Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Kassi-Kassi
Kota Makassar
I.
LATAR BELAKANG Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi
yang dicanangkan oleh departemen kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
milenium 2015 melalui rumusan visi dan misi Indonesia Sehat, sebagaimana yang dicita-
citakan oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam menyongsong Milenium Development
Goals. Kesehatan memang bukan segalanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak
berarti. Setiap individu mempunyai hak untuk hidup sehat, kondisi yang sehat hanya dapat
dicapai dengan kemauan dan keinginan yang tinggi untuk sehat serta merubah perilaku tidak
sehat menjadi perilaku hidup sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan
perilaku yang dipraktekkan oleh setiap individu dengan kesadaran sendiri untuk
meningkatkan kesehatannya dan berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan yang sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat harus diterapkan dalam setiap kehidupan manusia kapan saja
dan dimana saja termasuk di dalam lingkungan rumah tangga dan tempat tinggal karena
perilaku merupakan sikap dan tindakan yang akan membentuk kebiasaan sehingga melekat
dalam diri seseorang. Perilaku merupakan respon individu terhadap stimulasi baik yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. PHBS merupakan sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. PHBS merupakan salah satu pilar utama dalam
Indonesia Sehat dan merupakan salah satu strategi untuk mengurangi beban negara dan
masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan. Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
PHBS di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu,
mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mencapai “rumah
tangga sehat”. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah
tangga yaitu :
a. persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan b. memberi bayi asi eksklusif c. menimbang bayi
dan balita d. menggunakan air bersih e. mencuci tangan dengan air bersih dan sabun f.
menggunakan jambat sehat g. memberantas jentik di rumah h. makan buah dan sayur setiap
hari i. melakukan aktivitas fisik setiap hari j. tidak merokok dalam rumah
II.
III.
IV.
V.
EVALUASI Penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga yang
dilaksanakan di SD Unggulan BTN Pemda berjalan dengan baik dan lancar. Peserta terlihat
antusias dan memberi respon baik terhadap pemaparan materi. Tetapi berdasarkan data-data
hasil pemeriksaan kesehatan secara umum meliputi status gizi, kesehatan mata, kesehatan
gigi dan mulut, kesehatan telinga dan kebersihan kuku, diperoleh hasil berupa status
kesehatan dan kebersihan siswa-siswi yang masih kurang. Hal ini berarti bahwa puskesmas
sebagai tempat pelayanan primer dimana fungsi promotif dan preventif terhadap penyakit
masih harus ditingkatkan. Penyuluhan harus tetap ditingkatkan, mulai dari petugas kesehatan
di puskesmas, kader-kader yang ada dilapangan, maupun seluruh masyarakat harus turut aktif
demi mewujudkan 10 perilaku hidup bersih yang sehat secara benar, khususnya dimulai dan
dibiasakan sejak usia dini. Saran
Untuk dapat mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), diperlukan kerja sama
dari berbagai pihak baik itu oleh kader-kader kesehatan, pemerintah, maupun masyarakat.
Peran yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai PHBS adalah : 1.
Melakukan pendekatan kepada kepala sekolah, lurah dan tokoh masyarakat untuk
memperoleh dukungan dalam pembinaan PHBS 2. Sosialisasi PHBS ke seluruh sekolah yang
berada dalam wilayah kerja puskesmas 3. Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan
PHBS melalui penyuluhan perorangan, penyuluhan kelompok, penyuluhan massa dan
penggerakan masyarakat. 4. Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung
terwujudnya PHBS sejak dini.
Peserta Internsip
Pembimbing
I.
LATAR BELAKANG Jamban sehat merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting di
sekolah. Setiap siswa, guru, dan penghuni sekolah lainnya harus menggunakan jamban untuk
buang air besar dan buang air kecil sehingga menjaga lingkungan sekolah agar tetap bersih,
sehat dan tidak berbau, tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya dan tidak
mengundang lalat atau serangga yang menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, tifoid,
cacingan, penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit kulit, dan keracunan. Terdapat 7
kriteria jamban sehat: 1. Tidak mencemari air 2. Tidak mencemari tanah permukaan 3. Bebas
dari serangga 4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan 5. Aman digunakan oleh
pemakainya 6. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya 7. Tidak
menimbulkan pandangan yang kurang sopan Beberapa cara dan langkah untuk memelihara
jamban sehat di sekolah: 1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan
air 2. Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih 3. Di
dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat 4. Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus
yang berkeliaran 5. Tersedia alat pembersih (sabun, sikat, dan air bersih) 6. Bila ada
kerusakan, segera diperbaiki Peran guru / pembimbing agar memiliki dan menggunakan
jamban sehat: 1. Menyiapkan jamban di sekolah 2. Manfaatkan setiap kesempatan untuk
mengingatkan tentang pentingnya menggunakan jamban sehat 3. Membagi tugas kepada
siswa didik secara bergilir untuk membersihkan jamban 4. Memasang brosur (poster, leaflet,
sticker) tentang manfaat penggunaan jamban sehat.
II.
III.
PEMILIHAN INTERVENSI Oleh karena permasalahan yang terjadi di atas, maka diadakan
penilaian dan diskusi mengenai Jamban Sehat di sekolah. Manfaat yang dapat diambil dari
pemanfaatan jamban sehat di sekolah yaitu untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dengan
demikian dapat mewujudkan seluruh warga sekolah yang sehat.
IV.
V.
EVALUASI Dari hasil penilaian jamban beberapa sekolah tersebut didapatkan kesimpulan
yaitu SD Katolik Santo Aloysius hanya memiliki 2 buah jamban untuk seluruh siswa, dimana
terdapat 12 kelas dan masing-masing kelas terdiri atas 30 siswa. Selain itu, dilakukan pula
kegiatan
penyuluhan dan himbauan kepada guru dan siswa untuk memelihara kebersihan jamban dan
senantiasa menggunakan jamban. Kegiatan ini berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Namun tingkat pengetahuan peserta masih kurang mengenai materi penyuluhan sebelum
diadakannya penyuluhan. Hampir sebagian besar siswa yang hadir masih memiliki
pengetahuan yang minim berkaitan dengan materi penyuluhan yang akan disampaikan.
Namun setelah penyuluhan, siswa cukup antusias untuk berdiskusi terkait materi penyuluhan.
Peserta Internsip
Pembimbing
I.
LATAR BELAKANG Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian,
kecacatan, dari penyakit menular dan penyakit tidak menular termasuk penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi adalah dengan meningkatkan kesadaran bahwa betapa pentingnya
kesehatan. Pemerintah telah merencanakan kegiatan imunisasi dari tahun 1956, yang dimulai
di Pulau Jawa dengan vaksin cacar. Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap
suatu penyakit dengan memasukan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi adalah investasi
terbesar bagi anak di masa depan. Imunisasi adalah hak anak yang tidak bisa ditunda dan
diabaikan sedikitpun. Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi. Pemberian vaksin melalui program imunisasi merupakan salah satu strategi
pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat. Menurut
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan bahwa program imunisasi sebagai
salah satu upaya pemberantasan penyakit menular.Upaya imunisasi telah diselenggarakan di
Indonesia sejak tahun 1956.Upaya ini merupakan upaya kesehatan yang terbukti paling cost
effective. Mulai tahun 1977, upaya imunisasi dikembangkan menjadi Program
Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus
dan hepatitis B. Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk
melindungi terhadap penyakit PD3I (Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi)
sampai usia anak sekolah. Hal ini disebabkan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah
dasar terjadi penurunan terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi.
Oleh sebab itu, pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia sekolah
dasar atau sederajat (MI/SDLB) yang pelaksanaannya serentak di Indonesia dengan nama
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
BIAS adalah salah satu bentuk kegiatan operasional dari imunisasi lanjutan pada anak
sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran seluruh
anakanak usia Sekolah Dasar (SD) atau sederajat (MI/SDLB) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di seluruh Indonesia. Imunisasi lanjutan sendiri adalah imunisasi ulangan
yang ditujukan untuk mempertahankan tingkat kekebalan diatas ambang perlindungan atau
memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi yang diberikan berupa vaksin Difteri Tetanus
(DT), Vaksin Campak dan vaksin Tetanus Toksoid (TT). Pada tahun 2011, secara nasional
imunisasi vaksin TT untuk kelas 2 dan kelas 3 SD atau sederajat (MI/SDLB) ditambah
dengan Antigen difteri (vaksin Td). Penyakit campak dikenal juga sebagai morbili atau
measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus.
Manusia diperkirakan satu-satunya reservoir. Pada tahun 1980, sebelum imunisasi dilakukan
secara luas, diperkirakan lebih 20 juta orang di dunia terkena campak dengan 2,6 juta
kematian setiap tahun yang sebagian besar adalah anakanak di bawah usia lima tahun. Sejak
tahun 2000, lebih dari satu miliar anak di negara-negara berisiko tinggi telah divaksinasi
melalui program imunisasi, sehingga pada tahun 2012 kematian akibat campak telah
mengalami penurunan sebesar 78% secara global.
II.
Adapun penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi 145.700
kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 400 kematian setiap hari
atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak kurang dari 5 tahun. Berdasarkan
laporan DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak kasus campak di Indonesia
dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173
kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-
sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada
kelompok umur 5-9 tahun (3591 kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus).
Penyelenggaraan Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit
melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh,
dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan
memutus mata rantai penularan.
III.
PEMILIHAN INTERVENSI Berdasarkan masalah di atas, maka diadakan pengenalan
tentang penyakit campak serta komplikasinya dan dilakukan pula kegiatan imunisasi campak
pada orang tua dan siswa-siswi kelas 1 sebagai bentuk pelaksaan bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS) di mana program tersebut rutin diadakan tiap tahunnya.
IV.
V.
EVALUASI Persiapan kegiatan imunisasi dilakukan satu hari sebelumnya. Telah dilakukan
koordinasi tim pelaksana imunisasi puskesmas dengan sekolah yang dituju dengan cara
memberikan surat izin kepada sekolah dan pembagian formulir informed concent pengenalan
dan pelaksanaan imunisasi campak. Pada hari pelaksanaan kegiatan, dokter bersama tim
pelaksana imunisasi dari puskesmas tiba di SD BTN IKIP I pada Pukul 09.00. Hampir
seluruh siswa, yaitu sebanyak 95% yang menyatakan setuju untuk diimunisasi. Banyaknya
siswa yang bersedia untuk diimunisasi menunjukkan adanya antusias masyarakat yang sangat
tinggi. Sehingga dengan imunisasi dapat memberikan kekebalan tubuh bagi anak sekolah
agar terhindar dari penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.
Peserta Internsip
Pembimbing
I.
LATAR BELAKANG Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat
satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data
Departemen Kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena
masalah kekurangan gizi dan buruknya kualitas makanan, didukung pula oleh kekurangan
gizi selama masih didalam kandungan. Hal ini dapat berakibat kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki pada saat anak beranjak dewasa.Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB
UNICEF mengatakan bahwa isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan problem yang
harus diatasi (Litbang, 2008). Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi
diawali dengan kenaikan berat badan balita yang tidak cukup.Perubahan berat badan balita
dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6
bulan, bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi buruk 12.6 kali
dibandingkan pada balita yang berat badannya naik terus. Bila frekuensi berat badan tidak
naik lebih sering, maka risiko akan semakin besar (Litbang, 2007). Penyebab gizi buruk
sangat kompleks, sementara pengelolaannya memerlukan kerjasama yang komprehensif dari
semua pihak.Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis saja, tetapi juga dari pihak orang
tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemuka agama maupun pemerintah.Pemuka masyarakat
maupun pemuka agama sangat dibutuhkan dalam membantu pemberian edukasi pada
masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos yang salah pada pemberian
makanan pada anak. Demikian juga posyandu dan puskesmas sebagai ujung tombak dalam
melakukan skrining atau deteksi dini dan pelayanan pertama dalam pencegahan kasus gizi
buruk (Nency, 2006)
II.
PERMASALAHAN DI MASYARAKAT Status gizi pada anak saat ini kurang menjadi
perhatian, padahal gizi merupakan elemen penting dalam masa tumbuh kembang anak. Di
samping dampak langsung terhadap kesakitan
dan kematian, gizi juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan
produktivitas. Kecerdasan seorang anak tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan berupa stimulasi, melainkan juga faktor gizi atau nutrisi. Untuk memperoleh anak
yang cerdas dan sehat dibutuhkan asupan gizi atau nutrisi yang sehat dan seimbang dalam
makanan seharihari. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, terdapat hubungan antara
malnutrisi dengan tingkat inteligensi dan prestasi akademik yang rendah. Untuk negara-
negara berkembang dimana kejadian malnutrisi sering dijumpai, hal ini akan berdampak
serius terhadap keberhasilan pembangunan nasional.
III.
IV.
V.
EVALUASI Kegiatan berjalan kondusif, dimana para warga kelurahan Mappala menyimak
materi dengan baik selama kegiatan berlangsung Setelah kegiatan penyuluhan berlangsung
pun, warga aktif bertanya. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan
mengenai pentingnya
pemberian gizi yang baik, benar, dan seimbang kepada anggota keluarganya agar terhindar
dari gizi buruk. Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksaan kegiatan ini,
diantaranya kendala dalam berbahasa, di mana terdapat beberapa peserta yang tidak fasih
dalam berbahasa Indonesia. Selain itu, masih banyaknya ibu-ibu yang tidak membawa anak-
anak mereka untuk mengikuti kegiatan posyandu secara rutin tiap bulannya dikarenakan
alasan kerja atau dengan alasan apabila anak mereka ikut posyandu dan mendapaat imunisasi,
maka anak mereka akan menjadi sakit. Diharapkan kedepannya, kader puskesmas yang
tinggal disekitar warga dapat lebih aktif mengajak warga untuk menghadiri kegiatan-kegiatan
puskesmas demi peningkatan pengetahuan dan kualitas hidup serta kesehatan masyarakat
Indonesia.
Peserta Internsip
Pembimbing
I.
LATAR BELAKANG Skabies merupakan salah satu infeksi parasit yang cukup banyak
kejadiannya dan menjadi isu penting terutama di daerah padat penduduk. Penyakit ini dapat
menyerang segala usia dan berbagai kalangan sosial. Beberapa penyebab tingginya angka
kejadian skabies adalah penularan yang cepat, siklus hidup Sarcoptes scabiei yang pendek,
dan ketidakpatuhan pasien pada terapi. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan telurnya. Sinonim atau
nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Skabies terjadi
baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua daerah, semua kelompok usia, ras, dan
kelas sosial. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) ataupun tak
langsung (pakaian, tempat tidur yang dipakai bersama). Skabies menjadi masalah utama pada
daerah yang padat dengan masalah sosial, sanitasi yang buruk, dan negara miskin. Angka
kejadian skabies tinggi di Negara dengan iklim panas dan tropis. Skabies endemik terutama
di lingkungan padat penduduk dan miskin. Faktor yang menunjang perkembangan penyakit
ini, antara lain: higiene buruk, salah diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.
Penyakit ini dapat termasuk PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual).
II.
seringkali
diabaikan
karena
tidak
mengancam
jiwa
sehingga
prioritas
penanganannya rendah. Akan tetapi, penyakit ini dapat menjadi kronis dan berat serta
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Lesi pada skabies menimbulkan rasa tidak nyaman
karena sangat gatal sehingga penderita seringkali menggaruk dan mengakibatkan infeksi
sekunder terutama oleh bakteri Grup A Streptococcus dan Staphylococcus aureus. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan social ekonomi yang
rendah, kebersihan yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan
diagnosis, dan perkembangan demografik seperti keadaan penduduk dan ekologi. Keadaan
tersebut
memudahkan transmisi dan infestasi Sarcoptes scabiei. Oleh karena itu, prevalensi skabies
yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak
interpersonal yang tinggi seperti asrama, panti asuhan, dan penjara. Prevalensi skabies di
Indonesia menurut Depkes RI berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008
adalah 5,6% - 12,95%. Insiden dan prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia.
Scabies di Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering (Azizah 2011).
III.
IV.
PELAKSANAAN Kegiatan ini dilakukan di Posbindu Dahlia Kelurahan Tidung pada periode
tanggal 9 Oktober 2017 dalam penyuluhan yang dirangkaikan dengan pemeriksaan kesehatan
dan pengobatan rutin bulanan kepada warga yang hadir sebagai agenda bulanan Puskesmas
Kassi-Kassi. Pada kegiatan ini, semua warga dan kader yang datang diberikan materi tentang
pengertian skabies, penyebab penyakit skabies, gejala dan tanda manusia yang tertular
penyakit skabies, cara penularan penyakit scabies, dan pencegahan dan pengobatan penyakit
skabies, kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab. Pada edukasi disampaikan cara
pencegahan dengan merendam semua pakaian dan seprei dengan menggunakan air bersuhu
tinggi atau hangat agar kutu penyebab scabies langsung mati dan jangan lupa mandi 2x sehari
dengan menggunakan sabun antis septik. Pasiken disarankan untuk menjemur kasur tepat di
bawah sinar matahari, serta membersihkan seluruh bagian rumah mulai dari lantai, karpet,
lemari, dan lain-lain dengan menggunakan cairan pembersih yang mengandung desinfektan
V.
EVALUASI Kegiatan berjalan dengan baik, warga kelurahan Tidung menyimak materi
dengan baik selama kegiatan berlangsung Setelah kegiatan penyuluhan berlangsung pun,
warga aktif bertanya. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai
pentingnya untuk mengenali gejala-gejala penyakit skabies sehingga dapat dilakukan
pencegahan penyebaran penyakit tersebut, terutama di daerah Tidung di mana merupakan
daerah pemukiman yang cukup padat sehingga memudahkan transmisi penyakit skabies.
Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksaan kegiatan ini, diantaranya kendala
dalam berbahasa, di mana terdapat beberapa peserta yang tidak fasih dalam berbahasa
Indonesia. Selain itu, masih banyaknya paradigma warga yang berasumsi bahwa infeksi kutu
hanya terbatas terjadi pada daerah berambut saja dan masih sulit untuk menerima informasi
baru tentang penyakit skabies. Diharapkan kedepannya, setelah diadakannya penyuluhan
penyakit skabies ini, pandangan warga terhadap infeksi parasit pada tubuh, terutama skabies
dapat menjadi lebih terbuka.
Peserta Internsip
Pembimbing
(dr. Linda Tanod)
I.
II.
III.
PEMILIHAN INTERVENSI Pemeriksaan kesehatan dimaksudkan untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi masyarakat yang tidak sempat atau kesulitan
mengunjungi layanan kesehatan yang dalam hal ini adalah puskesmas yang mungkin saja
disebabkan oleh faktor pekerjaan atau hal-hal lainnya. Agar menciptakan masyarakat yang
sehat sehingga mampu mengantisipasi terjadinya komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit
kronis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
IV.
V.
dewasa dan 2 orang anak. Selain diberikan pengobatan, diberikan pula diberikan pengertian
mengenai bahaya komplikasi yang dapat di timbulkan dari penyakit kronis, serta cara
mengonsumsi dan aturan pakai dari obat-obat tertentu. Setalah melakukan pemeriksanaan
kesehatan, perlu diberikan penjelasan bahwa pengobatan tidak berhenti sampai di sini saja,
namun tetap dilakukan evaluasi dan pengontrolan obat di layanan kesehatan seperti
puskesmas.
Peserta Internsip
Pembimbing