Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

OLEH :
Nama Mahasiswa : Rara Dwi Vega P.S
NIM : 010116A066

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUD WALUYO
Jl. Gedong Songo Kel. Candi Rejo Kec. Ungaran Barat Kab. Semarang
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Resiko Perilaku Kekerasan


Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan akan kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
(AH Yusuf, dkk, 2015)
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan baik verbal maupun non verbal yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang muncul akibat perasaan
jengkel / kesal / marah.

B. Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan


Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang meakukan tindakan yang
dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat
mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan
perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) :
Data Subyektif :
1) Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
2) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data Obyektif :
1) Wajah tegang merah
2) Mondar mandir
3) Mata melotot, rahang mengatup
4) Tangan mengepal
5) Keluar banyak keringat
6) Mata merah
7) Tatapan mata tajam

1
C. Penyebab Resiko Perilaku Kekerasan
1. Faktor predisposisi
a) Faktor Psikologis
Psiconalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instructual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup yang
diekspresikan dengan seksualitas ; dan kedua : insting kematian yang
diekspresikan dengan agresifitas.
b) Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon
yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Kultur
dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan, adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang diterima atau tidak
dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan
marah dengan cara yang asertif.
c) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada
ditengah sistem limbik).

2. Faktor pressipitasi
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan repson marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara psikis atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang
menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien
harus bersama – sama mengidenti- fikasinya. Ancaman dapat berupa internal
maupun eksternal. Contoh stressor eksternal: serang secara psikis, kehilangan
hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari oranglain.
Sedangkan contoh dari stressor internal: merasa gagal dalam merasa kehilangan

2
orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita. (Abdul
Muhith, 2015)

D. Rentang Respon
Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif, seperti
rentang respon kemarahan di bawah ini (Yosep, 2007)
Adaptif Mal adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan


mengung- menapati tujuan tidak dapat mengekspresi marah dan
kapkan rasa kepuasan saat Mengungkapkan -kan secara bermusuhan
marah dan tidak
marah tanpa perasaannya, fisik, tapi yang kuat
dapat
menyalah- menemukan tidak berdaya masih dan hilang
kan orang alternatifnya. dan terkontrol, kontrol
lain dan menyerah. mendorong disertai amuk,
memberi-kan orang lain merusak
kelegaan dengan lingkungan
ancaman
Gambar Rentang Respon Marah

1. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma - norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 96) :
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon Mal Adaptif

3
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial.
b) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur
(Mukhripah Damaiyanti, 2012).

E. Proses Terjadinya Marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari – hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : 1) Mengungkapkan secara verbal, 2) Menekan, 3) Menantang. Dari ketiga cara
ini, cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan,
dan bila cara ini dipakai terus – menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada
diri sendiri atau lingkungan dan akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresi
dan ngamuk.
Secara skematis perawat penting sekali memahami proses kemarahan yang
dapat digambarkan pada skema 2.1 dibawah ini.

Skema 2.1 Proses Terjadinya Marah (Yosep, 2007)

4
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan
stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang
terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang
menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih
persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara
positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal
dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak
mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia
marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara
(Helplessness).
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang
diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
(Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan
keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action)
dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan
gejala psikosomatis (Poinful symptom). (Yosep, 2007).
F. Akibat Perilaku Kekerasan
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan mencederai
diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini biasanya akibat ketidakmampuan
mengendalikan marah secara konstruktif .

5
G. Psikopatologi Resiko Perilaku Kekerasan
Faktor Predisposisi : Faktor Presipitasi : Faktor internal Faktor Perilaku :
Faktor Biologis, meliputi putus hubungan dengan Menyerang atau
Faktor Psikologis, orang yang dekat dengan dirinya, menghindar (Flight or
Faktor Sosiokultural kehilngan rasa cinta, ketakutan pada Fight), Bersikap
penyakit fisik. Sedangkan faktor asertif (Asertivenes),
eksternalnya yaitu meliputi penyakit Memberontak
fisik, kehilangan dan kematian. (Acting Out).

Kegagalan
Intimidasi
Malu
Takut
Frustasi
kecemasan
Kurangnya rasa
percaya diri Stress

Merasa tak Timbul perasaan tidak


berharga menyenangkan dan terancan

G3 proses G3 afek
pikir emosi
Tegang,
curiga

Pengungkapan perasaan
kesal/marah yang tidak
konstruktif

Fisik Emosi Intelektual Spiritual Sosial

Perilaku Kekerasan

6
H. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

I. Diagnosa Keperawatan Utama


Perilaku Kekerasan

J. Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan tindakan kekerasan baik kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
a) Klien mau membalas salam
b) Klien mau berjabat tangan
c) Kllien mau menyebut nama
d) Klien mau tersenyum
e) Klien ada kontak mata
f) Klien mau mengetahui nama perawat
g) Klien mau menyediakan waktu untuk perawat
Tindakan :
a) Beri salam dan panggil nama klien
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
d) Jelaskan kontrak yang akan dibuat
e) Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
f) Lakukan kontak singkat tetapi sering
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk hubungan
selanjutnya.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi :

7
a) Klien mengungkapkan perasaannya
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/ kesal ( diri
sendiri, orang lain dan lingkungan)
Tindakan :
a) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan marah, jengkel/
kesal
Rasional : Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu
mengurangi stress dan penyebab marah, jengkel/ kesal dapat diketahui.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi :
a) Klien dapt mengungkapkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah, jengkel/ kesal yang dialami
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami soal marah, jengkel/ kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.
Rasional :
a) Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel
b) Untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel/ kesal
c) Menarik kesimpulan bersama klien supaya kllien mengetahui secara garis
besar tanda- tanda marah / kesal.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Kriteria evaluasi:
a. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.
b. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
c. Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah/ tidak
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan klien
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.

8
Rasional :
a) Mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
b) Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan
bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif.
c) Dapat membantu klien, dapat menggunakan cara yang dapat menyelesaikan
masalah.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Tindakan :
a) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
b) Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Rasional :
a) Membantu klien menilai perilaku kekerasan yang dilakukan.
b) Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat
mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif.
c) Agar klien dapat mempelajari perilaku konstruktif yang lain.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat melakukan cara berespon terhdap kemarahan secara
konstruktif.
Tindakan :
a) Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
b) Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat.
c) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
 Secara fisik: tarik nafas dalam saat kesal, memukul kasur/ bantal, olah
raga, melakukan pekerjaan yang penuh tenaga.
 Secara verbal: katakan pada perawat atau orang lain
 Secara sosial: latihan asertif, manajemen PK.
 Secara spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdoa,/ ibadah lain

9
Rasional :
a) Dengan mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan dapat membantu klien menemukan cara yang baik untuk
mengurangi kekesalannya sehingga klien tidak stress lagi.
b) Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan meningkatkan harga
dirinya.
c) Berdiskusi dengan klien untuk memilih cara yang lain dan sesuai dengan
kemampuan klien.
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi:
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
 Fisik: tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman.
 Verbal: mengatakan langsung dengan tidak menyakiti.
 Spiritual : sembahyang, berdoa, ibadah lain
Tindakan :
a) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play).
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara
tersebut.
e) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah.
Rasional :
a) Memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai respon perilaku
kekerasan secara tepat.
b) Membantu klien dalam membuat keputusan untuk cara yang telah
dipilihnya dengan melihat manfaatnya.
c) Agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif
d) Pujian dapat meningkatkan motifasi dan harga diri klien.
e) Agar klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilihnya jika sedang kesal.
8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi:
Keluarga klien dapat:
a) Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan
b) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien

10
Tindakan :
a) Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
c) Jelaskan cara-cara merawat klien.
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan
demonstrasi.
Rasional :
a) Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan memungkinkan
keluarga untuk melakukan penilaian terhadap perilaku kekerasan
b) Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien sehingga
keluarga terlibat dalam perawatan klien.
c) Agar keluarga dapat klien dengan perilaku kekerasannya
d) Agar keluarga mengetahui cara merawat klien melalui demonstrasi yang
dilihat keluarga secara langsung.
e) Mengeksplorasi perasaan keluarga setelah melakukan demonstrasi.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program pengobatan)
Kriteria evaluasi:
a) klien dapat menyebutkan obat- obatan yang diminum dan kegunaan (jenis,
waktu, dosis, dan efek)
b) klien dapat minum obat sesuai program terapi
Tindakan :
a) Jelaskan jenis- jenis obat yang diminum klien (pada klien dan keluarga)
b) Diskusikan menfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum obat
tanpa seijin dokter
c) Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum).
d) Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
e) Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila merasakan efek yang
tidak menyenangkan.
f) Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
Rasional :
a) klien dan keluarga dapat mengetahui mana-mana obat yang diminum oleh
klien.

11
b) Klien dan keluarga dapat mengetahui kegunaan obat yang dikonsumsi oleh
klien.
c) Klien dan keluarga dapat mengetahui prinsip benar agartidak terjadi
kesalahan dalam mengkonsumsi obat.
d) Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia
minum obat dengan kesadaran sendiri.
e) Mengetahui efek samping obat sedini mungkin sehingga tindakan dapat
dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi.
f) Reinforcement positif dapat memotivasi keluarga dan klien serta
meningkatkan harga diri.

Kolaboratif
1. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-hipnotics. Obat
ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.  BenzodiazepineS seperti lorazepam
dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatri untuk
menenangkan perlawanan pasien.
a. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
b. Obat anti depresi, amitriptyline
c. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
d. Obat anti insomnia, phneobarbital
2. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun klonik.  
3. Somatoterapi yang lain
a. Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10%
sehingga timbul konvulsi
b. Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien menjadi
koma, kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian dibangunkan dengan suntikan
gluk
4. Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu
gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi
atau melalui metode-metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan

12
sebagainya. Dapat dilakukan secara individu atau kelompok, tujuan utamanya
adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita, mengembankan
mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan
keseimbangan adaptifnya.
5. Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkunagan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan
pasien, sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknis ini
terutama diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita, khususnya
keluarga. Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah/menciptakan
situasi baru yang lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan
mengalihkan penderita kepada lingkunmgan baru yang dipandang lebih baik dan
kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang dilakukan.

13
BAB II
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara
mengontrol secara fisik I
Fase Orientasi:
“Selamat Pagi mbak, perkenalkan nama saya Yuli, panggil saya Yuli saya mahasiswa
Keperawatan dari UNW. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan
merawat bapak selama mbak di rumah sakit ini. Nama mbak siapa, senangnya dipanggil
apa?”
“Bagaimana perasaan mbak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah mbak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, mbak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”

Fase Kerja :
“Apa yang menyebabkan mbakmarah?, Apakah sebelumnya mbak pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti mbak pulang ke rumah dan istri belum
menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang mbakrasakan?”
“Apakah mbak merasakan kesal kemudian dada mbak berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang mbak lakukan? Maukah bapak
belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, mbak. Salah satunya adalah dengan cara
fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah mbak rasakan maka mbakberdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti

14
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, mbak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini mbak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa
marah itu muncul mbak sudah terbiasa melakukannya”

Fase Terminasi :
“O ya mbak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan mbak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab mbak marah ........ (sebutkan) dan yang mbakrasakan ........
(sebutkan) dan yang mbak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah mbakyang lalu, apa yang
mbak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya
mbak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya mbak, berapa kali sehari mbak mau latihan
napas dalam?, jam berapa saja mbak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya mbak”

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua

15
Fase Orientasi :
“Selamat Pagi mbak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang
lagi”
“Bagaimana perasaan mbaksaat ini, adakah hal yang menyebabkan mbakmarah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan
fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Fase Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan mbak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar mbak? Jadi kalau
nanti mbak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba mbak lakukan, pukul kasur dan
bantal. Ya, bagus sekali mbak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutinjika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”

Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan mbaksetelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari mbak. Pukul kasur bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan
jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua
cara tadi ya mbak. Sekarang kita buat jadwalnya ya mbak, mau berapa kali sehari
mbak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa mbak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”

16
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
Fase Orientasi :
“Selamat Pagi mbak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?,
apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri;
kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah
kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama mbak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

Fase Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega,
maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya mbak:
Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar. Kemarin mbak bilang penyebab marahnya karena minta
uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik: “Bu, saya perlu uang
untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan
lain-lain. Coba mbak praktekkan. Bagus mbak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan mbaktidak ingin melakukannya,
katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba mbak
praktekkan. Bagus mbak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal
bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu’. Coba
praktekkan. Bagus”

Fase Terminasi :
17
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari mbak mau
latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll.
Bagus nanti dicoba ya mbak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, mbak setuju? Mau di mana mbak? Di sini lagi? Baik sampai nanti

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisikdan sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa

18
Fase Orientasi :
“Selamat Pagi mbak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana mbak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama mbak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Fase Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa mbak lakukan! Bagus. Baik, yang mana
mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba mbak langsung duduk dan tarik napas dalam.
Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil
air wudhu kemudian sholat”.
“ mbak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba mbak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”

Fase Terminasi :
Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan mbak. Mau berapa kali
mbak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba mbak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat mbak lakukan bila mbak merasa
marah”
“Setelah ini coba mbaklakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya mbak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa mbak? Seperti sekarang
saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol

19
rasa marah mbak, setuju pak?”

SP 5 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat


a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah
dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien,
benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadual minum obat secara teratur
Fase Orientasi
“Selamat Pagi mbak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana mbak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur? Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?”
“Berapa lama mbak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit”

Fase Kerja :
“Mbak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang mbak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa mbak
minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam mbak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan tegang, dan yang merah
jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini
harus mbakminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut mbak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya mbak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama mbak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja

20
harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya
pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadwal ya mbak.”

Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan mbak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?”
“Coba mbak sebutkan lagi jenis obat yang Mbak minum! Bagaimana cara minum obat
yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?. Sekarang kita
tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua
dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana mbak melaksanakan
kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa”

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama

Keliat, B.A, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuart, GW & Sunden, SJ. 2007. Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Edisi 1. Bandung : PT. Revika Aditama.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi 2. Bandung : PT. Revika Aditama.

21

Anda mungkin juga menyukai