Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Sikap dan Kepuasan Kerja”

Dosen Pengampu : Kristin Juwita,SE.,MM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Perilaku Organisasi

Disusun oleh :

1. Muhammad Anang Ma’Ruf (1961303)

2. Muhammad Izzaq Fernando (1961109)

KP2 Manajemen 2019

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

PGRI DEWANTARA

JOMBANG

2021

Pembahasan
A. Komponen Utama Sikap

Struktur Sikap

Dilihat dari struicturnya, sikap terdiri atas tiga komponen yaitu komponen

kognitif, komponen afektif, dankomponen konatif. Komponen kognitif berupa

keyakinan seseorang (behavior belief dan group belief), komponen afektif

menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek

kecenderungan bertindak sesuai dengan sikap- nya. Komponen afektif atau aspek

emosional biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap, yang paling

bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap.

(Azwar, 1988:17-18).

Komponen Kognitif

Komponen Kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki

individu mengenai sesuatu. Persepsi dan kepercayaan seseorang mengenai objek

sikap berwujud pandangan (opini) dan sering kali merupakan stereotipe atau

sesuatu yang telah terpolakan dalam pikirannya. Komponen kognitif dari sikap

ini tidak selalu akurat. Kadang-kadang kepercayaan justru timbul tanpa adanya

informasi yang tepat mengenai suatu objek. Kebutuhan emosional bahkan sering

merupakan determinan utama bagi terbentuknya kepercayaan.

Komponen Afektif

Komponen afektif melibatkan perasaan atau emosi. Reaksi emosional kita

terhadap suatu objek akan membentuk sikap positif atau negatif terhadap objek

tersebut. Reaksi emosional ini banyak ditentukan oleh kepercayaan terhadap

suatu objek, yakni kepercayaan suatu objek baik atau tidak baik, bermanfaat atau

tidak bermanfaat.

Komponen Konatif
Komponen konatif atau kecenderungan bertindak (berperilaku) dalam diri

seseorang berkaitan dengan objek sikap. Perilaku seseorang dalam situasi tertentu

dan dalam situasi menghadapi stimulus tertentu, banyak ditentukan oleh

kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan

berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini

membentuk sikap individual (Azwar,1988:21).

B. Sikap Kerja Yang Utama

Dalam konteks situasi kerja, terdapat beberapa sikap yang merupakan bentuk

evaluasi terhadap pekerjaan dan lingkungannya:

1. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

Menjelaskan perasaan positif atau negatif terhadap pekerjaan, menurut

evaluasi terhadap karakterstik pekerjaan tersebut.

2. Keterlibatan Kerja (Job Involvement)

Mengukur derajat seseorang mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya

dan menganggap kinerja mereka penting bagi harga diri mereka.

3. Komitemen terhadap Organisasi (Organizational Commitment)

Mengukur derajat seseorang mengidentifikasikan diri terhadap organisasinya

dan ingin tetap sebagi anggotanya.

4. Persepsi Dukungan Organisasi (Perceived Organizational Support)

Merupakan taraf karyawan meyakini bahwa organisasi menghargai

kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka.

C. Kepuasan Kerja dan Kinerja


Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang

menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan

jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Robbins (2003:78)

Faktor–faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Robbins (1996:181-182)

adalah sebagai berikut:

1. Pekerjaan yang Secara Mental Menantang

Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi mereka

kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dengan

menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik. Dengan demikian

pekerjaan tidak menimbulkan kebosanan.

2. Gaji atau Upah yang Pantas

Para karyawan, termasuk saya tentunya, menginginkan sistem upah dan

kebijakan promosi yang adil dan sesuai dengan pengharapan mereka. Bila upah

dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat

keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar

akan dihasilkan kepuasan.

3. Kondisi Kerja yang Mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun

untuk mempermudah mengerjakan tugas yang baik. Studi membuktikan bahwa

karyawan lebih menyukai keadaan sekitar yang aman, tidak berbahaya, dan tidak

merepotkan.

4. Rekan Kerja yang Mendukung

Bagi kebanyakan karyawan, bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi

sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila mempunyai rekan kerja
yang ramah dan mendukung akan mengarah ke kepuasan kerja yang meningkat.

Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.

5. Kesesuaian Kepribadian dengan Pekerjaan

Teori “kesesuaian kepribadian–pekerjaan” Holland menyimpulkan bahwa

kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan okupasi akan

menghasilkan seorang individu yang lebih terpuaskan. Orang–orang dengan tipe

kepribadian yang sama dengan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang besar

untuk berhasil dalam pekerjaannya, sehingga mereka juga akan mendapatkan

kepuasan yang tinggi.

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh

seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya. Mangkunegara (2005:9)

Menurut Gibson (2002:56), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan

adalah sebagai berikut:

1. Atribut Individu

Dengan adanya berbagai atribut yang melekat pada individu, tentu dapat

membedakan individu yang satu dengan yang lainnya.

Faktor ini merupakan kecakapan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang

telah ditentukan, terdiri dari:

 Karakteristik demografi. Misalnya: umur, jenis kelamin, dan lain-lain.

 Karakteristik kompetensi. Misalnya : bakat, kecerdasan, kemampuan,

keterampilan, dan sebagainya.


 Karakteristik psikologi. Misalnya: nilai-nilai yang dianut seperti sikap

dan perilaku.

2. Kemauan Untuk Bekerja

Berbagai atribut yang melekat pada individu dapat pula menunjukan adanya

kesempatan yang sama dalam mencapai suatu prestasi. Untuk mencapai kinerja

yang baik diperlukan usaha dan kemauan untuk bekerja keras, karena kemauan

merupakan suatu kekuatan pada individu yang dapat memicu usaha kerja yang

lebih terarah dalam melakukan suatu pekerjaan.

3. Dukungan Organisasi

Dalam mencapai tujuan karyawan yang tinggi diperlukan adanya dukungan atas

kesempatan dari organisasi atau perusahaan. Hal ini dilakukan untuk

mengantisipasi keterbatasan baik dari karyawan maupun dari perusahaan.

Misalnya: perlengkapan peralatan dan kelengkapan kejelasan dalam memberikan

informasi.

Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan

Telah banyak studi yang mengkaji dampak dari ketidakpuasan kerja. Hal yang

akan digaris bawahi di sini adalah dampak ketidakpuasan kerja terhadap kinerja

di mana para ahli berpendapat bahwa kinerja setara dengan kepuasan kerja.

Artinya, kinerja dapat ditingkatkan setara dengan peningkatan kepuasan kerjanya.

Bisa dibilang kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari kinerja atau

sebaliknya.

Berdasarkan banyak penelitian, pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja

karyawan dapat dijelaskan dengan beberapa faktor.


Mayoritas hasil menunjukkan skor tertinggi indikator kepuasan kerja terdapat

pada indikator kepuasan terhadap gaji.

Misalnya jika besaran gaji pokok yang akan diterima karyawan itu berdasarkan

hitungan jumlah target kerja yang dapat diselesaikan oleh karyawan, maka

mereka akan berusaha lebih keras untuk menunjukkan kinerja yang prima demi

gaji yang lebih tinggi.

Selain itu, faktor lainnya yang juga sering muncul dalam penelitian adalah beban

kerja, di mana pekerjaan yang terlalu santai dan tidak menantang akan membuat

pekerja bosan dan tidak semangat bekerja.

Ini merupakan faktor yang juga diungkapkan oleh Robbins (1996:181-182).

D. Kepuasan Kerja dan OCB

Menurut Greenberg dan Baron (2003) yang dikutip dalam dalam Sugandi,

(2013), OCB adalah tindakan yang dilakukan anggota organisasi yang melebihi

dari ketentuan formal pekerjaannya. Berdasarkan pendapat tersebut OCB

merupakan suatu perilaku extra-role (tidak tercantum dalam job description serta

tidak berkaitan dengan system reward) yang dilakukan oleh karyawan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi atau perusahaan. Organisasi

tergantung pada perilaku OCB dari karyawan untuk mau membantu koleganya

yang sedang mempunyai masalah, menciptakan suatu iklim kerja yang positif,

dengan sabar menghadapi gangguan tanpa mengeluh dan menjaga asset yang

dimiliki organisasi (Lovell, 1999 dalam Darmawati, 2012). Perilaku ini muncul

karena adanya rasa ikut menjadi bagian atau anggota dari organisasi serta

perasaan puas apabila dapat memberikan sesuatu yang lebih pada organisasi.
Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behaviour

Seseorang yang memiliki kepuasan dalam bekerja akan memiliki kesediaan

untuk melakukan hal yang lebih diluar tanggung jawab formalnya. Kesediaan

inilah yang kemudian dikenal sebagai organizational citizenship behaviour

(OCB). Dalam sejumlah literatur menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku

individu yang secara sukarela melaksanakan tugas-tugas di luar

tanggungjawabnya dan berdampak positif bagi organisasi atau kepada anggota

kelompoknya (Borman & Motowidlo 1993; Organi 1998). Karyawan yang puas

lebih cenderung untuk melakukan pekerjaannya melebihi job-description yang

seharusnya, karena mereka ingin membalas pengalaman positif mereka dalam

bekerja (Sloat, 1999 dalam Sugandi, 2013).

Dalam banyak hasil penelitian terkait OCB, telah teridentifikasi bahwa

kepuasan kerja merupakan prediktor yang potensial terhadap OCB (Dala 2005;

LePine dkk 2002; Organan & Ryan 1995). Secara sederhana dapat dipahami

bahwa ketika individu merasa puas terhadap pekerjaannya maka perilaku OCB

yang dihasilkan merupakan bentuk penghargaan individu terhadap organisasi

tempat individu tersebut bekerja dan telah memberikan rasa puas terhadap

individu tersebut. Bowling (2009) juga memberikan dukungan bahwa kepuasan

kerja mempunyai pengaruh yang sginifikan terhadap OCB. Dari pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa, ketika karyawan merasakan kepuasan

terhadap pekerjaan yang dilakukannya, maka hal ini dapat mempengaruhi

organizational citizenship behavior (OCB).

E. Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan adalah keluaran dari proses kinerja sebuah perusahaan

yang dirasakan oleh seorang konsumen, dimana hasilnya sesuai dengan harapan
konsumen tersebut (Kotler, 2000). Seorang pelanggan akan terpuaskan jika

harapannya terpenuhi dan merasa sangat gembira jika harapannya terlampaui.

Kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan kualitas, dimana akan berdampak

langsung pada prestasi produk.

Peltier and Dahl (2009) menyatakan bahwa karyawan di dalam industri jasa

mempengaruhi kepuasan konsumen. Salah satu cara penting untuk melihat bahwa

karyawan mempengaruhi kinerja organisasi adalah interaksinya dengan

pelanggan. Jika karyawan memberikan pelayanan / service yang baik kepada

pelanggan, tentu pelanggan akan merasa terpuaskan sehingga nantinya akan loyal

pada perusahaan. Sebaliknya, jika karyawan tidak memberikan pelayanan dengan

baik, maka pelanggan tidak merasa puas dan cenderung meninggalkan organisasi

untuk beralih ke organisasi lain yang mampu memberikan kepuasan yang

optimal. Persaingan yang semakin ketat menuntut sebuah lembaga penyedia

jasa/layanan untuk selalu memanjakan konsumen/pelanggan dengan memberikan

pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa

perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya. Oleh

karena itu, sebuah perusahaan tidak cukup hanya mengejar kepuasan pelanggan.

Perusahaan harus mencari dan menciptakan pelanggan baru serta tetap

mempertahankan pelanggan-pelanggan setia yang sudah ada. Menurut Ellitan

dalam Marianah (2012) bahwa memberikan pelayanan-pelayanan unggul

merupakan sebuah strategi yang menang karena menghasilkan lebih banyak

pelanggan baru, lebih sedikit kehilangan pelanggan, lebih banyak penyekatan

dari persaingan harga dan lebih sedikit kesalahan yang membutuhkan kinerja

pelayanan. Pelayanan merupakan komponen nilai pokok yang menggerakan

setiap perusahaan untuk sukses.


Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh dan

mempertahankan kepuasan pelanggan adalah dengan mempertahankan sekaligus

meningkatkan kinerja karyawan. Mempertahankan sekaligus meningkatkan

kinerja karyawan agar tetap baik merupakan pekerjaan yang sulit dilakukan oleh

perusahaan jasa. Hal ini terjadi karena yang mereka jual adalah jasa/pelayanan

kepada pelanggan. Jika pelanggan tidak merasa terpuaskan, dapat menandakan

terjadinya penurunan kinerja karyawan. Kinerja karyawan diperlukan agar mutu

pelayanan kepada pelanggan tetap tinggi sesuai dengan harapan perusahaan.

Tranggono (2008) dalam penelitiannya memperoleh kesimpulan bahwa kinerja

karyawan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik

kinerja karyawan, maka konsumen akan semakin terpuaskan. Pelanggan akan

menyatakan puas, jika perusahaan yang diwakili karyawan mereka mampu

memberikan kinerja layanan sesuai dengan harapan konsumen. Hal ini akan

menyebabkan konsumen melakukan pembelian ulang atas jasa yang ditawarkan

perusahaan. Jadi, kepuasan pelanggan akan terbentuk jika karyawan berkinerja

tinggi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan

F. Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran

Ketidakhadiran kerja (Absenteisme) ini merupakan salah satu bentuk

ungkapan ketidakpuasan kerja dalam bentuk pengabaian/ neglect. Respon

pengabaian ini merupakan ungkapan ketidakpuasan kerja karyawan yang

dinyatakan dengan respon secara pasif dengan membiarkan kondisi yang ada

semakin memburuk (Swansburg, 1999). Ketidakhadiran ini juga merupakan

factor penting dari pelaksanaan disiplin kerja. Padahal disiplin kerja memegang

peranan penting bagi kelangsungan kerja sebuah organisasi, termasuk sebuah


organisasi rumahsakit. Dengan disiplin kerja yang tinggi dari karyawan akan

berdampak positif terhadap tercapai efektivitas dan efisien kerja yang berarti

produktivitas kerja akan tercapai, Ini berarti tingkat kehadiran karyawan juga

sangat menentukan produktivitas kerja. Semakin tinggi tingkat kehadiran

karyawan maka akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan sebuah organisasi.

Kepuasan dengan apa yang diperoleh dari organisasi rumah sakit akan

memberikan lebih dari yang diharapkan perawat sehingga ia akan terus berusaha

memperbaiki kinerja dan prestasi kerjanya. Sebaliknya perawat yang kepuasan

kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan

membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa, hal ini dapat mempengaruhi

semangat kerja karyawan. Padahal motivasi maupun semangat kerja merupakan

salah satu faktor yang penting bagi karyawan dalam pelaksanaan tugasnya.

Adanya semangat kerja, menjadikan karyawan akan lebih giat dalam bekerja

sehingga diharapkan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya dapat

dilaksanakan lebih baik dan hasilnyapun dapat memperoleh hasil yang maksimal

(Swansburg, 1999).

Menurunnya semangat kerja karyawan akan mempunyai dampak yang besar

bagi organisasi/perusahaan. Dampak tersebut antara lain tingkat ketidakhadiran

(absenteeism) yang tinggi, banyaknya perpindahan karyawan, kerusakan alat

yang tinggi, selain itu juga berhubungan dengan penurunan prestasi kerja dan

produktivitas kerja. Tingkat ketidakhadiran (absenteeism) dan tingkat permintaan

berhenti / pergantian (turnover) dari karyawan yang tinggi, merupakan salah satu

bentuk ungkapan/konsekuensi dari ketidakpuasan perawat (Chaouis, 2000).

G. Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan


Pengaruh perputaran tenaga kerja terhadap kepuasan kerja yaitu jika

kepuasan kerja meningkat maka perputaran kerja menurun, begitu juga

sebaliknya, jika perputaran kerja meningkat maka kepuasan kerja menurun, hal

ini dapat kita lihat dari seberapa lama seorang karyawan mampu untuk bertahan

disebuah perusahaan, semakin dia merasa puas maka semakin lama dia akan

bertahan diperusahaan tersebut, dan jika karyawan tidak merasa puas, banyak

karyawan yang masuk dan keluar dari perusahaan tersebut.

Sumber daya manusia dapat mempengaruhi pemikiran manajemen melalui

sistem rekrutmen dengan kualifikasi yang tepat untuk menduduki suatu jabatan.

Dengan kualifikasi dan keahlian yang tepat, maka sumber daya manusia itu

benar-benar berguna bagi perusahaan sehingga manajemen perusahaan bisa

menciptakan keunggulan kompetitif melalui karyawan yang direkrutnya.

Kepuasan kerja merupakan pokok utama seorang karyawan untuk bertahan

dalam sebuah perusahaan, dan perusahaan yang baik mampu membuat

karyawannya terus bertahan diperusahaan tersebut serta loyal terhadap

perusahaan.

H. Kepuasan Kerja dan Perilaku menyimpang di tempat kerja

Secara teoritis, perilaku menyimpang (workplace deviance) didefinisikan

sebagai suatu perilaku yang sengaja dilakukan dan bertentangan dengan norma-

norma yang berlaku dalam organisasi sehingga dapat mengancam

keberlangsungan organisasi atau anggota, atau bahkan keduanya (Bennett dan

Robinson, 2000). Basis filosofi yang dapat digunakan untuk menjelaskan adanya

perilaku menyimpang adalah teori kontrak psikologis (psychological contract).

Teori kontrak psikologis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana ada
kesepahaman timbalbalik antara seseorang dengan organisasi, Vantilborgh et al.

(2012).

Ada dua bentuk perilaku menyimpang berdasarkan masingmasing

antesedennya yaitu (1) interpersonal dan (2) organisasional. Penyimpangan

interpersonal merupakan tipe yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik

anggota dalam suatu organisasi, sedangkan jenis penyimpangan organisasional

muncul sebagai akibat dari faktorfaktor organisasi atau konteks, Berry et al.

(2007); Hershcovis et al.(2007); Lee dan Allen, 2002; Chen et al.(2015) Perilaku

menyimpang memberikan pengaruh yang negatif bagi keberlangsungan

organisasi. Dalam konteks organisasi pemerintah, perilaku menyimpang dapat

menyebabkan munculnya ketidakpercayaan (mistrust) publik, hilangnya

sumberdaya ekonomi, tidak tercapainya tujuan pembangunan yang telah

ditetapkan pemerintah dan bahkan berdampak pada pertumbuhan PDB maupun

tenaga kerja. Robinson dan Bennet (1997) menjelaskan bahwa deviant behavior

seringkali menghasilkan suatu kejadian spesifik yang memicu seseorang untuk

bertindak. Kejadian - kejadian spesifik tersebut dapat berupa tekanan finansial,

tekanan sosial, perlakuan yang tidak adil, kemiskinan, perubahan organisasional,

atau tekanan lainnya untuk menyebabkan seorang anggota merasa berbeda dari

kondisi yang umum. Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya

perilakuperilaku negatif di tempat kerja. Adejoh dan Adejoh (2013) menjelaskan

bahwa pelayan publik seringkali memperlihatkan perilaku menyimpang sehingga

menimbulkan rasa tidak nyaman bagi masyarakat. Fagbohungbe et al.(2012) juga

merangkum hasil-hasil riset dan menyebutkan bahwa perilaku negatif yang sering

muncul adalah perilaku agresif seperti berbohong, menyebarkan rumor, tidak

mau berusaha dan ketidakhadiran. Perilaku-perilaku negatif tersebut sangat


bertentangan dengan norma norma organisasi dan merupakan jenis perilaku

antisosial.

Daftar Pustaka

https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/download/9191/pdf

https://econsydia.wordpress.com/perilaku-organisasi/sikap-kepuasan-kerja/

https://www.finansialku.com/kepuasan-kerja-berpengaruh-terhadap-kinerja/
https://media.neliti.com/media/publications/174167-ID-pengaruh-kepuasan-

kerja-terhadap-organiz.pdf

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmbk/article/download/6997/5246

https://media.neliti.com/media/publications/105844-ID-hubungan-antara-

ketidakhadiran-dan-kepua.pdf

Anda mungkin juga menyukai