Anda di halaman 1dari 2

Yang Ingin Membunuh Tuannya

Oleh: Yusrizal Yusuf

“A
ku ingin membunuhnya,” katanya persis seperti kepada dirinya. Dengan tatapan bengis ia
melihat kepala tuannya yang sedang menonton, menyembul dari balik sofa. Sang tuan tak tahu
maut mulai mengintainya.

Semua bermula pada suatu sore yang cerah, saat ia sedang uring-uringan meringkuk di
teras depan rumah tuannya. Ia biasanya dipanggil Mumble oleh istri sang tuan. Sambil tiduran,
telinga Mumble menangkap suara krasak-krusuk dari tong sampah, itu menggangu tidurnya, ia
menggeliat barang sejenak dan membuka matanya. Seekor kucing berbulu abu-abu keluar
melompat dari sana, di mulutnya menggantung tulang ikan tongkol, kakinya limbung saat
mendarat hingga membuat keseimbangannya hilang dan dia terjatuh, tulang ikan itu terlempar
tak jauh darinya. Mumble bangkit untuk kemudian datang memungut tulang ikan, lalu
menaruhnya dekat kucing berbulu abu-abu yang tampak lemah itu.
“Kau baik-baik saja?” tanya Mumble hendak membantunya.
“Aku tak apa-apa, tak usah kau risaukan,” kata kucing berbulu abu-abu itu, sambil
mencoba berdiri dan ingin memungut lagi tulang ikan itu.
“Kau dari mana? Apa kau punya tuan?”
“Tidak, aku tak ingin punya tuan,” jawab kucing berbulu abu-abu itu dengan ketus.
Mumble terdiam sejenak, kumisnya bergerak-gerak mengikuti gerakan mulutnya yang
seperti ingin berkata sesuatu. Ia melihat kearah kucing abu-abu itu, bulu-bulunya tak terawat,
ada beberapa bagian yang tampak rontok. Bagian yang paling menyedihkan adalah telinga, ada
buduk menggerogoti telinganya.
“Sebelumnya aku pernah punya tuan,” kata kucing berbulu abu-abu itu kemudian. ‘’Tapi
itu sudah lama sekali.”
“Aku Mumble. Bagaimana aku harus memanggilmu?”
“Jelita, panggil aku Jelita. Setidaknya dulu aku dipanggil begitu.”

Mumble pernah melihat bagaimana cara membunuh, itu pengetahuan yang penting
untuknya sekarang. Ia pernah melihat seorang lelaki menggenggam sebuah benda—yang
kemudian ia tahu itu revolver—dari film yang diputar tuannya. Di film itu seorang pria yang
tampak menyedihkan, karena perkelahian yang sengit, merebut revolver itu lalu menodongkan
balik tepat ke kepala lawan yang tampak kalut. Dengan tangan sedikit gemetar, sang pria
menekan pemicu dengan telunjuknya. Duaar! Batok kepala itu tembus dan darah muncrat dari
sana, si lawan roboh dan menggelepar, lalu terkapar tak berdaya.
Mumble melihat tangan, tidak dia tak punya tangan. Tapi, ia punya empat kaki, dan
kakinya tak diciptakan untuk menggengam sepucuk revolver. Ia kesal, kuku-kukunya yang
tajam mencuat dari jarinya. Dengan wajah yang menyeramkan, ia memamerkan taringnya, ada
geraman kemarahan keluar dari mulutnya.
“Kubilang ya, jangan pernah lagi kau ganggu istriku!” bentak tuan sesaat setelah
merebut telpon seluler dari istrinya. Ia benar-benar marah saat mendapati istrinya sedang
menelpon lelaki lain. “Jangan pernah lagi kau hubungi dia, bangsat!” pekiknya lagi.
“Aku tak pernah menggangunya, aku hanya…..”
“Apa kau bilang ha?” potong sang tuan. “Kau tak punya telinga ya?”

Anda mungkin juga menyukai