Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

MASALAH KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN


OKSIGEN AKIBAT PATOLOGIK SISTEM PERNAPASAN EFUSI PLEURA

DISUSUN OLEH :

MARIA YULIATRI SUBNAFEU

PO5303202200501

IIA/III

POLTEKKES KEMENKES KUPANG PROGRAM STUDI D-III


KEPERAWATAN ENDE

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah terkait masalah keperawatan pada
pasien gangguan kebutuhan oksigen akibat patologik sistem pernapasan efusi pleura
sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.

Dalam penyelesaian laporan ini penulis mendapatkan berbagai dukungan,


masukkan serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Ibu Theresia Avila Kurnia, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing pada mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
2. Kedua orang tua yang selalu memberikan semangat, masukkan dan segala doa demi
keberhasilan penulisan makalah ini
3. Teman-teman seangkatan dalam memberikan semangat serta dorongan dalam
penyelesaian makalah ini

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dapat membantu penulis dalam memperbaiki penulisan karya-karya
selanjutnya. Terima Kasih.

Ende, 19 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

hal

Halaman Cover…………………………………………………………………... i

Kata Pengantar…………………………………………………………………… ii

Daftar Isi…………………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………… 2
C. Tujuan…………………………………………………………………….. 3
D. Sistematika Penulisan…………………………………………………….. 3
E. Manfaat…………………………………………………………………… 3

BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian………………………………………………………………… 4
B. Anatomi Fisiologi………………………………………………………… 4
C. Etiologi…………………………………………………………………… 7
D. Patofisiologi……………………………………………………………… 7
E. Manifestasi Klinik……………………………………………………….. 9
F. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………. 9
G. Komplikasi……………………………………………………………….. 10
H. Pengobatan Dan Perawatan………………………………………………. 11

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian………………………………………………………………… 12
B. Diagnosa………………………………………………………………….. 14
C. Intervensi…………………………………………………………………. 15
D. Implementasi……………………………………………………………... 21
E. Evaluasi…………………………………………………………………... 21

iii
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………… 22
B. Saran…………………………………………………………………….. 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana efusi pleura terakumulasi dalam
bentuk eksudat atau eksudat karena ketidakseimbangan produksi dan penyerapan
kapiler dan pleura visceral. Efusi pleura adalah penyakit yang mempengaruhi
sistem pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis penyakit apa pun, tetapi gejala
atau komplikasi penyakit. Efusi pleura adalah suatu kondisi akumulasi cairan yang
berlebihan di dalam rongga pleura. Jika keadaan ini tidak dikendalikan, maka akan
menimbulkan gangguan pada pola pernapasan pasien.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), efusi pleura adalah gejala
penyakit yang mengancam jiwa. Secara geografis, penyakit ini menyebar ke seluruh
dunia dan bahkan menjadi masalah di negara berkembang termasuk Indonesia. Ada
4.444 kasus efusi pleura di Amerika Serikat setiap tahun. Diperkirakan kasus efusi
pleura didiagnosis pada 3.000 dari setiap 1 juta orang. Di negara-negara Barat, efusi
pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, tumor ganas
dan pneumonia bakteri. Di negara berkembang seperti Indonesia biasanya
disebabkan oleh infeksi tuberkulosis.
Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan karena pasien tidak segera
menjalani pemeriksaan kesehatan. Faktor risiko efusi pleura disebabkan oleh
lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang buruk, penduduk yang padat, kondisi
sosial ekonomi yang memburuk, dan kurangnya infrastruktur, layanan kesehatan,
dan kesadaran kesehatan di antara penduduk.
Efusi pleura dapat berupa kebocoran atau eksudat. Kebocoran disebabkan oleh
peningkatan tekanan pada vena pulmonalis, seperti pada gagal jantung kongestif.
Karena keseimbangan kekuatan, cairan dikeluarkan dari wadah. Eksudasi juga
dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti penyakit hati dan ginjal, atau penekanan
tumor di vena cava . Eksudat sekunder akibat inflamasi atau tumor ganas pleura,
akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi limfatik. Jika efusi
pleura mengandung nanah, itu disebut empiema. Empiema disebabkan oleh
penyebaran infeksi pada struktur yang berdekatan, merupakan komplikasi
pneumonia, abses paru, atau kanker perforasi ke dalam rongga pleura. Empiema

1
tanpa drainase yang tepat dapat merusak dinding dada. Eksudat inflamasi
terorganisir, dan ada hubungan fibrosa antara pleura parietal dan visceral. Ini
disebut payudara berserat.
Gejala efusi pleura yang paling umum adalah sesak napas. Nyeri dapat
disebabkan oleh beberapa akumulasi cairan dalam bentuk nyeri dada pleuritik atau
nyeri tumpul, tergantung pada akumulasi cairan. Sejumlah besar efusi pleura dapat
menyebabkan sesak napas, yang mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan oksigennya, dan dengan demikian tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh. Akibatnya, metabolisme sel dalam tubuh menjadi tidak seimbang.
Terapi oksigen karena itu diperlukan (Morton, Fontaine, Hudak, Gallo, 2013). Dari
penjelasan di atas, efusi pleura dapat menyebabkan efusi pada rongga pleura viseral
dan parietal, sehingga terjadi penurunan ekspansi paru sehingga mengakibatkan
pola pernapasan tidak efektif. Saat ekspansi paru pelanggan menurun maka
kebutuhan oksigen akan menurun, sehingga pelanggan akan berusaha bernapas
dengan cepat (sesak napas) agar penyerapan oksigen dapat maksimal. Ciri-ciri pola
pernapasan tidak valid adalah dispnea , sesak napas, perubahan kedalaman
pernapasan, sianosis, perubahan gerakan dinding dada.
Tindakan pemeliharaan untuk mengatasi pola nafas tidak sehat adalah dengan
menjaga postur tubuh yang nyaman tinggi kepala atau setengah duduk (setengah
baring). Selain posisi semi fowler dapat juga dilakukan tindakan keperawatan.
pasien dapat berlatih nafas dalam untuk meredakan gangguan ventilasi, dan juga
dapat melakukan latihan batuk untuk mengeluarkan sekret yang ada sehingga udara
dapat dihirup. Posisi semifowler adalah , karena tindakannya sederhana, waktu
tidak lama, dan tidak perlu uang. Tujuan dari posisi tidur Semi-Fowler adalah untuk
mengurangi konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru secara maksimal,
serta untuk mengatasi defek pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan
pada membran kapiler alveolus.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari makalah ini
adalah bagaimana masalah keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan
oksigen pada efusi pelura.

2
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura.
2. Tujuan Khusus
Mampu mendeskripsikan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi pada pasien dengan efusi pleura.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan karya tulis ini antara lain:

1) Bab 1 Pendahuluan
Terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, sistematika
penulisan dan manfaat penulisan.
2) Bab 2 Konsep Dasar Penyakit
Berisi Pengertian, Anatomi Fisiologi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi
Klinik, Pemeriksaan Diagnostik, Komplikasi, Pengobatan Dan Perawatan
3) Bab 3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Berisi konsep asuhan keperawatan efusi pleura pada tahap pengkajian,
diagnosa. Intervensi, implementasi dan evaluasi
4) Bab 4 Penutup
Terdiri dari: kesimpulan dan saran

E. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman, dalam menyusun
asuhan keperawatan pada klien dengan efusi pleura.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan laporan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan penerapan asuhan keperawatan yang
telah dipelajari di lembaga pendidikan.
3. Bagi Penulis
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam melakukan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan efusi pleura

3
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul di rongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015)

B. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi Paru-Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk
kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas, tengah
dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan
bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-
paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam
dua lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan
parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-
paru kanan, terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior,
lobus nedia, dan lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri,
terdiri dari pulmo sinistra, lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu: 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas
paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara di
dalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut:

4
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru inspirasi
sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal.
b. Fisiologi Paru-Paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-
paru. Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke
seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan O2
dan pengeluaran CO2 lebih banyak.
b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh
tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah
mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk
di bawah ke paru-paru terjadi pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml (4,5 – 5 L)
udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%.
±500 ml disebut juga udara pasang surut yaitu yang dihirup dan
dihembuskan pada pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama
kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu merangsang pusat

5
pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata kalau dirangsang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui syaraf spinal. Otot
pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh syaraf
pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke
otot pernapasan melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke diafragma
oleh syaraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot
diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap
menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara kimia
meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya pernapasan. Pusat pernapasan
dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap
dipertahankan. Karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan
bahan kimia yang asam merangsang pusat. pernapasan untuk mengirim
keluar impuls syaraf yang bekerja atas otot pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada
kalanya terbalik inspirasi- istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan
terbalik. Kecepatan setiap menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali per menit
2) 12 bulan: 30 kali per menit
3) 2-5 tahun: 24 kali per menit
4) Dewasa: 10-20 kali per menit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen
berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis misalnya
orang yang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, kapal
uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah

6
merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir,
telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis.

C. ETIOLOGI
Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru

D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit
ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah
bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis
dan selanjutnya diabsorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi
oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada

7
pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap.Karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan
tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa
masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi
primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis
local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permeabilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan k earah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut
karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang -
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500 – 2000. Mula-mula yang dominan adalah sel-sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya
bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan
beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur,
frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal-hal di atas ada
perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.

8
E. MANIFESTASI KLINIK
a. Batuk
b. Dispnea bervariasi
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h. Fremitus fokal dan raba berkurang.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, di mana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada
sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

9
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul

G. KOMPLIKASI
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang
berada di bawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan
untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan.
Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.

10
H. PENGOBATAN DAN PERAWATAN
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine)
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
c. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
d. Antibiotika jika terdapat empiema
e. Operatif

11
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan

12
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan
nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada
saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa
nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga
dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda
dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak
lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya.

13
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi
fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya.
Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit

B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan cairan
di pleura paru dekstra
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
d. ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi makanan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dengan
kebutuhan oksigen.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan WSD
(Water Seal Drainage)

14
C. INTERVENSI

Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien
pola nafas keperawatan selama 3x24 jam untuk
pasien menunjukkan keefektifan memaksimalkan ventilas
jalan nafas dibuktikan dengan b. Identifikasi pasien
kriteria hasil : perlunya pemasangan
a. Frekuensi pernafasan sesuai alat jalan nafas buatan
yang diharapkan c. Lakukan fisioterapi
b. Ekspansi dada simetris. dada jika perlu
c. Bernafas mudah. d. Keluarkan sekret
d. Pengeluaran sputum dengan batuk atau suctio
e. Tidak didapatkan penggunaan e. Auskultasi suara
otot tambahan. nafas, catat adanya suara
f. Tidak didapatkan ortopneu tambahan
g. Tidak didapatkan nafas pendek f. Monitor respirasi dan
status oksigen.
g. Posisikan pasien
untuk
mengurangi dispneu.

Respiratory monitoring
a. Monitoring frekuensi,
irama dan kedalaman
nafas.
b. Monitoring gerakan
dada, lihat kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas :
takipneu
d. Beri terapi
pengobatan

15
respirasi

Nyeri akut NOC : Pain management :


berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pengalaman
dengan agen keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri
injury fisik nyeri hilang/terkendali dengan pasien sebelumnya, gali
kriteria hasil: pengalaman pasien
a. Mengenali faktor penyebab tentang nyeri dan
b. Mengenali lamanya sakit (skala, tindakan apa yang
intensitas, frekuensi dan tanda dilakukan pasien
nyeri) b. Kaji intensitas,
c. Menggunakan metode non karakteristik, onset,
analgetik untuk mengurangi nyeri durasi nyeri.
d. Melaporkan nyeri berkurang c. Kaji
dengan menggunakan manajemen ketidaknyamanan,
nyeri pengaruh terhadap
e. Menyatakan rasa nyaman setelah kualitas istirahat, tidur,
nyeri berkurang ADL.
f. Tanda vital dalam rentang d. Kaji penyebab dari
normal nyeri
e. Monitoring respon
verbal/non verbal
f. Atur posisi yang
senyaman mungkin,
lingkungan nyaman

Pain control :
Ajarkan teknik relaksasi

Management terapi :
Kelola pemberian
analgetik

16
Ketidakseimban NOC NIC
gan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Nutritional management
kurang dari keperawatan selama 2x24 jam Aktifitas:
kebutuhan diharapkan klien dapat terpenuhi a. Kaji adanya alergi
tubuh kebutuhan nutrisinya, dengan makanan
berhubungan kriteria hasil: b. Kolaborasi dengan
dengan a. Intake zat gizi (nutrien) ahli gizi untuk
ketidakmampua b. Intake zat makanan dan cairan menentukan jumlah
n memasukkan, c. Berat badan normal kalori dan nutrisi yang
mencerna dan dibutuhkan pasien
mengabsorpsi c. Berikan makanan
makanan yang
terpilih
d. Monitor jumlah
nutrisi dan kandungan
kalori
e. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi

Nutritional management:
a. Timbang berat badan
secara rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan
muntah
d. Monitor kalori dan
intake nutrisi
Intoleransi NOC : NIC
aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity therapy
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi :
dengan klien dapat melakukan aktivitas a. Monitor respon fisik,

17
ketidakseimbangan dengan baik dengan kriteria hasil: emosi, social dan
suplai a. Berpartisipasi dalam aktivitas spiritual
dengan fisik tanpa disertai peningkatan b. Sediakan penguatan
kebutuhan tekanan darah, nadi dan RR positif bagi yang aktif
oksigen b. Mampu melakukan aktivitas beraktivitas.
sehari-hari secara mandiri
c. Tanda-tanda vital normal Mandiri :
d. Level kelemahan a. Bantu klien untuk
e. Status kardiopulmonary adekuat mengidentifikasi
f. Status respirasi : pertukaran gas aktivitas yang mampu
dan ventilasi adekuat dilakukan
b. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologis dan sosial.
c. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
d. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan.

Health education :
a. Ajarkan untuk
penggunaan teknik
relaksasi
b. Ajarkan Tindakan
untuk menghemat
energi.

18
Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi
medik
dalam merencanakan
program terapi yang
tepat
b. Rujuk pasien ke pusat
rehabilitasi jantung jika
keletihan berhubungan
dengan penyakit
jantung.
Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, a. Pantau tanda dan
tindakan infeksi tidak terjadi dengan kriteria gejala infeksi (misalnya,
invasive: hasil: suhu tubuh, denyut
pemasangan a. Tanda – tanda vital klien jantung, drainase,
WSD (Water terutama suhu dalam batas normal penampilan luka,
Seal Drainage) b. Tidak terdapat tanda – tanda sekresi, penampilan
infeksi pada daerah pemasangan urin, suhu kulit, lesi
WSD kulit, keletihan, dan
c. Nilai laboratorium terutama malise)
leukosit dalam batas normal ( b. Kaji faktor yang dapat
leukosit normal : 5000 – 10.000 meningkatkan
rb/ul ). kerentanan terhadap
infeksi (misalnya,
usia lanjut, usia kurang
dari 1 tahun, luluh imun,
dan malnutrisi )
c. Pantau hasil
laboratorium (hitung

19
darah lengkap, hitung
granulosit, absolut,
hitung jenis, protein
serum, dan algumin)
d. Amati penampilan
praktik higiene Personal
untuk perlindungan
terhadap infeksi

Mandiri
a. Lindungi pasien
terhadap kontaminasi
silang dengan tidak
menugaskan perawat
yang sama untuk pasien
lain yang mengalami
infeksi dan memisahkan
ruang perawatan pasien
dengan pasien yang
terinfeksi
b. Bersihkan lingkungan
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi
untuk melaporkan
suspek infeksi atau
kultur positif
b. Berikan terapi
antibiotik, bila di

20
perlukan

Health education
a. Jelaskan kepada
pasien dan keluarga
mengapa sakit atau
terapi meningkatkan
resiko
terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk
menjaga higiene
personal untuk
melindungi tubuh
terhadap infeksi
(misalnya, mencuci
tangan)

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang telah disusun

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan
cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan
keperawatan Efusi Pleura yaitu :
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
e. Aktivitas sehari-hari kembali baik

21
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Efusi pleural adalah adanya sejumlah besar cairan yang abnormal dalam ruang
antara pleural viseralis dan parietalis. Bergantung pada cairan tersebut, efusi dapat
berupa transudat(Gagal jantung, sirosis hepatis dan ascites) atau eksudat (infeksi
dan neoplasma) ; 2 jenis ini penyebab dan strategi tata laksana yang berbeda. Efusi
pleura yang disebabkan oleh infeksi paru disebut infeksi infeksi parapneumonik.
Penyebab efusi pleura yang sering terjadi di negara maju adalah CHF, keganasan,
pneumonia bakterialis, dan emboli paru. Di Negara berkembang, penyebab paling
sering adalah tuberculosis. Pasien dapat datang dengan berbagai keluhan, termasuk
nafas pendek, nyeri dada, atau nyeri bahu. Pemeriksaan fisik dapat normal pada
seorang pasien dengan efusi kecil. Efusi yang lebih besar dapat menyebabkan
penurunan bunyi nafas, pekak pada perfusi, atau friction rub pleura.

B. SARAN
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul pada penderita
penyakit paru primer, dengan demikian segera tangani penyakit primer paru agar
efusi yang terjadi tidak terlalu lama menginfeksi pleura

22

Anda mungkin juga menyukai