Anda di halaman 1dari 10

Tugas 

Review:

EVALUASI PEMBELAJARAN

OLEH :

ONI SULASTRI
A1N118050

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
TES HASIL BELAJAR
Tujuan utama penilaian pendidikan adalah untuk keperluan akuntabilitas dan
untuk perbaikan kualitas institusi dan keefektifan pembelajaran. Penilaian untuk
tujuan akuntabilitas dilakukan agar dapat memberikan pertimbangan tentang nilai,
harga, atau pertanggung-jawaban sekolah atau institusi pendidikan kepada para
pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya. Penilaian perbaikan kualitas
dilakukan oleh pengelola pendidikan yang bertujuan untuk memberikan informasi
tentang pengelolaan pendidikan dan untuk pengambilan keputusan tentang perbaikan
kualitas pembelajaran.
kemampuan menyusun instrumen penilaian yang berkualitas tidak hanya bersifat
pengetahuan atau pemahaman, tetapi lebih berupa keterampilan. Untuk itu maka, agar
dapat menjadi penulis tes yang baik harus dipenuhi terlebih dahulu beberapa syarat
berikut:
1. Menguasai pedoman penulisan tes atau memiliki pendidikan atau pernah
mengikuti training penulisan tes.
2. Menguasai materi yang akan dites.
3. Memahami ciri-ciri peserta tes yang akan dites atau diuji.
4. Mampu membahasakan gagasan atau ide tes dengan baik dan tepat.
5. Mampu merumuskan dengan tepat perilaku yang diukur.
6. Memahami atau mengetahui adanya kelebihan dan kelemahan masing-masing
bentuk tes.
BATASAN DAN LINGKUP TES HASIL BELAJAR

1. Batasan Tes
Menurut Hopkins dan Antes (1990) tes adalah suatu instrumen, alat atau prosedur
yang berisikan sejumlah tugas yang harus dijawab oleh siswa yang hasilnya dapat
digunakan untuk mengukur suatu ciri tertentu. Melalui jawaban seseorang atas
pertanyaan dalam tes diperoleh suatu ukuran (yaitu nilai numerik) mengenai
karakteristik orang tersebut. Menurut Nitko (1996), tes adalah suatu instrumen atau
suatu prosedur sistematis untuk mengamati dan mendeskripsikan satu atau lebih
karakteristik siswa dengan menggunakan skala yang berbentuk angka atau skema
klasifikasi tertentu. Dengan demikian maka tes berarti mengukur karakteristik atau
perilaku seseorang dan memeriksanya dengan bantuan suatu skala numerik atau
sistem kategori tertentu. Suatu tes disusun, dilaksanakan, dan dipakai untuk
memberikan skor kepada siswa berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Tes adalah suatu instrumen yang berguna untuk mendiagnosa kekuatan dan
kelemahan siswa, mengetahui perkembangan siswa, menentukan peringkat siswa, dan
menentukan keefektifan pembelajaran. Secara lebih operasional tes bertujuan untuk:

1) mengetahui kelebihan, kelemahan, kepribadian, dan karakteristik belajar guna


penetapan teknik pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa;
2) Membantu guru dalam mendiagnosa apa yang telah dan belum dipelajari
siswa secara perorangan sehingga proses pembelajaran dapat disesuaikan
dengan kebutuhan siswa;
3) Membantu guru dalam mengidentifikasi perkembangan belajar siswa secara
keseluruhan untuk mengetahui materi apa yang memerlukan penguatan atau
pembelajaran remedial dan kapan kelas itu siap beralih pada pelajaran
selanjutnya;
4) Membantu guru dalam merencanakan materi pelajaran yang tepat,
menetapkan materi apa yang perlu diperdalam, dan bagaimana mengatur dan
mengelolah kelas sebagai lingkungan belajar;
5) Membantu guru dalam menilai capaian siswa dalam pembelajaran,
penempatan pada kelas tertentu, pemberian sertifikat, dan/atau penentuan
kelulusan.

2. Karakteristik Tes yang Baik

Untuk mengukur kesesuaian, efisiensi, dan kemantapan suatu tes, dipergunakan


beberapa kriteria kualitas tes, misalnya: validitas dan reliabilitas tes. Validitas adalah
kemampuan suatu tes untuk mengukur sasaran ukurnya. Sedangkan reliabilitas tes
berarti tingkat keajegan atau konsistensi skor tes.

Menurut Ebel (1986), suatu tes yang baik harus memenuhi 10 kriteria, yaitu:

1. Relevan, yakni harus mengukur perilaku yang seharusnya diukur, hal ini
menyangkut validitas tes,
2. Adanya keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan jumlah butir
tes yang mewakilinya, hal ini berkaitan dengan indikator yang diukur,
3. Efisiensi waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tes, pemberian skor, dan
pengadministrasiannya,
4. Obyektif dalam pemberian skor dan penafsiran hasil tes,
5. Mengukur materi pelajaran yang sudah diajarkan di kelas;
6. Tingkat kesukaran setiap butir tes harus dikendalikan sedemikian rupa
sehingga benar-benar sesuai dengan kemampuan subyek yang akan diukur;
7. Setiap butir tes harus mampu membedakan kelompok siswa yang pandai dan
yang kurang pandai;
8. Perangkat tes yang dibuat harus reliabel (konsisten);
9. Jujur dan adil dalam pelaksanaan pengujian dan dalam penskoran hasil tes;
10. Disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
Menurut (Brown, 1983), dari 10 kriteria tes tersebut yang paling diutamakan
adalah validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, daya beda, dan keefektifan pengecoh.
3. Sasaran Ukur Tes
Tujuan utama tes adalah untuk mengkuantifikasi hasil belajar siswa. Hasil belajar
dapat diukur dari tinggi rendahnya kemampuan siswa dalam belajar yang ditunjukkan
dengan adanya perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Perubahan perilaku
sebagai akibat dari belajar dapat diklasifikasikan dalam aspek-aspek tertentu.
Bloom (1987) mengelompokkan hasil belajar atas tiga aspek, yaitu: (1) aspek
kognitif berhubungan dengan perubahan pengetahuan, (2) aspek afektif berhubungan
dengan perkembangan atau perubahan sikap, dan (3) aspek psikomotor berhubungan
dengan penguasaan keterampilan motorik. Aspek kognitif dibagi menjadi enam
tingkatan yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Keenam aspek ini dapat dinyatakan dalam bentuk perilaku akhir yang
mengisyaratkan unjuk kerja siswa yang akan didemonstrasikan pada akhir
pembelajaran.

1) Ingatan (C1) adalah kemampuan memanggil kembali pengetahuan dan


informasi relevan yang telah tersimpan dalam memori jangka panjang.
2) Pemahaman (C2) adalah kemampuan membangun arti dari pesan-pesan
pembelajaran, baik secara lisan, tulisan, ataupun melalui komunikasi grafis.
3) Aplikasi (C3) adalah kemampuan menggunakan cara atau prosedur dalam
situasi tertentu.
4) Analisis (C4) adalah kemampuan menguraikan materi ke dalam bagian-bagian
dan menentukan hubungan antara bagian serta menghubungkannya dengan
keseluruhan bagian.
5) Sintesis (C5) adalah kemampuan menggabungkan unsur-unsur menjadi suatu
bentuk baru yang berhubungan keseluruhan secara logis serta membuat suatu
produk baru yang orisinil.
6) Evaluasi (C6) adalah kemampuan membuat pertimbangan berdasarkan kriteria
dan standar tertentu.
PERENCANAAN TES HASIL BELAJAR

1. Acuan Penulisan tes

Dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai berikut: (1) Tes harus
mengukur materi sesuai indikator yang tercantum dalam kurikulum dan telah
dipelajari oleh siswa; (2) tes disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili
bahan yang telah dipelajari; (3) tes hendaknya disusun sesuai dengan tujuan
penggunaan tes itu sendiri, dalam hal ini tes dapat disusun untuk keperluan:

a. Pretest atau posttest. Pretest diberikan sebelum pelajaran berlangsung,


untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap bahan yang akan diajarkan
(entry behavior). Posttest diberikan sesudah pelajaran berlangsung. Bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai bahan yang telah
diajarkan. Pertanyaan pretest dan posttest sedapat mungkin dibuat sama
(paralel) agar hasilnya dapat dibandingkan untuk mengetahui keberhasilan
proses belajar mengajar.
b. Mastery test: bertujuan untuk mengukur penguasaan minimal guna
menentukan ketuntasan belajar siswa.
c. Tes diagnostik: bertujuan untuk mengetahui apakah siswa mengalami kesulitan
pada bagian tertentu dari pelajaran yang telah diberikan. Tes ini
dititikberatkan pada bahan dimana siswa sering berbuat kesalahan.
d. Tes formatif; tes yag dilakukan pada akhir pokok bahasan tertentu dalam
proses pembelajaran yang bertujuan untuk menilai kemajuan belajar siswa dan
untuk memberikan umpan balik bagi guru dan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung.
e. Tes sumatif diberikan setelah kegiatan pembelajaran diselesaikan
dalam satu periode tertentu. Tes sumatif bertujuan untuk mengumpulkan data
tentang daya serap siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan.
2. Jumlah Butir Tes

Jumlah butir tes berhubungan langsung dengan keterwakilan indikator-indikator


yang hendak diukur. Makin banyak butir tes yang digunakan maka tingkat
keterwakilan indikator semakin tinggi. Beberapa hal yang harus direncanakan
sehubungan dengan jumlah butir tes adalah: (a) jumlah keseluruhan butir; (b) jumlah
butir pada setiap indikator; (c) jumlah butir pada setiap bentuk tes; dan (d) jumlah
butir tes pada setiap level ranah kognitif.
Selain itu beberapa pertimbangan lain dalam merencanakan suatu tes adalah: (a)
Apakah menggunakan open book atau closed book? (b) Apakah frekuensi
pelaksanaan tes sering atau jarang? (c) Apakah pelaksanaan tes diumumkan
sebelumnya atau mendadak; (d) Bagaimana cara pemberian tes, apakah secara lisan
ataukah secara tertulis? (e) Berapa lama waktu yang tersedia untuk
pengadministrasian tes itu? Dengan mempertimbangkan beberapa hal ini maka guru
dapat menentukan berapa banyak butir tes yang akan digunakan dan bagaimana
distribusi tingkat kesukaran butir tes itu.
Dalam hubungan dengan distribusi tingkat kesukaran, sebaiknya butir-butir tes
yang mempunyai tingkat kesukaran yang rendah diletakkan di awal tes sedangkan
butir tes yang paling sulit diletakkan di akhir tes. Hal ini dimaksudkan agar dapat
mendorong peserta tes untuk mengerjakan seluruh butir tes.

3. Pembuatan Kisi-kisi Tes

Setiap penulis tes harus selalu berpedoman pada langkah-langkah atau


kaidah-kaidah penulisan tes, misalnya mengacu pada kisi-kisi tes yang telah dibuat
sesuai dengan target pembelajaran yang hendak diukur. Kisi-kisi tes diartikan sebagai
suatu format atau matriks yang memuat sejumlah kriteria yang diperlukan dalam
penyusunan tes.
Kisi-kisi tes dibuat untuk memudahkan pensampelan indikator yang hendak
diukur. Kisi-kisi tes yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:

1) menggambarkan keterwakilan standar kompetensi, kompetensi dasar,


indikator, dan materi pelajaran yang hendak diukur,
2) komponen yang membentuk kisi-kisi tes harus jelas, rinci dan mudah
dipahami,
3) setiap indikator dapat dituliskan butir-butir tesnya.

4. Pemilihan Bentuk Tes

Ada kesalahpahaman umum yang terjadi dikalangan pengguna tes, yaitu


anggapan yang menyatakan bahwa tes esai lebih baik dalam mengukur hasil belajar
siswa dibanding dengan tes obyektif. Namun sebenarnya masing-masing bentuk tes
mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri (akan dibahas pada bab selanjutnya).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masing-masing bentuk tes mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam mengukur ranah kognitif tertentu. Butir tes esai
yang benar dapat mengukur ranah kognitif yang manapun seperti yang dapat diukur
oleh butir tes pilihan ganda (tes obyektif) yang benar, atau sebaliknya.
Sebagai ilustrasi, berikut ini hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang
Sisjian (1993) yang membandingkan efektivitas tes bentuk esai, pilihan ganda, dan
benar salah dalam pengungkapan perbedaan individual dalam hal pemahaman
konsep, pengetahuan tentang proses, kemampuan analisis, penalaran analogis dan
penalaran kausal, dengan perbandingan jumlah butir tes 1: 14: 16 untuk bentuk
uraian, pilihan ganda dan benar salah pada masing-masing jenis kemampuan yang
diukur. Temuan yang dilaporkan di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Tes bentuk benar-salah jika digunakan pada ujian bidang sosiologi
antropologi, efektif untuk mengungkapkan kemampuan pemahaman konsep
dan kemampuan analisis, sedangkan pada bidang fisika tidak cocok untuk
digunakan.
2. Tes bentuk pilihan ganda cukup efektif mengungkapkan pengetahuan proses
pada bidang sosiologi dan efektif mengungkapkan kemampuan analisis dan
penalaran hubungan kausal pada bidang fisika.
3. Tes bentuk uraian pada bidang sosiologi cukup efektif untuk mengungkapkan
kemampuan penalaran analogis dan hubungan kausal sedangkan dibidang
fisika bentuk tes ini efektif mengungkapkan penalaran analogis, pengetahuan
tentang proses dan pemahaman tentang konsep.
4. Pemahaman konsep, hasil tes pilihan ganda, benar salah, dan uraian
berkorelasi tinggi baik pada bidang sosiologi maupun fisika.
5. Pada pengungkapan pengetahuan tentang proses, hasil ketiga bentuk tes
tersebut berkorelasi tinggi pada bidang fisika, tetapi pada bidang sosiologi
yang berkorelasi tinggi hanya antara hasil tes uraian dengan pilihan ganda.
6. Pengungkapan kemampuan analisis, hasil ketiga bentuk tes tersebut
berkorelasi tinggi baik pada sosiologi maupun fisika.
7. Kemampuan penalaran analogis, hasil tes uraian berkorelasi tinggi baik
dengan hasil tes pilihan ganda maupun tes benar salah.
8. Pengukapan penalaran hubungan kausal, tidak ada hubungan antara hasil tes
uraian, pilihan ganda, dan benar salah, baik pada bidang sosiologi maupun
fisika.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa dari segi penjenjangan kemampuan


siswa, umumnya sejalan baik dari hasil tes yang menggunakan bentuk uraian, pilihan
ganda, maupun benar salah. Dengan kata lain jika hasil tes digunakan untuk seleksi,
misalnya, tidak ada masalah (dari teknis metodologis) dengan digunakannnya bentuk
tes pilihan ganda maupun uraian. Hal lain yang terlihat dari hasil penelitian di atas
bahwa efektivitas setiap bentuk tes dapat berbeda menurut bidang yang diujikan dan
menurut tingkat dan jenis kemampuan kognitif yang hendak diungkapkan.
Selain itu, para guru disarankan untuk lebih mendalami kelebihan dan kelemahan
masing-masing bentuk tes dalam pengukuran hasil belajar siswa. Sehingga
memungkinkan untuk memilih bentuk tes yang paling tepat.

Anda mungkin juga menyukai