4
Hakim Holmes atau Oliver Wendell Holmes Jr. (8 Maret 1841 – 6 Maret 1935) adalah
seorang hakim Amerika yang menjabat sebagai Hakim Asosiasi Pengadilan Tinggi Amerika Serikat dari 1902
sampai 1932, dan sebagai Pelaksana Jabatan Ketua Hakim Amerika Serikat dari Januari-Februari 1930. Ia juga
menjabat sebagai Hakim Asosiasi dan Ketua Hakim pada Pengadilan Yudisial Tinggi Massachusetts, dan
merupakan Weld Professor of Law di Harvard Law School, dimana ia menjadi seorang alumnus. Lihat:
https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Oliver_Wendell_Holmes,_Jr.
5
Sambutan Satjipto Raharjo dalam buku Antonius Sudirman, Hati Nurani Hakim dan Putusannya: Suatu Studi
Perilaku Hukum Hakim Bismar Siregar, (PT. Citra Aditya Bakti : Bandung, 2007)
6
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa, Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Maidah
(5):8).
menyadari dapat merasakan wahyu dalam Al-Qur’an dan Hadits yang dijadikan sebagai
sumber hukum primer dalam mengarungi kehidupan sehari hari.
Kecerdasan Spiritual merupakan inti dari pusat diri sendiri, kecerdasan spiritual
adalah sumber yang mengilhami, menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-
nilai kebenaran tanpa batas waktu. Sederhananya kecerdasan spiritual merupakan
pemahaman akan nilai dan kesadaran.7 Selanjutnya Agustian8 mengkaitkannya dengan
masalah ketuhanan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu menempatkan perilaku dan hidup manusia
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Dengan kecerdasan spiritual ini APH dalam menegakkan hukum akan mampu lebih
dekat terhadap tujuan hukum. Karena dalam penegakannya selain bertindak berdasarkan
tulisan peratutan-peraturan hukum formal, tetapi juga akan menggali nilai-nilai yang
terkandung didalamnya dan juga nilai-nilai yang berada dalam masyarakat guna mencapai
keadilan yang sebenar-benarnya. Kecerdasan spiritual ini juga akan membuat APH ini
memiliki integritas sehingga dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang dilarang oleh
hukum.
Terlebih, dalam Negara Indonesia yang dalam dasar negaranya pada sila pertamanya
berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” hal ini menunjukkan kalau negara Indonesia ini
bukanlah negara sekuler yang memisahkan antara agama dan negara. Tidak berheti disitu,
implementasi dari sila pertama tersebut, dalam konteks penegakan hukum bisa dilihat dalam
Pasal 2 ayat (1) Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman jelas diterangkan bahwa “Peradilan dilakukan Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang dalam penjelasan pasalnya disebutkan
Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Ynag Maha Esa adalah sesuai
dengan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menentukan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Dalam hal ini dapat dimaknai dalam
7
Zohar, Danah dan Marshall. SQ : Memanfaatkan SQ dalam Berpikir Holislik, untuk Memaknai Kehidupan.
Cetakan Kelima. Mizan, Bandung. Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani & Ahmad
Baiquni dari SQ: Spiritual Intelligence-The U(timate Intelligence, 2005, hlm 41
8
Agustian, Ari Ginanjar, ESQ. Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Penerbit Arga : Jakarta, 2006, Hlm 36
penegakan hukumnya APH ini tidak hanya bertanggungjawab terhadap keadilan, tetapi juga
terhadap Tuhan YME.
Demikian halnya dengan asas “Demi Keadilan Berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha
Esa”. Agar segenap aparat penegak hukum (Polisi sebagai penyidik, Jaksa sebagai penuntut
umum, Hakim sebagai pemutus dan Penasehat Hukum sebagai pembela tersangka) dapat
mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam asas tersebut, maka tentu saja harus
di awali dengan adanya pemahaman keagamaan yang baik dan benar. Baik dan benar dalam
arti sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang ada. Demikian juga diperlukan pengaturan
lanjutan dalam peraturan perundang-undangan apa yang dimaksud dengan asas, Demi
Keadikan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, termasuk adanya tuntunan bagaimana
cara mengimplementasikan asas tersebut dalam realitas penanganan suatu masalah hukum.
Bila pengertian dan tuntunan tentang asas tersebut tidak ada, maka asas tersebut hanya akan
menjadi hiasan di atas kertas peraturan perundang-undangan dan hiasan bibir segenap aparat
penegak hukum yang tidak akan pernah bisa di implementasikan di dalam realitas dunia
peradilan Indonesia
Banyaknya kasus tindak pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di
Indonesia akhir-akhir ini seharusnya membuat kita sadar akan pentingnya memiliki
kecerdasan spiritual didalam diri aparat tersebut. Sehingga perlu perubahan seperti dari
proses perekrutan aparat itu sendiri. Selain mementingkan kecerdasan spiritual dalam artian
paham hukum dan sebagainya juga harus mulai melihat prosedur seleksi yang terkait
kecerdasan spiritual agar aparat yang akan terpilih nantinya memiliki nilai integritas yang
dapat menegakkan hukum guna mewujudkan tujuan hukum seperti tiga nilai dasar yang
disebutkan di awal itu.