0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan2 halaman
Tanaman bunga melati merupakan salah satu tanaman hias yang sudah banyak dikenal dan banyak manfaatnya. Di samping sebagai tanaman hias, melati dapat digunakan sebagai pengharum, bunga rangkai, bunga tabur, parfum, pewangi teh dan obat tradisional (Suhendar 1990 dan Herlina, 1991)
Tanaman bunga melati merupakan salah satu tanaman hias yang sudah banyak dikenal dan banyak manfaatnya. Di samping sebagai tanaman hias, melati dapat digunakan sebagai pengharum, bunga rangkai, bunga tabur, parfum, pewangi teh dan obat tradisional (Suhendar 1990 dan Herlina, 1991)
Tanaman bunga melati merupakan salah satu tanaman hias yang sudah banyak dikenal dan banyak manfaatnya. Di samping sebagai tanaman hias, melati dapat digunakan sebagai pengharum, bunga rangkai, bunga tabur, parfum, pewangi teh dan obat tradisional (Suhendar 1990 dan Herlina, 1991)
Tanaman bunga melati merupakan salah satu tanaman hias yang sudah
banyak dikenal dan banyak manfaatnya. Di samping sebagai tanaman hias,
melati dapat digunakan sebagai pengharum, bunga rangkai, bunga tabur, parfum, pewangi teh dan obat tradisional (Suhendar 1990 dan Herlina, 1991).
Sebagai bunga rangkai maka bunga melati mempunyai kelebihan
dibandingkan bunga-bunga lainnya yaitu dari bunga melati dapat dibuat rangkaian bunga yang bentuknya dapat disesuaikan dengan keinginan dan situasi dari rangkaian bunga tersebut akan digunakan. Dengan keahlian dan kreativitas para perangkai maka roncean bunga melati dapat dibuat bentuk rangkaian bunga yang mempesona dalam sejuta gaya (Setijati dan Rivai, 1991).
Nilai ekonomi melati bukan hanya terbatas untuk memenuhi permintaan
konsumen di dalam negeri sebagai bunga rangkai dan roncean, namun dapat dijadikan bahan dasar industri minyak wangi dan kosmetika, bahan baku pengharum dan penyedap minuman teh. Salah satu altematif pendayagunaan bunga melati lain yang berprospek cerah adalah ekstraksi menjadi minyak. Minyak melati yang dikenal dengan sebutan Jasmine absolut sangat dibutuhkan untuk bahan baku industri minyak wangi jasmine, pewangi teh, bahan pewangi sabun, cat, tinta, karbol, semir sepatu, pestisida maupun kain (Marcell, 1992).
Tanaman melati diklasifikasikan dalam suku Oleaceae marga Jasminum.
Terdapat sekitar 200 jenis melati yang telah diketahui namanya di seluruh dunia, baik yang tumbuh di daerah tropis maupun sub tropis (Pizzetti and Cocker, 1968). Masing-masing jenis melati dibedakan berdasarkan perbedaan bentuk tanaman dan warna bunganya.
Inventarisasi jenis-jenis melati merupakan upaya untuk memperoleh
suatu kumpulan informasi mengenai jenis-jenis melati sebagai bahan untuk penelitian dan pengembangannya.
Melati tergolong tanaman perdu berkayu sehingga perbanyakannya
dengan cara vegetatif seperti rundukan, cangkok dan penyetekan bisa dilakukan (Sunarjono, 1984; Hartmann dan Kester, 1990). Pencangkokan dan rundukan menjamin keberhasilan perbanyakan, namun jumlah bibit yang didapat terbatas, sehingga perbanyakan secara setek merupakan pilihan paling sesuai untuk menghasilkan bibit dalam jumlah besar, cepat dan mudah karena tidak memerlukan keahlian khusus dalam penanganannya. Namun masalah utama dalam penyetekan melati adalah persentase setek yang tumbuh tidak terlalu tinggi (Palupi, 1981).
Produksi bunga melati yang telah dicapai petani di Indonesia rata-rata
sekitar 4-5 kg/ha/hari pada musim penghujan dan mencapai 2-3 kg/ha/hari pada musim kemarau (Santosa, 1991). Di negara maju seperti Perancis, produksi bunga melati mencapai 3000-4000 kg/ha/tahun dan Italia produksi melati mencapai 4500-5500 kg/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi bunga melati di Indonesia masih jauh lebih rendah, sedangkan peluang ekspor bunga melati ke pasaran intemasional masih terbuka luas, mengingat Indonesia saat ini baru mampu memenuhi sekitar 20 % dari kebutuhan bunga melati di pasaran dunia (Hikman, 1991). Oleh karena itu perlu upaya memperbaiki teknik budidayanya agar dapat diperoleh hasil yang maksimal.
Areal pertanaman melati di P. Jawa cukup luas dan mampu menjadi
sumber penghasilan bagi penanamnya. Namun pengendalian hama dan penyakitnya pada umumnya masih menggunakan pestisida pada hal hasilnya terutama untuk bahan baku pewangi teh. Cara pengendalian tersebut selain mahal, residunya dapat menimbulkan dampak negatif bagi pengguna maupun lingkungannya. Informasi tentang jenis-jenis hama penyakit dan beberapa aspek bioekologinya merupakan langkah awal untuk melakukan penelitian tentang altematif cara pengendalian yang lebih aman tetapi tetap efektif sesuai dengan konsep pengendalian hama secara terpadu yang lebih menggunakan pendekatan ekologi (Maryam dkk, 1994).