Anda di halaman 1dari 9

PELAKSANAAN YURISDIKSI UNIVERSAL

TERHADAP MODERN PIRACY JURE GENTIUM


Nadiyah Asfarosya
Universitas Padjadjaran
nadiyah17001@mail.unpad.ac.id

Abstrak
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis relevansi pendekatan
This study aims to analyze the relevance of
yurisdiksi universal dalam penegakan hukum terhadap kejahatan
the approach of universal jurisdiction in law
bajak laut modern. Studi ini melihat definisi pembajakan itu sendiri
enforcement against the crime of modern
yang berubah dari waktu ke waktu dan efektivitas yurisdiksi universal
pirates. This study looks at piracy itself which
dalam meminimalisir pembajakan yang dapat mempengaruhi
changes over time and the effectiveness of
masyarakat internasional. Penelitian ini bersifat normatif. Fokus
universal jurisdiction in minimizing back piracy
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah yurisdiksi
that can affect the international community.
universal masih dapat digunakan dalam penegakan hukum terhadap
This research is normative. The focus of this
pembajakan modern. Yurisdiksi Universal telah lama digunakan
research is to find out if Universal jurisdiction
dalam penegakan hukum terhadap pembajakan. Namun, melihat
can still be used in law enforcement against
jumlah negara yang menerapkan yurisdiksi Universal menimbulkan
Modern Piracy. Universal jurisdiction has
pertanyaan tentang apa yang merupakan hambatan untuk
long been in law enforcement against piracy.
menerapkan yurisdiksi Universal atas kejahatan pembajakan. Selain
However, turning the numbers of countries
itu, beberapa solusi telah muncul yang dianggap lebih efektif dalam
implementing universal jurisdiction raises
menegakkan hukum terhadap pembajakan modern dalam rangka
the question of what constitutes an obstacle
untuk mencegah budaya impunitas.
to implementing universal jurisdiction over
the crime of piracy. In addition, several Kata Kunci: Piracy Jure Gentium, Yurisdiksi Universal, Penegakan
solutions have emerged that are considered Hukum
more effective in enforcing the law against
modern piracy in order to prevent the culture
of impunity. Pendahuluan
Salah satu kejahatan yang tunduk pada yurisdiksi universal
Keywords: Piracy Jure Gentium, Universal adalah piracy jure gentium. Pembajakan di laut (piracy), bisa
Jurisdiction, Law Enforcement
dibilang kejahatan internasional tertua. Pembajakan maritim
mulai muncul kembali sekitar dua dekade lalu, sebagian besar di
lepas pantai Somalia, dengan demikian menghadirkan masalah
ekonomi, keamanan dan kemanusiaan yang besar. Sudah
seharusnya negara-negara bekerja sama untuk memberantas
maraknya aksi bajak laut saat ini mengingat kerugian yang
ditimbulkan tidaklah sedikit jika dibiarkan terus menerus.
Sekitar 90 persen perdagangan dunia beroperasi lintas laut
dan jumlah ini akan terus meningkat kedepannya. Perdagangan

14 UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

lintas laut sangat rentan terhadap serangan bajak laut yang luas dan sangat menarik karena kemampuannya
karena kuantitas kargo yang terlibat, tenaga kerja untuk menjelaskan berbagai perilaku dalam berbagai
internasional yang beragam dan besar, kesulitan konteks yang luas.
penegakan hukum baik di pelabuhan dan di laut,
Yurisdiksi dalam menegakkan piracy yang
dan lingkungan peraturan yang buruk dari pelayaran
diakui dalam hukum internasional adalah yurisdiksi
internasional dengan rendahnya tingkat akuntabilitas,
universal. Pembajakan merupakan tindak pidana
rumitnya permasalahan kepemilikan, dan tingginya
pertama yang tunduk dalam yurisdiksi universal.
insiden dokumentasi penipuan. Bajak laut berpotensi
Bahkan dapat dikatakan bahwa prinsip yurisdiksi
mengeksploitasi kelemahan ini untuk menggunakan
universal lahir pertama kali disebabkan karena
transportasi laut untuk tujuan jahat, atau untuk
adanya keinginan dari negara-negara untuk menindak
melancarkan serangan terhadap infrastruktur
kejahatan pembajakan yang dilakukan di laut lepas.
pengiriman dan pelabuhan yang dapat menyebabkan
Dengan adanya prinsip universalitas ini setiap negara
gangguan ekonomi besar-besaran. Pembajakan juga
berhak untuk menangkap perompak di laut lepas dan
secara signifikan membatasi pengiriman bantuan
menghukum mereka tanpa memandang kebangsaan
makanan ke Somalia yang dilanda kekeringan, yang
serta tempat dilakukannya kejahatan tersebut.
pada akhirnya mengakibatkan ribuan kematian. 
Akan tetapi, dalam praktiknya untuk keseluruhan
Mengenai definisi dari piracy itu sendiri, pada
kasus pembajakan sejak tahun 1998-2009 berjumlah
masa yunani kuno istilah bajak laut mengacu pada
1158 kejadian pembajakan, pelaksanaan yurisdiksi
siapapun yang melakukan penyerangan melalui laut,
universal oleh negara-neagra terjadi tidak lebih dari
dan masih menjadi bagian dari perang. Namun
1,47 persen atau hanya sekitar 17 penuntutan.
dalam definisi bajak laut modern, Pembajakan adalah
Tentunya menuai pertanyaan mengapa yurisdiksi
kejahatan internasional yang melibatkan tindakan
yang lahir dari adanya kejahatan bajak laut justru di
kekerasan, penahanan kapal, atau penyerangan oleh
masa sekarang dapat dikatakan kurang efektif dalam
awak atau penumpang kapal pribadi terhadap kapal
mengatasi adanya fenomena bajak laut ini. Bahkan,
lain, orang, atau properti di atas kapal, ketika berada
dalam beberapa kasus terjadi peristiwa “catch and
di perairan internasional.
release”, dimana negara-negara yang telah menangkap
Definisi hukum pembajakan telah berfluktuasi bajak laut ini pada akhirnya membebaskan mereka.
selama berabad-abad dilihat dari metode para
Adanya peristiwa ini bukannya tanpa alasan,
pelaku dan kekuatan negara. Sifat kejam dari bajak
tentu saja terdapat alasan mengapa yrisdiksi universal
laut membuat bajak laut tunduk pada yurisdiksi
sekarang terkesan sangat sulit untuk dilaksanakan
universal, tetapi apa yang merupakan tindakan itu
terhadap kejahatan pembajakan di laut, yang akan
sendiri berkisar dari perampokan langsung di laut,
diuraikan lebih lanjut dalam paper ini. Selain itu,
kepada yang dikenal baru-baru ini yaitu tren modern
sulitnya pelaksanaan yurisdiksi universal membuat
menggunakan definisi “serangan kekerasan di laut”
para ahli untuk memikirkan alternatif lain dalam

Sam Bateman “Outlook; The New Threat of Maritime menghadapi para bajak laut. Hal ini juga dilakukan
Terrorism” in Lloyd’s Marine Intelligence Unit, Violace at Sea, 
Michael J. Kelly, “The Pre-History of Piracy as a Crime & Its
Routledge, USA, 2007, hlm. 241 Defitional Odyssey”, Case Western Reserve Journal of International

Michael Scharf and Mistale Taylor, “A Contemporary Law, Vol. 46, Issues 1&2, 2013, hlm. 26
Approach to the Oldest International Crime”, Utrecht Journal Of 
Ilias Bantekas and Susan Nash, International Criminal Law,
International and European Law, hlm 78. 2nd edition, Cavendish Publishing, Australia, 2003, hlm. 154

Yitiha Simbeye, Yitiha Simbeye, Immunity and International 
J.G. Starke, J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, edisi
Criminal Law, Ashgate Publishing Limited, USA, 2004, hlm. 42 kesepuluh, Jakarta, Sinar Grafika, 2003, hlm. 3

Nerea Marteache and Gisela Bichler, Crime Prevention and 
Eugene Kontorovich and Steven Art, “An Empirical
Transportation System in Crime Prevention, CRC Press, New York, Examination Of Universal Jurisdiction For Piracy”, The American
2017, hlm. 83 Journal of International Law, Vol. 104, No. 3, 2010, hlm. 436

UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020 15


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

mengingat konsep dan definisi piracy yang berubah dari kejahatan ini, bahkan beberapa ahli mengumpamakan
waktu ke waktu, sehingga para ahli mencoba mencari bajak laut telah ada sejak manusia pertama berlayar.
alternatif yang dianggap relevan dalam penegakan Terlepas dari telah begitu lama kejahatan ini dikenal
hukum terhadap bajak laut ini. Dikarenakan adanya secara luas, kejahatan pembajakan di laut masih
peristiwa ini penulis tertarik untuk meneliti mengenai berlangsung sampai sekarang, dan sejak zaman
“Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Grotius, seorang bajak laut dianggap sebagai hostis
Piracy Jure Gentium” humanis generis, musuh bagi umat manusia.12
Rumusan masalah penelitian ini terdiri dari 2 (dua) Mengenai definisi dari piracy itu sendiri, pada masa
bagian yaitu sebagai berikut: Pertama, bagaimanakah yunani kuno istilah bajak laut mengacu pada siapapun
perkembangan definisi piracy jure gentium dari masa yang melakukan penyerangan melalui laut, dan masih
ke masa? Kedua, apakah pelaksanaan yurisdiksi menjadi bagian dari perang.13 Dulunya di Inggris hingga
universal masih dibutuhkan dalam kejahatan modern Statuta Henry VIII 1536, pembajakan hanya dihukum
piracy jure gentium? di inggris ketika dilakukan dalam ranah Admiralty of
the Crown dan hanya sebagai pelanggaran sipil. Selain
itu, dahulunya juga secara umum diketahui bahwa
Metode Penelitian siapa pun yang mencuri dilaut disebut seorang bajak
Jenis penelitian yang digunakan adalah laut. Namun, Sir Charles Hedges, seorang hakim di
penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum High Court of Admiralty, memberi definisi yang sedikit
kepustakaan, karena menjadikan bahan kepustakaan berbeda yaitu bahwa “pembajakan (piracy) adalah
sebagai tumpuan utama. Dalam penelitian hukum istilah lain dari perampokan (robbery) di laut”.14
normatif ini penulis melakukan penelitian terhadap Secara historis, semakin perdagangan maritim
sinkronisasi hukum yang bertitik tolak dari bidang- berkembang, semakin berkembang pula tindak
bidang tata hukum pidana internasional, dengan cara pembajakan. Kemampuan suatu negara untuk
mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap mengawal kapal-kapal dagang mereka dengan kapal
kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam hukum perang untuk menghindari bajak laut sangat terbatas.
kebiasaan internasional dan traktat internasional, Kerena itu, dikembangkanlah aturan-aturan yang
juga pendapat para ahli hukum. ‘kaku’ untuk mencegah para bajak laut sebagai alat
tambahan untuk mencegah terjadinya pembajakan.15
The Rhodian Sea Laws adalah percbaan pertama
Hasil Penelitian
untuk mengkodifikasikan hukum maritim, yang
A. Perkembangan Konsep Piracy Jure Gentium berisi kebiasaan-kebiasaan yang sudah lama yang
dalam Hukum Internasional diupayakan oleh orang-orang Yunani pada masa
Piracy dalam hukum internasional, atau yang antara 800 dan 900 SM.16
lebih dikenal dengan Piracy jure gentium, merupakan Meskipun definisi pembajakan di laut begitu
salah satu pelanggaran internasional yang tertua.10 beragam baik antara ahli satu dan ahli lain, maupun
Mengutip dari J.A Gottschalk et.al menyatakan bahwa berubah dari masa ke masa, Belum ditemukan definisi
“the very first time something valuable was known to be pasti mengenai apa sebenarnya piracy, apa yang
leaving a beach on a raft the first pirate was around to 12
Ibid. hlm. 96
steal it”.11 Pernyataan ini menggambarkan betapa tua 13
Yitiha Simbeye, Yitiha Simbeye, Immunity and International
Criminal Law, Ashgate Publishing Limited, USA, 2004, hlm. 42
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,
 14
Charles Fairman, “A Note on Piracy Jure Gentium”, The
Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta: 2003, hlm 23 American Journal of International Law, Vol. 29, No. 3, hlm. 508
10
Ilias Bantekas and Susan Nash, Op.cit, hlm. 95 15
Michael J. Kelly, Loc.cit
11 Michael J. Kelly, Op.cit, hlm. 28 16
Ibid, hlm. 29

16 UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

menjadi ukuran suatu kejahatan agar dapat disebut ii. against a ship, aircraft, persons or property
piracy, dapat disimpulkan dua karateristik dari piracy in a place outside the jurisdiction of any
itu sendiri, yakni:17 State;
b. any act of voluntary participation in the
1. Adanya suatu kekerasan, baik secara aktual operation of a ship or of an aircraft with
maupun percobaan, terhadap hak-hak umum, knowledge of facts making it a pirate ship or
baik terhadap orang maupun barang aircraft;
2. Tidak ada bentuk tunduk, patuh atau kesetiaan c. any act of inciting or of intentionally
facilitating an act described in subparagraph
terhadap suatu negara.
(a) or (b).
Selain dari karateristik tersebut, Dapat dikatakan
bahwa perampokan adalah unsur esensial dari Setelah uraian diatas mengenai perkembangan
pembajakan. Akan tetapi untuk mendefinisikan bahwa dan ragam definisi dari piracy, yang paling penting
piracy hanya semata-mata robbery dapat membuat untuk dicatat adalah bahwa Pembajakan menurut
definisi dari piracy tersebut menjadi terlalu sempit hukum internasional (piracy jure gentium) harus
atau terlalu luas.18 Namun, disebabkan Definisi hukum dibedakan dari pembajakan menurut hukum munisipal.
pembajakan telah berfluktuasi selama berabad-abad, Kejahatan yang bisa disebut sebagai pembajakan
baru-baru ini pembajakan dilaut didefinisika sebagai menurut hukum munisipal belum tentu digolongkan
“serangan kekerasan di laut”. Bajak laut kontemporer piracy jure gentium, maka dari itu tidak termasuk
pada umumnya dapat di klasifikasikan dalam dua dalam yurisdiksi universal.19 Dalam paper ini yang
kategori: pertama, yang beroperasi dalam skala akan dibahas adalah piracy jure gentium, kejahatan
yang kecil, dan yang kedua adalah kelompok yang pembajakan yang mengancam seluruh masyarakat
terorganisir dengan baik yang biasanya tujuan nya internasional, bukan hanya negara tertentu saja.
adalah merampas kargo dari kapal para pedagang
atau bertujuan merampas kapal itu sendiri.
B. Yurisdiksi Universal dalam penegakan hukum
Dengan perkembangan definisi dan konsep yang terhadap Piracy Jure Gentium
berbeda-beda mengenai piracy ini negara-negara
Suatu tindak pidana yang tunduk pada yurisdiksi
tentu harus mempertimbangkan cara-cara untuk
universal adalah tindak pidana yang berada dibawah
menyeragamkan bagaimana pendekatan terhadap
yurisdiksi semua negara dimana pun tindakan itu
piracy ini dan United Nations Convention on the Law Of
dilakukan. Karena umumnya diterima, tindakan
the Sea (Selanjutnya disingkat UNCLOS) menjadi salah
yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat
satu upaya untuk dapat menyeragamkannya. Dalam
internasional, maka tindakan itu dipandang sebagai
UNCLOS telah dimuat mengenai definisi piracy jure
delik jure gentium dan semua negara berhak untuk
gentium, yakni dalam pasal 101 yang menyatakan:
menangkap dan menghukum pelaku-pelakunya. Jelas
Piracy consists of any of the following acts: tujuan pemberian yurisdiksi universal tersebut adalah
a. any illegal acts of violence or detention, untuk menjamin bahwa tidak ada tindak pidana
or any act of depredation, committed for semacam itu yang tidak dihukum.20
private ends by the crew or the passengers
of a private ship or a private aircraft, and Yang termasuk dalam yurisdiksi universal salah
directed: satunya adalah kejahatan perompakan jure gentium.
i. on the high seas, against another ship or
aircraft, or against persons or property
19
Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional, (Terjemahan
Derta Sri Widowatie, et. al.), Penerbit Nusa Media, Bandung,
on board such ship or aircraft;
2013, hlm. 391
Ibid, hlm. 35
17 20
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, edisi kesepuluh,
Charles Fairman, Op.cit, hlm. 509
18
Jakarta, Sinar Grafika, 2003, hlm. 304

UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020 17


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

Piracy menjadi sesuatu yang mulai mengkhawatirkan yurisdiksi universal, penuntutan internasional terjadi
semua bangsa ketika Romawi berkuasa. Romawi tidak lebih dari 1,47 persen.25
berjanji untuk memasukkan menekan pembajakan
Tentu saja hal tersebut menjadi pertanyaan, apa
dibawah lex de provinciis praetoris pada 100 SM dan
yang menyebabkan penegakan bajak laut dengan
mengharapkan kerjasama dari sekutunya. Pada masa
menggunakan yurisdikisi universal ini dapat dikatakan
itu pula semakin dijunjung tinggi baha bajak laut
kurang efektif. Penerapan yurisdiksi universal dalam
adalah musuh umat manusia, dan merupakan musuh
hal menangkap dan menghukum para bajak laut
bagi masyarakat internasional.21
memang telah ditegaskan dalam catatan sejarah.
Pembajakan merupakan tindak pidana pertama Namun, juga terjadi inkonsistensi dan pergeseran
yang tunduk dalam yurisdiksi universal. Bahkan dapat kebijakan-kebijakan negara terhadap pembajakan
dikatakan bahwa prinsip yurisdiksi universal lahir selama berabad-abad. Jika ditilik kembali, pelaksanaan
pertama kali disebabkan karena adanya keinginan universal jurisdiction untuk menghukum para bajak
dari negara-negara untuk menindak kejahatan laut selalu lebih dikombinasikan dengan pendekatan
pembajakan yang dilakukan di laut lepas. Dengan praktis yang mendefenisikan bahwa pembajakan di
adanya prinsip universalitas ini setiap negara berhak laut adalah kejahatan dibawah hukum munisipal.26
untuk menangkap perompak di laut lepas dan
Selain itu, sulitnya pelaksanaan yurisdiksi untiver-
menghukum mereka tanpa memandang kebangsaan
sal juga terkait masalah pembiayaan. Yurisdiksi universal
serta tempat dilakukannya kejahatan tersebut.22
memungkinkan seluruh negara memiliki wewenang
Selain itu, Alasan munculnya prinsip universalitas untuk menangkap bajak laut diluar yurisdiksi negara-
adalah bahwa pelaku suatu kejahatan dianggap orang negara manapun, akan tetapi melakukan hal tersebut
yang sangat kejam, musuh seluruh umat manusia, membutuhkan penyebaran sumberdaya angkatan laut
jangan sampai ada tempat untuk pelaku meloloskan yang signifikan. Luasnya laut lepas membuat tindakan
diri dari hukuman, sehingga tuntutan yang dilakukan tersebut memakan biaya yang tidak sedikit karena
oleh suatu negara terhadap pelaku adalah atas nama dibutuhkan dalam hal pembiayaan tenaga kerja dan
seluruh masyarakat internasional.23 perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan, selain
itu hal ini juga tentunya amat berbahaya. Sebelum
Namun, Prosecuting para pembajak laut dengan
adanya wabah bajak laut Somalia, tidak ada satupun
pendekatan yang yurisdiksi universal ini menimbulkan
negara di masa modern ini yang berniat untuk
beberapa isu. Secara luas telah ditegaskan oleh
mengirimkan kapal-kapalnya ke luar wilayah mereka
pengadilan dan oleh ahli hukum bahwa selama
hanya untuk memberantas bajak laut.27
ratusan tahun yurisdiksi universal telah diterapkan
pada kejahatan pembajakan (di laut).24 Akan tetapi, Permasalahan lain yang memungkinkan
faktanya menurut data tentang jumlah pembajakan menjadi faktor mengapa pendekatan yurisdiksi
yang dilakukan dalam periode dua belas tahun (1998– universal sulit diterapkan dalam penegakan terhadap
2009) yang diperoleh dari lembaga internasional kejahatan bajak laut adalah perbedaan dari konsep
dan kelompok industri maritim, dari semua kasus penggunaan yurisdiksi universal dalam penegakan
pembajakan yang jelas yang dapat dihukum di bawah hukum terhadap bajak laut tersebut. beberapa ahli
mengemukakan bahwa konsep yang disebut sebagai
Yitiha Simbeye, Op.cit, hlm. 42
21
yurisdiksi universal dalam praktiknya adalah “prinsip
J.G. Starke, Op.cit, hlm.305
22

23
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali 25
Eugene Kontorovich and Steven Art, Op.cit, hlm. 436
Pers, Jakarta, 2012, hlm. 244 26
Lauren Benton, “Toward a New Legal History of Piracy:
24
Matthew Garrord, “Piracy, the Protection of Vital State Maritime Legalities and the Myth of Universal Jurisdiction”,
Interests and the False Foundations of Universal Jurisdiction in International Journal of Maritime History, XXIII, No.1, 2011, hlm.
International Law”, Diplomacy & Statecraft, Vol. 25, Issue 2, 2014 225
(published online), hlm. 195 27
Eugene Kontorovich and Steven Art, Op.cit, hlm. 450

18 UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

perlindungan”, Prinsip perlindungan memungkinkan atas namanya sendiri uti singulus (mengadili karena
Negara-negara di bawah hukum internasional untuk adanya kepentingan khusus), bukan atas nama
memberikan efek ekstrateritorial terhadap legislasi masyarakat internasional.30
yang mengkriminalisasi perilaku di luar negeri,
Namun tentu saja, seringkali teori dan praktis
yang merupakan ancaman bagi kepentingan vital
adalah dua hal yang berbeda. Dalam buku Luc Reydams
mereka.28
beliau menyatakan bahwa upaya untuk memperluas
Sedangkan pada November tahun 2000 ahli hukum cakupan yurisdiksi universal dari hanya “most
dan hubungan internasional terkemuka bertemu di egrerious crimes”, praktik nyatanya di banyak negara
Universitas Princeton dan atas dasar paper ilmiah ang justru yurisdiksi universal diabaikan bahkan dianggap
telah disiapkan untuk agenda tersebut, dihasil kan tidak ada sama sekali, dan beliau juga menyatakan
lah The Princeton Principles on Universal Jurisdiction. untuk menyimpulkan bagaimana eksistensi yurisdiksi
Prinsip 1 (1) mendefiisikan yurisdiksi universal sebagai universal “the ‘universal’ in ‘universal jurisdiction’ may
berikut:29 remain wishful thinking for a long time.”31
“Universal jurisdiction is criminal jurisdiction Pendekatan yang kurang efektif dibawah
based solely on the nature of the crime, without yurisdiksi universal ini tentunya membuat para
regard to where the crime was committed,
ahli hukum mencari solusi lain untuk mengurangi
the nationality of the alleged or convicted
perpetrator, the nationality of the victim, or any terjadinya kejahatan bajak laut, karena piracy
other connection to the state exercising such tentunya sangat merugikan masyarakat internasional.
jurisdiction” Mulai bermunculan solusi-solusi lain yang dirasa lebih
relevan dan akan lebih efektif untuk menegakkan
Jika dilihat dari definisi ini sepertinya telah
hukum terhadap piracy jure gentium yang dikenal di
memenuhi syarat untuk menggambarkan apa itu
masa sekarang. Pendekatan lain tersebut diantaranya
yurisdiksi universal, namun tentunya konsep ini
menjadikan piracy jure gentium salah satu kejahatan
sangat berbeda bahkan dapat disebut bertentangan
yang berada dibawah yurisdiksi International Criminal
jika menyatakan bahwa negara mengadili piracy
Court (selanjutnya disingkat ICC) dan membentuk
karena adanya ‘kepentingan’, yang mana jelas-jelas
kebijakan hukum internasional publik dalam High Level
dalam prinsip Princeton dinyatakan bahwa yurisdiksi
Piracy Working Group (HLPWG), yang sejak 2011 telah
universal tidak mendasarkan nasionalotas ataupun
memproduksi memorandum tentang isu-isu utama
hubungan apapun dalam melaksanakan yurisdiksi
dalam penuntutan pembajakan kontemporer.32
tersebut.
Solusi yang pertama adalah menjadikan piracy jure
Piracy jure gentium terjadi tempat dimana tidak gentium salah satu kejahatan yang berada dibawah
terdapat kedaulatan teritorial suatu negara. akan tetapi yurisdiksi ICC, solusi ini muncul karena dianggap
perbuatan ini dipertimbangkan sebagai kejahatan pengadilan nasional memiliki beberapa kelemahan-
yang berbahaya untu mayarakat internasional kelemahan sehingga dirasa kurang efektif untuk
secara luas. Dalam keadaan ini, menurut yurisdiksi mengadili piracy di pengadilan nasional. kelemahan
universal harusnya negara yang menangkap adalah pertama pengadilan nasional mungkin tidak memiliki
negara yang berwenang mengadili para bajak laut ini, kapasitas hukum yang cukup atau keahlian untuk
terlepas dari tidak adanya faktor keterkaitan secara mengadili kejahatan berat yang menjadi perhatian
tradisional dalam penuntutan bajak laut, karena jika internasional. Sebagai contoh, beberapa negara
itu dipertimbangkan maka negara tersebut bertindak 30
Georges Abi-Saab, “The Proper Role of Universal Jurisdiction”,
28
Matthew Garrord, Op.cit, hlm. 196 Journal of International Criminal Justice 1, 2003, hlm. 600
29
Peter Weiss, “Universal Jurisdiction: Past, Present and 31
David Stewart, “Some Perspectives on Universal Jurisdiction”,
Future” , American Society of International Law, Vol. 102, 2008, American Society of International Law, Vol. 102, 2008, 405
hlm. 407 32
Michael Scharf and Mistale Taylor, Op,cit, hlm 77

UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020 19


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

tidak memiliki ketentuan legislasi yang tepat untuk laut tersebut tidak mau ataupun tidak mampu untuk
menutup jenis kriminalitas bajak laut. Bahkan jika mengadili kejahatan tersebut. hal ini tentunya menjadi
mereka lakukan, hal-hal masalah mungkin terlalu solusi agar tidak terjadi budaya impunitas, dimana
rumit untuk diproses oleh para penegak hukum budaya ini menyebabkan semakin maraknya kejahatan
pengadilan nasional, dalam hal ini polisi, jaksa, dan bajak laut yang merugikan masyarakat internasional.
hakim, karena jenis kejahatan yang dilakukan adalah
Ada pula solusi lain yang dimulai sejak 2011,
kejahatan yang melibatkan orang dan bukti dari lebih
Public International Law and Policy Group (selanjutnya
dari satu negara.33
disingkat PILPG) mengadakan High Level Piracy
Sulit bagi pengadilan nasional untuk menjunjung Working Group (selanjutnya disingkat HLPWG) yang
tinggi azas keadilan melalui suatu cara yang tidak diketuai oleh Proffessor Michael Scarf. Kelompok
biasa dan adil. Setiap negara memiliki cara-cara yang kerja ini dikhususkan untuk mendiskusikan tantangan-
signifikan dalam setiap penuntutan mengenai warga tantangan hukum yang ditunjukkan oleh pembajakan
negara sendiri. Pengadilan nasional mungkin tidak laut modern, khususnya bagaimana cara terbaik untuk
memiliki aturan prosedur pengadilan di negaranya memfasilitasi penuntutan terhadap bajak laut yang
untuk cukup melindungi hak asasi terdakwa. Hal- telah tertangkap.36
hal ini lah yang pada akhirnya mendorong lahirnya
Mandat untuk kelompok kerja ini adalah untuk
fenomena “catch and release”, misalnya yang terjadi
menyediakan aturan dan saran kebijakan dalam
di Teluk Aden. permasalahan penangkapan bajak laut,
cakupan domestik, kawasan, dan internasional dalam
proses penuntutannya meskipun telah tertangkap,
hal mekanisme piracy, dengan tujuan membentuk
bukan lah sesuatu yang mudah. Dalam peristiwa ini
respon yang efektif untuk menghadapi ancaman
negara-negara melepaskan banyak tersangka bajak
bajak laut yang semakin berkembang. Seperti yang
laut yang tertangkap. Negara-negara yang menangkap
telah dinyatakan sebelumnya HLPWG fokus untuk
seringnya beralasan hal ini disebabkan karena sulitnya
memfasilitasi penuntutan terhadap bajak laut di
pembuktian, biaya untuk pemenjaraan yang panjag
pengadilan-pengadilan seluruh dunia, terutama
dan juga alasan alasan lain yang mengebabkan mereka
terhadap bajak laut somalia. Karena meskipun
melepaskan para bajak laut ini.34
dengan bantuan internasional yang signifikan, akan
Sebagaimana diketahui, prinsip dasar penegakan butuh waktu yang sangat lama bagi Somalia untuk
hukum internasional, termasuk penegakan hukum menyediakan peradilan yang adil dan efektif untuk
oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah mengadili para bajak laut.37
mendahulukan yurisdiksi nasional, dan yurisdiksi
Karena hal tersebut, muncul lah gagasan
Mahkamah Pidana Internasional hanyalah berlaku
untuk mendirikan tribunal internasional sebagai
sebagai pelengkap (komplementer),35 jikalau terjadi
alat penuntutan dalam hal memerangi bajak laut.
“unable” (ketidakmampuan) dan “unwilling”
Gagasan ini muncul juga karena melihat dalam dua
(ketidakmauan) dari yurisdiksi pengadilan nasional
dekade terakhir, untuk menghadapi kesulitan dalam
Rezim komplementer atau pelengkap yang seringkali
kasus-kasus kejahatan internasional, masyarakat
digunakan oleh Mahkamah Pidana Internasional juga
internasional membentuk tribunal-tribunal ad hoc
cocok untuk pelanggaran pembajakan.
misalnya ICTY, ICTR, dan lain nya. Tribunal-tribunal
Di bawah rezim komplementer ini, Mahkamah yang telah ada sebelumnya dapat menjadi model
Pidana Internasional dapat melaksanakan yurisdiksi yang berguna untuk membentuk tribunal bagi bajak
dimana bangsa yang memiliki yurisdiksi atas bajak laut kedepannya.38
33
Ibid. 36
Michael Scharf and Mistale Taylor, Op.cit, hlm. 78
34
Eugene Kontorovich and Steven Art, Loc.cit 37
Ibid, hlm. 84
35
Lihat Pasal 1 Statuta Mahkamah Pidana Internasional 38
Ibid.

20 UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

Namun, munculnya berbagai alternatif ini tetap tetapi dengan munculnya solusi-solusi ini apa berarti
tidak menutup kemungkinan bahwa yurisdiksi universal pelaksanaan yurisdiksi untiversal dalam hal penegakan
masih diperlukan, Yurisdiksi universal berlaku untuk hukum terhadap bajak laut sudah tidak dibutuhkan
pembajakan, tepatnya karena negara-negara bendera lagi? Pembajakan adalah sebuah kejahatan yang rumit,
tidak dalam posisi yang memungkinkan untuk dapat dikarenakan pembajakan terjadi di laut lepas yang
mengambil sebuah tindakan. Hal ini dikarenakan tentu saja sangat luas. Hal ini membutuhkan kerja sama
posisi bajak laut, yaitu di laut lepas, dimana untuk negara-negara untuk memberantasnya. Yurisdiksi
melakasanakan kebijakan memerlukan aset angkatan universal melibatkan semua negara, semua negara
laut dengan biaya yang mahal, dan juga hal ini biasa berhak untuk melakukan penuntutan meskipun tidak
terjadi karena negara pantai memiliki penegakan secara langsung terkena dampaknya. Tidak ada yang
hukum yang lemah.39 Seringkali pula, saat kejahatan ini menyangkal, bahwa bajak laut adalah musuh bersama
terjadi negara-negara terdekat adalah negara-neagra umat manusia, maka dalam meminimalisirnya tentu
yang berurusan dengan konflik internal yang serius saja butuh bantuan dari seluruh umat manusia,
atau krisis fiskal, dan dengan demikian, negara-negara dalam artian seluruh negara-negara. maka dari itu,
ini tidak dapat mempertahankan armada penjaga yurisdiksi universal pada konsepnya sudah cukup
pantai yang kuat. Daerah-daerah ini tidak memiliki dan sesuai dalam hal penegakan hukum terhadap
pengelola tempat yang efektif, menunjukkan bahwa kejahatan pembajakan, akan tetapi perlu adanya
kurangnya pengawasan terhadap alur laut.40 Jadi, kerjasama dan koordinasi antara negara-negara untuk
yurisdiksi universal secara teori ada untuk mengisi saling membantu agar tidak terjadi budaya impunitas
celah dalam yurisdiksi. terhadap para bajak laut ini.

Kesimpulan Referensi
Pembajakan di laut dapat dikatakan sebagai A. Buku
kejahatan internasional tertua dan definisinya telah
Bantekas, Ilias and Susan Nash, 2003, International
berubah dari masa ke masa. Kejahatan ini adalah awal
Criminal Law, 2nd edition, Cavendish Publishing,
munculnya yurisdiksi universal, dimana negara-negara
Australia.
dalam masyarakat internasional menganggap bahwa
bajak laut adalah musuh bersama umat manusia. Nerea Marteache and Gisela Bichler, 2017, Crime
Setelah lama tidak muncul, sekarang pembajakan di Prevention and Transportation System in Crime
laut marak kembali. Banyak kerugian yang disebabkan Prevention, CRC Press, New York.
oleh kejahatan tersebut. akan tetapi dari banyaknya Sam Bateman, 2007, “Outlook; The New Threat of
kasus pembajakan hanya sedikit negara-negara yang Maritime Terrorism” in Lloyd’s Marine Intel-
melakukan penuntutan dibawah yurisdiksi universal. ligence Unit, Violace at Sea, Routledge, USA.
Hal ini memang disebabkan oleh beberapa alasan,
Sefriani, 2012, Hukum Internasional Suatu Pengantar,
seperti alasan pembiayaan atau tidak adanya hukum
Rajawali Pers, Jakarta.
yang memadai untuk mengadili para pembajak
laut tersebut. namun, tentu saja hal ini tidak dapat Shaw, Malcolm N, 2013, Hukum Internasional,
dibiarkan, karena ditakutkan akan muncul budaya (Terjemahan Derta Sri Widowatie, et. al.),
impunitas. Maka dari itu para ahli muncul dengan Penerbit Nusa Media, Bandung.
alternative-alternatif lain seperti membuat tribunak Simbeye, Yitiha, 2004, Immunity and International
khusus untuk mengadili kasus bajak laut. Akan Criminal Law, Ashgate Publishing Limited, USA.
Eugene Kontorovich and Steven Art, Op.cit, hlm.447
39

Nerea Marteache and Gisela Bichler, Loc.cit


40

UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020 21


Nadiyah Asfarosya . Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Terhadap Modern Piracy Jure Gentium

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Peter Weiss, “Universal Jurisdiction: Past, Present and
Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Future” , American Society of International Law,
Raja Grafindo, Jakarta. Vol. 102, 2008.
Starke, J.G., 2003, Pengantar Hukum Internasional,
edisi kesepuluh, , Sinar Grafika, Jakarta
C. Perjanjian Internasional
Rome Statute of the International Criminal Court
B. Artikel Jurnal
United Nations Convention on the Law of the Sea
Charles Fairman, “A Note on Piracy Jure Gentium”, The 1982
American Journal of International Law, Vol. 29,
No. 3.
David Stewart, “Some Perspectives on Universal
Jurisdiction”, American Society of International
Law, Vol. 102, 2008.
Eugene Kontorovich and Steven Art, “An Empirical
Examination Of Universal Jurisdiction For
Piracy”, The American Journal of International
Law, Vol. 104, No. 3, 2010.
Georges Abi-Saab, “The Proper Role of Universal
Jurisdiction”, Journal of International Criminal
Justice 1, 2003.
Lauren Benton, “Toward a New Legal History of Piracy:
Maritime Legalities and the Myth of Universal
Jurisdiction”, International Journal of Maritime
History, XXIII, No.1, 2011.
Matthew Garrord, “Piracy, the Protection of Vital
State Interests and the False Foundations of
Universal Jurisdiction in International Law”,
Diplomacy & Statecraft, Vol. 25, Issue 2, 2014
(published online).
Michael J. Kelly, “The Pre-History of Piracy as a Crime
& Its Defitional Odyssey”, Case Western Reserve
Journal of International Law, Vol. 46, Issues
1&2, 2013.
Michael Scharf and Mistale Taylor, “A Contemporary
Approach to the Oldest International Crime”,
Utrecht Journal Of International and European
Law.

22 UIR Law Review Volume 04, Nomor 01, April 2020

Anda mungkin juga menyukai