Anda di halaman 1dari 22

ISLAM DITINJAU DARI ASPEK HUKUM DAN KEADILAN

MAKALAH

Dosen Pengampu:
Dr. Pirhat Abbas, MA

Oleh:
Sadam Husain (804230015)

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Praise be to God SWT who has given his mercy and grace to us, so that we can
complete this paper entitled "Islam in terms of law and justice".
We realize that this paper is far from perfect, therefore criticism and
suggestions from all parties that are constructive always we hope for the perfection of
this paper. Finally, we would like to thank all parties who have played a role in the
preparation of this paper from beginning to end. May Allah SWT always reward all our
efforts.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bukanlah suatu pekerjaan mudah untuk membuat rumusan hukum yang


diterima oleh semua ahli hukum. Hukum, aspeknya sangat luas (sedemikian kompleks,
baik dalam ruang lingkup maupun waktu). Kiranya apa yang dikemukakan oleh Imanuel
Kant beberapa ratus tahun yang lalu, masih relevan untuk saat ini. Imanuel Kant
mengemukakan “noch suchen die juristien eine definition zu ihrem begriffte vom recht”.
Oleh van Apeldoorn dijelaskan bahwa tidak mungkin memberikan definisi tentang
hukum yang sungguh-sungguh dapat memadai kenyataan. Karena itu hanya memberikan
suatu definisi yang umum sebagai pegangan).
Defini hukum berbeda dengan konsep hukum. Menurut W. Friedmann, konsep
hukum terddiri dari paksaan dan penerimaan masyarakat. Dia mengemu- kakan “all
definition or characterizations of lawveer between two extreme position. One extreme
empha- sizes its coercive character, the other lays stress on the social acceptance”). JH.
Harris mengemukakan bahwahukum adalahmerupakan system peraturandan disisi lain
merupakan prosedur
Berbicara mengenai hukum, pertama-tama harus diinsyafi bahwa hukum harus
dikaitkan dengan kehidupan social. Para sosiolog berpendapat bahwa hukum adalah
gejala social. Dimana ada kehidupan social di situ ada hukum. Hukum adalah pertama-
tama merupakan penataan hidup social.
St. Agustinus merumuskan hukum sebagai perintah Tuhan atau kehendak
Tuhan yang menghendaki preservasi perintah dan menghukum pelanggaran daripadanya.
Sementara oleh Austin, seorang tokoh psoitivis, hukum dirumuskan sebagai tiap-tiap
undang- undang positif yang ditentukan secara lamngsung atau tidak langsung oleh
seorang pribadi atau kelompok orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau
anggota-anggota suatu masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang membentuk
hukum adalah yang terttinggi.
Dia mengemukakan adanya beberapa jenis hukum, yaitu :
• Hukum Allah yang mnerupakan suatu moral hidup daripada hukum dalam arti
yang sejati.
• Hukum Manusia yaitu segala peraturan yang dibuat oleh manusia, yang dibedakan
menjadi :
• Hukum yang sungguh-sungguh (properly so called). Hukum ini adalah undang-
undang yang berasal dari suatu kekuasaan politik atau peraturan- peraturan pribadi
swasta yang menurut undang- undang berlaku.
Hukum yang mengarahkan diri pada keadilan tidak saja membutuhkan
aparat penegak hukum tetapi lebih pada aparat penegak hukum yang bermoral dan
berintegritas tinggi. Aparat penegak hukum yang bermoral tersebut diharapkan dapat
menegakkan hukum sebaik mungkin sebagai upaya mencapai tujuan- tujuan hukum
termasuk untuk mencapai keadilan. Tanpa aparat penegak hukum yang bermoral,
sebaik apapun hukum dibuat dapat saja sia-sia (nirmakna) karena tidak mampu
memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak.
Oleh karena itu, kiprah aparat penegak hukum yang baik sangat dibutuhkan
agar hukum tetap superior, tidak mudah diperjualbelikan dan tidak berada di bawah
penindasan kepentingan politik dan ekonomi. Sesungguhnya superioritas hukum dalam
sebuah negara hukum terletak pada konsistensi aparat penegak hukum untuk
berpegang teguh pada aspek moralitas demi menegakkan keadilan dan kepastian
hukum.
Berkaitan dengan cita-cita keadilan dalam sebuah negara hukum, Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 17 secara khusus
mengatur mengenai hak memperoleh keadilan. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 menentukan bahwa:
“Setiap orang tanpa diskiriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan
dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam
perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses
peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara
yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”

Tidak dibenarkan adanya proses pengadilan yang diskriminatif, tidak jujur


dan mementingkan kelompok tertentu, khususnya kelompok yang memiliki posisi
sosial paling dihormati atau disegani seperti para pejabat tinggi negara. Semua warga
negara mesti diperlakukan secara adil dan sama di hadapan hukum, agar hukum
menjadi superior dan berfungsi secara sungguh-sungguh sebagai sarana untuk
mencapai keadilan. Cita-cita tersebut hanya bisa diraih kalau aparat penegak hukum
tetap konsisten terhadap cita-cita untuk menegakkan hukum sebaik mungkin dan
mencari keadilan bagi semua pihak.
Jika aparat penegak hukum tidak adil dalam menegakkan setiap perkara
hukum, maka masyarakat tentunya akan memersoalkan sekaligus meragukan
eksistensi hukum dan aparat penegak hukum. Keraguan tersebut dapat bermuara pada
tindakan main hakim sendiri. Tindakan tersebut merupakan akumulasi
ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum yang dicurigai
memanfaatkan hukum untuk kepentingan ekonomi dan politik kelompok tertentu. Hal
tersebut menyebabkan hukum menjadi inferior dan tidak mampu merespon secara
adil persoalan-persoalan hukum. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut
agar lebih serius dan konsisten menegakkan hukum bagi para pelanggar hukum agar
ketegasan tersebut melahirkan kepercayaan dan keyakinan semua pihak akan
keadilan dan kepastian hukum yang dapat dijamin oleh hukum.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hukum dan keadilan?

2. Bagaimana hubungan hukum dan keadilan ?

3. Bagaimana perspektif hubungan Islam dengan hukum dan keadilan?

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas dari mata

kuliah Islam dalam Berbagai Perspektif serta untuk menambah wawasan bagi penulis dan
pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Hukum

Hukum islam adalah jalan yang ditempuh manusia untuk menuju jalan Allah,
Tuhan semesta alam. Hukum islam atau syariat islam adalah segala macam hukum atau
peraturan yang tujuannya mengatur segala urusan umat islam dalam menangani perkara
dunia dan akhirat.

Menurut Muhammad 'Ali At-Tahanawi dalam Kisyaaf Ishthilaahaat al-Funun


pengertian hukum islam atau syariat islam adalah mencakup seluruh ajaran Islam,
meliputi bidang aqidah, ibadah, akhlaq dan bidang kemasyarakatan (muamallah).

Syariat Islam atau yang lebih sering disebut syariah merupakan berbagai macam
aturan yang ditetapkan oleh Allah dalam mengatur hubungan mahluk dengan Tuhannya
dan saudara sesama muslim, sesama manusia, mahluk hidup, dan alam. Peraturan dalam
hukum Islam diambil dari berbagai sumber yang jika ditelusuri lebih lanjut akan berakhir
pada Allah.

Sumber Hukum Islam

1. Alquran

Selain berisi firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, Al Quran juga berisi peraturan
atau hukum dari Allah sang pencipta kehidupan. Nabi Muhammad diutus untuk
menyampaikan Al Quran kepada seluruh umat manusia hingga berhenti tiba. Al Quran
dijadikan sumber hukum pertama atau awal. Setiap hukum atau peraturan yang dibuat
harus berdasarkan Al Quran dan tidak boleh saling bertentangan. Seiring berkembangnya
jaman, tafsiran Al Quran sudah banyak beredar sehingga memudahkan orang awam
untuk mendalami dan menerapkan hukum Islam.
2. Hadits Shahih

Acuan kedua dalam hukum islam adalah hadits. Berbeda dengan Al Quran,
hadits berisi tentang penjelasan rinci mengenai hukum islam yang ada di Al Quran, tata
cara beribadah, aturan dalam melaksanakan ibadah, dan sholawat Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wassallam yang dijadikan sumber hukum.

Contoh perbedaan antara hukum dalam Al Quran dan hadits adalah sebagai berikut:

Di dalam Al Quran kita diperintahkan untuk shalat (QS. Al Baqarah ayat


43). Lalu penjelasan cara shalat, berapa kali shalat, dan kapan waktu shalat dijelaskan
melalui hadits. Jadi dalam praktiknya, hadits digunakan untuk menjelaskan dan
menegaskan hukum yang sudah ditulis Allah di kitab suci Al Quran.

Dalam meriwayatkan hadits yang disampaikan oleh banyak periwayat


haruslah dilakukan oleh ulama dengan ilmu fiqih tinggi dan kepercayaan umat. Jika ada
salah satu riwayat hadits yang cacat misalnya jika adalah salah satu periwayat yang
ketahuan memiliki sifat buruk (sering berbohong) atau suka lupa maka derajat kebenaran
(shahih) hadits bisa ikut ternoda. Berikut ini empat derajat keaslian hadits.

• Shahih

• Hasan

• Daif (lemah)

• Maudu' (palsu).

Perbedaan hadits Shahih dan hasan terletak pada ke-dhabithan-nya. Jika


hadits Shahih tingkat dhabith-nya tinggi, maka hadits hasan tingkat ke-dhabithan-nya ada
dibawahnya. Contoh hadits Hasan adalah seperti hadits yang diriwayatkan oleh
Muhammad bin Amr bin al-Qamah, dari Salamah, dari Abu Hurairah. Dalam hadits ini,
hadits cincang hasan karena Muhammad bin Amr bin al-Qamah dikenal memiliki
kemampuan menghafal yang tidak luar biasa. Dalam menentukan hukum Islam, hadits
yang paling dijadikan acuan adalah hadits shahih dan hasan.
3. Ijtihad
Ijtihad adalah usaha para ulama untuk menentukan hukum suatu perkara baru
dengan mengacu pada Al Quran dan hadits. Ijtihad adalah usaha ulama untuk menentukan
hukum setelah Nabi Muhammad wafat sehingga tidak ada lagi yang bisa ditanyakan
pendapatnya. Karena bersumber dari Al Quran dan Hadits maka dari itu Ijtihad ulama
harus melampirkan ayat dalam Al Quran dan hadits ketika ingin memutuskan suatu
peraturan.

Ada 4 jenis Ijtihad, yaitu:


• Ijma, hukum sesuai kesepatakan para ulama
• Qiyas, hukum yang mirip dengan hukum lain yang jelas hukumnya
• Maslahah, hukum untuk mencapai kemaslahatan umat
• Urf, hukum yang sesuai kebiasaan.

Ijtihad adalah langkah para ulama besar untuk menentukan hukum suatu hal baru
yang belum pernah ada di jaman Nabi Muhammad dan tidak tertulis di Al Quran. Oleh
karena itu, dalam menentukan suatu keputusan, Ijtihad harus berdasarkan Al Quran dan
hadits dan dilihat baik atau buruknya suatu hal kepada umat muslim lainnya. Salah satu
bentuk ijtihad ulama adalah pengharaman rokok oleh sebagian besar ulama setelah
ditemukannya kandungan racun pada rokok yang dapat mengganggu kesehatan perokok
dan orang di sekitarnya. Baca lebih lanjut Hukum Merokok dalam Islam.

2. Keadilan
Adil (Ar;al-adl), salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka
menegakkan kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali, walaupun akan merugikan dirinya
sendiri.1 Secara etimologis al-adl berarti tidak berat sebelah, tidak memihak; atau
menyampaikanyangsatudenganyanglain(al-musawah).
Istilah lain dari al-adl adalah al-qist al-misl (sama bagian atauu semisal). Secara
terminologis adil berarti “mempersamakan” sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai
maupun dari segi ukuran sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda
satu sama lain. Adil juga berarti “berpihak atau berpegang kepada kebenaran”2 Keadilan
lebih dititik beratkan pada pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya jika keadilan telah
dicapai, maka itu merupakan pada tempatnya jika keadilan telah dicapai, maka itu
merupakan dalil kuat dalam islam selama belum ada dalili lain yang menentangnya. Berlaku
adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban, hak yang dimiliki oleh seseorang, termaasuk
hak asasi, wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait diberikan kepada yang
berhak menerimanya. Oleh karena itu hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara
adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negative lainnya, (QS.4:58).

QS.An-Nia’Ayat 58

‫ﺖ ِا ٰ ٓﻟﻰ ا َْھِﻠَﮭۙﺎ َوِاذَا َﺣَﻜْﻤﺘ ُْﻢ ﺑَْﯿَﻦ اﻟﻨﱠﺎِس ا َْن ﺗ َْﺤُﻜُﻤْﻮا ِﺑﺎْﻟﻌَْﺪِل ۗ ِاﱠن‬
ِ ‫'َ ﯾَﺄ ُْﻣُﺮُﻛْﻢ ا َْن ﺗ َُﺆدﱡوا اْﻻَٰﻣٰﻨ‬
‫۞ ِاﱠن ﱣ‬
‫ﺼْﯿًﺮا‬ ِ َ‫ﺳِﻤْﯿﻌًۢﺎ ﺑ‬
َ ‫'َ َﻛﺎَن‬ ‫ﻈُﻜْﻢ ِﺑٖﮫ ۗ ِاﱠن ﱣ‬ ُ ‫'َ ِﻧِﻌﱠﻤﺎ ﯾَِﻌ‬
‫ﱣ‬

58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.

3. Hubungan Hukum Dengam Keadilan

Keadilan dengan hukum berhubungan secara vertikal yakni kedudukan keadilan


berada diatas hukum, artinya keadilan dicapai dengan dasar hukum sebab jika tanpa
didasari dengan adanya hukum maka keadilan akan sulit untuk diwujudkan, dikarenakan
hukum merupakan sarana untuk mencapai keadilan. Sebaliknya apabila menegakkan
hukum tetapi tidak dapat memberikan rasa keadilan, maka tujuan dari penegakan hukum
itu tidak tercapai. Hubungan antara hukum dan keadilan telah menjadi perbincangan
panjang dalam dunia hukum. Hukum merupakan kumpulan aturan yang diakui oleh suatu
masyarakat dan diatur oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Tujuan utama hukum adalah
menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan masyarakat berfungsi dengan teratur,
adil, dan aman. Di sisi lain, keadilan merujuk pada prinsip moral dan etika yang berusaha
untuk mencapai hasil yang adil dan setara bagi semua individu.

Pentingnya hubungan antara hukum dan keadilan terlihat dalam upaya untuk
memastikan bahwa sistem hukum tidak hanya mengikuti formalitas hukum, tetapi juga
mencapai hasil yang adil dan etis. Ini terutama terlihat dalam penegakan hukum dan
proses peradilan. Pengadilan harus bertindak sebagai pengawas untuk memastikan bahwa
hukum diterapkan dengan benar dan bahwa putusan yang diambil menghasilkan hasil
yang adil. Proses ini melibatkan pertimbangan terhadap bukti, argumen, dan norma-norma
moral yang ada.

Memastikan keseimbangan antara hukum dan keadilan mengarah pada konsep


hukum yang berkeadilan atau hukum yang adil. Konsep ini menekankan bahwa hukum
harus mencerminkan nilai-nilai etika yang diakui oleh masyarakat, dan harus menghindari
menciptakan atau memperpetuasi ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Selain itu, para ahli
hukum sering menekankan pentingnya hak asasi manusia dalam menciptakan sistem
hukum yang adil dan berkeadilan. Suatu kebebasan tidak akan selalu menghasilkan
sesuatu yang baik apabila kebebasan tersebut salah diberlakukan dalam kelompok sosial,
sudah menjadi kelaziman bahwa manusia diciptakan untuk bermasyarakat dan menjaga
hak di antara satu sama lain, dalam hidup bermasyarakat manusia saling menjalinkan
hubungan di antara satu sama lain.

Setiap manusia memiliki kepentingan yang berbeda yang kadang kala


menimbulkan permasalahan. Untuk menghadapi permasalahan tersebut manusia membuat
ketentuan, yaitu hukum yang harus ditaati oleh masyarakat, sehingga setiap kepentingan
masyarakat itu terjaga dan dilindungi. Apabila hukum Itu dilanggar, maka kepada yang
bersangkutan akan diberi hukuman. Hukum merupakan suatu perangkat negara yang
berfungsi mengatur kehidupan masyarakat dalam beraktivitas dan berinteraksi antar-
sesama komunitas baik orang perseorangan maupun antarkelompok masyarakat, artinya
dengan adanya hukum maka akan terjaminnya kepastian serta keadilan yang ada di
dalamnya.
Tanpa keadilan maka hukum hanyalah merupakan kekerasan atau kesewenangan
yang diformalkan, Plato menyatakan bahwa keadilan adalah kemampuan untuk
memperlakukan setiap orang sesuai dengan haknya masing-masing. Keadilan disini harus
dimaknai yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya (giving to each his due). Artinya
memberikan sesuatu pada tempatnya adalah memberikan apa yang memang secara hukum
layak untuk diberikan. Keadilan menuntut agar semua orang dalam situasi yang sama
diperlakukan dengan sama.

Dalam bidang hukum itu berarti bahwa hukum berlaku untuk umum. Siapapun
dia apabila melakukan perbuatan yang bertentangan dalam kehidupan bermasyarakat
maka akan mendapatkan sanksi sesuai dengan perbuatannya. Jadi, di hadapan hukum,
semua orang sama derajatnya. Semua orang berhak atas perlindungan hukum dan tidak
ada yang kebal terhadap hukum. Inilah yang dimaksud dengan asas, kesamaan hukum
(Rechtsgleichheit) atau kesamaan kedudukan di hadapan undang-undang (Gleichheit vor
dem Gesetz).

4. Hubungan Islam Dengan Hukum Dan Peradilan

Islam adalah agama universal dalam ajarannya. Hukum Islam memiliki tujuan
atau maqasid syariah menciptakan kemaslahatan bagi umatnya. Sebagai negara
berpenduduk mayoritas Islam, hukum Islam memiliki hubungan penting dengan sistem
peradilan di Indonesia, diantaranya dalam membangun sistem peradilan yang ada di
Indonesia. Dengan kehadiran Islam pada sistem peradilan yang ada di Indonesia perlu
dilihat hubungan Islam dengan sistem peradilan di Indonesia dan pencapaian
maqasidsyariah di dalam sistem peradilan yang ada di Indonesia. Dengan menelusuri
sistem peradilan di Indonesia, dalil-dalil nash, dan pandangan ulama di bidang peradilan,
penulis menemukan adanya hubungan antara Islam dengan sistem peradilan yang ada di
Indonesia. Sejarah sistem peradilan yang ada di Indonesia tidak pernah lepas dari peran
Islam, walaupun bukan secara keseluruhan. Asas-asas sistem peradilan yang ada di
Indonesia untuk mencapai tujuan kekuasaan kehakiman memiliki kesesuaian tujuan
dengan maqasid syariah. Aplikasi asas-asas tersebut oleh lembaga peradilan menjadi
penentu terwujudnya tujuan tersebut, yaitu penegakan hukum dan keadilan.
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Membicarakan hukum adalah membicarakan hubungan antar manusia. Membicarakan
hubungan antar manusia adalah membicarakan keadilan. Dengan demikian, setiap
pembicaraan mengenai hukum, jelas atau samar-samar, senantiasa merupakan pem-
bicaraan mengenai keadilan pula. Kita tidak dapat membicarakan hukum hanya sampai
kepada wujudnya sebagai suatu hubungan yang formal. Kita juga perlu melihatnya sebagai
ekspresi dari cita-cita keadilan masyarakatnya. Hakekat keadilan ada dalam lapangan
filsafat, oleh karenanya permasalahan keadilan diawali oleh para filsuf sejak jaman
dahulukala.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh, P. P. (2002). Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002
Tentang Peradilan Syariat Islam. Pemerintah Provinsi Aceh. Ali, D. (1997). Hukum Islam dan
Peradilan Islam. PT. Raja Grafindo Perkasa
Amrullah, S., & Dkk. (1996). Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional.
Gema Insani Press.
Arifin, B. (1996). Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan,
Dan Prospeknya. Gema Insani Press. Arifin, B. (1999). Transformasi Syariah ke dalam Hukum
Nasional (Bertenun dengan Benang-benang Kusut). Yayasan Al-Hikmah.
Auda, J. (2014). Reformasi Hukum Islam Berdasarkan Filsafat Makasid Syariah,
Terjemahan dari Maqasid a-Shari’ah As Philosophy Of Islamic Law A Systems Approach oleh Dr.
Rosidin, M.Pd.I dan Ali Abd el-Mun’im. Fakultas Syariah IAIN SU.
Bachtiar. (2015). Problematika Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada
Pengujian UU Terhadap UUD. Raih Asa Sukses.
Bisri, C. H. (1997). Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. Rosdakarya.
Djalil, A. B. (2006). Peradilan Agama di Indonesia. Kencana Prenada Media Group.
Domiri, -. (2016). Analisis Tentang Sistem Peradilan Agama Di Indonesia. Jurnal
Hukum & Pembangunan, 46(3), 327. https://doi.org/10.21143/jhp.vol46.no3.92
Halim, A. (2002). Peradilan Agama Dalam Politik Hukum di Indonesia. PT. Raja
Grafindo Perkasa.
16

Anda mungkin juga menyukai