Anda di halaman 1dari 15

Makalah

POLA DAN STRATEGI ADAPTASI

Oleh :

Ain Adam ( 1111419012 )

Nur Awalia ( 1111419016 )

Nuryana Pontoh ( 11114190

Nur Sukma S. Deka ( 1111419014 )

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kekuatan dan petunjuk untuk
menyelesaikan tugas makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya kami tidak akan bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini di susun berdasarkan tugas dan proses pembelajaran yang telah diberikan
kepada kami. Makalah ini di susun dengan menghadapi berbagai rintangan, namun dengan
penuh kesabaran kami mencoba untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing
yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah yang
kami buat ini dapat di nilai dengan baik dan di hargai oleh pembaca. Meski makalah ini
masih mempunyai kekurangan, kami selaku penyusun mohon kritik dan sarannya. Terima
kasih.

Gorontalo, 20 Februari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Strategi Adaptasi 3
2.1.1 Strategi Adaptasi Sulawesi Selatan 3
2.1.2 Penghidupan Para Nelayan Pedagang 4
2.2 Pengertian Pola Komunikasi 7
2.3 Pola Komunikasi Nelayan 8
2.4 Pola Pemanfaatan Perikanan Tangkap 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masyarakat nelayan merupakan orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor
perikanan. Dapat juga diartikan sebagai masyarakat yang memiliki pekerjaan menjala ikan
atau juga bisa dikatakan sebagai masyarakat yang hidupnya pada daerah perairan, bukan
hanya di lautan saja tetapi bisa juga masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai maupun
pinggiran aliran sungai. Masyarakat nelayan juga merupakan masyarakat yang menjadikan
perikanan sebagai mata pencaharian mereka (Ester., 2020).
Dengan berbagai macam pola mata pencahariannya serta adaptasi terhadap
lingkungan masyarakat pesisir perairan sangat beragam, baik secara tradisional maupun
modern. Adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi kebudayaan, yakni proses
yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi
respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal
(Mulyadi, 2007).
Nelayan dapat dibedakan melalui alat tangkapnya dimana dibedakan menjadi dua
kategori yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Perbedaan nelayan modern dan juga
nelayan tradisional mudah sekali dijumpai yaitu dari alat tangkapnya, jika nelayan modern
menggunakan alat canggih untuk menangkap ikan berarti nelayan tradisional menggunakan
alat tangkap yang berbanding terbalik dengan nelayan modern yaitu menggunakan alat
tangkap yang masih tradisional, seperti jaring tangkap (Ester., 2020)
Menurut Septiana (2018), nelayan tradisional adalah orang yang bekerja menangkap
ikan dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang sesderhana. Nelayan tradisional
bisasanya nelayan turun temurun melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya. Permasalahan yang dialami oleh nelayan yaitu hidup dalam suasana
ketidakpastian dalam menjalani usahanya menangkap ikan.
Dengan suatu keadaan yang seperti inilah yang mengarahkan masyarakat pesisir
dalam membentuk pola suatu usaha dalam menangkap ikan serta penyesuaian terhadap
lingkungan, baik secara fisik maupun social terlebih khusus antar masyarakat serta ekosistem
yang serta merta dapat berubah setiap waktu. Sebagaimana masyarakat pada umumnya,
nelayan menghadapi sejumlah masalah sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks (Kusnadi,
2009; Satria 2009).

4
Dahuri (2003) menyebutkan bahwa kebutuhan manusia yang semakin meningkat,
sementara daya dukung alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan sumberdaya
alam menjadi semakin besar. Hal ini tentunya memberikan dampak yang cukup serius bagi
kelangsungan hidup nelayan, terutama nelayan-nelayan skala kecil (Satria 2009). Kejadian ini
merupakan konsekuensi logis dari ketergantungan nelayan terhadap sumberdaya pesisir dan
laut (Satria 2009).
Setiap daerah memiliki pola musim yang berbeda dalam satu tahun kalender. Pada
saat musim paceklik atau yang diidentikkan dengan sebagian besar nelayan tidak dapat
melaut karena kondisi perairan yang tidak menentu. Musim barat ditandai dengan hembusan
angin yang kencang, ombak besar, dan bahkan terkadang terjadi badai. Kondisi cuaca yang
ekstrim tersebut memberikan ancaman keamanan dan keselamatan bagi nelayan jika mereka
pergi melaut. Pendapatan nelayan akan menurun karena mereka tidak berani berlayar jauh
dari pantai akibat tingginya gelombang laut (lmron, 2012:1).
1.2. Tujuan
1.1 Untuk mengetahui pola kehidupan nelayan sebagai masyarakat pesisir
1.2 Untuk mengetahui suatu adaptasi masyarakat nelayan terhadap lingkungan pesisir.
1.3 Manfaat
Untuk referensi penambahan wawasan pengetahuan tentang pola dan strategi
yang digunakan masyarakat pesisir.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Strategi Adaptasi


Adaptasi adalah cara organisme untuk mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk
bertahan hidup. Konsep strategi adaptasi mengarah pada rencana tindakan untuk kurun waktu
tertentu oleh suatu kelompok tertentu atau keseluruhan manusia sebagai upaya untuk
mengambil langkah-langkah dengan kemampuan yang dimiliki ada didalam dan diluar. Jadi
strategi adaptasi adalah suatu tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu individu dan
kelompok untuk menanggulangi masalah yang dihadapi terhadap keadaan lingkungan fisik
sekitar dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
2.1.1 Strategi Adaptasi Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah pesisir di Indonesia. Terdapat banyak
kelompok masyarakat di Sulawesi Selatan yang mata pencaharian utamanya adalah nelayan
atau menggantungkan hidupnya pada laut (K. Karmilawati & N. Najamuddin, 2019). Salah
satu daerah di Sulawesi Selatan yang menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai
andalan pertumbuhan ekonomi masyarakatnya adalah Kota Makassar. Bagi sebagian warga
Kota Makassar, sumber daya laut berupa ikan dan hasil laut lainnya merupakan potensi
ekonomi yang sangat penting bagi kehidupan mereka (M. Sayful, 2019). Begitu pula yang
tinggal dan beraktivitas di kawasan Tempat Pelelangan Ikan atau masyarakat Makassar lebih
familiar dengan istilah “Lelong”.
Lebih dari 30 tahun Lelong di Kota Makassar eksis sebagai lembaga perekonomian
yang bergerak di bidang perdagangan sumber daya kelautan dan perikanan. Oleh karena itu,
Lelong merupakan sarana yang penting bagi kelangsungan hidup masyarakat, khususnya bagi
para nelayan. Selain nelayan, banyak masyarakat di Kota Makassar dan sekitarnya (Gowa,
Takalar, dan Jeneponto) juga menggantungkan hidupnya di Lelong. Hal ini dikarenakan
banyaknya pihak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi, antara lain nelayan yang menangkap
ikan, nelayan pedagang, pengusaha rumah makan, warga sekitar, serta pihak pengelola
Lelong itu sendiri. Nelayan dan pihak-pihak terkait yang berada dalam sistem perdagangan di
Lelong merupakan satu kesatuan sosial ekonomi yang saling berhubungan. Selain itu,
kategori sosial inilah yang kemudian berperan penting dalam kegiatan perekonomian di
Lelong, Kota Makassar.

6
Salah satu pihak yang terus menggantungkan hidupnya di Lelong adalah mereka yang
berprofesi sebagai nelayan pedagang. Sebagai nelayan pedagang, mereka dihadapkan pada
situasi dan kondisi berupa tantangan yang relatif lebih besar. Apalagi bagi mereka yang
tinggal di wilayah daratan kota Makassar, suka atau tidak suka harus beradaptasi dengan
kondisi sosial budaya masyarakat perkotaan (M. Sayful, 2017). Selain itu juga harus
dilakukan penyesuaian berdasarkan konteks ekonomi masyarakat perkotaan yang berbeda
dengan karakteristik ekonomi masyarakat pulau. Akibatnya, banyak potensi kerentanan
finansial yang akan mengganggu kehidupan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, para
nelayan pedagang harus mewaspadai dampak yang akan timbul akibat kerentanan tersebut.
Mereka harus memikirkan dan melakukan serangkaian upaya untuk memperoleh ketahanan
ekonomi di tengah potensi kerentanan finansial yang mereka hadapi. Kondisi inilah yang juga
menciptakan dinamika sosiologi ekonomi bagi para nelayan padang di lelong.
2.1.2 Penghidupan Para Nelayan Pedagang
Strategi bertahan hidup (survival strategy) merupakan strategi yang dilakukan oleh
nelayan pedagang dengan modal kecil dan tipe lapakan sederhana (Sam’un Mukramin, 2018).
Setidaknya ada empat jenis lapakan yang dapat ditemukan di lokasi penelitian. Pertama,
hanya memanfaatkan baskom atau boks untuk menampung dagangan ikan dan komoditas laut
lainnya. Kedua, menggunakan meja kayu atau baja non-permanen. Ketiga, menempati meja
permanen yang dibangun oleh pengelola Lelong. Dan keempat, yang sudah
memiliki/menyewa bangunan los di Lelong. Jenis lapakan pertama dan kedua biasanya
mengelola sumber daya yang terbatas atau dipekerjakan oleh nelayan pedagang lainnya
dengan upah rendah. Sedangkan jenis lapakan ketiga dan keempat merupakan nelayan
pedagang yang cenderung memiliki modal yang cukup besar. Melalui observasi dan
wawancara, strategi yang dilakukan nelayan pedagang tidak terbatas pada satu desain strategi
saja, tetapi lebih dari beberapa penggabungan desain strategi. Dalam menghadapi perubahan
pendapatan dan penurunan omzet penjualan, nelayan pedagang akan melakukan penyesuaian
(adaptasi) untuk mempertahankan penghidupan mereka.
1. Strategi Konsolidasi
Strategi konsolidasi merupakan salah satu bentuk desain strategi yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga serta menyisihkan sebagian
pendapatannya untuk ditabung (Amatullah Mufidah & R. Rijanta, 2018). Strategi
konsolidasi dengan memaksimalkan pendapatan mengandung tindakan-tindakan yang
telah melewati tingkat keamanan dari sekadar bertahan hidup, artinya nelayan pedagang
sudah dapat memenuhi kebutuhan primernya. Strategi ini dilakukan untuk menghindari

7
atau mengantisipasi suatu kondisi bilamana terdapat kebutuhan mendesak. Jika
pendapatan menurun, maka beberapa pos anggaran harus ditekan. Jika pos tersebut
masih harus dibayar karena keadaan darurat, maka mereka akan menggunakan tabungan,
mengambil pinjaman, bahkan sampai menjual aset.
Mekanisme strategi konsolidasi melalui utang merupakan strategi pendukung
bagi rumah tangga. Dalam kondisi sulit, dimana pendapatan yang diperoleh tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan, sistem tambahan yang dikembangkan adalah
dengan berhutang atau meminta bantuan keuangan dari pihak lain. Selain menggunakan
dana segar untuk membeli ikan dan komoditas laut lainnya, nelayan pedagang biasanya
mendapatkan pinjaman dagangan dalam bentuk ikan dan komoditas laut lainnya.
Nelayan yang menangkap ikan akan memberi sejumlah ikan dan komoditas laut lainnya
kepada nelayan pedagang, dengan syarat harus dibayarkan dalam waktu yang telah
ditentukan bersama. Nelayan pedagang akan melunasi pembelian ikan sesuai harga yang
disepakati dengan nelayan penangkap ikan. Saling percaya adalah prinsip penting dari
mekanisme semacam itu.
Dari beberapa kasus, terkadang ikan dan komoditas laut lainnya yang bersifat
hutang tidak laku terjual, bahkan sebelum harga modal kembali. Sementara ikan dan
komoditas laut lainnya sudah mulai membusuk, dan sudah tidak bisa lagi dijual. Jika
nelayan pedagang memiliki banyak jenis ikan dan komoditas laut lainnya yang laris
manis dan laku, dia bisa melakukan subsidi silang. Kerugian yang dialami dari satu jenis
ikan atau komoditas laut, bisa dibayar dengan menggunakan keuntungan dari ikan dan
komoditas laut lainnya. Jika tidak, maka dalam kondisi inilah mereka harus berhutang
bahkan menggadaikan hingga menjual asetnya.
Menggadaikan atau menjual aset merupakan salah satu alternatif yang dipilih
oleh nelayan pedagang saat menghadapi penurunan pendapatan. Menggadaikan barang
memiliki prinsip yang sama dengan meminjam. Namun, prosedurnya tidak serumit
meminjam dari lembaga keuangan formal atau informal. Menggadaikan barang dipilih
sebagai upaya penyangga agar pemenuhan kebutuhan tidak berkurang secara drastis,
serta tetap dapat membiayai kewajiban lainnya, walaupun dalam kondisi berkurangnya
pendapatan. Namun, jika nelayan pedagang tidak mampu menebus barang yang
digadaikan, maka barang tersebut akan dilelang.
Di sisi lain, sebagian besar nelayan pedagang tidak mampu menabung, dalam
arti menempatkan keuntungannya di Bank. Dalam praktiknya, meski tidak menyimpan
dalam bentuk tabungan di Bank, sebagian besar mereka melakukan investasi dengan

8
membeli Emas. Hal ini dilakukan karena ketika mereka tibatiba membutuhkan uang
tunai (fresh money), mereka dapat langsung menjual emas tersebut. Alasan sederhananya
adalah bahwa emas lebih mudah dijual dibandingkan dengan aset lain seperti tanah atau
lapakan perdagangan. Emas bisa dijual kapan saja, dan uangnya bisa segera dicairkan.
Terlepas dari apakah uang yang diperoleh melalui penjualan di bawah harga atau tidak,
intinya adalah uang dapat diperoleh tanpa harus menunggu dengan waktu yang lama.
2. Strategi Akumulasi
Strategi akumulasi merupakan strategi yang dilakukan oleh nelayan pedagang
dengan memanfaatkan keuntungan lebih (surplus) untuk mengembangkan usaha (Slamet
Widodo, 2011). Strategi ini merupakan upaya pengakumulasian modal usaha untuk
menjamin kelangsungan hidup. Nelayan pedagang yang telah mengakumulasikan
modalnya, itu terlihat dari terpenuhinya kebutuhan sekunder dan tersier. Misalnya
menunaikan ibadah haji.
Salah satu prestise anggota masyarakat adalah menyandang gelar haji di depan
nama mereka. Itulah sebabnya orang yang menunaikan ibadah haji dan berhasil
menyandang gelar ini adalah prestasi yang menunjukkan status sosial lebih dari yang
lain. Dalam sosiologi, fenomena ini disebut dengan achieved status, yaitu status yang
dapat dicapai oleh siapa saja dengan serangkaian usaha yang disengaja (M. Zainuddin,
2013).
Banyak nelayan pedagang menambah jenis dagangannya dalam satu lapakan
sebagai upaya untuk memaksimalkan pendapatan. Dengan demikian, secara bersamaan
akan meningkatkan beban dan risiko pekerjaan. Dalam kondisi seperti ini, mereka akan
menyiasati dengan memanfaatkan sumber daya rumah tangga. Umumnya para nelayan
pedagang ini akan mempekerjakan anggota rumah tangga yang sudah dewasa untuk
membantu mereka memberikan daya dukung penghidupan.
Selain itu, pada sejumlah kasus yang ditemui, nelayan pedagang dengan lebih
dari satu lapakan juga akan melakukan strategi yang sama. Mereka melibatkan pekerja
yang merupakan kerabat dekat untuk membantu mereka berdagang di Lelong. Memilih
mempekerjakan kerabat dekat selain karena unsur kepercayaan juga karena upah yang
dibayarkan relatif lebih kecil dibandingkan mempekerjakan orang lain yang bukan
kerabat. Jika mereka tidak memiliki kerabat dekat yang dapat membantu mereka bekerja,
sebagian nelayan pedagang terpaksa mempekerjakan orang lain atau menyewakan
lapakannya kepada nelayan pedagang lain. Semua ini dilakukan sebagai langkah untuk
3. Strategi Diversifikasi

9
Strategi diversifikasi adalah upaya yang dilakukan dengan mencari pekerjaan
selain pekerjaan utama untuk menambah pendapatan atau menganekaragamkan
pekerjaan/usaha (A. Asriadin, Syaifudin Suhri Kasim, & S. Sarpin, 2019). Hanya sedikit
nelayan pedagang di Lelong yang melakukan pekerjaan tambahan. Berbeda dengan jenis
mata pencaharian lainnya, seperti di sektor pertanian yang memiliki sumber pendapatan
musiman. Nelayan pedagang harus melakukan aktifitasnya setiap hari di Lelong,
sehingga tidakmungkin mereka terlibat dalam pekerjaan lain. Inilah sebabnya mengapa
tidak banyak yang memiliki pekerjaan lain selain menjadi nelayan pedagang.
Oleh karena itu, jenis diversifikasi yang dilakukan oleh nelayan pedagang
adalah diversifikasi produk. Umumnya jenis dagangan yang dijual tidak hanya untuk satu
jenis ikan atau komoditas laut lainnya, namun ada pula yang masih konsentris.
Konsentris dimaksudkan hanya untuk menjual satu jenis ikan atau komoditas laut
lainnya. Misalnya, nelayan pedagang yang hanya menjual jenis ikan bandeng. Jika sudah
tercampur dengan jenis ikan dan komoditas laut lainnya, maka mereka telah melakukan
diversifikasi produk. Tak heran jika kita melihat para nelayan pedagang di Lelong juga
menjual udang, kepiting, cumi-cumi, kerang, dan komoditas laut lainnya, bahkan
beberapa nelayan pedagang menjual ikan kering. Sehingga untuk memaksimalkan
keuntungan, menambah jenis ikan dan komoditas laut lainnya menjadi strategi yang
memungkinkan bagi nelayan pedagang. Selain berguna untuk memaksimalkan
keuntungan, diversifikasi produk membantu memudahkan nelayan pedagang untuk
melakukan subsidi silang. Jika salah satu dagangannya tidak laku, dia bisa menutupinya
dengan penghasilan dari jenis dagangan lainnya. Ini karena sebagian besar nelayan
pedagang menghabiskan waktunya di Lelong, sebagai upaya untuk meningkatkan
pendapatan mereka dan mengurangi risiko kerugian.

2.2 Pengertian Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih
dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud
dapat dipahami. Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang
berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang mempunyai arah
hubungan yang berlainan. Istilah pola komunikasi juga bisa disebut sebagia model, yaitu
sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain untuk tujuan
pendidikan keadaan masyarakat. Pola adalah bentuk atau model (lebih abstrak, suatu set
peraturan) yang bisa dipakai untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya

10
jika yang ditimbulkan cukup mencapai suatu sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukan
atau terlihat. Pola komunikasi adalah proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan
keterpautan unsur-unsur yang dicakup beserta keberlangsungan, guna memudahkan
pemikiran secara sistematik dan logis. Pola komunikasi terdiri atas beberapa macam yaitu
pola komunikasi primer, pola komunikasi sekunder, pola komunikasi linear dan pola
komunikasi sirkular.

2.3 Pola Komunikasi Nelayan

Masyarakat pesisir memiliki kehidupan yang khas, dihadapkan langsung pada kondisi
ekosistem yang keras, dan sumber kehidupan yang bergantung pada pemanfaatan sumber
daya pesisir dan laut. Masyarakat pesisir terutama nelayan kecil, masih terbelit oleh persoalan
kemiskinan dan keterbelakangan. Pola komunikasi merupakan cara berkomunikasi satu sama
lain dalam suatu masyarakat yang telah menjadi kebiasaan dan dilakukan secara berulang-
ulang. Komunikasi terjadi sebagai konsekuensi hubungan sosial (social relations). Untuk
menimbulkan sebuah komunikasi paling sedikit dibutuhkan dua orang yang saling
berhubungan satu sama lain dan menimbulkan suatu interaksi sosial. Pola komunikasi
nelayan terdiri dari tiga pola yaitu, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok dan
komunikasi massa.

1. Pola Komunikasi Interpersonal


Pada pola komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh nelayan, lebih
banyak melibatkan sumber informasi dari nelayan lain. Pesan yang banyak
diperbincangkan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha perikanan
tangkapnya. Saluran komunikasi yang digunakan adalah saluran interpersonal dalam
percakapan setiap kali mereka bertemu dengan orang lain. Arus informasi yang terjadi
dalam pola komunikasi interpersonal adalah dua arah (timbal balik), sumber
(komunikator) dan penerima (komunikan) secara langsung saling berganti peran.
Orangtua merupakan sumber terdekat di antara sumber-sumber tersebut dalam
memberikan informasi dalam usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan. Ada
beberapa pengetahuan yang diturunkan oleh orangtua mereka yang sebelumnya juga
berprofesi sebagai nelayan. Selain dengan orang-orang terdekat, mereka juga terlibat
dalam komunikasi interpersonal dengan pedagang ikan yang terdapat di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI). Kaitannya dengan komunikasi interpersonal sebagai salah satu

11
komunikasi yang berperan dalam menentukan tindakan nelayan dalam usaha perikanan
tangkapnya untuk ketahanan pangan rumahtangga.
2. Pola Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok merupakan pola komunikasi yang melibatkan beberapa
partisipan komunikasi. Komunikasi kelompok dapat terjadi pada kelompok formal
maupun kelompok informal yang ada dalam masyarakat nelayan di Kota Bengkulu,
sebagai contoh komunikasi yang terjadi dalam pertemuan kelompok nelayan, percakapan
dalam kelompok-kelompok ketetanggaan, dan dalam diskusi kelompok terkait kegiatan
usaha perikanan tangkap, dan sebagainya. Kelompok ketetanggaan di sini adalah
ketetanggaan karena kedekatan tempat tinggal maupun ketetanggaan. Kelompok ini
biasanya terdiri atas bapak-bapak dalam sebuah kelompok, sedangkan ibu-ibu juga
mempunyai kelompok tersendiri. Sedangkan kelompok ketetanggaan nelayan adalah
kumpulan orang-orang yang memiliki lokasi penangkapan ikan saling berdekatan.
3. Pola Komunikasi Massa
Selain komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok, ditemukan pula
komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan komunikasi dengan menggunakan
media massa seperti radio dan televisi. Kaitannya dengan pesan ketahanan pangan,
nelayan kurang mengakses informasi tersebut dari kedua media ini. Para nelayan kurang
tertarik mengakses radio dan televisi karena hanya menerima informasi yang
disampaikan oleh sumber tanpa bisa turut mengendalikan mana pesan yang sesuai
untuknya, misalnya yang dibahas adalah usaha perikanan tangkap dalam skala besar saja
tapi informasi usaha perikanan tangkap untuk nelayan kapal kecil hanya dibahas sedikit
saja dan sering tidak mengarah pada permasalahan yang dihadapi oleh nelayan. Oleh
karena itu, dalam hal ini pengaksesan media massa hanya sebatas untuk mendapatkan
berita terkini dan sebagai hiburan.
2.4 Pola Pemanfaatan Perikanan Tangkap
Perancangan rencana pengelolaan kelautan perlu memperhitungkan batas spasial dan
pola kegiatan perikanan, dan konsisten daerah yang dijadikan sebagai daerah fishing ground
dari tahun ke tahun. Deskripsi distribusi spasial dari tekanan kegiatan penangkapan akan
menjadi lebih bermakna pada tingkat lokal jika mencerminkan sensitivitas habitat terhadap
tekanan tersebut Sebagian besar informasi yang diperlukan dalam pengelolaan perikanan
dapat diintegrasikan dan dianalisis dalam format spasial. Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan alat yang logis untuk integrasi informasi dan visualisasi skenario manajemen,
meningkatkan partisipasi lokal dalam manajemen perikanan berbasis masyarakat.

12
Pengetahuan lokal adalah proses dinamis dan adaptif yang dapat dengan mudah berubah
sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang berbeda. Lebih lanjut pendekatan ini juga bisa
digunakan untuk merumuskan kebijakan perikanan dan perundang-undangan dan manajemen
program pada tingkat yang lebih tinggi.
Pola pemanfaatan sumber daya ikan, khususnya kegiatan penangkapan ikan pada
zonasi kawasan konservasi perlu dibuat secara spasial sehingga dapat menggambarkan
interaksi keduanya. Pemanfaatan sumber daya ikan harus sesuai zona peruntukannya dan
potensi dampaknya yang dapat ditimbulkan bagi keberlanjutan. Pola pemanfaatan kawasan
perikanan tangkap secara spasial diperlukan sebagai bagian dari rencana pengelolaan
kawasan konservasi jangka panjang. Rencana pengelolaan perikanan harus melibatkan
partisipasi stakeholder dalam proses pengambilan keputusan yang transparan. Zonasi
kawasan konservasi harus benar-benar diterapkan, terutama larangan penangkapan ikan di
zona inti, sehingga diharapkan pemanfaatan sumber daya ikan dapat dikelola dan
dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan yang optimum dari suatu
kawasan konservasi dapat dicapai apabila dilakukan penataan batas dalam rangka realisasi
legalitas status kawasan konservasi untuk menegaskan batas definitif di lapangan sehingga
diperoleh status hukum yang pasti.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi strategi adaptasi adalah suatu tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu
individu dan kelompok untuk menanggulangi masalah yang dihadapi terhadap keadaan
lingkungan fisik sekitar dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Nelayan dan pihak-pihak terkait yang berada dalam sistem
perdagangan di Lelong merupakan satu kesatuan sosial ekonomi yang saling berhubungan.
Salah satu pihak yang terus menggantungkan hidupnya di Lelong adalah mereka yang
berprofesi sebagai nelayan pedagang. Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola
hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua
macam, yaitu pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang
mempunyai arah hubungan yang berlainan.

Pola adalah bentuk atau model (lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai
untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu, khususnya jika yang ditimbulkan cukup
mencapai suatu sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukan atau terlihat. Pola komunikasi
adalah proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautan unsur-unsur yang
dicakup beserta keberlangsungan, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis.
Pola komunikasi terdiri atas beberapa macam yaitu pola komunikasi primer, pola komunikasi
sekunder, pola komunikasi linear dan pola komunikasi sirkular. Masyarakat pesisir memiliki
kehidupan yang khas, dihadapkan langsung pada kondisi ekosistem yang keras, dan sumber
kehidupan yang bergantung pada pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut.

Pengetahuan lokal adalah proses dinamis dan adaptif yang dapat dengan mudah
berubah sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang berbeda. Pengelolaan yang optimum dari
suatu kawasan konservasi dapat dicapai apabila dilakukan penataan batas dalam rangka
realisasi legalitas status kawasan konservasi untuk menegaskan batas definitif di lapangan
sehingga diperoleh status hukum yang pasti.

14
DAFTAR PUSTAKA
Syaiful. M. 2020. Strategi Penghidupan Nelayan Pedagang di Tempat Pelelangan Ikan
(Lelong). Journal Of Social Science. Vol 1. No. 1. e-ISSN: 2745-3745.
Ester C. 2020. Pola Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan di Desa Lebung Kecamatan
Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
Universitas Sriwijaya.
Mulyasari G, dkk. 2015. Pola-Pola Komunikasi Nelayan Dalam Mewujudkan Ketahanan
Pangan Rumahtangga Nelayan Di Kota Bengkulu (Kasus pada Nelayan Kapal Kecil).
Jurnal Agriseb. Vol. 14(1): Hal 53-65.
Sentosa A, T. 2015. Pola Komunikasi Dalam Proses Interaksi Sosial Di Pondok Pesantren
Nurul Islam Samarinda. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 3(3). Hal: 491-503.
Endratno, dkk. 2013. Pola Pemanfaatan Perikanan Tangkap Di Kawasan Konservasi Perairan
Kabupaten Ciamis. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4(1): Hal 21-29.

15

Anda mungkin juga menyukai