Anda di halaman 1dari 15

Manajemen Global Chapter 9.

Managing Work and Motivation.

Walaupun terdapat banyak model motivasi karyawan, namun hanya sedikit perusahaan yang
memasukkan pertimbangan serius mengenai perbedaan lintas batas sehingga manajer harus
mempersiapkan diri dengan memperluas pemahaman mereka tentang lingkungan kerja lokal
yang mencakup memahami nilai dan tujuan pekerjaan lokal serta kontrak psikologis yang
berlaku seperti yang dilihat oleh masyarakat setempat. Manajer juga harus memahami variasi
dalam peran manajerial - harapan yang dimiliki orang tentang apa yang harus atau tidak boleh
dilakukan manajer - lintas budaya, termasuk sistem insentif dan penghargaan karena mereka
akan meningkatkan peluang mereka untuk berhasil dalam operasi global. Dengan memiliki
pengetahuan sederhana tentang cara kerja dan tempat kerja lokal akan membuat pekerjaan
mereka lebih mudah dan lebih produktif.

Dunia Kerja.

Manajer harus mampu untuk memahami rekan kerja di tempat yang berbeda dengan cara
memahami nilai – nilai dan kepercayaan lokal yang berlaku dan meskipun perilaku orang –
orang berbeda dalam banyak hal terutama jika berbeda budaya nya, sebagian besar budaya
menunjukkan ciri budaya inti yang dapat memberikan akses konseptual ke dalam kehidupan
kerja karyawan lokal.

Nilai dan Tujuan Kerja.

Nilai - nilai kerja mencerminkan mode perilaku untuk mengejar keadaan akhir yang
diinginkan atau keyakinan individu tentang keadaan akhir yang diinginkan. Dengan
demikian, mereka memberikan fungsi yang berguna dengan cara memberikan pedoman dan
standar kepada individu untuk menentukan perilaku mereka sendiri dan mengevaluasi
perilaku orang lain. Fokusnya disini adalah untuk memahami bagaimana nilai - nilai pribadi
mempengaruhi kesediaan dan kesiapan karyawan untuk berkontribusi terhadap pencapaian
tujuan organisasi. Di samping itu, nilai - nilai pekerjaan pribadi penting karena mereka
menandakan apa yang dilihat individu dan kelompok karyawan sebagai hal yang paling
penting tentang upaya kerja mereka. Mereka juga mempengaruhi kualitas aktual dan fokus
usaha karyawan dan cara dimana berbagai karyawan dapat menanggapi strategi dan taktik
motivasi kerja ( terdapat pada tampilan 9.1 ).
Salah satu studi paling awal yang mempelajari nilai – nilai pekerjaan pribadi dari perspektif
lintas budaya dilakukan oleh George England. George England dan rekan - rekannya
berfokus pada dampak nilai - nilai tersebut pada perilaku karyawan dan menemukan
perbedaan yang signifikan antar manajer di lima negara yang mereka pelajari. Manajer
Amerika Serikat cenderung memiliki pragmatisme dan orientasi pencapaian yang tinggi dan
menuntut kompetensi dan mereka selalu menempatkan nilai tinggi pada maksimisasi
keuntungan, efisiensi organisasi, dan produktivitas. Manajer Jepang dan Korea Selatan juga
menghargai pragmatisme, kompetensi, dan prestasi, tetapi mereka lebih menekankan
pertumbuhan organisasi daripada memaksimalkan keuntungan. Manajer India menekankan
orientasi moralistik, keinginan untuk stabilitas daripada perubahan, dan pentingnya status,
martabat, prestise, dan kepatuhan dengan arahan organisasi. Manajer Australia cenderung
menekankan orientasi moralistik dan humanistik, penekanan pada pertumbuhan dan
maksimalisasi keuntungan, nilai tinggi pada kesetiaan dan kepercayaan, dan penekanan
rendah pada pencapaian individu, kesuksesan, persaingan, dan risiko.

Studi George England menjadi dasar untuk studi internasional selanjutnya tentang nilai - nilai
manajerial yang disebut proyek Arti Kerja. Studi ini mengidentifikasi makna yang mendasari
yang melekat pada individu dan kelompok untuk bekerja di enam negara industri meliputi
Belgia, Jerman, Israel, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Dalam studi ini, Jepang
ditemukan memiliki jumlah minat utama pekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Orang Amerika dan Jerman yang menempatkan nilai lebih tinggi pada waktu luang dan
interaksi sosial. Sebagian besar Orang Amerika memandang pekerjaan sebagai kewajiban
yang harus dipenuhi. Pekerja Jepang menunjukkan minat yang lebih sedikit pada hasil
ekonomi individu dari pekerjaan dibandingkan rekan Eropa dan Amerika. Hal penting disini
adalah bahwa manajer memiliki tanggung jawab ganda untuk menghindari stereotip
( misalnya, "Semua Orang Korea Selatan adalah pekerja keras" ) dan untuk belajar
beradaptasi dengan kondisi yang berubah. Kuncinya disini adalah fleksibilitas dan kesadaran.
Lingkungan kerja dan ekspektasi manajerial juga dapat berubah. Misalnya karyawan di
beberapa negara semakin menuntut partisipasi yang lebih besar dalam keputusan organisasi
besar yang memengaruhi mereka dan kolega mereka. Namun, pada saat yang sama,
pemerintah lain terlihat bergerak ke arah yang berlawanan dengan mencoba mengurangi
tunjangan karyawan, aturan kerja, dan keamanan.

Kerja dan Waktu Luang.

Menurut sebuah penelitian, karyawan Amerika dan Jepang bekerja rata - rata 1.800 jam
setiap tahun. Di Jepang lembur disebut sebagai “lembur gratis” dan dapat diperkirakan
hampir setengah dari karyawan Jepang yang berusia antara tiga puluh dan empat puluh
bekerja lebih dari enam puluh jam per minggu tetapi diberi kompensasi hanya untuk empat
puluh jam. Sedangkan menurut penelitian yang sama, rata - rata karyawan Jerman bekerja
1.440 jam per tahun. Kami juga melihat variasi dalam kebijakan liburan resmi di berbagai
negara, mulai dari satu atau dua minggu di sebagian besar Asia hingga empat atau lima
minggu di sebagian besar Eropa ( lihat Gambar 9.2 untuk contoh ).

Berikut ini terdapat beberapa negara dengan kebijakan liburan tahunan yang khas, yaitu :

 Perancis : Cuti berbayar selama dua setengah hari untuk setiap layanan sebulan penuh
sepanjang tahun.
 Jerman : Cuti berbayar delapan belas hari kerja setelah enam bulan masa kerja.
 Hong Kong ( China ) : Cuti berbayar tujuh hari setelah dua belas bulan bekerja terus
menerus dengan pemberi kerja yang sama.
 Indonesia : Cuti berbayar dua belas hari setelah dua belas bulan layanan penuh.
 Italia : Bervariasi sesuai dengan masa kerja, tetapi biasanya antara empat dan enam
minggu cuti berbayar.
 Jepang : Cuti berbayar sepuluh hari setelah dua belas bulan layanan berkelanjutan,
asalkan karyawan telah bekerja setidaknya 80 persen dari waktu ini.
 Malaysia : Bervariasi sesuai dengan masa kerja tetapi biasanya antara delapan dan
enam belas hari cuti berbayar.
 Mexico : Cuti berbayar enam hari.
 Filipina : Cuti berbayar lima hari.
 Arab Saudi : Cuti berbayar lima belas hari setelah menyelesaikan layanan
berkelanjutan selama dua belas bulan dengan pemberi kerja yang sama.
 Singapura : Cuti berbayar tujuh hari setelah dua belas bulan bekerja terus-menerus.
 Britania Raya : Tidak ada persyaratan hukum. Sebagian besar staf yang digaji
menerima cuti berbayar sekitar lima minggu, cuti berbayar untuk pekerja berdasarkan
kontrak kerja individu.
 Amerika Serikat : Tidak ada persyaratan hukum. Biasanya bervariasi berdasarkan
lama layanan dan fungsi pekerjaan, biasanya antara lima dan lima belas hari cuti
dibayar setiap tahun.

Sebagai manajer, kita harus mampu untuk mempertimbangkan efek pekerjaan terhadap
kesejahteraan karyawan dan sebagai contoh : ketika kecepatan kerja semakin cepat, masalah
yang berhubungan dengan kesehatan meningkat, terutama masalah jantung diantara pria dan
wanita akibat meningkatnya stress terkait pekerjaan. Di samping itu, teka - teki pekerjaan
versus waktu luang memberikan jalan masuk konseptual yang mudah ke dalam perbedaan
budaya, terutama yang berkaitan dengan dunia kerja. Hal ini menunjukkan betapa sentralnya
pekerjaan dalam kehidupam sebagian orang. Dengan perkembangan laju globalisasi yang
semakin cepat dan intensitas persaingan ekonomi global yang semakin meningkat, maka akan
mengubah cara orang hidup dengan cara yang tidak dibayangkan sebelumnya.

Budaya dan Psikologi Kerja.


Manajer juga harus mampu untuk mengeksplorasi bagaimana proses psikologis sosial yang
ditemukan baik di dalam individu maupun di dalam latar belakang budaya tertentu yang
dapat mempengaruhi sikap dan perilaku kerja. Fokusnya disini adalah terdapat beberapa
proses kognitif yang mempengaruhi perilaku kerja lintas budaya, yaitu kontrak psikologis,
harapan, kesetaraan, dan ekuitas, atribusi kausal, dan risiko dan ketidakpastian.

Kontrak Psikologis.

Kontrak psikologis merupakan suatu pemahaman implisit - yaitu, tidak tertulis - antara orang
- orang tentang hubungan pertukaran ( terdapat pada tampilan 9.3 ). Kontrak psikologis juga
dapat dilihat dalam kesepakatan bersama antara rekan kerja dan anggota tim. Di samping itu,
kontrak psikologis bisa renggang yang berarti dapat saling pengertian antara individu atau
kelompok namun tidak ada yang tertulis dan hal ini didasari pada persepsi dan kepercayaan
masing – masing individu atau kelompok. Berikut terdapat satu alasan mengapa kontrak
psikologis penting karena kontrak tersebut berisi informasi yang biasanya tidak dimiliki oleh
manajer baru, namun akan memengaruhi keberhasilan pekerjaannya.

Harapan, Kesetaraan, dan Ekuitas.


Kekuatan dominan dalam studi perilaku organisasi meliputi pengaruh budaya pada kognisi
dan harapan individu. Teori - teori yang ada didasarkan pada asumsi bahwa orang cenderung
membuat pilihan yang beralasan tentang perilaku mereka berdasarkan harapan mereka dan
pandangan dunia berbasis budaya dan pilihan yang sudah dibuat akan mempengaruhi hasil
dan sikap kerja terkait pekerjaan. Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan budaya
masyarakat juga dapat mempengaruhi harapan mereka. Di samping itu, penelitian telah
mengidentifikasi prinsip kesetaraan di banyak Negara Barat, dimana orang termotivasi untuk
mencapai atau memulihkan kesetaraan ( yaitu, keadilan ) antara mereka dan orang lain yang
mereka bandingkan. Prinsip ini jelas berbeda dengan prinsip kesetaraan, dimana orang
percaya bahwa setiap orang harus diberi penghargaan yang sama terlepas dari upaya atau
produktivitasnya. Banyak orang mungkin berpikir bahwa teori ekuitas akan memprediksi
bahwa keadaan ketidaksetaraan akan melibatkan karyawan perempuan yang pada akhirnya
mengarah pada strategi penyelesaian ketidaksetaraan.

Keistimewaan budaya ini menciptakan setidaknya dua batasan budaya pada tindakan manajer
dan karyawan yang dapat diterima. Batasan pertama berfokus pada analisis masalah yang
berarti penggerak budaya terkadang dapat mempengaruhi cara masalah diidentifikasi dan
dipahami oleh manajer dan karyawan. Misalnya, sementara manajer di satu negara sangat
fokus pada masalah ketidakhadiran karyawan, manajer di negara lain mungkin melihat
perilaku seperti itu lebih sebagai masalah karyawan pribadi dan dapat diterima dalam batas
yang lebih luas. Selain itu, penggerak budaya dapat mempengaruhi berbagai kemungkinan
solusi atau hasil yang dapat diterima di pihak organisasi, manajer, dan karyawan. Dengan
menggunakan contoh ketidakhadiran karyawan lagi, manajer di beberapa budaya mungkin
melihat tindakan hukuman yang ketat ( misalnya, denda keuangan atau pemutusan hubungan
kerja ) sebagai hal yang dapat diterima ketika karyawan tidak masuk kerja. Dalam budaya
lain, hal ini mungkin tampak terlalu kasar dan kurang memahami penyebab yang mendasari
ketidakhadiran dan budaya seperti ini mungkin menerima konseling tetapi tidak menerima
pemutusan hubungan kerja.

Atribusi kausal.

Teori manajemen dan motivasi di negara Barat melibatkan peran atribusi kausal dalam proses
penilaian individu. Teori atribusi sebagian besar dikembangkan di Amerika Utara
berdasarkan eksperimen laboratorium yang menggunakan sebagian besar sarjana perguruan
tinggi Anglo American. Teori ini berfokus pada bagaimana individu berusaha memahami dan
menafsirkan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Salah satu aspek dari teori ini yang telah
didemonstrasikan dalam penelitian Amerika Serikat adalah apa yang disebut bisa melayani
diri sendiri, yang menegaskan bahwa dalam situasi kelompok, pemimpin akan cenderung
menghubungkan keberhasilan kelompok dengan diri mereka sendiri dan kegagalan kelompok
dengan orang lain. Oleh karena itu, seorang manajer mungkin menyimpulkan bahwa tim
kerjanya berhasil karena keterampilan kepemimpinannya dan manajer ini mungkin
menyimpulkan bahwa timnya gagal karena kelalaian kelompok dan terlepas dari upaya
terbaiknya. Proses ini juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Dalam perbandingan orang
Korea dan Amerika, penelitian ini menemukan dukungan untuk bisa melayani diri sendiri di
antara sampel Amerika tetapi tidak di sampel Korea. Mengikuti tradisi Konfusianisme, para
pemimpin Korea menerima tanggung jawab atas kegagalan kelompok dan menghubungkan
keberhasilan kelompok dengan kemampuan anggota kelompok - kebalikan dari orang
Amerika. Maka dari itu, teori motivasi kerja harus memperhitungkan variasi budaya sebelum
pernyataan apapun dapat dibuat mengenai validitas eksternal melintasi batas negara.

Risiko dan ketidakpastian.

Geert Hofstede mengidentifikasi penghindaran ketidakpastian atau istilahnya untuk


kurangnya toleransi risiko sebagai variabel kunci dalam membedakan antar budaya dalam arti
agregat. Risiko dan ketidakpastian juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Misalnya,
perbedaan budaya telah ditemukan mempengaruhi preferensi karyawan untuk kompensasi
tetap versus variabel. Misalnya, lebih banyak Manajer Amerika yang berorientasi pada risiko
sering kali siap untuk mengubah 100 persen gaji mereka menjadi kompensasi variabel,
sementara lebih banyak Manajer Eropa yang menghindari risiko jarang berkomitmen untuk
lebih dari 10 persen. Variasi budaya dapat mempengaruhi preferensi karyawan untuk insentif
keuangan atau non – keuangan.

Mengelola insentif dan penghargaan.

Konsekuensi kinerja dapat sangat bervariasi sama seperti halnya struktur penghargaan.
Secara umum, ketika orang ditawari insentif untuk melakukan atau penghargaan untuk
kinerja yang baik ( atau bahkan hukuman untuk kinerja yang buruk ), tindakan tersebut
dipandang dan dievaluasi oleh karyawan sebagai tindakan yang pantas atau tidak pantas,
dapat diterima atau tidak dapat diterima dengan konsekuensi sikap dan perilaku yang sesuai.
Secara umum, terdapat dua jenis insentif dan penghargaan, yaitu :
 Penghargaan ekstrinsik adalah penghargaan ( atau hukuman ) yang diberikan kepada
karyawan sebagai hasil dari kinerja yang baik ( atau buruk ) dan biasanya mencakup
item seperti gaji, bonus, tunjangan, dan keamanan kerja. Mereka sebagian besar
"dikelola" oleh perusahaan, bukan karyawan, sebagai konsekuensi dari kinerjanya.
 Penghargaan intrinsik adalah penghargaan yang muncul dari melakukan pekerjaan
dengan cara yang memuaskan. Mereka sebagian besar "diatur sendiri", dengan kata
lain, karyawan mungkin merasa bangga atau puas atas pekerjaan yang dilakukan
dengan baik atau mereka menikmati waktu liburan yang mereka terima sebagai akibat
dari kerja keras.

Beberapa budaya menekankan keamanan sementara yang lain menekankan keharmonisan


dan hubungan antar - pribadi yang menyenangkan dan yang lain menekankan status dan rasa
hormat individu. Sebagai contoh, sebuah studi meneliti karyawan dari produsen peralatan
listrik multinasional besar yang beroperasi di empat puluh negara di seluruh dunia dan
menemukan persamaan penting serta perbedaan dalam hal penghargaan yang diinginkan
karyawan sebagai imbalan atas kinerja yang baik. Menariknya, di semua negara, penghargaan
terpenting yang dicari melibatkan pengakuan dan pencapaian dan yang kedua merupakan
perbaikan dalam lingkungan kerja langsung dan kondisi kerja seperti gaji dan jam kerja.
Terdapat sejumlah perbedaan yang muncul dalam hal penghargaan yang disuka seperti di
beberapa negara, seperti Inggris dan Amerika Serikat, menempatkan nilai rendah pada
keamanan kerja dibandingkan dengan pekerja di banyak negara, sementara pekerja Prancis
dan Italia menempatkan nilai tinggi pada keamanan dan tunjangan yang baik dan nilai rendah
pada pekerjaan yang menantang.

Insentif keuangan dan keadilan distributif.

Di seluruh dunia, banyak ditemukan sistem insentif berbasis prestasi atau pembayaran untuk
kinerja yang mencoba untuk menghubungkan kompensasi finansial dan peluang promosi
secara langsung dengan kinerja individu, kelompok, atau bahkan perusahaan. Manajer yang
menggunakan sistem seperti itu melihatnya sebagai pernyataan ekuitas atau dengan kata lain,
semakin tinggi kinerja seseorang, maka semakin bbesar pula imbalan berupa kontingensi
imbalan kinerja sederhana. Di samping itu, budaya lain percaya bahwa kompensasi harus
didasarkan pada keanggotaan kelompok atau upaya kelompok karena dengan demikian akan
menekankan kesetaraan. Manajer harus memahami konsep keadilan distributif lintas budaya
terutama yang berkaitan dengan individualisme atau kolektivisme. Salah satu contohnya
dapat dilihat dalam upaya perusahaan multinasional Amerika Serikat untuk menerapkan
sistem bonus berbasis individu untuk perwakilan penjualannya di anak perusahaan Denmark.
Tenaga penjualan menolak proposal karena lebih menyukai satu kelompok daripada
kelompok lainnya. Karyawan Denmark merasa bahwa semua karyawan harus menerima
bonus dalam jumlah yang sama alih - alih diberi persentase dari gaji mereka, yang
mencerminkan rasa egalitarianisme yang kuat. Dasar – dasar dari beberapa sistem insentif
telah berkembang dari waktu ke waktu sebagai tanggapan terhadap perubahan politik dan
ekonomi.

Sebagai contoh, Ekonomi China telah menunjukkan pertumbuhan yang pesat yang
dikarenakan semakin banyak pengusaha yang diizinkan untuk memulai usaha mereka sendiri
yang sebagian besar bebas dari kendali pemerintah. Beberapa perbedaan dapat dibuat antara
model insentif tradisional China dimana egalitarianisme ditekankan dan penghargaan
cenderung didasarkan pada usia, kesetiaan, dan jenis kelamin, dan model reformasi baru,
dimana prestasi menerima penekanan dan penghargaan cenderung didasarkan pada
kualifikasi, pelatihan, tingkat tanggung jawab, dan kinerja. Namun, beberapa peneliti telah
menyarankan bahwa retorika yang mendukung model reformasi jauh melampaui
implementasi yang sebenarnya hingga saat ini. Sementara itu, di Jepang, upaya untuk
memperkenalkan sistem upah berdasarkan prestasi gaya Barat sering kali menyebabkan
peningkatan biaya tenaga kerja secara keseluruhan dikarenakan perusahaan yang menerapkan
sistem reward based reward tidak dapat sekaligus menurunkan gaji pekerja yang kurang
produktif karena takut kehilangan muka dan mengganggu kerukunan kelompok, maka gaji
setiap orang cenderung meningkat. Hasil serupa mengenai cara budaya dapat mempengaruhi
sistem penghargaan serta praktik personel lainnya muncul dari sebuah studi di kalangan
karyawan perbankan di Korea Selatan. Kedua bank Korea Selatan yang diteliti dimiliki dan
dioperasikan sebagai usaha patungan dengan bank di negara lain, satu dari Jepang dan satu
dari Amerika Serikat. Dalam usaha patungan Amerika, kebijakan personalia Amerika Serikat
mendominasi praktik manajemen di bank Korea Selatan sedangkan dalam usaha patungan
Jepang, perpaduan antara kebijakan HRM Jepang dan Korea Selatan berlaku. Karyawan
dalam usaha patungan dengan bank Jepang secara signifikan lebih berkomitmen pada
organisasi daripada karyawan dalam usaha patungan Amerika Serikat. Selain itu, bank afiliasi
Jepang juga menunjukkan kinerja keuangan yang jauh lebih tinggi.

Keuntungan Karyawan.
Ketika para ekspatriat menurun dan pertumbuhan global semakin berupaya menarik bakat
lokal dari seluruh dunia, pemberi kerja yang mengabaikan kebiasaan lokal melakukannya
dengan risiko mereka sendiri. Perusahaan yang memperluas rencana opsi saham mereka ke
luar negeri sering kali menemukan bahwa sistem pajak lokal secara substansial mengurangi
pendapatan atau keuntungan motivasi. Trik bagi para manajer di sini adalah mempelajari adat
istiadat setempat dan bekerja untuk menyesuaikan manfaat perusahaan dengan kondisi
setempat. Untuk memahami sejauh mana kebiasaan ini dapat bervariasi, pertimbangkan
beberapa contoh :

 Di banyak bagian dunia, krisis keuangan di masa lalu membuat karyawan tidak terlalu
tertarik dengan rencana kompensasi yang ditangguhkan seperti rencana 401 ( k ),
yang biasanya digunakan di Amerika Serikat sebagai salah satu cara untuk menabung
untuk masa pension.
 Perusahaan India sering kali membayar biaya untuk orang tua karyawan yang sudah
lanjut usia.
 Perusahaan di China sering diminta untuk menyumbang dana perumahan, biasanya
atas dasar pencocokan, sehingga karyawan dapat membeli rumah mereka sendiri.
 Perusahaan di India dan Rusia sering mengatur hipotek rumah untuk karyawan
mereka dan bahkan terkadang membayar sebagian dari biaya hipotek bulanan.
 Pemimpin di Jepang dan Filipina secara tradisional menerima tunjangan keluarga
bulanan ( disebut tunjangan beras di Filipina dan kazoku teiate di Jepang ) di samping
gaji mereka.
 Banyak perusahaan Meksiko menawarkan perjalanan keluar dari polusi untuk
memungkinkan karyawan melarikan diri dari Kota Meksiko yang tercemar dan kota -
kota lain ke liburan di pantai Pasifik atau Teluk Meksiko. Di Meksiko juga, Hari Ibu
adalah pada hari kerja dan karyawan sering kali menerima cuti sepanjang hari untuk
membawa ibu mereka makan siang.
 Para eksekutif di Brasil dan Meksiko sering kali diberi mobil yang dikemudikan sopir
dengan jendela antipeluru untuk melindungi mereka dari penculikan.
 Seolah - olah jumlah hari libur yang tinggi tidak cukup, beberapa Pemimpin Prancis
menawarkan penggunaan vila ski dan rumah pantai milik perusahaan kepada
karyawan dengan biaya yang tidak seberapa. Manfaat semacam itu juga terkadang
terlihat di Jerman.
 Sebagai pengakuan atas sifat hukum masyarakat Amerika, banyak Perusahaan
Amerika Serikat membayar asuransi layanan hukum karyawan seperti yang mereka
lakukan pada asuransi kesehatan karyawan.

Manajer harus menemukan, memahami, dan menanggapi lingkungan kerja karena mereka
dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Di samping itu, manajer harus mengingat bahwa tidak
ada budaya atau negara yang memiliki preferensi mutlak untuk satu sistem insentif di atas
yang lain karena hampir semua budaya menggunakan kombinasi insentif ekstrinsik dan
intrinsik. Beberapa budaya lebih menekankan pada insentif yang konkret biasanya berbasis
finansial dengan keyakinan bahwa pada akhirnya uang itu penting. Yang lain dengan jelas
mengakui pentingnya uang tetapi mereka lebih memilih untuk menekankan dan mendukung
perbaikan di bidang - bidang seperti design kerja dan keterlibatan karyawan dengan
keyakinan bahwa pekerjaan yang menantang dan menarik akan memaksimalkan kontribusi
individu dan kolektif untuk pencapaian tujuan organisasi.

Gender, kompensasi, dan peluang.

Di banyak negara, perbedaan yang signifikan dapat ditemukan dalam tingkat gaji antara pria
dan wanita. Fokus disini adalah pada perbedaan statistik dasar antara apa yang dibuat oleh
pria dan wanita menurut kategori pekerjaan di berbagai negara. Untuk mencapai hal ini, kami
beralih ke studi OECD tentang kesenjangan upah gender. Beberapa perbedaan ini dapat
dijelaskan oleh fakta bahwa perempuan lebih mungkin ditemukan dalam kategori tenaga
kerja tidak tetap, yang biasanya membayar lebih rendah daripada status pekerjaan tetap.
Kesenjangan lain dapat dijelaskan dengan perbedaan ekspektasi dan norma peran jenis
kelamin di beberapa negars. Masalah ini dapat menjadi sulit untuk diselesaikan dikarenakan
alasan berikut. Ketika manajer global ditugaskan di luar negeri, apa saja pengetahuan filosofi
mereka tentang kebijakan kompensasi ? Haruskah mereka mematuhi pola upah lokal yang
berlaku ( misalnya, membayar perempuan dengan gaji lebih rendah daripada laki - laki yang
melakukan pekerjaan serupa ) atau haruskah mereka menerapkan upah yang sama untuk
kebijakan pekerjaan yang sama yang mungkin berlaku di negara asalnya ? Konflik – konflik
nilai ini menggambarkan tantangan lain yang dihadapi manajer yang bekerja di penugasan
asing.

Manager’s Notebook.

Managing Work and Motivation.


Nilai - nilai pekerjaan pribadi mencerminkan keyakinan individu tentang keadaan akhir yang
diinginkan atau mode perilaku untuk mengejar keadaan akhir yang diinginkan. Mereka
memberikan pedoman dan standar kepada individu untuk menentukan perilaku mereka
sendiri dan mengevaluasi perilaku orang lain dan mereka penting karena mereka memberi
sinyal apa yang dilihat individu dan kelompok karyawan sebagai yang paling penting tentang
upaya kerja mereka serta mereka juga mempengaruhi kualitas aktual dan fokus usaha
karyawan dan cara dimana berbagai karyawan dapat menanggapi strategi dan taktik motivasi
kerja. Kontrak psikologis mewakili pemahaman implisit antara orang - orang tentang
hubungan pertukaran. Di tempat kerja, hal ini paling sering terlihat dalam kesepakatan yang
dirasakan antara supervisor dan karyawan mengenai tawar – menawar upah. Kontrak ini juga
dapat dilihat dalam kesepakatan bersama antara rekan kerja dan anggota tim namun mereka
bisa renggang yang artinya bahwa mereka saling memahami antara individu atau kelompok
namun tidak ada yang tertulis. Alasan kontrak psikologis menjadi penting bagi manajer baru
adalah karena kontrak tersebut berisi informasi yang biasanya tidak akan mereka miliki,
tetapi akan memengaruhi keberhasilan pekerjaan mereka. Penelitian telah mengidentifikasi
prinsip kesetaraan di banyak Negara Barat di mana orang termotivasi untuk mencapai atau
memulihkan kesetaraan ( yaitu, keadilan ) antara mereka dan orang lain yang mereka
bandingkan. Organisasi yang kompetitif membutuhkan semua karyawannya yang berjuang
atas nama tujuan dan sasaran organisasi. Tantangan bagi manajer global adalah untuk
mencapai hal ini dalam konteks kerja di mana perilaku sering ditentukan oleh variasi budaya
di luar kendali mereka.

Selain itu, negara yang berbeda sering kali menggunakan strategi motivasi dan manajerial
yang berbeda untuk menyelesaikan pekerjaan. Jika perilaku karyawan sangat penting untuk
keberhasilan organisasi dan jika budaya mempengaruhi perilaku tersebut, maka itu
merupakan pengaruh besar pada daya saing akhir perusahaan. Pengetahuan tentang fakta ini
serta pemahaman tentang bagaimana budaya mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan
merupakan aset strategis penting bagi manajer global di dunia yang sangat kompetitif.
Berdasarkan hal ini, ada tiga strategi dalam mengelola pekerjaan dan motivasi, yaitu :
 Pahami lingkungan kerja lokal.
- Memahami lingkungan kerja lokal, termasuk nilai-nilai pekerjaan pribadi dan
kontrak psikologis.
- Memahami keseimbangan kehidupan kerja lokal.
- Membangun hubungan kerja yang produktif dengan bawahan dan orang lain.
 Pahami batasan perusahaan pada penghargaan.
- Memahami ekspektasi dan sumber daya perusahaan terkait ekspektasi dan
penghargaan kinerja.
- Kembangkan program insentif dan kompensasi jangka Panjang.
- Kembangkan fleksibilitas manajerial agar sesuai dengan situasi lokal.
 Kelola harapan dan penghargaan karyawan.
- Ciptakan ekspektasi karyawan yang realistis tentang tawar – menawar upah.
- Mengembangkan dan memperkuat kontrak psikologis yang dipahami dan diterima
bersama.
- Mengelola distribusi penghargaan yang adil dan merata seperti yang terlihat secara
lokal, tidak hanya secara organisasi.

1. Pahami lingkungan kerja lokal.


Nilai kerja, insentif, dan penghargaan sering kali sangat bervariasi antar budaya.
Individu yang ditugaskan untuk bekerja atau mengelola budaya asing perlu
memahami lingkungan kerja lokal agar berhasil ( terdapat pada tampilan 9.5 ).
Individu tersebut harus membaca dan berdiskusi dengan orang - orang dari budaya
lokal. Hal ini juga membutuhkan pengamatan yang jelas dan kemauan untuk belajar
dan beradaptasi pada keadaan yang berubah – ubah. Semakin banyak manajer yang
mengetahui dan memahami tentang tempat kerja baru sebelum kedatangan mereka,
semakin besar peluang untuk sukses.
2. Pahami batasan perusahaan pada penghargaan.
Organisasi menghadapi tekanan ekuitas dari dua bidang. Di satu sisi, karyawan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki posisi serupa di negara
tempat mereka beroperasi. Di sisi lain, individu dengan posisi yang sama di negara
yang berbeda mungkin dibayar sangat berbeda tetapi bekerja berdampingan di
lingkungan virtual atau di tempat. Misalnya, banyak maskapai penerbangan
internasional membayar pramugari sesuai dengan lingkungan upah lokal mereka
(yaitu, negara tempat mereka dipekerjakan dan ditempatkan secara resmi ), meskipun
mereka bekerja berdampingan di dalam kabin. Untuk mengatasi masalah ini,
organisasi sering kali membuat kebijakan perusahaan yang memberikan kelonggaran
untuk mengakomodasi kondisi lokal seperti ketersediaan dan kualitas program
kesehatan, tetapi pada saat yang sama menetapkan serangkaian parameter untuk
memandu insentif dan penghargaan di seluruh lokasi. Manajer individu memiliki
keleluasaan terbatas dalam seberapa banyak mereka dapat menawarkan dalam hal
penghargaan. Dengan demikian, mereka perlu memahami apa kendala negara asal
yang harus mereka tangani saat mereka bekerja untuk memotivasi tenaga kerja.
3. Kelola ekspektasi dan penghargaan.
Manajer dapat bekerja keras untuk menciptakan ekspektasi pekerjaan yang realistis.
termasuk didalamnya berterus terang tentang pekerjaan apa yang diperlukan dan apa
yang diharapkan dari karyawan lokal. Selain itu, manajer juga dapat bersikap
transparan mengenai imbalan spesifik apa yang secara realistis tersedia sebagai
imbalan atas upaya kerja karyawan termasuk didalamnya berterus terang kepada
karyawan mengenai imbalan yang tersedia untuk kinerja yang unggul, serta
konsekuensi potensial dari kinerja yang buruk. Ilustrasi terkenal tentang hal ini dari
beberapa tahun lalu melibatkan sebuah perusahaan otomotif yang meminta
karyawannya untuk bekerja dua kali lipat selama tahun mendatang untuk
meningkatkan produktivitas dan neraca perusahaan. Satu tahun kemudian para
eksekutif perusahaan mengumumkan bahwa, karena produktivitas yang meningkat,
banyak karyawannya yang di - PHK karena tidak lagi dibutuhkan. Manajer memiliki
tanggung jawab untuk menyeimbangkan dan mengelola ekspektasi jangka panjang
dengan hasil dan penghargaan.

Anda mungkin juga menyukai