Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

BUDAYA ANTI KORUPSI

OLEH :

 SAVERINUS GAMPU

( PO 5303202200507)

 RAIMUNDUS YULINUS LUER

(PO 5303202200506)

 NUR LATIFA

(PO 5303202200505)

TINGKAT 2B/ SEMESTER III

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN ENDE

TAHUN 2021
 Pengertian Akuntabilitas
Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris accountability yang berarti
pertanggunganjawab atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta
pertanggunganjawaban. Akuntabilitas (accountability) yaitu berfungsinya seluruh komponen
penggerak jalannya kegiatan sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing. Akuntabilitas
dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang
dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya
untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. 

Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal
pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada
masyarakat.

Problematika yang timbul dari Akuntabilitas Publik Saat ini akuntabilitas publik


menghadapi dua masalah besar pertama adalah masih lemahnya partisipasi masyarakat dalam
berdemokrasi atau hanya terfokus pada pencoblosoan atau pemilu.Permasalahan kedua,
adalah dilihat dari sisi kelembagaan politik di kita itu masih semrawut, salah satunya ialah
bagaimana penataan institusi publik pasca amandemen UUD 45. Banyak yang salah kaprah.
Contohnya, dulu MPR itu lembaga tertinggi negara. Namun, setelah amademen UU, MPR itu
disejajarkan dengan lembaga Negara lainnya. Jadi lembaga negara itu bertanggungjawab
kepada siapa.

Problematika dari akuntabilitas publik dihadapkan pada siapa yang berkuasa, dan tanpa
pengawasan dari masyarakat maka menimbulkan permasalahan korupsi maka perlu adanya
evaluasi terhadap akuntabilitas publik dan transparansi tidak hanya terkecuali pada lembaga-
lembaga negara, melalui mekanisme checks and balances dan kepada publik demi
terwujudnya reformasi di sektor publik dan good governance sesuai dengan TAP MPR RI No.
XI/MPR/1988 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme.

Kendati dipilih langsung oleh rakyat, Presiden dan DPR tak pernah
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada rakyat maupun MPR sebagai lembaga tertinggi
negara. Hal itu terjadi sebagai dampak penghilangan beberapa tugas dan wewenang MPR
pasca-amandemen UUD 1945 pada 2004.

Contoh Artikel Akuntabilitas :

 Mengulas Akuntabilitas Dana Kampanye, Bagaimana Perlakuannya di Tiap Negara?


Dana kampanye menjadi suatu topik yang krusial dan menarik untuk dibahas, mengingat
kedudukan dana kampanye yang sebagai bentuk akuntabilitas dan pertanggungjawaban
kepada publik dan terhadap sumbangan yang diterima. Namun, seperti yang kita ketahui,
dalam praktiknya akuntabilitas pada pendanaan kampanye di Indonesia masih terbilang cukup
rendah, di mana dana kampanye belum terungkap secara transparan. Hal tersebut dikarenakan
masih terdapatnya hambatan, salah satunya dikarenakan pelaporan yang dilakukan oleh
kandidat politik cenderung hanya sebatas formalitas. Sehingga, artikel ini dimaksudkan untuk
membandingkan tahapan mekanisme audit yang melibatkan perbandingan antarnegara
Indonesia, Amerika, Kanada, dan Polandia.

Berangkat dari pengertian apa itu dana kampanye, dana kampanye merupakan sejumlah biaya
yang berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan oleh peserta pemilu untuk membiayai
kegiatan kampanyenya. Mengingat besarnya tanggung jawab terkait pelaporan dana
kampanye, maka diperlukannya kegiatan audit dana kampanye sebagai alat pengawasan
terhadap potensi terkait kolusi kepentingan. Berikut adalah perbandingan mekanisme audit di
negara Indonesia, Amerika, Kanada dan Polandia.

Indonesia
Pedoman audit dana kampanye di Indonesia disusun oleh Asosiasi Profesi Akuntan
Publik bersama dengan Komisi Pemilihan Umum. Mekanisme audit awalnya adalah memilih
kantor akuntan publik dan akuntan publik yang akan ditugaskan untuk mengaudit dana
kampanye, selanjutnya adalah memperoleh bukti tertulis terkait pernyataan kepatuhan, di
mana pasangan calon harus membuat asersi tertulis mengenai kepatuhan dana kampanye dan
menyerahkannya kepada KPU. Ketiga adalah auditor melakukan perencanaan proses audit
yang akan dilakukan sedemikian rupa dan sesuai dengan pedoman yang telah dikeluarkan
oleh KPU dengan IAPI. Perencanaan audit terdiri atas penilaian risiko, Pemerolehan
pemahaman atas persyaratan kepatuhan tertentu, dan materialitas. Prosedur keempat adalah
auditor memperoleh bukti yang cukup dan tepat sebagai dasar untuk menyatakan opini.
Perolehan bukti dapat dilalui dengan berbagai cara, seperti Inspeksi, observasi, konfirmasi, re-
kalkulasi, pelaksanaan ulang (re-performance), prosedur analitis, dan paduan dari beberapa
prosedur tambahan. Selanjutnya, dilakukannya pengujian atas asersi. Pengujian atas asersi
berupa pengujian terkait pembukaan dan pengelolaan dari Rekening Khusus Dana Kampanye
(RKDK), pengujian terkait pelaporan, periode pembukuan, dan kelengkapan & penyampaian
terhadap Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Pengujian terkait pelaporan, periode
pembukuan, dan kelengkapan & penyampaian terhadap Laporan Penerimaan Sumbangan
Dana Kampanye (LPSDK), dan Pengujian terkait pelaporan, periode pembukuan,
kelengkapan & penyampaian, sumber/klasifikasi dan identitas penyumbang, pencatatan
penerimaan sumbangan, batasan/kesesuaian sumbangan,sumbangan yang dilarang,
pengeluaran dana kampanye terhadap Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye
(LPPDK). Prosedur terakhir berupa penyusunan pendapat, di mana auditor menyimpulkan
apakah bukti cukup dan tepat yang telah diperoleh untuk mendukung kesimpulan yang akan
dinyatakan dalam laporan audit final.

Amerika
Kegiatan audit dana kampanye di Amerika dipegang kendalinya oleh Federal Election
Commission (FEC). Tugas utama FEC adalah menegakkan aturan dan batasan pada
kontribusi, menyelidiki dan menuntut pelanggaran juga mengatur terkait pengeluaran
kampanye. FEC juga mengelola sistem pelaporan dan memastikan untuk mengungkap
informasi keuangan dan membuat informasi tersedia dalam database publik. Terakhir, FEC
membantu mengelola program pendanaan publik untuk calon presiden. Tahap awal auditnya
berupa kegiatan pre-audit, divisi audit FEC akan menginformasikan secara tertulis kepada
bendahara terkait surat perintah audit yang telah disahkan oleh komite audit. Kemudian, staf
Audit akan meminta dokumen terkait laporan bank, rekonsiliasi rekening bank, dan semua
data akuntansi yang disimpan oleh manajemen kampanye. Kedua adalah fieldwork, yaitu
kegiatan untuk meninjau laporan pengungkapan komite untuk menentukan apakah informasi
penerimaan dan pengeluaran telah dilaporkan dengan benar dan akurat secara matematis,
melakukan rekonsiliasi catatan rekening bank dibandingkan dengan pengungkapan laporan
yang diajukan dan melakukan prosedur audit lainnya yang dianggap perlu. Pada akhir
kegiatan fieldwork akan diadakannya konferensi, di mana staf audit akan menjelaskan hasil
dari fieldwork dan mempresentasikan temuan potensial yang mereka antisipasi kepada komisi.
Selanjutnya adalah interim audit stage, setelah fieldwork dilakukan dan hasil konferensi telah
keluar, divisi audit akan menyusun laporan audit interim. Setelah itu, divisi audit akan
menyiapkan Draft Laporan Akhir. Laporan ini menjelaskan temuan-temuan yang
direkomendasikan oleh staf Audit yang akan disampaikan ke komisi. Prosedur akhir dalam
kegiatan auditnya adalah penyusunan final audit report, di mana komite
menanggapi Draft Laporan Audit Akhir, lalu komisi akan mempertimbangkan rekomendasi
dari Staf Audit, dan tanggapan dari Komite serta kesaksian selama pemeriksaan audit, dan
Laporan Audit Akhir yang diusulkan akan disiapkan untuk persetujuan Komisi. Setelah
disetujui, Laporan Audit Akhir Komisi akan dikirim ke komite. Begitu laporan ini diterima
oleh panitia, akan dipublikasikan di website bersama dengan tanggapan Komite.

Kanada
Untuk mekanisme audit dana kampanye yang ada di Kanada, beberapa tahapan yang
dilalui yang disusun berdasarkan A Guide for Auditors of Candidate Federal Election
Pursuant Canada Elections Act (10th Edition) oleh CPA Canada. Tahapan pertama adalah
pemilihan auditor yang memiliki reputasi yang baik, serta korporasi dan kemitraan institusi
yang mendukung reputasi auditor pula. Auditor yang dipilih tidak boleh memiliki hubungan
apapun dengan kandidat yang sedang menyalonkan diri. Setelah itu, dilakukan penandatangan
Surat Persetujuan dengan Kandidat yang akan diaudit yang mana auditor akan memiliki
tanggung jawab untuk melaporkan dokumen Electoral Campaign Return dan Checklist for
Audits. Lalu terdapat proses audit pada pengembalian dana kandidat yang didasari pada nilai
komersial terhadap properti dan jasa yang berhubungan dengan kegiatan kandidat,
pengeluaran pribadi kandidat, dan kontribusi yang tidak memenuhi syarat. Hal ini juga
berhubungan dengan persetujuan kerja sama audit antara auditor dengan kandidat.
Selanjutnya, auditor perlu mengomunikasikan dengan pihak pemerintahan terkait pelaksanaan
audit pada pengembalian dana kandidat. Adapun hal yang signifikan dalam proses audit ini
adalah mendapatkan pemahaman terhadap kampanye kandidat yang bertujuan untuk
menangani risiko salah saji material dan mempersiapkan prosedur yang mendukung hal
tersebut. Tentunya proses ini didasari dengan memperoleh bukti audit yang memadai.
Setelahnya, auditor menyampaikan laporan final kepada Chief Electoral Officer yang
dilengkapi dengan, dokumen seperti dokumen audit pengembalian dana, pernyataan yang
ditandatangani oleh agen resmi kampanye kandidat dan kandidat, catatan yang menjelaskan
kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan dalam persiapan laporan pengembalian dana,
laporan auditor tentang pengembalian dana, dokumen Checklist for Audits, dan Candidate’s
Statement of Personal Expenses (Form EC 20220), serta dokumen pendukung lainnya.

Polandia
Pada Negara Polandia, State Electoral Commission (SEC) yang merupakan regulator
yang bertanggung jawab atas kegiatan pendanaan partai politik yang memiliki beberapa
ketentuan dalam proses auditnya, seperti Financial Information on the Received Subsidy yang
dilaporkan setiap tahunnya dan Report on Funding Sources, Including Bank Loans and Their
Terms and Conditions and on Expenditures From the Election Fund in the Preceding
Calendar Year yang dilaporkan per enam bulan oleh partai politik kepada SEC yang harus
dilengkapi dengan opini dan laporan dari auditor. Kemudian, partai politik juga harus
melaporkan laporan keuangan kepada National Electoral Commission setiap tanggal 31 Maret
per tahunnya yang nantinya akan dilakukan publikasi terhadap laporan keuangan tersebut oleh
SEC pada Official Journal of Poland dalam kurun waktu 14 hari dari tanggal pengumpulan
dan dipublikasikan melalui website SEC. Setelah 6 bulan laporan telah dilaporkan, SEC akan
menentukan apakah laporan tersebut diterima tanpa syarat, diterima dengan indikasi
defisiensi, atau menolak laporan tersebut. Perlu diketahui bahwa pemilihan auditor dilakukan
oleh SEC dan biaya auditor ditanggung oleh National Electoral Commission, serta National
Electoral Commission mengatur bahwa para auditor yang ditugaskan tidak akan melakukan
investigasi lebih dari 3 partai dalam satu tahun.

Berdasarkan pemaparan regulasi beserta mekanisme audit dari berbagai negara, adapun
rekomendasi terkait mekanisme audit yang berjalan di Indonesia, di antaranya:

 Pada Negara Amerika, pengumpulan dana kampanye dapat bersumber dari publik


yang mana untuk menjaga transparansi tersebut. Sisi menarik dari pengumpulan
total dana kampanye adalah keterlibatan masyarakat luas dalam penggalangan
dana kampanye. Mereka dengan sukarela menyisihkan sebagian uangnya. Federal
Election Commission (FEC) juga melakukan publikasi aktif pada website 48 jam
setelah penyerahan laporan dan membuat database informasi keuangan. 
 Pada Negara Kanada, terdapat pedoman yang dapat digunakan auditor dalam
melakukan mekanisme audit. Pedoman ini disusun secara rinci oleh Chartered
Professional Accountants of Canada (CPA Canada). Untuk Indonesia sendiri
diharapkan dapat menerapkan hal yang sama.
 Pada Negara Polandia, State Electoral Commission (SEC) yang merupakan
sejenis KPU di Indonesia mengambil peranan paling signifikan di mana proses
administratif diterapkan secara profesional (adanya laporan yang dapat diterima
ataupun ditolak berdasarkan syarat yang berlaku) dan dilakukannya publikasi
terkait laporan keuangan partai politik melalui website. Indonesia dapat
menerapkan hal yang serupa tersebut guna melengkapi arsip terkait dana
kampanye dan peningkatan transparansi aliran dana oleh partai politik.

 Pengertian Transpirasi
Transparansi berasal dari kata transparent yang memiliki arti jelas, nyata dan bersifat
terbuka. Istilah transparansi dapat diartikan sebagai kejelasan atau keterbukaan informasi.
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk
memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang
kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai (Loina Lalolo
Krina P, 2003).

Transparansi adalah suatu hal yang tidak ada maksud tersembunyi di dalamnya, disertai
dengan ketersediaan informasi yang lengkap yang diperlukan untuk kolaborasi, kerjasama,
dan bersifat bebas, jelas dan terbuka. Istilah Transparansi dalam sekolah adalah keadaan
dimana semua orang yang terkait di dalamnya terhadap kepentingan pendidikan dapat
mengetahui proses dan hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah (Surya Dharma ,
2010). Transparansi haruslah jelas dan tanpa adanya sedikitpun suatu rekayasa yang
dikerjakan oleh sekolah. Sekolah harus memberikan informasi yang benar adanya dan dapat
dipercaya oleh publik.Transparansi pengelolaan keuangan publik merupakan prinsip-prinsip
good governance yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik. Dengan dilakukannya
transparansi tersebut, publik akan memperoleh informasi yang aktual dan faktual. Sehingga
mereka dapat menggunakan informasi tersebut untuk.

membandingkan kinerja keuangan yang dicapai dengan direncanakan, menilai ada tidaknya
korupsi dan manipulasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggung jawaban anggaran,
menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait,
mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu antara manajemen organisasi
sektor publik dengan masyarakat dan dengan pihak lain yang terkait. (Mahmudi, 2010)
Menurut Hari Sabarno (2007:38) dalam Syahriyatul bahwa “Transparansi adalah salah satu
aspek mendasar bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik”. Transparansi
menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah dalam menjalankan
mandate dari rakyat. Mengingat pemerintah saat memiliki kewenangan mengambil berbagai
keputusan penting yang berdampak pada orang banyak, pemerintah harus menyediakan
informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakan. Dengan transparansi, kebohongan
sulit untuk disembunyikan. Dengan demikian transparansi menjadi instrument penting yang
dapat menyelamatkan dana bantuan pemerintah dari perbuatan korupsi.
Contoh Artikel Transpirasi :

 Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Desa


Salah satu usaha untuk menciptakan negara yang bersih dan transparan kembali
mendapatkan tantangan, diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
desa menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mewujudkan good governance.
Salah satu isu penting dalam UU Desa adalah adanya dana alokasi desa yang masih
menimbulkan pro dan kontra. Disatu sisi alokasi dana yang besar akan mampu membantu
dalam pembangunan desa, disisi lain akan menimbulkan potensi korupsi yang besar
dikarenakan sumber daya manajemen pengelolaan keuangan di tingkat pemerintah desa
yang belum baik ditambah dengan proses pengawasan transparansi dan akuntabilitas
yang masih lemah.

Transparansi merupakan prinsip penting yang wajib dimiliki oleh lembaga pemerintahan.


Pertanggungjawaban atas laporan yang di berikan oleh lembaga merupakan hasil dari
kinerja yang diberikan selama periode yang telah ditentukan. Selain itu, penyajian
informasi yang transparan diberikan dapat menjadi acuan bagi lembaga pemerintahan
untuk melakukan tugas yang diberikan secara baik dengan tujuan perkembangan
masyarakat untuk menjadi lebih baik melalui pengelolaan alokasi dana desa secara
transparansi dan akuntabilitas.

Prinsip transparansi atau keterbukaan sendiri merupakan tindakan yang berhubungan


dengan etika atau sikap dalam penggambilan keputusan. Transparansi dalam pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) yang diberikan oleh aparatur/ pejabat desa yang dapat
memberikan pengaruh baik bagi masyarakat desa. Transparansi juga memiliki arti
keterbukaan organisasi dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas
pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang menjadi pemangku
kepentingan

Dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang pelaksanaan Undang-Undang


No. 6 Tahun 2014 ayat 2 huruf c sudah ditegaskan bahwa harus mengembangkan sistem
transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan
pembangunan Desa.

Kini kebanyakan Desa-Desa memiliki persoalan transparasi dalam pengelolaan alokasi


dana desa. Hal ini disebabkan dari minimnya akses keterlibatan masyarakat dalam
mendapatkan informasi. Dari beberapa masyarakat yang penulis pernah wawancarai,
mengatakan tidak tahu menahu tentang jumlah dana desa dan penggunaannya seperti apa.
Masyarakat terkesan menjadi masa bodo terhadap pemerintah desa, karena sebagian dari
mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pada saat musyawarah dusun
(MUSDUS) dan musyawarah desa (MUSDES).
Maka dari itu, pemerintah desa dinilai belum tranparansi dalam memberikan informasi
terkait dengan dana desa, kemudian pemerintah desa juga tidak membuat
baliho/memajang baliho yang sebagaimana diinstruksikan oleh Menteri Desa, Seperti
yang telah ditungkan dalam Permendes RI No. 13 Tahun 2020 tentang prioritas
penggunaan dana desa tahun 2021 Pasal 12 menjelaskan bahwa Pemerintah Desa wajib
mempublikasikan penetapan prioritas penggunaan dana desa. Publikasi yang dimaksud
terdiri atas: hasil musyawarah desa, data Desa, peta potensi dan sumber daya
pembangunan, dokumen RPJMDesa, dokumen RKP Desa, Prioritas Penggunaan Dana
Desa, dan dokumen APBDesa.

Prinsip transparansi harus dilaksanakan berdasarkan prinsip penyelenggaraan


pemerintahan desa, khususnya pengelolaan keuangan desa harus dapat dipertanggung-
jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan
kepemerintahan desa. Transparansi akan mendorong terwujudnya tata kelola
pemerintahan desa yang baik dan terpercaya dalam hal perencanaan, sekaligus
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

Sebagai masyarakat desa seharusnya memiliki kewajiban untuk mengetahui baik


tidaknya penggunaan dana desa. Selain itu masyarakat juga perlu mengetahui sejauh
mana sikap/perilaku dari aparatur desa hal itu dibutuhkan untuk menilai kinerja dari
aparatur desa. Berdasarkan fenomena tersebut, penerapan prinsip transparansi dalam
pengelolaan dana desa menjadi sangat penting untuk dasar penyelenggaraan
pemerintahan desa.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi


Publik. Dalam UU tersebut dapat dijelaskan bahwa transparansi atau keterbukaan
merupakan prinsip yang dapat menjamin kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses
informasi yaitu informasi yang berhak diketahui oleh masyarakat seperti, pengambilan
keputusan maupun tindakan yang dilakukan oleh pemerintah desa baik dari perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan serta pelaporan dan pertanggungjawaban dalam
pembangunan desa.

Berdasarkan Permendes RI No. 13 Tahun 2020 tentang prioritas penggunaan dana desa
tahun 2021 Pasal 12 menjelaskan bahwa Pemerintah Desa wajib mempublikasikan
penetapan prioritas penggunaan dana desa. Publikasi yang dimaksud terdiri atas: hasil
musyawarah desa, data Desa, peta potensi dan sumber daya pembangunan, dokumen
RPJMDesa, dokumen RKP Desa, Prioritas Penggunaan Dana Desa, dan dokumen
APBDesa. Publikasi APBDesa sebagaimana yang dimaksud paling sedikit memuat nama
kegiatan, lokasi kegiatan, dan besaran anggaran.
 Pengertian Kewajaran :
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya
manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun
ketidakwajaran dalam bentuk lainnya. Sifat-sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima
hal penting komperehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran dan informatif.
Komperehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas
(off budget). Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi
dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dlam perencanaan atas dasar asas value
for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang
terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses perencanaan
pembangunan. Kejujuran mengandung arti tidak adanya bias perkiraan penerimaan maupun
pengeluaran yang disengaja yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran
merupakan bagian pokok dari prinsip fairness. Penerapan sifat informatif agar dapat
tercapainya sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif. Sistem informatif ini
dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan selain
itu sifat ini merupakan ciri khas dari kejujuran.

Contoh Artikel kewajaran :

 OPINI KEWAJARAN : UTANG NEGARA

Debat sengit terjadi belakangan ini antara ketua MPR zulkifli Hasan dan Menkeu Sri
Mulyani Indrawati perihal kewajaran utang negara silang pendapat berawal dari
pidato ketua MPR pada siding tahunan MPR ( kamis, 16/8/2018) yang menyindir RI
sudah di luar batas ”kewajaran”.

Lebih spesifik lagi, ketua MPR menyoroti pembayaran beban cicilan pokok utang
pemerintah pada 2018 yang sudah mencapai RP 396 triliun lebih dari RP 409 triliun
di 2019. Dalam pandangan ketua MPR, angka tersebut sudah terlalu tinggi.Rujukan
yang dipakainya adalah alokasi dana desa dan belanja kesehatan.

Penggunaan dana desa dan anggaran kesehatan sebagai rujukan untuk menilai“
kewajaran” utang negara beserta pembayaran beban pokok utang yang jatuh tempo
tampak nyatak terlalu pas. Tak ada keterkaitan langsungantara beban utang dan
belanja dana desa dan kesehatan.
Besaran dana desa dan anggaran kesehatan ditetapkan berdasarkan amanah UU No 6/
2014 dan UU No 9/2009, masing-masing 20 dan 5 persen dari APBN. Dalam kontek
syuridis-formal inilah, belanja dana desa dan kesehatan masuk kualifikasi “wajar”.
Perlu di catat pula, beban pokok utang merupakan akibat dari akumulasi utang masa
lalu. Bahwa beban utang yang jatuh tempo menjadi tinggi di pengaruhi oleh berbagai
faktor yang terjadi pada tahun berjalan, seperti inflasi, suku bunga, nilai yukar, dan
peringkat kredit. Artinya, aspek situasi onal jadi penentu. Lagi pula, pembayaran
cicilan pokok utang adalah jenis belanja yang tak bisa dihindari (kecuali ada
pemotongan utang) sebagai bentuk komitmen negara debitor. Indonesia tak hendak
dicap sebagai negara pengemplang utang meski kepada kreditor dalam negeri, apalagi
terhada pkreditor luar negeri.

Dalam cakupan lebih luas, membandingkan antara antarpos belanja—sebagaimana


diungkap ketua MPR—sejatinya memberikan informasi mengenaiska laprioritas.
Kesan yang ditangkap ketua MPR, pemerintah seakan mengensampingkan belanja
dana desa dam kesehatan yang langsung di nikmati rakyat dari pada bayar utang.
Sementara komparasilintas tahun—sebagaimana argumentasi menkeu—menawarkan
informasi arah kecenderungannya. Informasi semacam ini diperlukan sebagai bahan
evaluasi berbagai kekurangan dan kendala yang dihadapi. Hasil evaluasi sangat vital
untuk merevisi kebijakan di masa datang.

Dengan alur logika diatas, debat“ kewajaran” utang niscaya tak akan tuntas
mengingat dasar acuan berbeda sehingga kesimpulannya pun akan berbeda.
Kesimpulan berbeda memberikan implikasi kebijakan yang berbeda pula. Pada
giliranya, kebijakan berbeda mengodorkan kriteria keberhasilan yang berlainan. Oleh
karena itu, agar terhindar dari jebakan terminilogi”wajar”, indicator lain perlu
diidentivikasi untuk menggambarkan profil utang pemerintah secara utuh. Total utang
negara sampai juli 2018 sebesar RP 4.200 triliun atau ekuivalen dengan 29,57 persen
dari produk domestic bruto( PDB ). PDB dijadikan rujukan lantaran ada relasi
langsung diantara keduanya.

Ukuran kewajaran

Volume PDB menujukan kinerja perekonomian suatu negara. Semakin tinggi level
PDB semakin tinggi prestasi ekonomi sehingga kemampuan finansial untuk menutup
uang juga kian besar. Rasio utang terhadap PDB yang semakin kecil bisa dibaca pula
sebagai peningkatan efisien sipemenfatan utang.

Hanya, kelemahan utama rasio utang sebagai indicator “ kewajaran” baru sebatas
potensi awal dalam membayar kembali utang, ali-alih kemampuan efektifnya. DSR
( debt service ratio) sering diajukan sebagai indicator tambahan. DSR adalah
perimbangan antara perolehan nilIekspor dan beban bunga utang.
Sayangnya, DSR lebih merepresentasikan kemampuan membayar bunga utang ulang-
ulang melunasi pokok utang faktanya, perolehan ekspor tak seluruhnya masuk
sebagai penerimaan negara. Polemic pemulangan devisa hasil ekspor guna peredam
gejolak nilai tukar belakang anini seolah menjadi justifikasinya.
Dari internal keuangan negara, kemampuan pembayaran utang bisa disidik dari
keseimbangan primer yakni selisi antara belanja diluar pembayaran bunga utang
dengan total penerimaan. Defisit keseimbangan primer berarti pemerintah membayar
bunga utang dari utangan baru istilahnya“ gali lubang tutup lubang “ . Data
menunjukan deficit keseimbangan primer terus menurun dalam beberapa tahun
terakhir. Dalam kalkulasi pemerintah, keseimbangan primer bisa mendekati surplus
jika deficit APBN ada di posisi 1 persendari PDB, upaya untuk menekandefisit
APBN memerlukan eksra penerimaan pemerintah.

Alhasil, indicator yang sejatinya lebih tepat sebagai pedoman ”kewajaran” adalah
rasio utang dengan penerimaan dalam negeri (pajak, bea, dan cukai, dan penerimaan
negara bukanpajak) terutama pajak. Pajaka dalah sumber utama penerimaan negara
yang secara yuridis ada dalam jangkauan pemerintah sehingga lebih dapat di
andalkan.

Peningkatan penerimaan negara dari sector perpajak antak selalu ada di ikuti
kenaikan tarif pajak jika suku bunga uatang lebih rendah dari pada angka
pertumbuhan PDB nominal. Artinya, beban utang dengan sendirinya akan tertutup
oleh pertumbuhan alami penerimaan pajak.

Dengan skema problematika di atas, selama APBN defisit, keseimbangan primer


minus shortfall perpajakan, suku bunga tinggi, dan pertumbuhan ekonomi lambat,
selama itu pula pembayaran cicilan pokok utang tidak “wajar” dalam artinya
sesungguhnya. Kalua acuan ini di sepakati, debat “kewajaran” utang akan lebih
produktif, alih-alih mempermasalahkan jumlah tanpa ada solusi yang konkret.

Anda mungkin juga menyukai