Anda di halaman 1dari 1

Gadis kecil itu sering duduk sendirian di taman, sebenarnya ia tak pernah benar-benar sendirian,

ia bermain dengan imajinasinya. Tangan kanannya memegang pena hitam, dan buku tulis bersampul
coklat yang tak pernah jauh dari jangkauannya ia letakkan diatas paha. Dia menulis disana, menulis
dongeng. Ya, setiap gadis kecil selalu bermimpi hidupnya berakhir seindah dongeng, berharap suatu hari
pangeran datang menjemputnya, menikahinya dan mereka bahagia selamanya.

“apa Paman suka membaca dongeng?” Tanya gadis kecil itu ketika seorang laki-laki dengan
kemeja putih lusuh itu duduk disampingnya. Rambut pria itu awut-awutan, seperti tak pernah bertemu
sisir semenjak pagi tadi. Pria itu melirik malas kearah gadis kecil itu.

“Apa Paman suka membaca dongeng?” Tanya gadis kecil itu lagi.

Pria itu mengangguk pelan, meskipun sebenarnya pikirannya sedang kacau. Tampaknya dia baru
bertengkar dengan istrinya atau mungkin tunangannya. Ia terus memandangi kelinkingnya, dan
mengusp-ngusap pelan pangkal kelingkingnya, yang terdapat bekas cincin melingkar disana.

Gadis kecil itu memandang pria itu dengan heran, ada semacam perasaan simpati mulai tumbuh
dihatinya. Ia menggeser pantatnya, agar bisa lebih dekat dan mcoba menyalami pria itu.

“Elmuna, paman. Namaku elmuna”, sambil menjulurkan tangannya.

Pria itu menggapai tangan itu, dan menyalami gadis kecil itu.

“Paman sudah membaca berapa banyak dongeng? Paman kenal

Anda mungkin juga menyukai