Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ISLAM DAN RUANG LINGKUPNYA

Dosen

Usman,SHI,MA

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1.Bella Tri Amanda

2.Yoga Pratama Fajri

3.Salsabilla Putri

4.Gading Maharani

5.Nesha Aulia Rahmi

6.M.Adity Hidayatullah

7.Farhan Budiman

8.Fadli Rahmat

SISTEM INFORAMSI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS PUTRA INDONESIA “YPTK” PADANG

2020
Kata pengantar
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehinggakami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul "ISLAM
DAN RUANG KINGKUPNYA

Penyusunan makalah kami kerjakan secara berkelompok sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya walaupun kita belajar secara daring . Untuk itu tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada teman teman dan sumber yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka
selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupunkritik demi memperbaiki
makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat


diambilmanfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkatpermasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Solok, 22 oktober 2020

Pengantar

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
A.Latar belakang......................................................................................................................................1
B.Tujuan..................................................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN MASALAH............................................................................................................................2
A. Aqidah.............................................................................................................................................2
B. Ibadah (al-‘abidu) : Hamba..............................................................................................................4
C. PENGERTIAN AKHLAK......................................................................................................................5
D. Mu'amalah.......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Pendidikan agama islam sangat penting untuk di pelajari,di amalkan,dan dilaksanakandalam kehidupan
sehari-hari, oleh karena itu kita harus lebih memahami agama islam terutama yangmencakup
didalamnya , hal ini sangat penting untuk di pelajari karena di dalamnya terdapatpelajaran yang sangat
berharga yang dapat menjadi panutan kita.

B.Tujuan
Memberikan penjelasan dan pengertian Ruang lingkup ajaran islam tentang ilmu pengetahuan akidah dan
akhlak Islam dan Syari’ahMemberikan pemahan betapa pentingya akidah, akhlak
dan Syari’ah  IslamDengan adanya tambahan pengetahuan mengenai akidah ,akhlak Syari’ah Islam
diharapkan kita dapat menjalankan hidup ini lebih baik lagi dan sesuai dengan ketentuan yang telah di
tetapkan oleh Allah swt. Dan bisa memperkuat keimanan kita dalm menghadapi masalah-masalah yang
muncul di kehidupan ini

1
BAB II

PEMBAHASAN MASALAH
A. Aqidah
a) Aqidah (al-aqidu) : Menghimpun, Mempertemukan, Mengikat
a) Aqidah Secara Etimologi
Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. ‫ت َك َذا‬
ُ ‫ ا ْعتَقَ ْد‬artinya “Saya ber-i’tiqad
begini”. Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Aqidah adalah apa yang
diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, “Dia mempunyai aqidah yang benar,” berarti
aqidahnya bebas dari keraguan. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati
dan pembenarannya kepada sesuatu.
b) Aqidah Secara Syara’
Yaitu iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan
kepada hari akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga
sebagai rukun iman.

Syari’at terbagi menjadi dua : i’tiqadiyah dan amaliyah..I’tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak
berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i’tiqad (kepercayaan) terhadap rububiyah Allah a dan
kewajiban beribadah kepada-Nya, juga ber-i’tiqad terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut
ashliyah (pokok agama). (Syarah Aqidah Safariniyah, I/4).Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang
berhubungan dengan tata cara amal. Seperti shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah.
Bagian ini disebut far’iyah (cabang agama), karena ia dibangun di atas i’tiqadiyah. Benar dan rusaknya
amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya i’tiqadiyah.Maka aqidah yang benar adalah fundamen
(pondasi) bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal.Sebagaimana firman Allah:
‫صالِحًا َواَل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه أَ َحدًا‬
َ ‫فَ َم ْن َكانَ يَرْ جُو لِقَا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َماًل‬

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-
Kahfi: 110)

ِ ‫ك َولَتَ ُكون ََّن ِمنَ ْالخ‬


َ‫َاس ِرين‬ َ ُ‫ك َوإِلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِكَ لَئِ ْن أَ ْش َر ْكتَ لَيَحْ بَطَ َّن َع َمل‬ ِ ُ‫َولَقَ ْد أ‬
َ ‫وح َي إِلَ ْي‬

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi) yang sebelummu, “Jika
kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-
orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

ُ‫ أَاَل هَّلِل ِ الدِّينُ ْالخَالِص‬, َ‫فَا ْعبُ ِد هَّللا َ ُم ْخلِصًا لَهُ ال ِّدين‬

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan
Allahlah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az-Zumar: 2-3)

Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak
diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi yang pertama kali adalah pelurusan

2
aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para Rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata
dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia. Sebagaimana firman Allah:

َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُكلِّ أُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُدُوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’, …” (QS. An-Nahl: 36)

Dan setiap Rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya:

ُ‫يَا قَوْ ِم ا ْعبُدُوا هَّللا َ َما لَ ُك ْم ِم ْن إِلَ ٍه َغ ْي ُره‬

“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.”

(QS. Al-A’raf: 59, 65, 73, 85)

Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh Rasul. Selama 13
tahun di Makkah -sesudah bi’tsah- Nabi mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena
hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da’i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah
mengikuti jejak para Rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid
dan pelurusan aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama yang lain.Sumber-
sumber Aqidah Yang Benar dan Manhaj Salaf Dalam Mengambil Aqidah.

Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan
ijtihad dan berpendapat di dalam¬nya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah a,
tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri.
Dan tidak seorang pun sesudah Allah a yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah z. Oleh
karena itu manhaj Salafush Shalih dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada Al-
Qur’an dan As-Sunnah.

Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang hak Allah a mereka
mengimaninya, meyakininya dan mengamalkannya. Sedangkan apa yang tidak ditunjukkan oleh Al-
Qur’an dan As-Sunnah mereka menolak dan menafikannya dari Allah Z. Karena itu tidak ada
pertentangan di antara mereka di dalam i’tiqad. Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jama’ah mereka
juga satu. Karena Allah a sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran aqidah dan kesatuan manhaj. Allah berfirman:

‫َص ُموا بِ َح ْب ِل هَّللا ِ َج ِميعًا َواَل تَفَ َّرقُوا‬


ِ ‫َوا ْعت‬

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
…” (Qs. Ali Imran: 103)

‫ضلُّ َواَل يَ ْشقَى‬ َ ‫فَإِ َّما َيأْتِيَنَّ ُك ْم ِمنِّي هُدًى فَ َم ِن اتَّبَ َع هُدَا‬
ِ َ‫ي فَاَل ي‬

“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barang¬siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaha: 123)

3
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah telah
bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi
73 golongan yang kesemuanya di Neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu,
beliau menjawab:

ِ ‫هُ ْم َم ْن َكانَ َعلَى ِم ْث ِل َما أَنَا َعلَ ْي ِه ْاليَوْ َم َوأَصْ َحا‬


‫ب‬

“Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para
sahabatku.” (HR. Ahmad)

Kebenaran sabda baginda Rasulullah tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun
aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah
manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka ter¬jadilah penyimpangan dan perpecahan
dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.

B. Ibadah (al-‘abidu) : Hamba


Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’
(terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara
lain adalah:

1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi
disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik
berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.

Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap. Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan
anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan),
raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan
tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan
hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta
masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:

ُ‫ق ُذو ْالقُ َّو ِة ْال َمتِين‬ ْ ‫ق َو َما أُ ِري ُد أَن ي‬


ُ ‫ُط ِع ُمو ِن إِ َّن هَّللا َ ه َُو ال َّر َّزا‬ ٍ ‫ُون َما أُ ِري ُد ِم ْنهُم ِّمن رِّ ْز‬ َ ِ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل‬
ِ ‫نس إِاَّل لِيَ ْعبُد‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak
menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan
kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat
kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

4
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan
mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa
yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’
(pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya,
maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).Syarat Diterimanya Ibadah Ibadah adalah
perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an
dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَه َُو َر ٌّد‬


َ ‫ َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬.

“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”

Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali
dengan adanya dua syarat:

a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.

b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan
ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah
konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul,
mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ٌ ْ‫بَلَ ٰى َم ْن أَ ْسلَ َم َوجْ هَهُ هَّلِل ِ َوه َُو ُمحْ ِس ٌن فَلَهُ أَجْ ُرهُ ِعن َد َربِّ ِه َواَل خَ و‬
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ زَ نُون‬

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak
bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]

C. PENGERTIAN AKHLAK
1. Menurut Bahasa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.
Dalam Bahasa Arab kata akhlak ( akhlaq ) diartikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama.
Dan ada juga mengungkapkan akhlak menurut bahasa adalah berasal dari bahasa arab dengan kosakata
Al-Khulq berarti kejadian.Pada sumber lain menyatakan akhlak menurut bahasa adalah dilihat dari sudut
ٌ َ‫ )أَ ْخال‬berasal dari bahasa Arab jama’ dari “ Khuluqun “ ( ‫ق‬
etimologi perkataan “ Akhlak “ ( ‫ق‬ ٌ ُ‫ ) ُخل‬yang

5
menurut lughat diartikan adat kebiasaan ( Al-Adat ), perangai, tabi’at ( Al-Sajiyyat ), watak ( Al-Thab ),
adab / sopan santun ( Al-Muru’at ), dan agama ( Al-Din ) . Kata tersebut mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan “ Khalqun “ ( ‫ق‬ ٌ ‫ )خَ ْل‬yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “
Khaliq “ (‫ق‬ ٌ ِ‫ )خاَل‬yang berarti pencipta dan “ Makhluq “ ( ‫ق‬ ٌ ْ‫ ) َم ْخلُو‬yang berarti yang diciptakan dan dari
sinilah asal mula perumusan ilmu akhlak yang merupakan koleksi ugeran yang memungkinkan timbulnya
hubungan yang baik antara Makhluk dengan Khaliq dan antara Makhluk dengan makhluk.

Bahkan dalam kitab ” Al-Mursyid Al-Amin Ila Mau’idhah Al-Mu’min ” telah dijelaskan perbedaan
antara kata ” Al-Khalqu ” (ُ‫ )اَ ْل َخ ْلق‬dengan kata ” Al-Khuluqu ” (ُ‫ )اَ ْل ُخلُق‬sebagai berikut :

ِّ ‫ َو َح َسنُ ْالبَا ِط ِن ه َُو َغلَبَةُ ال‬,‫ت‬


ِ ‫صفَا‬
‫ت‬ ُ ‫ فَ ُحسْنُ الظَّا ِه ِر ه َُو ْال َج َما ُل َك َما َع َر ْف‬,‫اط ِن‬
ِ َ‫ اَى َح َسنُ الظَّا ِه ِر َو ْالب‬: ‫ق‬
ِ ُ‫ق َو ْال ُخل‬
ِ ‫فُالَنَ َح َس ِن ْالخَ ْل‬: ‫يُقَا ُل‬
‫ال َج ِم ْي َد ِة َعلَى ْال َم ْذ ُموْ َم ِة‬.
ْ

Artinya : “ Dikatakan : Fulan itu baik kejadiannya dan baik budi pekertinya ”, maksudnya baik lahir dan
batinnya. Yang dimaksud ” baik lahir ” yaitu baik rupa atau rupawan, sedang yang dimaksud ” baik batin
” yaitu sifat-sifat kebaikan ( terpuji ) yang mengalahkan atas sifat-sifat tercela ” .

Jadi jelas bahwa kata ” Al-Khalqu ” ( ‫ق‬ ُ ‫ )اَ ْلخَ ْل‬itu mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriyah seperti
wajah seseorang yang bagus atau yang jelek. Sedangkan kata ” Al-Khuluqu ” ( ‫ق‬ ُ ُ‫ )اَ ْل ُخل‬atau jamak dari “
Akhlak “ (‫ق‬ ٌ َ‫ )أَ ْخال‬itu mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniah seperi sifat-sifat
terpuji atau sifat-sifat tercela . Bahkan Ibnu Athir dalam kitabnya “ An-Nihayah “ telah menerangkan
bahwa : “ Hakikat makna Khuluqun ( ‫ق‬ ٌ ُ‫ ) ُخل‬itu ialah gambaran batin manusia yang tepat ( yaitu jiwa dan
sifat-sifatnya ), sedang makna Khalqun ( ‫ق‬ ٌ ‫ )خَ ْل‬merupakan gambaran bentuk luarnya ( raut muka, warna
kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan sebagainya ).

Pemakaian kata Akhlaqa atau Khuluq keduanya dapat kita jumpai pemakaian dalam Al-Qur’an atau
hadits, yakni sebagaimana dalam ayat dan hadits di bawah ini :

)٤: ‫َظي ٍْم (القلم‬ ٍ ُ‫َواِنَّكَ لَ َعلى ُخل‬


ِ ‫قع‬

“ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung “. ( Q. S. Al-Qalam : 4 ).

ِ ‫َار َم ااْل َ ْخاَل‬


)‫ق (رواه احمد‬ ُ ‫اِنّ َما ب ُِع ْث‬
ِ ‫ت اِل ُ تَ ِّم َم َمك‬
“ Sesungguhnya aku diutus ( Allah ) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti “ ( H. R. Ahmad )

Ayat Al-Qur’an dan hadits tersebut masing-masing menggambarkan atau mengungkapkan arti dari kata
akhlak tersebut yang artinya telah disebutkan di atas tadi. Jadi jelas tidak ada perlu pertentangan tentang
pengertian dari kata akhlak karena memang masing-masing ada pegangan atau rujukannya. Kata akhlak
juga berarti tindak-tanduk atau kebiasaan-kebiasaan.

2. Menurut Istilah
a) Imam Al-Ghazali menyebut akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa. Daripada jiwa
itu, timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran.

b) Prof. Dr. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan. Maksudnya,
sesuatu yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu

6
apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Ahmad Amin menjelaskan
arti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa keinginan manusia. Manakala kebiasaan pula
ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Daripada kehendak dan
kebiasaan ini mempunyai kekuatan kearah menimbulkan apa yang disebut sebagai akhlak.
c) Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong
( diri atau jiwa itu ) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya
pemikiran kerana sudah menjadi kebiasaan.

Pengertian yang telah diuraikan telah cukup jelas untuk memberikan pemahaman tentang makna akhlak
itu sendiri. Setiap manusia dilahirkan dengan tabiat dasarnya yang dibawa dari Tuhan. Pada umumnya
para ahli berpendapat seperti itu berdasarkan dari hadits Rasulullah SAW :

ْ ِ‫ َما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد اِاّل يُوْ لَ ُد َعلَى ْالف‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
.‫ط َر ِة فَاَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه اَوْ يُ َم َّج َسا نِ ِه اَوْ يُنَصِّ َرانِ ِه‬ َ َ‫ ق‬: ‫ع َْن اَبِى ه َُري َْرةَ قَا َل‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
)‫(رواه مسلم‬

Dari Abu Hurairah berkata : berkata Rasulullah SAW : “ Setiap manusia dilahirkan berdasarkan fitrahnya,
lalu kedua orang tuanyalah yang mempengaruhinya menjadi Yahudi, Majusi, Dan Nasrani ”. ( H. R.
Muslim ).

Kata fitrah yang disebutkan pada hadits di atas memiliki arti kata “ suci ” yang mana suci dalam agama.
Namun, jika diperluas makna “ suci ” tersebut maka suci tersebut juga bisa mencakup terhadap akhlak
yang artinya manusia itu membawa akhlak yang suci ketika manusia itu dilahirkan. Sedangkan kata “
kedua orang tuanyalah yang mempengaruhinya ”, maka yang dimaksud mempengaruhi dalam kata itu
tidak hanya dalam masalah agama tapi juga dalam tingkah laku ataupun perbuatan. Bahkan juga kata
dalam orang tua dalam hadits tersebut mungkin juga berlaku juga pada guru karena pada hakikatnya guru
juga termasuk orang tua yakni orang tua di dalam lingkup pendidikan.

1) Akhlak Hasanah

Akhlak Hasanah bila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki makna akhlak yang baik. Makna ini
diketahui karena kata hasanah memang berasal dari Bahasa Arab yakni “ Hasana ” yang artinya baik.
Tidak hanya sekilas begitu saja pengertian akhlak hasanah, ada juga yang mendefenisikan bahwa akhlak
hasanah itu ialah apabila seseorang melakukan kebaikan kepada kita dan kita membalasnya dengan
kebaikan. Contoh : kita punya tetangga yang mana beliau apabila mendapat rezeki berlebih selalu berbagi
dengan kita. Beliau mendapat uang dua milyar dan karena kita sebagai tetangga beliau, kita pun ikut
kecipratan rezeki sebab beliau membagi sembako kepada warga sekitar sebagai tanda syukur. Karena
kebaikan-kebaikan beliau itulah kita selaku tetangga otomatis berbuat buat baik juga kepada sesama kita
dan contoh akhlak hasanah yang lain seperti pemaaf, penyantun, sabar, rahmah ( kasih sayang ), lemah
lembut dan lainnya.

2) Akhlak Karimah

Akhlak karimah apabila diartikan sendiri bisa bermakna akhlak yang mulia. Kata karimah sendiri berasal
dari Bahasa Arab yang mana fi’il madhinya adalah ‫ كرم‬yang berarti mulia. Kalau melihat kata mulia tentu
ini tingkatannya lebih tinggi daripada hasanah ( baik ) walaupun pada dasarnya kedua akhlak ini sama-
sama bagus. Akhlak mulia ini secara spesifik yakni bermakna apabila seseorang tidak pernah melakukan
kebaikan kepada kita ( biasa-biasa saja ), tetapi kita selalu berbuat baik kepada orang tersebut. Sikap

7
seperti inilah yang dinamakan dengan akhlak karimah atau akhlak yang mulia. Contoh yang lain jujur,
menghindari perbuatan dusta ( bohong ), dan amanah.

3) Akhlak Adzimah

Akhlak adzimah bila diartikan adalah akhlak yang agung. Dalam Kamus Bahasa Arab ‫ عظيم‬arti “ yang
hebat, yang agung, sangat besar, maha besar, megah, penuh kemegahan, penuh keagungan, perkasa, kuat,
penting ”. Akhlak azhimah ini merupakan tingkatan akhlak yang tertinggi di antara kedua akhlak diatas
tadi. Akhlak azhimah ini merupakan suatu sikap dimana seseorang melakukan kebaikan kepada orang
lain walaupun orang lain tersebut telah menyakiti dirinya. Sikap ini dicontohkan Oleh Rasulullah SAW
ketika beliau berdakwah di Kota Thaif dimana ketika beliau berdakwah disana, beliau malah dikatakan
sebagai orang gila dan beliau juga dilempari batu hingga tubuh beliau ada yang terluka. Sesudah kejadian
tersebut beliau tidak marah atau menghujat malahan beliau mendoakan mereka. Inilah setinggi-tingginya
akhlak yakni akhlak azhimah.

D. Mu'amalah
Muamalah adalah peraturan-peraturan Allah subhanahu wa ta’ala yang harus diikuti dan ditaati
dalam hidup bermasyarakat. Contoh muamalah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan definisi ini
meliputi interaksi hidup bertetangga atau berteman.

Dalam islam muamalah juga memiliki prinsip, diantaranya yaitu :

 Hukum muamalah mubah – pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya adalah boleh.
 Atas dasar sukarela – pengertian muamalah dalam islam bermakna saling berbuat, dengan
ketentuan tidak ada paksaan diantara pihak yang saling melakukan perbuatan muamalah tersebut.
 Mendatangkan manfaat, menghindari mudharat – hal ini mengarahkan para pihak yang
bermuamalah unutk menghindari perbuatan yang sia-sia dan mubazir.
 Memelihara nilai keadilan – muamalah yang dilakukan adalah perbuatan yang menghindari
unsur-unsur penganiayaan dan penindasan.

Dalam Islam juga ada muamalah yang dilarang, yaitu :

 Maisyir – merupakan transaksi memperoleh keuntungan secara untung-untungan atau dari


kerugian pihak lain.
 Gharar – adalah muamalah yang memiliki ketidakjelasan obyek transaksinya. Seperti barang yang
dijual tidak dapat diserah-terimakan, tidak jelas jumlah, harga dan waktu pembayarannya.
 Haram–tidak diperbolehkan melakukan transaksi atas benda atau hal-hal yang diharamkan.
Sehingga tidak sah transaksi jual beli jika obyek jual belinya adalah khamar atau narkoba.
 Riba – pengertian riba dalam islam adalah tambahan dalam aktivitas hutang piutang dan jual beli.
Terdapat macam-macam riba dalam kehidupan sehari-hari yang perlu ditinggalkan, seperti riba
jahiliyah dan riba nasiah dalam transaksi perbankan konvensional.
 Bathil – transaksi bathil dalam muamalah terlarang untuk dilakukan.

8
DAFTAR PUSTAKA
https://hudhanewblog.blogspot.com/2015/09/makalah-pentingnya-
agama-islam-dan.html
https://www.academia.edu/37448900/Makalah_Agama_Islam_Dan_
Ruang_Lingkupnya

Anda mungkin juga menyukai