Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah. makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang berjudul “ Pancasila Sebagai Sistem Etika”
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari beberapa pihak, Makalah ini tidak akan
selesai. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu yaitu
Bapak “Pristi Suhendro Lukitoyo,S.Hum.,M.Si’’ yang telah memberikan tugas ini agar
kami mampu memahami materi tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karna itu kami menerima
kritik dan saran dari dosen serta teman teman yang membaca makalah ini, agar kami bisa
lebih menyempurnakan tugas selanjutnya. Kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya, dan pembaca pada umumnya.
Penulis
Kelompok 6
DAFTAR ISI
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud etika pancasila ?
2. Bagaimna konsep dan urgensi pancasila dengan etika?
3. Mengapa etika pancasila itu penting?
4. Apa yang dimaksud dengan menggali sumber historis, sosiologis, dan politis?
5. Argumen apa yang dapat dibangun tentang dinamika dan tantangan pancasila?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi Pancasila Sebagai Sistem Etika.
2. Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan
Sila dalam Pancasila.
3. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1. Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika
a. Pengertian Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap,
dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik
pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika
sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang
membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6). Etika pada
umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku
manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali
disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).
b. Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi etika
keutamaan, teleologis, deontologis. Etika keutamaan atau etika kebajikan
adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari
tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini
mengarahkan perhatiannya kepada keberadaan manusia, lebih menekankan
pada What should I be?, atau “saya harus menjadi orang yang bagaimana?”.
Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati,
ksatriya, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar, percaya
diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani, santun, jujur,
terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri, bijaksana, peduli,
dan toleran (Mudhofir, 2009: 216--219).
Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan
kewajiban. Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas
asas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya atau
jelek, maka tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai tindakan yang tidak
etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan dinilai
berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya.
Etika teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan
kesalahan suatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan 5 akhir yang diinginkan
(Mudhofir, 2009: 214). Aliran-aliran etika teleologis, meliputi eudaemonisme,
hedonisme, utilitarianisme.
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral
sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat.
Kewajiban moral bertalian dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran
moral atau kelayakan, kepatutan. Kewajiban moral mengandung kemestian
untuk melakukan tindakan. Pertimbangan tentang kewajiban moral lebih
diutamakan daripada pertimbangan tentang nilai moral. Konsep konsep nilai
moral (yang baik) dapat didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau
kelayakan rasional yang tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat
dianalisis (Mudhofir, 2009: 141).
c. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila
untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai
tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek
kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai
spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan
kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi
humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya
meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila
persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein),
cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap
menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain, tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi
nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang
lain.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan
dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil dan
beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir
Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam
masyarakat, bangsa dan negara.
B. Saran
Hubungan nilai dengan norma adalah nilai mendasari terbentuknya pola perilaku.
Pola perilaku akan bisa terwujud sesuai denagan yang kita inginkan apabila terdapat
kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang memendorong dan mengarahkan untuk
mewujudkan pola perilaku itu menjadi perbuatan atau tindakan konkret. Dalam
bersosialisasi kita juga haru menerapkan aturan pancasila sebagai sitem etika, dengan
norma-norma dan ketentuan yang telah ada.
Daftar Pustaka