Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A219035/ Januari 2021


** Pembimbing : dr. Ratna Sugiati

INSOMNIA

Oleh:

Floren Simanjuntak
G1A219035

Pembimbing:
dr. Ratna Sugiati

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT PUSKESMAS OLAK KEMANG FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2021
LEMBAR PENGESAHAN

INSOMNIA

Oleh:

Floren simanjuntak

G1A219035

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT
PUSKESMAS OLAK KEMANG FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI 2021

Jambi, Januari 2021


Pembimbing
dr. Ratna Sugiati
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa., karena dengan
rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus pada
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai teori-
teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan melihat penerapannya secara langsung di lapangan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratna sugiati
sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis dalam penyusunan laporan kasus.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan, sehingga


diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Jambi, Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan....................................................................................................................ii

Kata Pengantar............................................................................................................................iii

Daftar Isi......................................................................................................................................iv

Bab I Status Pasien.....................................................................................................................1

Bab II Tinjauan Pustaka.............................................................................................................8

Bab III Analisa Kasus................................................................................................................26

Daftar Pustaka............................................................................................................................28
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. N/ Perempuan/ 56 tahun
b. Pekerjaan/ Pendidikan: IRT/ SMA
c. Alamat : Sungai Duren

1.2 Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak :2
c. Status ekonomi keluarga : Cukup

1.3 Aspek Psikologis dalam Keluarga :


a. Keponakan pasien meninggal dunia 1 minggu yang lalu
b. Adek pasien meninggal dunia 2 hari yang lalu
c. Hubungan dengan anggota keluarga baik

1.4 Keluhan Utama :


Tidak bisa tidur ± 1 minggu yang lalu

1.5 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan tidak bisa tidur ± 1 bulan yang
lalu dan semakin memberat dalam 1minggu terakhir. Pasien kesulitan untuk memulai
tidur dan sering terbangun saat tidur malam kemudian tidak bisa tidur lagi sehingga
pasien terjaga sampai pagi hari. Pasien mengatakan sudah mencoba memejamkan
matanya namun tidak juga tertidur, menurut pasien setiap kali keluhannya muncul
pasien hanya tidur sekitar 2-3 jam semalam, sehingga merasa lemas dan lesu
dikeesokan harinya.
Pasien merasa bahwa kesulitan untuk memulai tidur dikarenakan pasien
terlalu memikirkan tentang keluarganya. 1 bulan yang lalu keponakan pasien sakit ,
sehingga pasien merasa khawatir terhadap keadaan keponakan pasien tersebut. 1
minggu yang lalu keponakan pasien meninggal dunia, dan pasien merasa sangat
sedih . Kemudian dua hari yang lalu adik pasien juga meninggal dunia, sehingga
pasien merasa sangat sedih kehilangan dua orang anggota keluarganya dalam waktu
yang berdekatan. Sejak keponakan pasien sakit pasien sudah mulai tidak bisa tidur
dimalam hari, memberat 1 minggu yang lalu sampai sekarang.
Pasien mengaku semenjak keluhannya muncul belum pernah berobat.
Keluhan sulit tidur yang dialami pasien tersebut kadang diikuti dengan penurunan
nafsu makan, sakit kepala, sakit pada lutut, pinggang, dan kadang sakit pada seluruh
badannya. Pasien juga kadang merasa dadanya sesak saat mengigat adik dan
keponakannya. Pasien mengatakan tidak ada mendengar suara yang tidak didengar
orang lain ataupun melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh orang lain. Menarik diri
dari lingkungan sekitar disangkal. Demam tidak ada, mual dan muntah juga tidak ada.
BAB dan BAK tidak ada keluhan.

1.6 Riwayat Penyakit Dahulu :


a. Riwayat keluhan serupa (-)
b. Riwayat Diabetes Mellitus (-)
c. Riwayat Penyakit Jantung (-)

1.7 Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Riwayat keluhan serupa (+) pada suami pasien
b. Riwayat Hipertensi dalam keluarga (-)
c. Riwayat Diabetes Mellitus (-)
d. Riwayat Penyakit Jantung (-)

1.8 Riwayat makan, alergi, obat-obatan dan perilaku kesehatan :


Pasien sering mengkonsumsi makanan tinggi garam seperti keripik asin dan
makanan dengan kalori tinggi, pasien juga jarang berolahraga. Pasien tidak
membatasi konsumsi makanannya sehari-hari. Riwayat mengkonsumsi kopi atau teh
disangkal. Riwayat penggunaan obat obatan dan NAPZA disangkal. Riwayat minum
minuman beralkohol disangkal. Pasien tidak mengidap alergi terhadap makanan
ataupun obat-obatan tertentu. Sejak keluhan pasien muncul pasien tidak nafsu
makan, sehingga kadang pasien haya makan sedikit.

1.9 Pemeriksaan Fisik :


Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tekanan darah : 150/108 mmHg
4. Nadi : 82 x/ menit
5. Pernafasan : 20 x/ menit
6. Suhu : 36,6 °C
7. Berat Badan : 69 kg
8. Tinggi Badan : 150 cm (IMT: 30,67 kg/m2)
Pemeriksaan Organ
1. Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), isokor, pergerakan bola mata simetris
Telinga : Sekret (-), serumen (-)
Hidung : Rinore (-), deviasi septum (-)
Tenggorokan : Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
2. Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-)
3. Thoraks
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis: simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS VI
kanan
Auskultasi Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI 2 linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

4. Abdomen
Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)
Palpasi Nyeri tekan(-), defans musculer(-), hepatomegali (-),
splenomegali(-), nyeri ketok costovertebra(-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

5. Ekstremitas Atas : Edema (-), akral hangat, CRT < 2 detik


Ekstremitas bawah : Edema (-), akral hangat, CRT < 2 detik

Status Psikiatri

- Penampilan : Sesuai

- Cara berbicara : Sesuai, cukup terbuka

- Mood : Sesuai

- Afek : Stabil
- Isi Pikiran :tidak ada gangguan,berpikiruntuk kesembuhan dirinya
- Gangguan berpikir : waham (-)

- Gangguan persepsi : Halusinasi (-), Ilusi (-)

1.10 Pemeriksaan Penunjang


- Darah rutin
WBC : 9,1 x 103/L
HGB
: 12,1 grdl
HCT
: 36,3 %
RBC
: 4,36
PLT : 200 x 109/L
1.11 Pemeriksaan Penunjang Anjuran
a. Darah rutin
b. Kadar glukosa darah
c. Urinalisis
d. Profil lipid
e. Foto thorax
f. EKG

1.12 Diagnosis Kerja

Insomnia ( G47.0 )
Aksis I : insomsia non-organik (F.51.0)
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : hipertensi

Aksis IV : Tidak ada diagnosis

Aksis V : GAF Scale 90 – 81.

1.13 Diagnosis Banding :


Depresi (F32)
Gangguan Ansietas (F41.9)
Tension Headache (G44.2

1.14 Manajemen

1. Promotif :

- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, faktor resiko dan penyebab


penyakitnya, serta komplikasi yang dapat muncul
- Menjelaskan kepada pasien untuk meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan
nutrisi bergizi dan seimbang
- Menjelaskan kepada pasien penting untuk tetap menjaga kebersihan dan
kesehatan diri dan lingkungan karena keadaan yang bersih juga dapat membantu
untuk tidur.

2. Preventif :

- Hindari memikirkan masalah terlalu berlebihan, misalnya dengan menghindari


termenung atau memperbanyak ibadah dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar
- Hindari atau batasi tidur siang

- Hindari mengkonsumsi kopi dan minuman berkafein sebelum tidur

- Hindari merokok atau alkohol

- Kurangi nonton TV atau main gadget hinga larut malam

3. Kuratif :

Non Farmakologis

a. Minum susu coklat hangat sebelum tidur

b. Memakai penutup mata jika diperlukan

c. Mematikan lampu dan benda elektronik sebelum tidur

d. Relaksasi sebelum tidur, seperti membaca, beribadah, atau mandi air hangat
Farmakologis :

Diazepam 1x 2mg malam hari jika tidak bisa tidur

Amlodipine 1x5 mg

Pengobatan tradisional :

Sayur kangkung tumis Bahannya :


1 ikat sayur kangkung

Bawang putih, bawah merah, Cabe merah, garam, dan air 100 cc Cara membuatnya :
Cuci bersih sayur kangkung, Setelah dicuci bersih lalu dipotong ukuran sedang. Lalu
bawang merah dna butih juga dicuci dan dipotong kecil. Lalu tumis bawang dan cabe,
lalu masukkan kangkung dan tambahkan air matang 100 cc. Kasih garam dan tunggu
sampai sayur matang.
Sayur ini bisa dikonsumsi 2 kali sehari.

4. Rehabilitatif

 Ikuti pengobatan secara benar dan teratur

 Pengobatan dilakukan sampai tuntas

 Kontrol ulang setelah obat habis


Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
dr. Floren Simanjuntak dr. Floren Simanjuntak
SIP : G1A219035 SIP : G1A219035
Jln. KH. M. Saleh, RT 01 Kel. Pasir Panjang, Jln. KH. M. Saleh, RT 01 Kel. Pasir Panjang,
Kec. Danau Teluk, Kode Pos 36265 Kec. Danau Teluk, Kode Pos 36265

Jambi, 2021 Jambi, 2021

R/ diazepam tab 2 mg no III R/ diazepam tab 2 mg no III


N.I S 1dd tab 1 malam N.I S 1dd tab 1 malam
R/ amlodipin tab 5 mg no III R/ amlodipin tab 5 mg no III
S 1dd tab 1 pagi S 1dd tab 1 pagi
R/ piroxsikam tab 10 mg no X R/ ibuprofen tab 400 mg no X
S3dd tab 1 p.c S3dd tab 1 p.c
R/ Vit B complex no X R/ Vit B complex no X
S3dd tab 1 p.c S3dd tab 1 p.c

Pro :ny. N Pro :ny. N


Umur:56 tahun Umur:56 tahun
Alamat:sungai duren Alamat:sungai duren

Resep Ilmiah 2 Resep Ilmiah 3


Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
dr. Floren Simanjuntak dr. Floren Simanjuntak
SIP : G1A219035 SIP : G1A219035
Jln. KH. M. Saleh, RT 01 Kel. Pasir Panjang, Jln. KH. M. Saleh, RT 01 Kel. Pasir Panjang,
Kec. Danau Teluk, Kode Pos 36265 Kec. Danau Teluk, Kode Pos 36265

Jambi, 2021 Jambi, 2021

R/ lorazepam tab 1 mg no III R/ Alprazolam tab 0,5 mg no III


N.I S 1dd tab 1 malam N.I S 1dd tab 1 malam
R/ amlodipin tab 5 mg no III R/ amlodipin tab 5 mg no III
S 1dd tab 1 pagi S 1dd tab 1 pagi
R/ ibuprofen tab 400 mg no X R/ piroxsikam tab 10 mg no X
S3dd tab 1 p.c S3dd tab 1 p.c
R/ Vit B complex no X R/ Vit B complex no X
S3dd tab 1 p.c S3dd tab 1 p.c

Pro :ny. N Pro :ny. N


Umur:56 tahun Umur:56 tahun
Alamat:sungai duren Alamat:sungai duren
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal


kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang
berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases
mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang
terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The
International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang
terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut.
Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk
tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-
obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati
tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.
2.2 Klasifikasi
Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR.

a) Gangguan tidur primer


I.1 Dissomnia

I.1.a Insomnia primer

I.1.b Hipersomnia primer

I.1.c Narkolepsi

I.1.d Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan

I.1.e Gangguan tidur irama sirkadian (gangguan jadwal tidur-bangun)


I.1.f Dissomnia yang tidak ditentukan

I.2 Parasomnia

II.2.a Gangguan mimpi buruk

II.2.b Gangguan teror tidur

II.2.c Gangguan tidur berjalan

II.2.d Parasomnia yang tidak ditentukan

b). Gangguan Tidur yang berhubungan dengan gangguan mental lain

II.1 Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II

II.2 Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II

c). Gangguan tidur lain

III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum

III.1.a Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur

III.1.b Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan dengan
tidur
III.1 c Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur

III.1.d Asma berhubungan dengan tidur

III.1.e Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur

III.1.f Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur

III.1.g Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal


Paroksismal)
III.2 Gangguan tidur akibat zat

III.2.a Pemakaian obat hipnotik jangka panjang

III.2.b Obat antimetabolit

III.2.c Obat kemoterapi kanker


III.2.d Preparat tiroid

III.2.e Anti konvulsan

III.2.f Anti depresan

III.2.g Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH); kontrasepsi oral; alfa metil
dopa; obat penghambat beta.

Klasifikasi Insomnia
Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau
susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi
penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi
medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu
masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat
menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10
orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat
disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit
tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol.
Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

2.3 Tanda dan Gejala Insomnia

 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

 Sering terbangun pada malam hari


 Bangun tidur terlalu awal

 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

 Iritabilitas, depresi atau kecemasan

 Konsentrasi dan perhatian berkurang

 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

 Ketegangan dan sakit kepala

 Gejala gastrointestinal

2.4 Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat


membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur.
Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang
yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan
insomnia.
• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia
dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan
(seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung
kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.
• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas
dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia
lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini
dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-
paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan
penyakit Alzheimer.
• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal,
mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang
tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada
jauhdari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk
tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.

2.5 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko
insomnia meningkat jika terjadi pada:
 Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon
selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama
menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering
mengganggu tidur.
 Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.
 Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu
tidur.
 Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti
kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia
kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya
insomnia.
 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari
sering meningkatkan resiko insomnia.

2.6 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

 Pola tidur penderita.

 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

 Tingkatan stres psikis.

 Riwayat medis.

 Aktivitas fisik

 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya :


perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan yang
keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat memberi
petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau mungkin
disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur maupun siklus
harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis.
Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita
sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.

Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan
psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat
penggunaan obat dan pengobatan.

Pengukuran sleep hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan


insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi :

- Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun
pada akhir pekan.
- Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya.

- Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV


atau bekerja.
- Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk

- Menghindari tidur siang.

- Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari,
kalau hal ini akan mengganggu tidur).

- Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung


kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif.
Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien. Meskipun
demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya
dengan cara melakukan pengukuran ini.

Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR

A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan


tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan.
B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan
penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi,
gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau
parasomnia.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain
(misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium).
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ


• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas
tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan
diagnosis insomnia diabaikan.

2.7 Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan
cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya
direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

- Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan


pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini
dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
- Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang
positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.
- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.
- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur
yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan
atau beribadah
 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada
malam hari.
 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti
menghindari kebisingan
 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari
sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

 Menghindari makan besar sebelum tidur

 Cek kesehatan secara rutin

 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik


2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu


benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (alprazolam, diazepam . lorazepam, Nitrazepam,Trizolam, dan
Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital) Pemilihan obat, ditinjau


dari sifat gangguan tidur :
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan
benzodiazepine (Short Acting) dapat diberikan diazepam 2-5 mg pada malam hari
atau lorazepam 0,2 -5 mg.
Misalnya pada gangguan anxietas

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali
ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti- Insomnia”, yaitu
golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-
pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu
golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada
gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.


- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan
sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya
rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-
lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut
Lama Pemberian

- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari
2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat
menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat
ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti- insomnia
(waktu paruh) :
- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam)  gejala rebound lebih
berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam  gejala rebound lebih ringan

- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam  menimbulkan gejala “hang over”,


Hang over adalah efek sisa yang disebabkan adanya akumulasi dari sisa metabolit
aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor, resiko terjadinya
kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat. pada pagi harinya dan juga
“intensifying daytime sleepiness”
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi
“disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”
Interaksi obat

- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi


efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and respiratory failure”
- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme
atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang menimbulkan interaksi
obat atau dengan kondisi medik tertentu.
- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau
“CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus

- Kontraindikasi :

o Sleep apneu syndrome

o Congestive Heart Failure

o Chronic Respiratory Disease

- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko


menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada
trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi
(penekanan fungsi SSP)

3.10 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.

Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.


Gambar 1. Komplikasi Insomnia Komplikasi insomnia meliputi
 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan


reaksi kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

 Kelebihan berat badan atau kegemukan

 Daya tahan tubuh yang rendah

 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya


tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

3.11 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan
lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
BAB III

ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pada kasus ini tidak ada hubungan diagnosa dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam
keluarga
Adanya kejadian duka yang menimpa pasien yaitu meningalnya dua angota
keluarga dalam watu yang dekat bisa menjadi salah satu faktor yang
menyababkan pasien sulit tidur. Dari keluhan juga terlihat bahwa keluhan
pasien berwawal bersamaan dengan meninggalnya keponakan pasien 1
minggu yang lalu, dan memberat dua hari yang lalu bersamaan dengan
meninggalnya adik pasien.
Jadi pada kasus ini terdapat hubungan antara diagnosis dengan keadaan
keluarga dan hubungan dalam keluarga.

c.Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Pasien sering mengkonsumsi makanan tinggi garam seperti keripik asin dan
makanan dengan kalori tinggi, pasien juga jarang berolahraga. Pasien tidak embatasi
konsumsi makanannya sehari-hari. Riwayat mengkonsumsi kopi atau teh disangkal.
Riwayat penggunaan obat obatan dan NAPZA disangkal. Riwayat minum minuman
beralkohol disangkal. Pasien tidak mengidap alergi terhadap makanan ataupun obat-
obatan tertentu. Sejak keluhan pasien muncul pasien tidak nafsu makan, sehingga
kadang pasien haya makan sedikit.
Pada pasien ini terdapat hubungan antara diagnosis dengan perilaku
kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar, dimana diagnosis pada pasien ini
mempengaruhi pola makan pasien, karen pasien menjadi tidak nafsu makan sejak ada
keluhan yang dialamai pasien.
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit
pada pasien ini
Pada pasien ini dari anamnesis yang dilakukan terhadap berbagai faktor
yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit ini didapatkan kesimpulan bahwa
faktor psikologi berupa kesedihan yang dialaami pasien karena meninggalnya
dua anggota keluargaya dalam jangka wktu yang dekat yang menjadi faktor
risiko dari penyakit pasien.

e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan


dengan faktor risiko atau etiologi pada pasien ini.
Pada pasien ini untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan
dengan factor resiko atau etiologi dapat diberikan edukasi untuk mengatur atau
memanajemen stress maupun kesedihan yang dialami pasien. Dalam hal ini
diperlukan juga dukungan dari keluarga terdekat pasien maupun lingkungan
sekitar pasien.

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga

 Mengatur jadwal tidur yang konsisten

 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan


pernapasan atau beribadah
 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur
pada malam hari.
 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari
kebisingan
 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap
hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

 Menghindari makan besar sebelum tidur

 Cek kesehatan secara rutin


DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan


Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta Binarupa Aksara,1997.
2. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atmajaya. 2001.
3. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UNIKA
Atmajaya.
4. Amir, Nurmiati,dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa/Psikiatri (PNPK Jiwa/Psikiatri). Jakarta: PP PDSKJI. 2012
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai