bisnis.vivanews.com/news/read/180654-ekspor-indonesia-ke-china-geser-amerika
diakses 31 Oktober 2010 pukul 02.06 WIB

http://nasional.kompas.com/read/2008/10/22/1819388/china.dan.india.jadi.sasaran.ekspor.ind
onesia diakses pada 31 Oktober 2010 pukul 02.05 WIB.

http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/06/58/151060/deindustrialisasi-buah-
neoliberal diakses pada 31 Oktober 2010 pukul 01.18 WIB.

Anda mungkin juga menyukai