Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia masih menjadi masalah

utama di antaranya karena pengelolaan sanitasi dasar yang buruk. Terutama

air bersih dan jamban, meningkatnya pencemaran, kurang higienisnya cara

pengelolaan makanan, rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

masyarakat, serta buruknya penatalaksanaan bahan kimia dan pestisida di

rumah tangga yang kurang memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan

kerja. Sanitasi dasar yang buruk memicu timbulnya berbagai macam penyakit

infeksi berbasis lingkungan seperti disentri, kecacingan, berbagai penyakit

infeksi kulit, hepatitis A dan yang paling sering yakni diare (Kementerian

Kesehatan, 2011).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2020

diperkirakan sebesar 1,6 milyar orang atau 25% penduduk dunia masih buang

air besar di area terbuka, dari data tersebut sebesar 81% penduduk yang buang

air besar sembarangan. Terdapat 10 Negara, dan Indonesia sebagai negara

kedua terbanyak ditemukan masyarakat buang air besar di area terbuka, yaitu

India (68%), Indonesia (15,8%), dan China (8,5%) (WHO, 2020).

Indonesia saat ini menghadapi masalah di bidang sanitasi dan perilaku

hidup bersih dan sehat. Berbagai kabupaten diperoleh informasi bahwa di

perdesaan masalah yang krusial yakni kebiasaan buang air besar sembarangan.

Perilaku ini berakibat secara langsung atau tidak langsung pada


terkontaminasinya sumber air minum maupun terjadinya pencemaran ulang

pada sumber air dan makanan yang disantap di rumah (Kemenkes RI, 2012).

Indonesia memiliki tantangan untuk menuntaskan target Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang

menetapkan tarcapainya akses universal 100% air minum, 0% pemukiman

kumuh dan 100% stop bebas buang air besar sembarangan (SBS).

Berdasarkan data yang dirilis oleh sekretariat STBM, hingga 2015 sebanyak

62 juta atau 53% penduduk perdesaan masih belum memiliki akses terhadap

sanitasi yang layak, 34 juta diantaranya masih melakukan praktik buang air

besar sembarangan. Diperlukan percepatan 400% untuk mencapai target

Indonesia stop buang air besar sembarangan (SBS) pada tahun 2019.

Menurut data yang diperoleh dari Riskesdas (2020), persentase keluarga

dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (jamban sehat) di Indonesia

pada tahun 2019 adalah 87,81%. Provinsi dengan persentase tertinggi keluarga

dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (jamban sehat) adalah DI

Yogyakarta (100%), Sulawesi Selatan (97,58%), dan Kepulauan Bangka

Belitung (95,57%) dan Nusa Tenggara Barat (8888%). Provinsi dengan

persentase terendah adalah Papua (53,74%), Kalimantan Barat (71,81%), dan

Kalimantan Tengah (73,27%).

Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu Kabupaten yang

berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki 35 kecamatan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur tahun 2020,

jumlah penduduk yang memiliki jamban sehat sebanyak 304.860 (86,0%) dari
354.503 kepala keluarga yang ada di Kabupaten Lombok Timur (Dinas

Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 2020).

Kepemilikan jamban disetiap rumah sangat dipengaruhi oleh 4

partisipasi seluruh anggota keluarga terutama kepala keluarga. Berdasarkan

data kepemilikan jamban sehat di Desa Sukamulia, jumlah seluruh kepala

keluarga yaitu 1.230 KK, yang memiliki akses jamban sehat sebanyak 378 KK

(30,73%) Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kepemilikan jamban

sehat di Desa Sukamulia masih rendah, hal ini dipengaruhi oleh tingkat

pendapatan yang dimiliki oleh Kepala Keluarga, apabila masyarakat yang ada

di Desa Sukamulia belum memiliki jamban sehat. Maka hal tersebut dapat

menjadi wabah penyakit pada masyarakat luas, jika masih terjadi Buang Air

Besar Sembarangan, misalnya BABS di sungai, maupun tempat lain yang

kurang memenuhi syarat jamban sehat.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat dengan menyediakan fasilitas sanitasi dasar di

masyarakat, salah satunya jamban. Penelitian yang dilakukan oleh Wiya

(2016) diketahui bahwa adanya hasil penelitian diperoleh terdapat hubungan

yang bermakna antara pendapatan kepala keluarga dengan kepemilikan

jamban (p-value 0,00). Ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pengetahuan dengan kepemilikan jamban p-value 0,013. Ada hubungan yang

bermakna sikap dengan kepemilikan jamban p-value 0,00. Ada hubungan

yang bermakna antara peran petugas dengan kepemilikan jamban p-value

0,01.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan oleh

peneliti terhadap 30 orang kepala keluarga di Desa Sukamulia diketahui

bahwa hanya 9 orang (30,0%) yang memiliki jamban sehat dan 21 orang

(70%) tidak memiliki jamban sehat. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya

tingkat pendapatan yang dimiliki oleh kepala keluarga, selain itu disebabkan

karena banyak kepala keluarga yang tidak mengerti tentang pentingnya

memiliki jamban sehat

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan tingkat pendapatan kepala kelurga dengan

kepemilikan jamban sehat di Desa Sukamulia Tahun 2021.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di atas, maka dapat

ditarik beberapa permasalahan yang timbul di Desa Sukamulia yaitu :

rendahnya tingkat pendapatan yang dimiliki oleh kepala keluarga yang ada di

Desa Sukamulia menjadi salah satu kendala untuk memiliki jamban sehat,

selain itu minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh kepala keluarga tentang

pentingnya jamban sehat juga merupakan faktor yang mengakibatkan tingkat

kesadaran masyarakat menjadi berkurang.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis dapat merumuskan

masalah sebagai berikut : “Apakah Ada hubungan Antara Tingkat Pendapatan


Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Jamban Sehat di Desa Sukamulia

Tahun 2021.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada hubungan Antara Tingkat Pendapatan

Kepala Keluarga dengan Kepemilikan Jamban Sehat di Desa Sukamulia

Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pendapatan Kepala Keluarga di Desa

Sukamulia Tahun 2021.

b. Mengidentifikasi kepemilikan jaman sehat di Desa Sukamulia Tahun

2021.

c. Menganalisis hubungan antara tingkat pendapatan kepala keluarga

dengan kepemilikan jamban sehat di Desa Sukamulia Tahun 2021.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan kepada petugas yang ada di Desa Sukamulia untuk

lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat khususnya bagi

Kepala Keluarga yang belum memiliki jamban sehat untuk segera

diberikan bantuan agar bisa hidup lebih layak dan sehat.

2. Bagi Peneliti

Diharapkan dengan adanya penelitian dapat menambah wawasan

peneliti mengenai hubungan tingkat pendapatan kepala keluarga dengan


kepemilikan jamban sehat, agar bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari di dunia kerja.

3. Untuk Institusi Pendidikan

Diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa dijadikan sebagai

bahan masukan, literatur dan referensi untuk meningkatkan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan para mahasiswa khususnya mahasiswa

Universitas Pendidikan Mandalika.

4. Bagi Masyarakat

Diharapkan dengan adanya penelitian dapat meningkatkan

pengetahuan dan wawasan masyarakat terutama kepala keluarga yang

belum memiliki jamban sehat.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga

1. Definisi Pendapatan Keluarga

Pendapatan adalah sejumlah penghasilan yang diperoleh

masyarakat atas prestasi kerjanya dalam periode tertentu, baik harian,

mingguan, bulanan maupun tahunan (Sukirno, 2016).

Rahardja dan Manurung (2011) mengemukakan pendapatan adalah

total penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang atau suatu rumah

tangga dalam periode tertentu. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pendapatan merupakan penghasilan yang diterima

oleh masyarakat berdasarkan kinerjanya, baik pendapatan uang maupun

bukan uang selama periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan

maupun tahunan.

Mankiw (2011) menyebutkan bahwa pendapatan dirumuskan

sebagai hasil perkalian antara jumlah unit yang terjual dengan harga per

unit. Apabila dirumuskan secara matematis maka hasilnya adalah: TR = P

x Q Dimana: TR = total revenue P = price Q = quantity 10 Dengan

demikian pendapatan penjual diperoleh dari seberapa banyak jumlah

barang yang terjual dengan harga yang telah disepakati antara penjual dan

pembeli. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pendapatan pedagang pasar adalah pendapatan yang diterima atas jumlah


barang yang terjual dikalikan dengan harga per unit barang tersebut

menurut jenis-jenis dagangannya.

2. Jenis-Jenis Pendapatan Keluarga

Rahardja dan Manurung (2011), membagi pendapatan menjadi tiga

bentuk, yaitu:

a. Pendapatan ekonomi

Pendapatan ekonomi adalah pendapatan yang diperoleh

seseorang atau keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan

tanpa mengurangi atau menambah asset bersih. Pendapatan ekonomi

meliputi upah, gaji, pendapatan bunga deposito, pendapatan transfer

dan lain-lain.

b. Pendapatan uang

Pendapatan uang adalah sejumlah uang yang diperoleh

seseorang atau keluarga pada suatu periode sebagai balas jasa terhadap

faktor produksi yang diberikan. Misalnya sewa bangunan, sewa rumah,

dan lain sebagainya.

c. Pendapatan personal

Pendapatan personal adalah bagian dari pendapatan nasional

sebagai hak individu-individu dalam perekonomian, yang merupakan

balas jasa terhadap keikutsertaan individu dalam suatu proses

produksi.
Menurut cara perolehannya, pendapatan dibedakan menjadi 2

(Tohar, 2013):

1) Pendapatan kotor, yaitu pendapatan yang diperoleh sebelum

dikurangi dengan pengeluaran biaya-biaya.

2) Pendapatan bersih, yaitu pendapatan yang diperoleh setelah

dikurangi dengan pengeluaran biaya-biaya.

3. Sumber-Sumber Pendapatan Keluarga

Rahardja dan manurung (2011), menyebutkan bahwa terdapat tiga

sumber pendapatan keluarga, yaitu:

a. Gaji dan upah

Pendapatan dari gaji dan upah merupakan pendapatan sebagai

balas jasa yang diterima seseorang atas kesediaannya menjadi tenaga

kerja pada suatu organisasi.

b. Asset produktif

Pendapatan dari asset produktif adalah pendapatan yang

diterima oleh seseorang atas asset yang memberikan pemasukan

sebagai balas jasa atas penggunaannya.

c. Pendapatan dari pemerintah

Pendapatan dari pemerintah merupakan penghasilan yang

diperoleh seseorang bukan sebagai balas jasa atas input yang

diberikan.

4. Tingkat Pendapatan Keluarga


Tingkat pendapatan keluarga merupakan pendapatan atau

penghasilan keluarga yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga

tinggi. Tingkat pendapatan setiap keluarga berbeda-beda. (Subandi,dkk

2013).

Adapun tingkat pendapatan berdasarkan BPS (2015) yaitu:

a. Tingkat pendapatan Tinggi : > 2.500.000, /bulan

b. Tingkat pendapatan Sedang : 500.000-2.500.000, /bulan

c. Tingkat pendapatan Rendah : < 500.000, /bulan

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga yang satu berbeda dengan pendapatan

keluarga yang lain, sesuai dengan kegiatan perekonomian mereka. akan

tetapi pendapatan setiap keluarga tidak akan terlepas dari hal-hal berikut,

diantaranya:

a. Pendapatan pokok

Pendapatan pokok dapat berbentuk pendapatan per semester

atau semi semester bergantung pada mata pencaharian pokok kepala

rumah tangga.

b. Pendapatan tambahan

Pendapatan tambahan adalah pendapatan keluarga yang

dihasilkan anggota keluarga yang sifatnya tambahan, seperti bonus

atau pemberian dana bantuan.

c. Pendapatan lain-lain
Pendapatan lain-lain dapat berupa bantuan atau hibah dari

orang lain atau hasil dari perputaran harta. Bantuan istri kepada

suaminya dalam masalah keuangan keluarga dianggap sebagai

pendapatan lain-lain karena hal ini dapat membantu pembelanjaan

keluarga.

6. Pengaruh Pendapatan Terhadap Kesejahteraan Keluarga

Menurut Mosher (2015), hal yang paling penting dari kesejahteraan

adalah pendapatan, sebab beberapa aspek dari kesejahteraan rumah tangga

tergantung pada tingkat pendapatan. Pemenuhan kebutuhan dibatasi oleh

pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

berpendapatan rendah. Semakin tinggi besarnya pendapatan rumah tangga

maka persentase pendapatan untuk pangan akan semakin berkurang.

Dengan kata lain, apabila terjadi peningkatan pendapatan dan

peningkatan tersebut tidak merubah pola konsumsi maka rumah tangga

tersebut sejahtera. Sebaliknya, apabila peningkatan pendapatan rumah

tangga dapat merubah pola konsumsi maka rumah tangga tersebut tidak

sejahtera.

Sementara itu, baik distribusi pendapatan maupun kekayaan sangat

berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini seiring dengan

tujuan dasar islam, yaitu ingin menyejahterakan pemeluknya di dunia dan

di akhirat.

B. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga

didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam suatu

ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas anggota

-keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan personal dan timbal

balik dalam menjalankan kewajiban dan memberi dukungan yang

disebabkan oleh kelahiran, adopsi, maupun perkawinan (Stuart,2014)

Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan

menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum, meningkatkan

perkembangan fisik mental, emosional dan social dari tiap anggota

keluarga (Harnilawati, 2013).

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga merupakan

sekumpulan orang yang dihubungkan melalui ikatan perkawinan, darah,

adopsi serta tinggal dalam satu rumah.

2. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman fungsi keluarga terbagi atas :

a. Fungsi Afektif

Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan

pemenuhan kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan anggota

keluarga berhubungan dengan orang lain

b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu sebagai

hasil dari adanya interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial..

Fungsi ini melatih agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial.

c. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga

kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomi

dan mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan

penghasilan.

e. Fungsi Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik-makanan,pakaian,tempat tinggal,

perawatan kesehatan. (Harnilawati,2013)

3. Tipe Keluarga

Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

a. Tipe keluarga tradisional

1) Nuclear family atau keluarga inti merupakan keluarga yang terdiri

atas suami,istri dan anak.

2) Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari suami istri

namun tidak memiliki anak


3) Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu orang tua dengan

anak yang terjadi akibat peceraian atau kematian.

4) Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah tangga hanya

terdiri dari satu orang dewasa yang tidak menikah

5) Extended family merupakan keluarga yang terdiri dari keluarga inti

ditambah dengan anggota keluarga lainnya

6) Middle-aged or erdely couple dimana orang tua tinggal sendiri

dirumah dikarenakan anak-anaknya telah memiliki rumah tangga

sendiri.

7) Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan dan

menggunakan pelayanan Bersama.

b. Tipe keluarga non tradisional

1) Unmaried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri dari

orang tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan.

2) Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang tinggal

bersama tanpa adanya ikatan perkawinan.

3) Gay and lesbian family merupakan seorang yang memiliki

persamaan jenis kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-istri

4) Nonmarital Hetesexual Cohabiting family,keluarga yang hidup

Bersama tanpa adanyanya pernikahan dan sering berganti pasangan

5) Faster family, keluarga menerima anak yang tidak memiliki

hubungan darah dalam waktu sementara. (Widagdo, 2016).

C. Konsep Jamban Sehat


7. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat

membuang dan mengumpulkan kotoran atau najis manusia, biasa disebut

kakus/WC. Sehingga kotoran tersebut akan tersimpan dalam suatu tempat

tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebaran penyakit dan

mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 2013).

Menurut Soeparman dalam Simatupang (2014), jamban adalah suatu

ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang

terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau

tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan

kotoran dan air untuk membersihkan. Pembuangan tinja merupakan salah

satu upaya kesehatan lingkungan yang harus memenuhi sanitasi dasar bagi

setiap keluarga. Pembuangan kotoran yang baik harus dibuang kedalam

tempat penampungan kotoran yang disebut jamban.

8. Pemanfaatan Jamban

Menurut Hamzah (2012) Pemanfaatan jamban berarti penggunaan

atau memakai jamban dalam hal buang air besar yang dilakukan oleh

masyarakat untuk memperoleh lingkungan yang sehat. Dimulai dari

bagaimana masyarakat mengetahui pengertian jamban, syarat jamban

sehat hingga cara pemeliharaan jamban serta partisipasi aktif masyarakat

untuk memanfaatkannya.

Menurut Tarigan (2008) upaya pemanfaatan jaman yang dilakukan

oleh keluarga akan berdampak besar pada penurunan penyakit, karena


setiap anggota keluarga sudah buang air besar di jamban. Maka dari itu

perlu diperhatikan oleh kepala keluarga dan setiap anggota keluarga yaitu:

a. Jamban keluarga layak digunakan oleh setiap anggota keluarga

b. Membiasakan diri untuk menyiram menggunakan air bersih setelah

menggunakan jamban.

c. Membersihkan jamban dengan alat pembersih minimal 2-3 kali

seminggu.

Tindakan atau praktik merupakan suatu sikap yang sudah terwujud

(overt behaviour). Untuk mewujudkan tindakan nyata dari sebuah sikap

maka diperlukan faktor pendukung yang memungkingkan yaitu fasilitas

(Soekidjo, 2007).

Pemanfaatan jamban disertai partisipasi keluarga akan lebih baik,

jika didukung oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu tersebut

(faktor internal) antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan,

kebiassaan, pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur, suku, dan

sebagainya. Kemudian faktor dari luar individu (faktor eksternal) seperti

kondisi jamban, sarana air bersih, pengaruh lingkungan (peran petugas

kesehatan termasuk tokoh adat dan tokoh agama (Depkes RI, 2015).

Sejalan dengan penelitian Andreas (2014) yang menyebutkan

pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan dan kebiasaan masyarakat. Pemanfaatan jamban di

masyarakat belum sesuai dengan harapan pemerintah, karena masih ada

masyarakat yang buang hajat /air besar di tempat-tempat yang tidak sesuai
dengan kaidah kesehatan, misalnya di sungai, kolam, pinngir laut, ladang.

Selain dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan masyarakat,

fasilitas yang kurang terpenuhi serta sikap dan perilaku masyarakat sendiri

ataupun kurangnya informasi yang mendukung pemanfaatan jamban

dalam keluarga. Sanitasi serta pemanfaatan jamban yang buruk erat

kaitannya dengan penyakit yang disebabkan oleh kotoran tinja manusia

akibat dari perilaku seseorang dalam memanfaatan atau tidak

memanfaatkan jamban.

Menurut Soemirat (2007) penyakit Cholera, Hepatitis A, Polio

adalah satu dari diantara 23 penyakit menular yang dapat menyebar

apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang di

gunakan setiap keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari hari. Tinja

yang tidak tertampung dapat mengakibatkan penyakit menular tersebut.

Maka diharapkan masyarakat mengurangi kebiasaan buang air besar

(BAB) di sembarang tempat dengan upaya pemanfaatan jamban, karena

menurut Candra (2007) tinja yang dibuang di sembarang tempat dapat

menimbulkan kontaminasi pada air, tanah, dan mendatangkan penyakit

yang mudah terjangkit seperti waterborne disease antara lain tifoid, diare,

paratifoid, disentri, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral, dan sebagainya.

Sedangkan menurut WSP (2009) membangun dan menggunakan

jamban dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Lingkungan lebih bersih

b. Bau berkurang, sanitasi dan kesehatan meningkat.


c. Peningkatan martabat dan hak pribadi.

d. Keselamatan pemakai jamban lebih baik (tidak perlu pergi ke ladang di

malam hari).

e. Memutus siklus penyebaran penyakit yang berhubungan dengan

sanitasi.

9. Jenis Jamban

Menurut Mubarak (2010), berdasarkan bentuknya dan cara

mempergunakannya terdapat beberapa jenis jamban antara lain :

a. Jamban cemplung (Pit Latrine)

Merupakan kakus paling sederhana yang digunakan masyarakat,

namun kurang sempurna. Dinamakan kakus cemplung karena hanya

terdiri dari galian dan atasnya diberi lantai sehingga kotoran langsung

masuk ke tempat penampungan dan dapat mengotori tanah.

b. Jamban plengsengan

Merupakan tempat untuk membuang kotoran dimana terdapat

saluran yang bentuknya miring penghubung antara tempat jongkok ke

tempat pembuangan kotoran. Kakus plengsengan lebih baik jika

dibandingkan dengan kakus cemplung karena baunya lebih berkurang

dan lebih aman bagi pemakai jamban. Namun seharusnya baik kakus

cemplung atau plengsengan ada baiknya tempat jongkok harus

dibuatkan tutup.

c. Jamban bor
Jamban jenis bor mempunyai lubang pembuangan kotoran yang

lebih dalam jika dibandingkan dengan jamban cemplung dan

plengsengan. Jamban ini tidak cocok untuk daaerah dengan kontur

tanah berbatu.Keuntungan dari jamban bor adalah bau yang

ditimbulkan makin berkurang, namun kerugiannya adalah kotoran

lebih mencemari tanah.

d. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Jamban yang bentuknya leher dengan lubang closet melengkung,

lebih baik jika dibandingkan dengan jamban sebelum sebelumnya

karena kotoran tidak berbau, hal ini dikarenakan selalu ada air pada

bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan

lalat dengan kotoran. Sehingga dianjurkan jamban jenis ini didirikan di

dalam rumah.

e. Jamban empang (Overhung Latrine)

Jamban yang dibangun diatas sungai, rawa, empang, dan

sebagainya. Kotoran dari jamban ini jatuh ke air dan akan di makan

oleh ikan atau di kumpulkan melalui saluran khusus dari bambu atau

kayu dan ditanam mengelilingi jamban.

f. Jamban septic tank

Jamban yang pembuangan kotorannya mengalami proses

pembusukan oleh kuman kuman pembusuk yang sifatnya anaerob.

Biasanya jamban jenis ini menggunakan satu bak atau lebih yang
nantinya dipasang sekat atau tembok penghalang. Dalam bak pertama

akan terjadi proses penghancuran, pembususkan dan pengendapan.

10. Syarat Jamban Sehat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, standar dan

persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :

a. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi

pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

b. Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

1) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter

dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana

(semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa,

tetapi harus diberi tutup.

2) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan

mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem

Pembuangan Air Limbah (SPAL).

c. Bangunan bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai

kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau


kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu :

1) Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai

penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian

padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik,

sedangkan bagian cairnya akan keluar dari tangki septik dan

diresapkan melalui bidang/sumur resapan. Jika tidak

memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk

mengelola cairan tersebut.

2) Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah

padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan

meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak

mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah tersebut

akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar

atau segi empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika

diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu

kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut (Depkes RI, 2014) :

1) Tidak mencemari sumber air sumber air minum, letak lubang

penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum.


2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun

tikus.

3) Cukup luas dan landai/miring kearah lubang jongkok sehingga

tidak mencemari tanah disekitarnya.

4) Mudah dibersihkan dan aman penggunanya.

5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan

berwarna.

6) Cukup penerangan.

7) Lantai kedap air.

8) Ventilasi cukup baik.

9) Tersedia air dan alat pembersih.

Menurut Enjang dalam Simatupang (2014), ciri-ciri bangunan

jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki :

1) Rumah jamban

Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung

pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi

kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan

keadaan tingkat ekonomi rumah tangga.

2) Lantai jamban

Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai

yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak

menyerap air. Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk

rumah jamban.
3) Slab (tempat kaki berpijak waktu sipemakai jongkok).

4) Closet (lubang tempat feaces masuk).

5) Pit (sumur penampungan feaces).

11. Pemeliharaan Jamban

Agar jamban tidak menjadi sumber penyakit, jamban sebaiknya

dipelihara dengan baik dengan cara (Simatupang, 2014) :

1) Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

2) Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih

3) Tidak ada genangan air disekitar jamban

4) Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa

5) Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

6) Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

7) Bila ada bagian yang rusak harus sgera diperbaiki


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sedangkan kerangka konsep penelitian

pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di

amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo,

2012).

Adapun kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Pendapatan Kepemilikan


Kepala Keluarga Jamban Sehat

Pemanfaatan Jamban Sehat


a. Jamban keluarga layak
digunakan oleh setiap
anggota keluarga
b. Membiasakan diri untuk
menyiram menggunakan
air bersih setelah
menggunakan jamban.
c. Membersihkan jamban
dengan alat pembersih
minimal 2-3 kali
seminggu.
Keterangan : ________ : Variabel Yang Diteliti
------------- : Variabel Yang Tidak Diteliti
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Sumber : (Simatupang, 2014)
B. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang

diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris.

(Notoatmodjo, 2010).

1. H1 : artinya ada hubungan antara tingkat pendapatan kepala keluarga

dengan kepemilikan jamban sehat di Desa Sukamulia Tahun 2021.

2. H0 : artinya tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan kepala

keluarga dengan kepemilikan jamban sehat di Desa Sukamulia

Tahun 2021.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analitik korelasi dengan bentuk cross sectional yaitu setiap subjek penelitian

hanya di observasi satu kali saja dan pengukuran terhadap variabel dilakukan

pada saat yang sama (Notoatmodjo, 2010).

Rancangan penelitian analitik korelasi dengan bentuk cross sectional

ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan kepala

keluarga dengan kepemilikan jamban sehat di Desa Sukamulia.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiono, 2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang ada di

Desa Sukamulia Tahun 2021 sebanyak 1.230 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepala

Keluarga yang ada di Desa Sukamulia Tahun 2021. Untuk mencari

besarnya sampel dihitung dengan menggunakan rumus Notoatmodjo

(2010) :

N
n=
1+ N (d 2 )
1 .230
2
n= 1+1 . 230 (0,1)

1. 230 1 . 230
= =92
n= 1+12 .30 13. 30

Keterangan :

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

d = Nilai kritis (batas ketelitian)

Jadi besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

sebanyak 92 orang

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan di Desa Sukamulia.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Oktober

tahun 2021.
D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independentnya adalah

tingkat pendapatan kepala keluarga.

2. Variabel Dependent

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependentnya adalah

kepemilikan jamban sehat.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang dilakukan berdasarkan

karekteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan (Notoadmojo, 2012)

Definisi Skala
No Variabel Cara Ukur Hasil Ukur Ukur
operasional data
1 Tingkat Penghasilan yang Kuesioner 1. Tingkat Ordinal
pendapatan diperoleh kepala pendapatan
kepala keluarga atas Tinggi : >
keluarga prestasi kerjanya 2.500.000, /bulan
dalam periode 2. Tingkat
tertentu, baik pendapatan
harian, Sedang : 500.000-
mingguan, 2.500.000, /bulan
bulanan maupun 3. Tingkat
tahunan. pendapatan
Rendah : <
500.000, /bulan
2 Kepemilikan Suatu bangunan Kuesioner 1. Memil Nominal
jamban sehat yang digunakan iki jamban sehat
untuk tempat 2. Tidak
membuang dan memiliki jamban
mengumpulkan sehat
kotoran atau
najis manusia,
biasa disebut
kakus/WC

F. Teknik dan Instrumen Penelitian

1. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sistematik random sampling yang merupakan modifikasi dari

random sampling yaitu setiap populasi memiliki kesempatan yang sama

untuk di ambil sebagai sampel dengan cara membagi jumlah anggota

populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang di inginkan,hasilnya

adalah interval sampel. Kemudian Sampel di ambil dengan cara membuat

daftar anggota populasi setelah itu di bagi dengan jumlah sampel yang di

inginkan,hasilnya sebagai interval adalah X, maka yang akan menjadi

sampel adalah kelipatan dari X tersebut. (Notoatmodjo, 2010)

N
I=
n
1 . 230
I=
92
I = 13
Keterangan :

I = Interval

N = Besar populasi

n = Besar sampel

Bilangan 1 s.d 13 dirandom, bila keluar angka 2 maka 2 adalah

sampel pertama, sampel kedua, ketiga, keempat dan seterusnya adalah

bilangan kelipatan 2 Jadi 2, 15, 28, 41 dan seterusnya sampai didapatkan

92 sampel.

2. Instrumen Penelitian

Menurut Arikunto (2010), instrumen penelitian adalah alat atau

fasilitas yang digunakan oleh peneliti etika dalam mengumpulkan data

agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Adapun

instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner.

G. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti melakukan langkah-langkah yang akan

dijalankan melalui tiga tahap yaitu:

1. Persiapan

a. Menyusun rancangan penelitian

b. Memilih lokasi penelitian

c. Mengurus perizinan

d. Mengamati keadaan

e. Memilih dan memanfaatkan informan


f. Menyiapkan instrument penelitian

2. Lapangan

a. Memahami dan memasuki lapangan

b. Aktif dalam kegiatan (pengumpulan data)

3. Pengolahan data

a. Analisis data

b. Mengambil kesimpulan dan verifikasi

c. Narasi hasil analisis

H. Analisis Data

Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan persentase dari tiap variabel yaitu tingkat pendapatan kepala

keluarga dan kepemilikan jamban sehat.

Analisis univariat dilakukan menggunakan rumus berikut :

(Notoatmodjo, 2010)

X
P= x 100 %
N

Keterangan :

P: Presentase

X : Jumlah kejadian pada responden

N : Jumlah seluruh responden


2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi. Meliputi satu variabel independen (tingkat

pendapatan kepala keluarga) dan variabel dependen (kepemilikan sarana

pembuangan air limbah). Kemudian untuk analisis hubungan

menggunakan uji chi square, uji ini dapat digunakan untuk mengetahui

seberapa besar hubungan variabel x dan y. Hasil perhitungan bila p value

lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak, bila p value lebih besar maka Ho

diterima. Dalam penelitian ini alasan menggunakan chi square adalah

menguji hubungan tingkat pendapatan kepala keluarga dengan jamban

sehat di Desa Sukamulia Tahun 2021.

Anda mungkin juga menyukai