Anda di halaman 1dari 28

Rangkuman Lanjutan Chapter 5

Communicating Across Cultures.

Culture, Cognition, and Communication.

Ketika seseorang menerima pesan dari orang lain, maka mereka akan menyaring dan
menafsirkan apa yang mereka dengar dan mereka lihat untuk menentukan bagaimana cara untuk
menanggapi pesan tersebut. Terkadang, mereka akan mengkategorikan pesan berdasarkan
sumbernya dan mereka juga akan memprioritaskan pesan berdasarkan sejauh mana pesan itu
penting menurut mereka. Proses seperti itu mengharuskan pengirim dan penerima pesan untuk
memperhatikan pesan yang dimaksud. Ada empat kognisi yang di mediasi yang digunakan
secara umum dan dapat diidentifikasi, yaitu : bahasa dan struktur linguistik, persepsi selektif,
evaluasi kognitif, dan logika budaya.

Language and Linguistic Structures : Choose your words carefully.

Berikut merupakan bagan yang membahas tentang bahasa dan struktur linguistik, persepsi
selektif, logika budaya, dan evaluasi kognitif.

 Bahasa dan Struktur Linguistik ( di kiri atas ) membahas tentang : bahasa yang
digunakan, bahasa formal atau informal, dan penutur asli atau penutur non-asli.
 Persepsi Selektif ( di kanan atas ) membahas tentang : berfokus pada tuntutan langsung
dan merasakan atau kehilangan pesan non-verbal.
 Logika Budaya ( di kiri bawah ) membahas tentang : mengasumsikan bahwa orang lain
berpikir dan bertindak dengan cara yang sama seperti yang kita lakukan.
 Evaluasi Kognitif ( di kanan bawah ) membahas tentang : melampirkan makna pada
pesan dan norma keaslian.

Bahasa merupakan pusat komunikasi manusia dan bahasa memainkan peran yang sangat penting
dalam memulai percakapan dan melakukan sebagian besar aspek informasi manusia. Bahasa juga
memfasilitasi sosialisasi, organisasi, dan manajemen. Di samping itu, bahasa juga
memungkinkan kita untuk mengekspresikan perasaan kita dan memfasilitasi pemecahan masalah
dengan berpikir ( baik secara diam – diam maupun secara vokal ). Bahasa juga dapat
mempertahankan sejarah manusia dan dapat meneruskan pengetahuan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Bahasa dan struktur linguistik erat hubungannya dengan budaya karena
budaya menyediakan makna dan mekanisme pembuatan makna yang mendasari keberadaan dan
bahasa menyediakan simbol untuk memfasilitasi ekspresi makna tersebut.

Di samping itu, bahasa juga dapat menjadi penghalang potensial untuk komunikasi lintas budaya
yang efektif. Dikarenakan hal ini, maka ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, bahasa
apa yang harus digunakan dalam percakapan ? Banyak orang berpendapat bahwa Bahasa Inggris
menjadi bahasa pergaulan bisnis global, maka setiap orang harus berbicara Bahasa Inggris.
Namun, tidak semua orang setuju dengan hal ini dikarenakan Bahasa Mandarin dan Spanyol juga
memiliki lebih banyak penutur asli di seluruh dunia dibandingkan dengan Bahasa Inggris. Pada
akhirnya, kesimpulannya adalah bahasa yang akan digunakan harus ditentukan oleh siapa yang
memiliki uang sesuai dengan frasa yang sering dikutip yaitu “ Layani Pelanggan. “ Misalnya jika
ada Orang Jepang membeli barang dengan penjual, maka kedua belah pihak ( penjual dan
pembeli ) harus berbicara dengan Bahasa Jepang. Kedua, Bahasa Inggris apa yang akan
digunakan ? Banyak sektor dari kedua budaya seringkali berbicara secara berbeda dan
menggunakan kata-kata yang sangat berbeda untuk berkomunikasi. Bahasa dan struktur
linguistik yang terkait juga erat hubungannya dengan proses kognitif yang mempengaruhi
perilaku manajerial dan karyawan. Di samping itu, bahasa juga sangat bervariasi dalam
ketepatannya. Sebagai contoh : Bahasa Inggris dan Bahasa China. Bahasa Inggris terdiri dari
lebih dari 1 juta kata, yang masing-masing kata memiliki makna yang relatif konstan dan tepat.
Sebaliknya, Bahasa China adalah bahasa ideografik yang hanya terdiri dari sekitar seperempat
kata, atau lebih tepatnya disebut sebagai karakter. Akibatnya, setiap karakter China harus
menciptakan makna melalui gambar dan konsep yang mereka rangsang, bukan melalui definisi
kamus. Segala sesuatu yang tertulis terbuka untuk berbagai interpretasi. Seringkali satu simbol
China mengandung delapan atau sepuluh arti yang berbeda. Akibatnya, menggunakan sinyal
nonverbal untuk mendukung pesan verbal menambah signifikansi dalam menciptakan makna
bersama dibandingkan dengan Bahasa Inggris.

Bahasa juga memberikan petunjuk yang halus dan kuat tentang apa yang harus diperhitungkan
dalam hubungan kita dengan orang lain ( meliputi rasa hormat, jarak sosial, dan sebagainya ).
Implikasi dari perbedaan linguistik ini adalah bergantung pada bahasa yang digunakan, manajer
harus memperhatikan isyarat yang berbeda dan fokus pada aspek yang berbeda dari konteks dan
pesan mereka. Di samping itu, pilihan bahasa dalam percakapan lintas budaya dapat menjadi
penghalang utama untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sukses, seperti, misalnya, ketika setiap
orang dalam tim atau organisasi diharuskan berbicara dalam bahasa dominan.
1. Penutur asli Bahasa Inggris yang berbicara Bahasa Inggris ( Native English Speaker
speaking English ).
Kognisi :
„ Berpikir dalam Bahasa Inggris; tidak diperlukan terjemahan atau interpretasi
berkelanjutan.
„ Berbicara dalam Bahasa Inggris, dengan kosakata yang luas.
„ Memahami seluk-beluk percakapan Bahasa Inggris.

Perilaku komunikasi :

„ Karena pesan biasanya dipahami dengan jelas, tanggapan dan implikasi tindakan
juga jelas.
2. Bukan penutur asli Bahasa Inggris yang berbicara Bahasa Inggris ( Non – native English
Speaker speaking English ).
Kognisi :
„ Berpikir dalam bahasa selain Bahasa Inggris; sering harus menafsirkan pesan
masuk dan keluar.
„ Berbicara dalam Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, seringkali dengan kosa
kata yang terbatas.
„ Seringkali kurang sensitif terhadap seluk-beluk percakapan Bahasa Inggris.

Perilaku komunikasi :

„ Karena pesan tidak selalu dipahami dengan jelas, tanggapan dan implikasi
tindakan seringkali tidak jelas.

Selective Perception : Eye of the beholder.

Dikarenakan orang tidak dapat secara bersamaan fokus pada semua peristiwa di sekitar mereka
pada waktu tertentu, maka mereka menggunakan persepsi selektif untuk memilih apa yang harus
difokuskan dan apa yang harus diabaikan. Dengan kata lain, mereka membuat pilihan mental
tentang apa yang penting, berguna, atau mengancam, dan memfokuskan kekuatan mental mereka
pada masalah khusus ini.
Selama proses ini, perbedaan budaya dapat memainkan peran kunci. Contohnya adalah suatu
komunikasi yang berhubungan dengan komunikasi non-verbal. Komunikasi non-verbal
umumnya digunakan di sebagian besar Asia sebagai cara untuk menyampaikan informasi dengan
halus ( misalnya menolak suatu permintaan dengan menggelengkan kepala ), namun banyak
Orang Barat yang tidak menyadarinya. Terdapat satu fakta bahwa, banyak manajer di Amerika
Serikat lebih suka mendengar dan berbicara dengan jelas dan terbuka. Akibatnya, orang Asia
merasa bahwa mereka telah mengkomunikasikan pesan ( secara non-verbal ) namun pada
kenyataannya pesan itu tidak diterima, sementara Orang Barat merasa bahwa tidak ada
komunikasi yang datang karena mereka tidak mendengar kata-kata. Perbedaan budaya dapat
menyebabkan komunikasi menjadi kurang lancar seperti contoh diatas.

Persepsi selektif dan komunikasi non-verbal dapat dilihat dalam berbagai cara. Apa yang
mungkin nyaman bagi satu orang mungkin menyinggung perasaan orang lain. Contohnya adalah
terdapat seorang Profesor Inggris yang sedang berkunjung ke Kairo yang sedang membaca untuk
kelas puisinya di Universitas Ain Shams yang bergengsi di Kairo. Dikarenakan dia sangat
merefleksikan apa yang dia baca, maka professor tersebut menjadi begitu santai sehingga dia
secara tidak sengaja bersandar di kursinya dan menyilangkan kaki, sehingga memperlihatkan sol
salah satu sepatunya kepada murid-muridnya. Namun di dalam Agama Muslim, ini adalah
penghinaan yang serius. Keesokan paginya surat kabar Kairo memuat berita utama spanduk
tentang demonstrasi mahasiswa yang dihasilkan. Mereka mencela apa yang mereka lihat sebagai
kesombongan orang Inggris dan menuntut agar profesor itu segera dipulangkan.

Cognitive Evaluation : Interpreting Words and Actions.

Evaluasi Kognitif berarti ketika seseorang melihat atau mendengar sesuatu, mereka memiliki
kecenderungan untuk mengkategorikan informasi tersebut sehingga mereka dapat menilai
keaslian, keakuratan, dan kegunaan informasi tersebut dan mereka mencoba untuk
menghubungkannya dengan kejadian dan tindakan lain sehingga mereka bisa memahaminya dan
tahu bagaimana menanggapinya. Dalam hal ini, budaya dapat memainkan peran utama. Misalnya
penelitian telah menunjukkan bahwa orang Amerika, yang dibesarkan dalam masyarakat
individualistis, sering kali mengandalkan sifat terisolasi dari orang atau objek yang mereka teliti
untuk melampirkan makna atau meningkatkan pemahaman. Akibatnya, ketika mereka melihat
seseorang, mereka cenderung secara mental mengklasifikasikannya sebagai pria atau wanita,
berkulit hitam atau putih, profesional atau kerah biru, dan sebagainya. Sebaliknya, orang
Tionghoa, yang dibesarkan di lingkungan yang lebih kolektivis, cenderung mengklasifikasikan
orang berdasarkan kriteria yang menekankan hubungan dan konteks. Akibatnya, mereka lebih
cenderung melihat seseorang terlebih dahulu sebagai anggota kelompok, klan, atau organisasi
tertentu daripada berfokus pada karakteristik individualnya.

Seseorang cenderung memiliki daya ingat yang lebih baik atas informasi yang sejalan dengan
pengetahuan dan nilai budaya mereka. Misalnya, banyak manajer dari budaya berorientasi
penguasaan cenderung mengingat keberhasilan spesifik karyawan mereka yang melibatkan
penjualan atau pencapaian finansial, tetapi bukan keberhasilan interpersonal atau pembangunan
tim mereka. Dalam budaya yang lebih berorientasi pada harmoni, manajer cenderung lebih
banyak mengingat tentang kesuksesan interpersonal atau pembangunan tim karyawan mereka,
terlepas dari penjualan atau kesuksesan finansial mereka.

Di samping itu, penelitian menunjukkan bahwa beberapa budaya di Amerika Utara dan Eropa
Barat menekankan norma keaslian ( yaitu keyakinan bahwa tindakan eksternal dan tampilan
emosional secara umum konsisten dengan keadaan internal ), sementara Masyarakat Asia Timur
dan Tenggara cenderung menganggap kepercayaan seperti itu tidak dewasa, tidak sopan, dan
terkadang aneh.

Selain itu, proses penalaran juga berperan berbeda dalam komunikasi lintas budaya. Dengan kata
lain, ketika orang menghadapi kemungkinan interpretasi alternatif dari peristiwa tertentu
( misalnya keberhasilan tim kerja ), mereka hampir selalu akan memilih interpretasi yang paling
sesuai dengan pandangan budaya mereka sendiri. Misalnya manajer dari budaya yang sangat
individualistis biasanya akan menghubungkan keberhasilan tim dengan keterampilan dan upaya
pemimpin tim sementara manajer dari budaya yang lebih kolektif biasanya akan
menghubungkannya dengan keterampilan dan upaya seluruh tim. Di samping itu, manajer dalam
budaya individualistik akan sering menghubungkan kegagalan tim dengan anggota tim sementara
manajer dari budaya yang lebih kolektivis akan menerima kesalahan atas kegagalan tersebut.
Contoh - contoh ini menggambarkan kekuatan evaluasi kognitif dalam kaitannya dengan apa
yang dikatakan dan apa yang tetap tidak terucapkan dan bagaimana keduanya diinterpretasikan.

Cultural Logic : Assumptions about Shared Meanings.


Komunikasi interpersonal merupakan proses yang interaktif yang membutuhkan dua orang atau
lebih untuk bertukar pikiran, ide, emosi, pertanyaan, proposal, dan lain sebagainya dalam upaya
untuk menemukan titik temu. Ini adalah inti dari cara kita berbisnis, menegosiasikan kontrak,
memimpin grup, bekerja dengan anggota tim, dan memotivasi karyawan. Dalam kaitan ini, salah
satu aspek berkomunikasi dengan orang-orang dari berbagai negara adalah logika budaya yang
mendasari pesan apapun. Logika budaya berperan untuk menekankan fakta bahwa proses ini
terdiri dari serangkaian asumsi logis yang tidak selalu mewakili keseluruhan yang bersatu yaitu
budaya memiliki berbagai logika yang berkaitan dengan berbagai aspek interaksi sosial. Ketika
seseorang berbicara satu sama lain, mereka sering mengandalkan asumsi logis berbasis budaya
ini untuk memfasilitasi percakapan.

Logika budaya merupakan proses menggunakan asumsi seseorang tentang perilaku normatif
untuk menafsirkan pesan dan tindakan orang lain sehingga berhipotesis tentang motif dan niat
mereka. Ini adalah proses dimana orang menghubungkan makna dengan kata - kata dan tindakan
orang lain berdasarkan makna lokal yang tertanam dalam budaya mereka sendiri. Logika budaya
memberi orang sistem asumsi tentang apa yang saling diketahui dan dipahami di antara individu
( yaitu kesamaan ). Logika budaya membantu orang mengisi celah yang ditinggalkan oleh apa
yang tidak terucapkan dan dengan demikian memfasilitasi proses penciptaan makna bersama
serta juga dapat memungkinkan untuk komunikasi yang disederhanakan dan cepat.

Bahasa dan struktur linguistik dapat membantu untuk menentukan struktur dan makna yang
mendasari pesan yang dimaksudkan. Persepsi selektif dapat memandu perhatian orang ke bagian
tertentu dari pesan yang dimaksudkan. Evaluasi kognitif dapat memandu proses melampirkan
makna pada pesan yang diterima. Logika budaya dapat memandu pilihan pengirim tentang apa
yang perlu dikomunikasikan dan interpretasi penerima pesan.

Culture and Communication Protocols.

Semua budaya dan subkultur memupuk keyakinan dan nilai sosio - normatif yang memandu
pikiran dan tindakan anggota. Keyakinan ini mencakup apa yang anggota dapat dan tidak dapat
lakukan serta apa yang harus dan tidak boleh mereka lakukan. Ini meliputi kewajiban, tanggung
jawab dan hak istimewa yang bersama - sama membentuk fondasi antar - pribadi dari suatu
budaya. Di samping itu norma dan nilai ini memengaruhi cara kita memilih untuk berbicara tidak
hanya dengan anggota budaya kita sendiri tetapi juga dengan anggota lain. Yang termasuk di sini
adalah berbagai protokol atau perilaku komunikasi yang diharapkan seperti topik yang sesuai
untuk diskusi, pemformatan pesan, formalitas percakapan dan perilaku yang dapat diterima.
Masing – masing hal tersebut akan mempengaruhi apa yang diperhatikan orang dalam sebuah
pesan, bagaimana mereka menafsirkannya dan bagaimana mereka menanggapinya.

Appropriate Topics for Discussion : Hold your tongue.

Hal penting dalam hal ini adalah pengurutan atau pengurutan topik percakapan. Contohnya
adalah banyak Manajer Barat percaya untuk menghindari "obrolan ringan" dan langsung
melakukan komunikasi atau pembicaraan yang membahas bisnis sedangkan manajer di Amerika
Selatan dan Asia Timur dan Tenggara biasanya percaya bahwa awal untuk memulai percakapan
harus dihangatkan dengan diskusi luas atau umum tentang topik selain bisnis, baru setelah itu
percakapan serius tentang bisnis dapat dimulai.

Berikut merupakan bagan yang membahas mengenai protokol komunikasi yang diamanatkan
oleh budaya.
Message Formatting : Content and Context.

Antropolog terkemuka Edward Hall menunjukkan bahwa orang berkomunikasi satu sama lain
melalui perilaku, bukan hanya kata – kata yang menunjukkan bahwa asumsi budaya secara
umum sering terjadi bagian dari bahasa bisu yang digunakan untuk menyampaikan makna tanpa
kata - kata. Komunikasi diam adalah penggunaan komunikasi non-verbal atau visual ( misalnya
dengan ekspresi wajah, gerak tubuh, penggunaan ruang pribadi, lingkungan mewah, dll ) untuk
menyampaikan pesan kepada pengirim atau penerima. Pesan semacam itu biasanya bersifat halus
dan bisa jadi sulit untuk diperhatikan kecuali seseorang sedang mencarinya.

Model perbedaan budaya Hall menunjukkan perbedaan ini terletak pada seberapa banyak
konteks pesan yang melingkupi isi pesan. Hall membedakan antara budaya konteks tinggi dan
rendah. Dalam budaya konteks rendah, seperti di Jerman, Skandinavia dan Amerika Serikat,
konteks di sekitar pesan jauh kurang penting daripada pesan itu sendiri. Konteksnya memberikan
sedikit informasi kepada pendengar yang berkaitan dengan pesan yang dimaksudkan. Akibatnya
penutur harus lebih mengandalkan pemberian kejelasan pesan yang lebih besar serta jaminan lain
seperti dokumen tertulis dan iklan yang kaya informasi. Ketepatan bahasa sangat penting
sementara pemahaman yang diasumsikan, sindiran, dan bahasa tubuh sering kali dianggap kecil.

Sebaliknya dalam budaya konteks tinggi, seperti yang ditemukan di banyak bagian Asia dan
Timur Tengah, konteks penyampaian pesan yaitu, isyarat sosial di sekitar pesan seringkali sama
pentingnya dengan pesan itu sendiri. Memang cara bagaimana sesuatu itu dikatakan itu lebih
penting dalam mengkomunikasikan pesan dari kata - kata sebenarnya yang digunakan.
Komunikasi didasarkan pada hubungan interpersonal jangka panjang, saling percaya dan reputasi
pribadi. Kehalusan dalam pola komunikasi ini sering luput dari perhatian banyak orang luar yang
mendengarkan dengan sangat hati - hati setiap kata yang diucapkan hanya untuk melewatkan
pesan yang sebenarnya.

Manajer yang berpengalaman memahami bahwa bagaimana sebuah pesan dikonstruksi dapat
berdampak besar pada bagaimana pesan itu diterima. Beberapa budaya menekankan komunikasi
tertulis yang kaku sementara yang lain lebih menyukai komunikasi lisan yang lebih fleksibel.
Beberapa budaya lebih suka bahwa pesan dari luar datang melalui saluran yang "tepat"
( misalnya ke atas rantai komando formal) sementara yang lain lebih suka menggunakan saluran
informal ( misalnya, rekan dekat atau teman ).
Tantangan utama bagi manajer di sini adalah mengirimkan pesan yang jelas dan bermakna yang
dipahami pihak lain tanpa menyinggung perasaan mereka dan menyampaikan pesan-pesan ini
dengan cara yang sesuai dengan budaya yang mungkin asing bagi pengirim pesan. Misalnya,
tipikal Manajer Orang Barat dengan sedikit pengalaman menggunakan teknik komunikasi non-
verbal berisiko melakukan lebih banyak kerugian daripada keuntungan ketika mencoba menjadi
peka budaya. Komunikasi non-verbal berarti lebih dari sekedar diam atau membuat ekspresi
wajah yang canggung. Ini adalah bentuk seni untuk dipelajari dan dipraktikkan dan sekali lagi
menyarankan pentingnya pembelajaran berkelanjutan dan pengalaman reflektif.

Conversational Formalities : Understand Etiquette.

Formalitas percakapan mencakup pedoman dan aturan formal atau implisit yang mengatur apa
yang membentuk etiket percakapan formal yang dapat diterima atau disukai. Setiap budaya
menempatkan batasan tentang bagaimana, kapan, dan di mana kita berbicara dengan orang lain,
dan manajer yang berpengetahuan luas dapat memperoleh manfaat dari pemahaman tersebut.
Formalitas tersebut mencakup penggunaan judul, cara penyampaian gagasan atau proposal, dan
peran permintaan maaf. Tujuan yang mendasari penggunaan formalitas adalah penggunaan gelar
yang dapat melambangkan rasa hormat atau tanda kekuasaan. Demikian pula, tidak adanya gelar
dapat menunjukkan budaya egaliter yang menghindari batas - batas berbasis status yang dibuat -
buat atau hubungan yang erat antar pihak. Formalitas percakapan juga mencakup mengetahui
kapan dan di mana permintaan maaf diperlukan. Permintaan maaf formal digunakan di banyak
tempat di Asia Timur dan Tenggara untuk memulihkan keharmonisan setelah insiden atau krisis
yang tidak menyenangkan. Mereka menunjukkan empati dan penerimaan tanggung jawab.
Sebaliknya, permintaan maaf di banyak Negara Barat seringkali digunakan untuk mengakui
kesalahan dan akibatnya hanya digunakan secara sporadis.

Acceptable Behaviors : Behave Yourself.

Budaya sering menempatkan batasan dan harapan pada apa yang dianggap sebagai perilaku yang
dapat diterima yang menyertai interaksi antarpribadi. Misalnya, penelitian telah menunjukkan
bahwa manajer di Amerika Utara sering kali diharapkan atau didorong untuk bersikap tegas dan
mengambil inisiatif dalam percakapan sedangkan di sebagian besar Asia, manajer sering kali
diharapkan untuk tetap diam dan menunggu undangan untuk berbicara. Banyak manajer Amerika
Utara cenderung berkomunikasi secara linier, dengan hubungan eksplisit antara topik dan ide dan
mendukung pendekatan komunikasi yang terencana sedangkan banyak manajer Asia lebih
memilih pendekatan yang lebih nonlinier, mengikuti pola komunikasi melingkar dan banyak
manajer dari kawasan Mediterania cenderung menyukai pendekatan zigzag, dimana gagasan
tangensial dapat dieksplorasi dan diuraikan sebelum kembali ke poin utama. Ketidaksepakatan di
sebagian besar Asia sering dikomunikasikan dengan diam sedangkan perselisihan di Spanyol
sering kali dikomunikasikan melalui ledakan emosi dan perselisihan di Eropa Utara cenderung
dinyatakan dan didiskusikan dengan jelas, tenang, dan langsung. Demikian pula, pujian adalah
strategi motivasi umum bagi banyak supervisor di Amerika Utara tetapi biasanya hanya
diberikan untuk pencapaian luar biasa di Rusia sedangkan di Prancis dan Indonesia, pujian
terkadang dianggap menyinggung karyawan karena hal itu menunjukkan bahwa atasan terkejut
bahwa karyawan telah melakukannya dengan sangat baik.

Dikarenakan hal tersebut, protokol budaya berfungsi sebagai alat yang sangat berguna dalam
memfasilitasi komunikasi baik di dalam maupun antar budaya. Melalui protokol inilah orang
memberi isyarat bagian mana dari pesan yang penting dan bagaimana mereka harus ditafsirkan.
Protokol budaya juga memandu pengirim pesan dengan menyediakan repertoar tanggapan yang
dapat diterima tergantung pada situasinya. Sering kali, ketidaktahuan akan mekanisme sederhana
ini disalahkan atas banyak kebisingan dan miskomunikasi lintas budaya. Dalam hal ini, manajer
yang memahami perilaku yang diperlukan ini sebaiknya lebih fokus dalam memusatkan
perhatian pada komentar dan peristiwa yang menonjol, lebih memahami pesan yang mereka
terima, dan membuat balasan dan tanggapan yang lebih efektif dalam upaya global mereka.

Manager’s Notebook.

Communicating Across Cultures.

Dalam pertukaran lintas budaya antara manajer dari berbagai wilayah, tujuan utama komunikasi
adalah untuk mencari kesamaan atau untuk mencari ide, informasi, pelanggan, dan terkadang
bahkan kemitraan antara para pihak. Tetapi komunikasi efektif hanya sejauh penerima
memperhatikan pesan dan mampu memproses informasi dengan cara yang memfasilitasi makna
bersama. Terdapat tiga bahan utama dalam komunikasi interpersonal yang efektif, yaitu :
perhatian, interpretasi, dan pesan ( atau respons ). Layar budaya merupakan hambatan atau
hambatan potensial dalam proses AIA dasar. Ada dua layar budaya yang mempengaruhi
interaksi antar - pribadi secara umum dan komunikasi multikultural. Layar ini sering kali muncul
sebagai akibat dari perbedaan budaya antara pengirim dan penerima dan dapat memiliki
implikasi penting tentang cara berbagai pihak dalam percakapan menerima, menafsirkan dan
menanggapi pesan. Layar pertama melibatkan pengaruh budaya pada kognisi individu di sekitar
episode komunikasi yaitu bagaimana orang dan pesan sering dievaluasi dan diproses di benak
pengirim dan penerima. Yang kedua melibatkan pengaruh budaya pada protokol komunikasi atau
perilaku yang diperlukan seperti bagaimana kita membangun atau membentuk pesan kita dengan
cara yang mungkin secara budaya konsisten untuk kami dan tidak bermasalah untuk penerima
yang kami tuju. Hal yang mendasar bagi semua manajer adalah mengembangkan kemampuan
dan keterampilan untuk berkomunikasi secara efektif melintasi batas budaya. Tempat terbaik
untuk memulai setiap upaya untuk meningkatkan komunikasi lintas batas adalah
mengidentifikasi faktor - faktor di lingkungan eksternal yang dapat menghambat atau membuka
peluang untuk komunikasi interpersonal yang efektif. Sejumlah faktor budaya, organisasi dan
situasional dapat muncul untuk membatasi pilihan dan pilihan manajerial. Dalam hal ini, manajer
setidaknya memiliki tiga pilihan untuk meningkatkan kemungkinan dalam menemukan
kesamaan dengan pihak lain, yaitu :

1. Perluas pengetahuan dan pemahaman anda tentang dinamika budaya. Langkah yang
penting untuk dilakukan adalah menginvestasikan waktu dan energi yang diperlukan
untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana dunia kerja sering kali berbeda lintas
budaya serta implikasi dari perbedaan tersebut untuk manajemen. Hal terpenting disini
adalah pengetahuan tentang bagaimana keyakinan, nilai dan ekspektasi perilaku lokal
dapat berbeda dalam lintas budaya dan bagaimana manajer dapat mempersiapkan diri
untuk perbedaan tersebut. Di samping itu, pembelajaran multikultural juga dapat
difasilitasi dengan studi bahasa. Memahami bahasa rekan kerja dapat membantu
menangkap esensi perbedaan budaya yang merupakan faktor penting dalam bekerja
dengan lintas batas yang sukses dalam memperluas pengetahuan budaya dan penting juga
untuk tidak melupakan budaya sendiri. Kesadaran diri tentang budaya seseorang dapat
berfungsi sebagai titik tolak yang berguna untuk lebih memahami orang lain dan juga
dapat berfungsi untuk meningkatkan pemahaman seseorang tentang bagaimana seseorang
dipandang oleh orang lain.
2. Kalibrasi ulang keterampilan analisis persepsi dan kritis anda. Strategi komunikasi kedua
muncul yang melibatkan pencarian pemahaman yang lebih baik tentang proses kognitif
yang mendasari komentar dan tindakan orang lain. Berdasarkan kesadaran dan
pemahaman multikultural yang baru mereka peroleh, manajer harus berada dalam posisi
untuk menggunakan template atau kerangka acuan kognitif yang dimodifikasi ketika
mencoba memahami mengapa orang dengan latar belakang budaya yang berbeda
melakukan atau mengatakan apa yang mereka lakukan. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa manajer global yang berpengalaman menunjukkan kemampuan untuk melihat di
balik penampilan atau perilaku eksternal dan mencoba memahami "mengapa?", bukan
hanya "apa?" Mereka bekerja untuk memahami interaksi antarpribadi melalui mata dan
telinga orang lain. Mereka mencari seluk - beluk dan nuansa dalam interaksi sosial yang
dapat membantu menjelaskan apa yang dipikirkan orang lain. Mereka mengamati lebih
dari yang mereka nilai. Hal tersebut merupakan perilaku yang dapat dipelajari dan
dikembangkan oleh manajer yang termotivasi dengan praktik. Manajer global yang
sukses berusaha untuk memahami keyakinan dan nilai, asumsi, bias dan persepsi mereka
sendiri. Hal yang perlu dipahami para manajer adalah bahwa mereka mungkin "benar"
sehubungan dengan sesuatu, tetapi dalam lingkungan lintas budaya apa yang benar itu
relatif. Untuk mencapai makna yang sama membutuhkan kemampuan untuk mentolerir
ketidakpastian dan ambiguitas untuk mencari pemahaman yang lebih dalam tentang apa
yang coba dikatakan atau dilakukan oleh rekan – rekannya.
3. Tingkatkan keterampilan komunikasi terapan Anda. Para manajer dapat meningkatkan
pengetahuan mereka tentang berbagai protokol komunikasi yang dapat bervariasi dari
satu budaya ke budaya lain. Hal yang penting untuk menghasilkan suatu komunikasi
yang berhasil adalah dengan mengembangkan keterampilan pemformatan pesan terutama
yang berkaitan dengan penggunaan teknik komunikasi non-verbal, seperti membaca
ekspresi wajah, membaca bahasa tubuh dan bentuk lainnya. Banyak budaya
menggunakan teknik seperti itu sebagai strategi komunikasi inti atau mengabaikannya
sama sekali ( yang dapat menyebabkan sinyal yang terlewat dan peluang yang hilang.
Manajer berusaha untuk mencari alat dan teknik yang logis yang dapat membantu mereka
mencapai tujuan dan sasaran mereka dan di samping itu, untuk meningkatkan
keterampilan ini membutuhkan usaha dan komitmen serta dibutuhkan pula pola pikir
yang memandang peran manajerial sebagai proses perkembangan berkelanjutan yang
bercirikan pengalaman, refleksi, analisis dan yang terpenting adalah pembelajaran. Salah
satu tantangan paling serius yang dihadapi manajer global adalah komunikasi
multikultural. Salah satu sumber peluang bisnis yang paling penting adalah komunikasi
lintas budaya. Melalui komunikasi itulah hubungan dibentuk, konflik diselesaikan dan ide
- ide inovatif diciptakan dan dibagikan. Langkah pertama yang penting untuk menuju
komunikasi yang lebih baik adalah dengan meningkatan kesadaran tentang cara - cara
dimana perbedaan budaya dapat mempengaruhi bagaimana suatu makna di konstruksi
dalam interaksi antar – pribadi. Komunikasi multikultural yang efektif adalah masalah
komitmen pribadi dan kemauan untuk belajar.
Nama : Fika Melinda.

NIM : 201860071.

Rangkuman Chapter 6.

Leading Global Organizations.

Dimensions of Organizational Leadership.

Ada perbedaan mencolok antara dua konstruksi kepemimpinan dan manajemen, yaitu beberapa
orang melihat manajemen sebagai fokus pada masalah operasional yang terlibat dalam
menyelesaikan sesuatu melalui seseorang ( misalnya perencanaan, pengambilan keputusan,
pengendalian, koordinasi, dll ) sedangkan kepemimpinan melibatkan proses pengaruh yang
dilalui para manajer untuk mencapai hal ini ( yaitu, "memimpin" ). Orang lain melihat
manajemen dan kepemimpinan sebagai hal yang sangat terikat erat sehingga hampir tidak
mungkin untuk memisahkan keduanya. Contohnya adalah manajer yang baik adalah pemimpin
yang baik dan pemimpin yang baik adalah manajer yang baik.

Ada dua cara untuk melihat perdebatan yang sedang berlangsung ini. Pandangan pertama
( pendekatan akademis ) melibatkan upaya untuk menghilangkan perbedaan struktural dan
perilaku antara dua konstruksi ini dan pandangan kedua ( pendekatan manajerial ) melibatkan
pengakuan bahwa bagi manajer global, integrasi kedua masalah ini mungkin lebih penting
daripada diferensiasi.

Pendekatan dalam buku ini mengasumsikan pada pandangan terakhir yaitu, saya memandang
kepemimpinan sebagai bagian integral dan tidak terpisahkan dari manajemen yang baik. Saya
mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan seorang manajer untuk mempengaruhi,
memotivasi dan memungkinkan orang lain di dalam organisasi untuk berkontribusi terhadap
efektivitas dan kesuksesan perusahaan. Satu hal yang paling penting adalah bagaimana manajer
individu dapat melihat dan memahami realitas situasional dan budaya di lapangan dan kemudian
memanfaatkan keterampilan dan kemampuan pribadi mereka yang unik ( termasuk pendekatan
kepemimpinan mereka ) untuk menyelesaikan pekerjaan dengan bekerja melalui orang - orang
dari latar belakang budaya yang berbeda.

Berikut merupakan bagan mengenai dimensi kepemimpinan organisasi :

 Kepemimpinan Strategis.
Berfokus pada : misi perusahaan, tujuan, dan budaya perusahaan; mengelola misi
perusahaan.
 Kepemimpinan Etis.
Berfokus pada : perilaku etis dan tanggung jawab sosial; mengelola nilai-nilai
perusahaan.
 Kepemimpinan Manajerial.
Berfokus pada : kontrol operasional dan akuntabilitas; mengelola kinerja.
 Kepemimpinan Tim.
Berfokus pada : kohesi, arahan, dan kinerja tim; kelola proses.

Perbedaan itu penting karena upaya kepemimpinan tertentu sering kali bergantung pada target
kepemimpinan yang berarti memimpin tim kerja kecil sering kali membutuhkan strategi dan
pendekatan yang berbeda ( mungkin lebih banyak keterampilan membangun hubungan antar -
pribadi ) daripada memimpin konglomerat ( mungkin lebih banyak keterampilan strategis )
bahkan jika tujuan jangka panjang perusahaan sama. Kepemimpinan harus disesuaikan dan
konteks penggunaannya harus diakomodasi.

Contemporary Approaches to Cross-Cultural Leadership.

Manajer umumnya mendekati masalah dengan salah satu dari tiga cara yang berbeda yaitu
sebagai berikut.

Pendekatan kontemporer untuk kepemimpinan lintas budaya :

 Pendekatan universal.
Pemimpin sebagai pemimpin universal ( misalnya kepemimpinan karismatik atau
transformasional ).
 Pendekatan normatif.
Pemimpin sebagai manajer global ( misalnya pola pikir global dan kecerdasan budaya ).

 Pendekatan Kontingensi.
Pemimpin sebagai manajer lokal atau regional ( misalnya proyek GLOBE ).

Universal Approach : Leader as Leader.

Beberapa manajer dan beberapa peneliti organisasi menganggap kepemimpinan sebagai perilaku
yang dapat digeneralisasikan, atau universal, terlepas dari dimana ia dijalankan dan kami
menyebutnya sebagai pendekatan universal. Yang mendasari pendekatan ini adalah keyakinan
bahwa sifat dan proses kepemimpinan relatif konstan lintas budaya. Tujuan manajer adalah
untuk mengadopsi model kepemimpinan, seperti kepemimpinan karismatik, dengan asumsi
bahwa penerapannya universal terlepas dari lokasinya. Contohnya dapat dilihat dalam
perdebatan yang sedang berlangsung di Barat mengenai manfaat relatif dari kepemimpinan
transformasional dan transaksional. Para pendukung kepemimpinan transformasional ( sering
disebut kepemimpinan karismatik ), di mana manajer bekerja untuk menciptakan visi yang
diterima secara universal tentang kemana kelompok atau organisasi harus pergi dan kemudian
menggunakan persuasi moral untuk memperkuat misi ini, berpendapat bahwa pendekatan
semacam itu lebih unggul daripada model kepemimpinan transaksional , di mana hubungan
pertukaran konkret dengan karyawanlah yang sangat menentukan hasil. Namun, penelitian
terbaru di salah satu Universitas di Jepang oleh professor Rikkyo Jun Ishikawa menemukan
bahwa tidak satu pun dari pendekatan ini yang sangat efektif di negara itu. Pemimpin
transformasional sering dianggap terlalu abstrak, sementara pemimpin transaksional terkadang
dianggap terlalu tentara bayaran dan keduanya dikritik karena terlalu manipulatif. Sebaliknya,
manajer Jepang yang sukses cenderung lebih memilih sesuatu yang disebut kepemimpinan
penjaga gerbang, dimana mereka bekerja untuk mengurangi hambatan kinerja yang sukses di
antara bawahan mereka.

Normative Approach : Leader as Global Manager.

Maksud dari pendekatan normatif adalah berfokus pada keterampilan dan kemampuan pribadi
yang bertahan yang dianggap menjadi ciri manajer "global" yang efektif. Model - model ini
bersifat preskriptif dan menyarankan bagaimana manajer harus mendekati kepemimpinan dalam
pengaturan global. Pendekatan normatif ini berfokus pada pemimpin sebagai manajer global dan
diasumsikan bahwa seperangkat sifat dan kemampuan pemimpin berlaku untuk semua manajer
dimana pun mereka bekerja.

Pendekatan ini menggambarkan tentang karya terbaru mengenai pola pikir global, kecerdasan
budaya dan kepemimpinan global. Pola pikir global dapat didefinisikan secara formal sebagai
"struktur kognitif yang sangat kompleks yang ditandai dengan keterbukaan dan artikulasi
berbagai realitas budaya dan strategis pada tingkat global dan lokal dan kemampuan kognitif
untuk menengahi dan berintegrasi di seluruh keragaman ini." Definisi ini menggabungkan tiga
keterampilan, yaitu :

1. Keterbukaan dan perhatian pada berbagai bidang tindakan dan makna.


2. Representasi dan artikulasi yang kompleks dari dinamika budaya dan strategis.
3. Mediasi dan integrasi cita - cita dan tindakan yang berorientasi pada tingkat global dan
lokal.

Contingency Approach : Leader as Local Manager.

Pendekatan kontingensi dimulai dengan asumsi bahwa tidak ada yang universal dalam
menggambarkan kepemimpinan yang efektif. Pendekatan ini memandang kepemimpinan sebagai
proses yang tertanam secara budaya, bukan serangkaian ciri pribadi manajer atau pengikut.
Pendekatan kontingensi ini berfokus pada pemimpin sebagai manajer lokal, bukan global dan
diasumsikan bahwa karakteristik kesuksesan akan berbeda dengan situasi. Contohnya adalah
terdapat sebuah penemuan utama dari studi GLOBE yang menyatakan bahwa sebagian besar
kepemimpinan bergantung secara budaya yang berarti kualitas pemimpin yang efektif sering
berbeda - beda di berbagai budaya. Misalnya, Manajer Amerika Serikat yang sukses cenderung
mendapat skor lebih tinggi daripada rekan China mereka pada karakteristik seperti ketegasan,
orientasi kinerja dan individualism sementara Manajer China cenderung mendapat skor lebih
tinggi daripada orang Amerika dalam hal jarak kekuasaan dan penghindaran ketidakpastian. Poin
penting di sini adalah bahwa GLOBE dapat melacak tren sistematis dalam karakteristik
kepemimpinan lintas budaya. Contoh lainnya membahas tentang bagaimana budaya dapat
mempengaruhi kepemimpinan yaitu kepemimpinan simbolik. Kepemimpinan simbolik terjadi
ketika eksekutif senior atau CEO menerima tanggung jawab penuh atas kemunduran atau krisis
atas nama seluruh organisasi. Ini adalah hal yang lumrah di sebagian besar Asia. Keyakinan di
sini adalah bahwa dengan melalui pengunduran diri secara sukarela, harmoni dipulihkan dan
organisasi dapat bergerak maju. Namun, kepemimpinan simbolik jarang terlihat di Barat ketika
terjadi kesalahan dan itu bisa dilihat sebagai tanda kelemahan.

Limitations on Contemporary Approaches.

Berfokus pada dua masalah yang dapat memajukan pemahaman kita tentang proses
kepemimpinan, yaitu :

1. Makna kepemimpinan sebagai konstruksi budaya.


2. Variasi ekspektasi lokal tentang perilaku pemimpin.

Leadership as a Cultural Phenomenon.

Kepemimpinan merupakan konstruksi budaya dan maknanya tertanam dalam budaya yang
beragam dimana hal tersebut diterapkan dan berubah sesuai dengan hal tersebut. Istilah
"pemimpin" tidak hanya diterjemahkan secara berbeda di berbagai kelompok budaya, tetapi juga
makna yang ditafsirkan dari terjemahan ini juga dapat berbeda. Misalnya dalam masyarakat
individualistis ( misalnya Australia, Kanada, Inggris Raya) kepemimpinan biasanya mengacu
pada satu orang yang memandu dan mengarahkan tindakan orang lain dan seringkali dengan cara
yang sangat terlihat. Dalam masyarakat yang lebih kolektivis ( misalnya Korea Selatan, Jepang
dan Cina ), kepemimpinan seringkali kurang dikaitkan dengan individu dan lebih dekat dengan
usaha kelompok. Dalam masyarakat hierarkis ( misalnya Arab Saudi, Meksiko, Indonesia), para
pemimpin sering dipandang terpisah dari pengikut mereka sedangkan dalam masyarakat yang
lebih egaliter ( misalnya Swedia dan Denmark ) mereka sering dipandang lebih mudah didekati
dan tidak mengintimidasi.

Culture and Leader Expectations.

Perhatian kedua dengan pendekatan kepemimpinan yang ada berfokus pada harapan seputar
perilaku pemimpin yang sukses, termasuk dasar budaya dari harapan tersebut. Harapan ini
muncul dari masyarakat luas, keadaan lokal, bawahan, rekan kerja dan pemimpin itu sendiri.
Studi GLOBE jelas memberikan kontribusi untuk pemahaman ini, tetapi lebih banyak
diperlukan mengenai keyakinan normatif fundamental dan proses yang mendasari perilaku
seorang pemimpin. Di Barat, Prancis mengharapkan para pemimpin mereka untuk
dibudidayakan dengan pendidikan tinggi dalam seni dan matematika. Belanda menekankan
egalitarianisme dan skeptis tentang nilai dan status pemimpin. Istilah seperti "pemimpin" dan
"manajer" bahkan dapat menimbulkan stigma di beberapa organisasi. Orang Amerika sering kali
menderita skizofrenia dalam memilih pemimpin, beberapa menyukai pemimpin yang
memberdayakan dan mendorong bawahannya sementara yang lain lebih menyukai pemimpin
yang berani, kuat, percaya diri dan berorientasi pada risiko. Sebaliknya, di Timur, para pemimpin
Tiongkok diharapkan untuk membangun dan memelihara hubungan pribadi, mempraktikkan
kebajikan terhadap bawahan, bermartabat dan menyendiri tetapi simpatik dan memperlakukan
kepentingan karyawan seperti kepentingan mereka sendiri. Orang Malaysia mengharapkan
pemimpin mereka berperilaku dengan cara yang rendah hati, sederhana dan bermartabat. Para
pemimpin Jepang diharapkan untuk fokus pada pengembangan hubungan yang sehat dengan
karyawannya karena karyawan dan manajer memiliki nasib yang sama. Singkatnya, ekspektasi
tentang perilaku pemimpin yang tepat dapat sangat bervariasi di berbagai budaya. Ini adalah poin
yang tidak terlupakan bagi ekspatriat berpengalaman dan penumpang setia.

Studi Kepemimpinan GLOBE.

Salah satu studi modern yang menarik tentang perilaku kepemimpinan lintas batas dilakukan
oleh tim peneliti multikultural yang memimpin proyek GLOBE. Proyek ini meneliti hubungan
antara budaya dan kepemimpinan yang sukses dan pola manajemen di enam puluh dua negara di
seluruh dunia. Penelitian awal anggota proyek mengarahkan mereka untuk mengusulkan
sembilan dimensi budaya GLOBE, yaitu : jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian,
orientasi kemanusiaan, kolektivisme kelembagaan, dalam kolektivisme kelompok, ketegasan,
egalitarianisme gender, orientasi masa depan dan orientasi kinerja. Berdasarkan ini, para peneliti
kemudian mengidentifikasi dua puluh dua atribut kepemimpinan yang secara luas dilihat sebagai,
dalam pandangan mereka dapat diterapkan secara universal lintas budaya ( misalnya mendorong,
memotivasi, dinamis, tegas, memiliki pandangan ke depan ) dan delapan dimensi kepemimpinan
yang dilihat secara universal tidak diinginkan ( misalnya tidak kooperatif, kejam, diktator,
mudah tersinggung ). Beberapa atribut lain ditemukan bergantung secara budaya, namun,
keinginan atau ketidaksukaan mereka terkait dengan perbedaan budaya. Ini termasuk
karakteristik seperti ambisius dan elitis. Dalam hal ini, ditemukan bahwa orang - orang di
beberapa budaya menyukai sifat - sifat pemimpin yang ditolak oleh orang - orang di budaya lain.
Misalnya beberapa budaya ( misalnya budaya di Inggris, Jerman, Prancis dan Amerika Serikat )
sering meromantisasi pemimpin mereka dan memberi mereka hak istimewa dan prestise yang
luar biasa ( mereka dijunjung tinggi ). Namun, pada saat yang sama, budaya lain ( misalnya
budaya di Belanda dan Swiss ) merendahkan konsep kepemimpinan dan sering kali mencurigai
orang yang memiliki otoritas. Mereka khawatir tentang penyalahgunaan kekuasaan dan
meningkatnya ketimpangan.

Para peneliti GLOBE menyaring temuan mereka menjadi enam dimensi kepemimpinan yang
relatif berbeda, yaitu : otonom, karismatik / berbasis nilai, manusiawi, partisipatif, melindungi
diri dan berorientasi tim ( lihat Gambar 6.5 ). Dua dari gaya kepemimpinan ini ( kepemimpinan
karismatik / berbasis nilai dan kepemimpinan berorientasi tim ) sangat didukung di semua
kelompok negara regional yang digunakan dalam penelitian ini. Misalnya, gaya kepemimpinan
karismatik / berbasis nilai dan berorientasi tim paling banyak diterima di kelompok Anglo, Asia,
dan Amerika Latin. Mereka masih diterima di wilayah lain di dunia, tetapi dengan intensitas
yang lebih rendah. Sementara itu, gaya kepemimpinan lain ditemukan lebih bergantung secara
budaya. Kepemimpinan yang manusiawi sangat didukung di cluster Asia, Anglo, dan sub -
Sahara Afrika dan kurang didukung di cluster Amerika Latin dan Nordik. Kepemimpinan
otonom umumnya dipandang tidak memfasilitasi atau menghalangi seorang pemimpin untuk
menjadi efektif. Namun, di dalam kelompok Eropa Timur dan Jerman, gaya kepemimpinan ini
dianggap lebih terkait secara positif dengan kepemimpinan yang luar biasa daripada di kelompok
budaya lainnya. Terakhir, untuk kepemimpinan pelindung diri dan kepemimpinan partisipatif,
ada variabilitas substansial dalam sejauh mana gaya ini didukung di dalam kluster negara yang
berbeda. Dalam pameran ini, skala berkisar dari 1.0 hingga 7.0, tergantung pada seberapa
penting setiap masyarakat secara rata - rata melihat enam dimensi untuk efektivitas
kepemimpinan, dengan 1.0 menjadi sangat tidak penting dan 7.0 menjadi sangat penting. Ada
dua hal yang harus diingat di sini. Pertama, ini adalah skor rata-rata dan variasi yang cukup besar
dapat ditemukan di dalamnya. Kedua, mungkin lebih berguna untuk melihat angka-angka ini
sebagai perbedaan relatif, bukan angka. Bagaimanapun, hasil ini dan studi GLOBE secara umum
memberikan beberapa bukti bahwa perilaku manajerial yang dapat diterima - termasuk perilaku
pemimpin - sampai taraf tertentu bergantung pada budaya.
Women Leaders : Challenges and Opportunities.

Saat ini, wanita memiliki dan mengelola lebih dari 30 persen dari semua bisnis, mulai dari
wiraswasta, usaha mikro dan kecil hingga perusahaan menengah dan besar. Lebih khusus lagi,
mereka mewakili sekitar 24 persen dari semua pemberi kerja di semua wilayah, kecuali Timur
Tengah dan Afrika Utara, di mana mereka berada sekitar 6 persen. Namun, perempuan
cenderung lebih terkonsentrasi di usaha mikro dan kecil. Sementara perempuan mendapatkan
akses ke tingkat kepemimpinan dan manajemen yang lebih banyak dan lebih tinggi, ada
kecenderungan bagi mereka untuk dikelompokkan dalam fungsi manajerial tertentu. Ini
cenderung terjadi di area yang tidak berada di jalur menuju peran kepala eksekutif. Studi tersebut
menyimpulkan : “Wanita sering terkungkung dalam fungsi manajerial seperti sumber daya
manusia, hubungan masyarakat dan komunikasi, serta keuangan dan administrasi, dan oleh
karena itu hanya dapat naik tangga ke titik tertentu dalam hierarki organisasi.”

Ironisnya di sini adalah, menurut studi ILO, memiliki lebih banyak wanita di posisi teratas dapat
membantu di garis bawah. Ini memperingatkan bahwa mungkin tidak ada hubungan sebab akibat
langsung dan mencatat argumen bahwa perusahaan yang mempromosikan wanita ke pekerjaan
teratas seringkali adalah perusahaan yang berinvestasi dalam penelitian, inovasi, dan teknologi.
Tetapi ILO menemukan bahwa beberapa studi menyimpulkan partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan adalah positif untuk hasil bisnis. Namun, studi ini meninggalkan tiga
pertanyaan kunci yang belum terjawab. Pertama, jika angkanya benar, mengapa para pemimpin
perempuan dapat mengubah keuntungan perusahaan global ? Apakah ada jenis kekhasan dalam
gaya pemimpin wanita yang memfasilitasi kesuksesan ? Kedua, akankah wanita diberi
kesempatan untuk melayani sebagai pemimpin di atau mendekati puncak perusahaan di seluruh
dunia ? Dan ketiga, jika tren menuju lebih banyak pemimpin perempuan di seluruh dunia terus
berlanjut, apa implikasi untuk mengembangkan teori kepemimpinan yang lebih baik yang
menjelaskan perbedaan gender ?

Leadership in China and The West.

Menurut filsuf Prancis, François Jullien, fondasi kepemimpinan yang berbeda dalam tradisi
Timur dan Barat dapat ditelusuri ke pemikiran China dan Yunani kuno. Fondasi ini didasarkan
pada jalur terpisah yang diikuti oleh kedua peradaban ini dalam upaya mereka untuk memahami
perilaku manusia ( lihat Gambar 6.9 ). Apa yang umumnya disebut sebagai peradaban Barat
ditelusuri asal - usulnya dari budaya, kepercayaan, dan tradisi Yunani kuno. Orang Yunani
mengembangkan konsep eîdos ( ideal ) sebagai bentuk ideal yang harus dicita - citakan dan
dicapai oleh manusia sebagai télos ( tujuan ). Dalam skema ini, pekerjaan seorang pemimpin
terdiri dari menjembatani kesenjangan antara télos sebagai keadaan ideal dan kenyataan ( atau
praktik aktual ) dengan tujuan mencapai kesempurnaan. Sebaliknya, konsep ideal atau pola dasar
yang dapat berfungsi sebagai model tindakan dan keadaan akhir yang diinginkan tidak pernah
berkembang di Tiongkok kuno. Sebaliknya, realitas di China dipandang sebagai proses yang
berasal dari interaksi antara kekuatan yang berlawanan dan saling melengkapi, atau yin dan
yang. Keteraturan tidak dihasilkan dari cita - cita yang ingin dicapai, tetapi dari kecenderungan
alami proses yang sudah bergerak. Karena penekanannya adalah pada proses saat ini yang
berkembang di sini dan saat ini, pemikiran China berfokus pada situasi kehidupan sehari - hari
yang sangat konkret dan spesifik, daripada abstraksi dari esensi bentuk ideal. Karena pemikiran
Tionghoa tidak abstrak dan menggeneralisasi dalam mencari eîdos tertinggi, tradisional Bahasa
Tionghoa tidak memasukkan kata - kata untuk esensi, Tuhan, makhluk, etika dan sejenisnya.
Memang, bahkan Bahasa China modern saat ini menggabungkan konsep - konsep ini hanya
karena kebutuhan untuk menerjemahkan konsep - konsep tersebut dari Bahasa Barat.

Strategi muncul sebagai seni mengatur sarana menuju keadaan akhir yang diinginkan. Visi dan
misi perusahaan membuat definisi konkret dari cita-cita organisasi. Para eksekutif mengelola
berdasarkan tujuan dan para pemimpin berusaha secara aktif untuk menggerakkan perusahaan
lebih dekat untuk mencapai tujuan dan cita - cita bisnis yang didefinisikan dan
diimplementasikan secara hati-hati dan publik. Tradisi Tionghoa, di sisi lain, menekankan
memposisikan diri dalam arus realitas dengan cara yang lebih pasif sehingga kita dapat
menemukan koherensi dan manfaat dari evolusi alaminya. Kinerja dalam tradisi Barat dihasilkan
dari meminimalkan kesenjangan antara tujuan dan pencapaian, yang direncanakan dan yang
dicapai. Tindakan di Barat dipandang sebagai entitas yang terpisah, gangguan eksternal terhadap
tatanan alam. Sebaliknya, di China, kinerja dihasilkan dari minimalisasi tindakan itu sendiri,
membiarkan situasi mencapai potensi penuhnya dalam hal yang menguntungkan organisasi. Oleh
karena itu, para pemimpin China fokus pada proses berkelanjutan mengikuti dinamika internal
mereka sendiri dan tanpa gangguan. Pemimpin Barat bertindak sementara pemimpin China
bertransformasi.

Manager’s Notebook.

Leading Global Organizations.

Bab ini membahas tentang bagaimana manajer individu melihat dan memahami realitas
situasional dan budaya dan kemudian memanfaatkan keterampilan dan kemampuan pribadi
mereka yang unik, termasuk pendekatan mereka terhadap kepemimpinan, untuk menyelesaikan
pekerjaan. Fondasi kepemimpinan yang berbeda dalam tradisi Timur dan Barat dapat ditelusuri
ke pemikiran China dan Yunani kuno. Fondasi ini didasarkan pada jalur terpisah yang diikuti
oleh kedua peradaban ini dalam upaya mereka untuk memahami perilaku manusia. Keberhasilan
bisnis di arena global didasarkan pada pencapaian dan pemeliharaan keunggulan kompetitif.
Dalam upaya ini, manajer dituntut dengan tanggung jawab untuk mengungguli lawan mereka
dengan menggunakan perangkat yang tersedia bagi mereka. Dalam batasan ini, manajer biasanya
memiliki banyak pilihan dalam upaya kepemimpinan mereka. Setidaknya tiga faktor ikut
bermain di sini : ciri - ciri pribadi pemimpin dan pengikut; harapan pemimpin dan pengikut,
termasuk sejauh mana harapan ini sesuai dan perilaku pemimpin yang sebenarnya di lapangan.
Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa para manajer yang ditempatkan dalam peran
kepemimpinan dapat memulai secara menguntungkan dengan memastikan bahwa mereka
memahami diri mereka sendiri sebagai calon pemimpin ( yang lebih mudah diucapkan daripada
dilakukan ), serta karakteristik pengikut dan situasi di mana mereka akan menemukan diri
mereka sendiri.

1. Pahami diri anda sebagai seorang pemimpin.


Pertimbangan ini mencakup keterampilan kepemimpinan khusus yang perlu
dikembangkan oleh manajer individu sebagai bagian dari pendekatan keseluruhan mereka
terhadap manajemen. Semakin banyak manajer yang dapat memahami bagaimana mereka
mendekati kepemimpinan serta keterampilan yang mereka miliki untuk melakukan
pekerjaan, semakin besar kemungkinan untuk sukses.
2. Memperjelas ekspektasi kepemimpinan.
Para manajer dalam penugasan global dapat dan harus bekerja lebih keras untuk
memahami keunikan lingkungan lokal dan bekerja untuk mengakomodasi perbedaan
budaya ketika mereka ada. Memahami lingkungan budaya, organisasi dan situasional
merupakan langkah pertama yang diperlukan dalam persiapan untuk memimpin
kelompok atau organisasi multikulltural. Ada banyak cara untuk melakukannya termasuk
membaca buku tentang budaya tertentu, berbicara dengan orang yang akrab dengan
berbagai budaya dan tetap membuka mata saat bepergian ke lokasi baru. Bagian utama
dari tantangan ini berkaitan dengan ekspektasi. Harapan memperjelas aturan dan peran
serta dapat mendukung upaya untuk mengurangi kecemasan karyawan tentang
bagaimana atasan mereka ( pemimpin mereka ) akan beroperasi. Dengan demikian,
kekuatan ekspektasi ini serta upaya untuk memperjelasnya tidak boleh diabaikan atau
diremehkan.
3. Kelola perilaku pemimpin.
Manajer global disarankan untuk bersikap autentik - yaitu, menjadi diri mereka sendiri
sejauh kondisi lokal memungkinkan. Tantangan bagi para manajer global adalah untuk
mencoba memahami kondisi lokal dan kemudian bertindak dengan cara otentik yang
sesuai, tetapi tidak selalu identik, dengan harapan lokal.

Anda mungkin juga menyukai

  • CH 9
    CH 9
    Dokumen15 halaman
    CH 9
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat
  • CH 10
    CH 10
    Dokumen20 halaman
    CH 10
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat
  • Contoh Laporan Case Study
    Contoh Laporan Case Study
    Dokumen12 halaman
    Contoh Laporan Case Study
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat
  • Contoh Laporan Case Study
    Contoh Laporan Case Study
    Dokumen12 halaman
    Contoh Laporan Case Study
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat
  • Asdfghjkl
    Asdfghjkl
    Dokumen1 halaman
    Asdfghjkl
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat
  • CH 2
    CH 2
    Dokumen4 halaman
    CH 2
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat
  • CH 3
    CH 3
    Dokumen5 halaman
    CH 3
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat
  • CH 4
    CH 4
    Dokumen18 halaman
    CH 4
    ShellyDoraee
    Belum ada peringkat