Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

MASALAH PELAYANAN KEBIDANAN DI TINGKAT PELAYANAN

KESEHATAN PRIMER

DISUSUN OLEH:

NAMA : FIRA RISANTY

NIM : 105019026

YAYASAN PENDIDIKAN CENDRAWASIH

AKADEMI KEBIDANAN PALU

TAHUN AJARAN 2021


KAJIAN MATERI

Masalah Pelayanan Kebidanan ditingkat Pelayanan Kesehatan Primer

1. Kematian Ibu di Indonesia


a. Identifikasi masalah
AKI merupakan salah satu target yang masih sulit dicapai di Indonesia, dimana
target MDGs ialah menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup namun
AKI di Indonesia masih 228/100.000 kelahiran hidup.4 Tulisan ini mencoba
mengidentifikasi mengapa penurunan AKI masih sulit dicapai di Indonesia. Berkaca
dari pengalaman dan identifikasi kelompok atau organisasi masyarakat sipil mengenai
permasalahan kesehatan yang seyogyanya terpenuhi sesuai dengan target MDGs,
akan diusulkan apa yang perlu menjadi agenda kerja untuk mengurangi AKI di
Indonesia. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan telah cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko tinggi pada saat
kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian. Berdasarkan angka di atas diketahui
bahwa target penurunan AKI di Indonesia bahkan belum mencapai setengah angka
yang diharapkan.
b. Penyebab masalah
Berdasarkan penyebab, sebagian besar kematian ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh
perdarahan sebanyak 1.330 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus,
dan gangguan sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus. Jumlah kematian ibu
menurut provinsi disajikan pada
c. Rencana pemecahan masalah
Dalam upaya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu, pemerintah
melakukan upaya Making Pragnancy Safe (MPS) dengan tiga pesan kunci MPS,
yaitu:
 Setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
 Setiap komplikasi obstetric mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan terlatih.
 Setiap wanita subur mempunyai jarak terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran (Purwoastuti dan Walyuni,
2015).

2. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Nakes di Indonesia


a. Identifikasi masalah
Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2020 di Indonesia sebesar
89,8%. Sedangkan ibu hamil yang menjalani persalinan dengan ditolong oleh tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 86%. Dapat dikatakan bahwa
masih terdapat 3,8% persalinan yang ditolong tenaga kesehatan namun tidak
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Selisih ini mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 2,2%. Pada tahun tersebut, capaian persalinan
ditolong tenaga kesehatan sebesar 90,95% dan capaian persalinan ditolong tenaga
kesehatan di fasyankes sebesar 88,75%.

Indikator persalinan ditolong nakes di fasyankes di Indonesia pada tahun 2020 belum
memenuhi target RENSTRA 2020 yaitu sebesar 86% terhadap target 87%. Provinsi
DKI Jakarta memiliki capaian tertinggi sebesar 99,6%, sedangkan Maluku memiliki
capaian terendah sebesar 31,4%. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara
kedua provinsi tersebut. Provinsi dengan capaian tinggi pada umumnya berada di
regional barat, sedangkan provinsi dengan capaian rendah sebagian besar berada di
wilayah timur.
b. Penyebab masalah
Menurut Darwis (2009), ada tiga faktor penyebab masyarakat memilih tenaga
penolong persalinan ke non-tenaga kesehatan diantaranya yaitu: kemiskinan, masih
kurangnya tenaga medis dan kultur budaya masyarakat. Sedangkan menurut Digilib
(2011) ada beberapa faktor penyebab masyarakat memilih penolong persalinan ke
non-nakes: Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat, Akses terhadap informasi
kesehatan kurang persepsi tentang jarak penolong persalinan, dukungan suami dan
keluarga Tingkat pendidikan seseorang, pekerjaan dan status sosial ekonomi.
c. Rencana pemecahan masalah
Dalam upaya menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau
bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB, maka pada tahun 2011 Kementerian
Kesehatan meluncurkan upaya terobosan berupa Jaminan Persalinan (Jampersal).
Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil
untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang di dalamnya termasuk pemeriksaan
kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru
lahir. (Depkes RI:2011).

3. Pelayanan ANC (K1, K4) di Indonesia


a. Identifikasi masalah
Salah satu penelitian (Ashraf-Ganjoei, et al., 2011), usia yang semakin tua serta
tingkat pendidikan yang semakin rendah, menjadi salah satu factor kurangnya
perhatian untuk melaksanakan ANC. Selain itu, menurut Irianti (2017), ibu hamil
yang berpendidikan rendah berisiko untuk tidak memiliki riwayat pemeriksaan
kehamilan yang tidak lengkap, begitu juga dengan usia, dimana usia <20 tahun dan
>35 tahun berisiko untuk tidak memiliki riwayat pemeriksaan kehamilan yang
lengkap.
b. Penyebab masalah
Rendahnya ibu hamil yang melakukan kunjungan K1 - K4 bisa dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil melakukan
pemeriksaan kehamilan adalah pekerjaan, paritas, pengetahuan, dukungan keluarga
dan jangkauan ke tempat pelayanan kesehatan (Siyoto,S, 2015).
c. Rencana pemecahan masalah
Implementasi berbasis inovasi yaitu dalam pelaksanaan ANC, Inovasi dan
pengembangan memegang peran penting dalam faktor internal. Inovasi
pengembangan dapat berupa usulan strategi evaluasi layanan baru, peningkatan
indikator kualitas ANC, Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK), penataan dokumen administrasi, dan inovasi lainnya dengan tujuan untuk
mendukung kualitas dan efisiensi dari Layanan ANC

4. Kematian Bayi dan Balita di Indonesia


a. Identifikasi masalah
Berdasarkan data yang dilaporkan kepada Direktorat Kesehatan Keluarga melalui,
pada tahun 2020, dari 28.158 kematian balita, 72,0% (20.266 kematian) diantaranya
terjadi pada masa neonatus (Gambar 5.25). Dari seluruh kematian neonatus yang
dilaporkan, 72,0% (20.266 kematian) terjadi pada usia 0-28 hari. Sementara, 19,1%
(5.386 kematian) terjadi pada usia 29 hari – 11 bulan dan 9,9% (2.506 kematian)
terjadi pada usia 12 – 59 bulan.
b. Penyebab masalah
Salah satu penyebab kematian Bayi dan Balita di indonesia adalah Infeksi, termasuk
infeksi saluran nafas dan diare.
Data dari Institute for Health Metrics and Evaluation yang dipublikasikan
Ourworldindata.org menunjukkan, penyebab kematian utama pada anak usia di
bawah lima tahun (balita) adalah infeksi pernapasan mengalami kematian. Selain itu,
kombinasi gangguan neonatal (bayi baru lahir kurang dari 28 hari) juga menjadi
penyebab kematian tertinggi dari balita.
c. Rencana pemecahan masalah
1. Tenaga kesehatan diperbanyak di daerah terpencil yang memang jangkauan
pelayanannya masih dirasa kurang.
2. Melengkapi sarana dan prasarana yang ada di fasilitas kesehatan. Baik fasilitas
kesehatan dasar atau rujukan
3. Obat akan disediakan dalam satu kesatuan dengan sistem layanan kesehatan..
4. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kehamilan.
5. Mengembangkan riset-riset operasional atau litbang secara sederhana.

5. Cakupan Imunisasi di Indonesia


a. Identifikasi masalah
Pada tahun 2020, cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional sebesar 83,3% .
Angka ini belum memenuhi target Renstra tahun 2020 yaitu sebesar 92,9%. Cakupan
imunisasi dasar lengkap pada tahun 2020 merupakan cakupan imunisasi dasar
lengkap yang terendah dalam kurun waktu 2011 – 2020 sebagai dampak dari adanya
pandemi COVID-19.
b. Penyebab masalah
Dengan adanya pandemi, target cakupan imunisasi dasar lengkap semakin berat.
Para orang tua khawatir bahwa anak mereka akan tertular COVID-19 jika pergi ke
tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan.
Beberapa masyarakat ada yang menjadi anti imunisasi, dengan berbagai alasan
menentang adanya imunisasi, ada yang menyatakan bahwa vaksin terdiri dari unsur
haram, karena ada vaksin yang mengandung porcine (babi), maka para ibu menilai
negatif terhadap imunisasi dan ibu akan menolak anaknya diberi imunisasi karena
dalam ajaran agama Islam tidak diperbolehkan (Hidayat, 2008).
Penyebab lainnya dikarenakan pengetahuan para ibu yang juga berhubungan
dengan adanya informasi dari media massa yang beredar dimasyarakat dengan
pemberitaan terkait penggunaan vaksin palsu dalam vaksin yang diberikan untuk
imunisasi pada anak, karena membuat masyarakat semakin takut dan tidak mau
mengimunisasikan anaknya akibat informasi yang masih menjadi tanda tanya besar
bagi masyarakat tentang keaslian vaksin yang digunakan untuk imunisasi. Pemerintah
sudah memberitahu kepada masyarakat melalui media massa seperti televisi, internet,
dan surat kabar bahwa vaksin yang berasal dari pemerintah sudah terbukti
menggunakan vaksin asli dan tidak ada yang menggunakan vaksin palsu, maka dari
itu para orang tua tidak perlu khawatir akan keaslian vaksin yang digunakan pada
tempat-tempat pelayanan imunisasi.
c. Rencana pemecahan masalah
Tim imunisasi dari Flying Health Care (FHC) membentuk strategi untuk
meningkatkan cakupan imunisasi minimal sampai 90%.
1. Sesuai arahan Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Vensya Sitohang
bahwa sasaran ORI campak ditingkatkan hingga usia < 19 tahun dari yang
sebelumnya 59 bulan. Sehingga jumlah sasaran menjadi meningkat.
2. Peningkatan cakupan imunisasi program minimal 80% yang terdiri dari; imuniasi
dasar dan imunisasi lanjutan.
3. Peningkatan cakupan ORI campak sampai minimal 90% dan merata di semua
distrik.
4. Pembekalan petugas tentang strategi imunisasi di daerah yang sulit, yakni dengan
strategi multi injeksi dalam 1 kali pelayanan terhadap sasaran imunisasi.
5. Peningkatan pengetahuan petugas tentang pengelolaan logistik imunisasi meliputi
vaksin dan cold chain.
6. Membangun sistem pencatatan dan pelaporan cepat pelayanan imunisasi dalam
fase penanggulangan pasca ORI.
DAFTAR PUSTAKA

Profil Kesehatan Indonesia 2020

Nurunniyah, S., & Nurhayati, A. S. 2013. Mutu Pelayanan Kebidanan. Yogyakarta:


Fitramaya.

Pohan, I. S. 2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai