https://doi.org/10.35880/inspirasi.v11i1.182
Adang Kurniadi
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Barat, Cipageran Cimahi
Jawa Barat
ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk membangun nilai etika dan moral di era pandemik
COVID-19 yang dilakukan oleh pemimpin organisasi Gugus Tugas COVID-19.
Penelitian dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Obyek penelitian adalah
masyarakat sebanyak 100 orang pada saat pelaksanaan kebijakan pemerintah
dalam hal adaptasi kebiasaan baru menggunakan teori Moral dan Etika, dilakukan
secara internal dan eksternal masa penanganan pandemik COVID-19 yang melanda
masyarakat dengan rentang waktu penelitian selama 3 bulan sejak diberlakukannya
adaptasi kebiasaan baru. Hasil penelitian menunjukan secara fundamental adaptasi
kebiasaan baru berpengaruh baik secara positif maupun negatif terhadap budaya
masyarakat dalam meningkatkan solidaritas. Menguatnya solidaritas publik,
masyarakat semakin peduli saat pandemi. Gugus tugas banyak melakukan aksi
kemanusiaan yang baik bagi masyarakat terdampak.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar etika dan moral, namun pada
kenyataannya hanya sebagian orang yang dapat mengimplimentasikan Etika dan Moral yang
baik. Etika dan moral menjadi sangat penting karena dalam dunia sehari-hari perlu didukung
oleh sikap dalam tutur kata yang baik dan tingkah laku (perbuatan) yang baik pula.
Begitupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jika kehidupan berbangsa
dan bernegara tidak berlandaskan etika dan moral tentu kehidupan ini akan menemui
masalah-masalah yang sulit dipecahkan karena setiap individu mengedepankan ego masing-
masing tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Dalam kaitannya dengan integritas
pemimpin, kedua hal ini sangat berkaitan erat karena integritas bersumber dari nilai etika dan
moral yang diterapkan dalam sebuah organisasi.
Dalam kesempatan ini penulis melakukan observasi dalam membangun nilai etika
dan moral di era pandemic covid-19, disebabakan semakin meningkatnya kasus Covid-19 di
negara kita, hal ini antara lain terjadi karena masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan
sebagai dampak dari tidak diindahkannya nilai etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari di
masa pandemi ini.
Dampak pandemi Covid-19 tidak hanya bermuara pada masalah kesehatan, tetapi
melebar pada seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya, politik, dan masalah
lainnya. Kondisi ini merupakan cermin dari kurangnya disiplin masyarakat, dan masih
lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap penerapan
protokol kesehatan, serta masih belum berfungsinya Gugus Tugas Pencegahan Penyebaran
Covid-19 secara optimal dalam mengedukasi, mengkomunikasikan dan menginformasikan
persoalan covid-19 kepada seluruh lapisan masyarakat.
Sudah seharusnya penanganan pandemi Covid-19 ini mengedepankan etika dan
moral, agar seluruh permasalahan penanganan Covid-19 ini bisa semakin baik yang
ditunjukkan dengan semakin turunnya jumlah kasus baru, meningkatnya jumlah pasien
sembuh, dan masyarakat semakin disiplin dalam menerapkan kebiasaan baru, memakai
masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
TINJAUAN TEORITIS
Etika dan moral
Secara bahasa etika berasal dari bahasa Yunani; ethos; yang berarti adat istiadat
(kebiasaan), kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Dalam kamus umum bahasa
Indonesia, etika diartikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika
berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Menurut istilah etika adalah
ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Konsep etika bersifat
humanistis dan anthropocentris, karena didasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan
pada perbuatan manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan yang dihasilkan oleh akal
manusia (Abubakar, 2018; Susanto Arleen, 2009)
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan
dengan empat hal sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia. Membahas tentang baik dan buruknya tingkah laku dan
perbuatan manusia
2. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil
pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula universal.
3. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap
sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan
dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih
berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia.
4. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai
dengan tuntutan zaman.
Dari segi bahasa, moral berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos
yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa
moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Dari segi istilah, moral
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, kehendak,
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 1, Juni 2021 69
pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau
buruk, benar atau salah. Acuan moral adalah system nilai yang hidup dan diberlakukan dalam
masyarakat.Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi
kehidupan manusia (Irhandayaningsih, 2013; Samawi, 1998)
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) merupakan suatu realitas abstrak
dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang
dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran.
Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra
adalah kejujuran itu.
Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu
keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk
norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang
berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia
bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya.Misalnya, nilai ketakwaan.
Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
METODE PENELITIAN
Artikel ini akan menggunakan metode kualitatif deskriptif yang menekankan
interpretasi peneliti dalam penelitian. Teknik interpretasi dilakukan sebagaimana yang
disampaikan oleh Stake dalam Qualitative Research: Studying How Things Work yakni
interpretasi mikro dan interpretasi makro. Interpretasi mikro berskala kecil, berorientasi pada
pengalaman perseorangan, dan merupakan pemikiran yang situasional pada suatu hal
tertentu. Sementara interpretasi makro berada pada skala yang lebih luas, berorientasi pada
masyarakat/ sosial, dan merupakan pemikiran yang universal. Kedua teknik interpretasi ini
akan digunakan untuk membentuk artikel yang menyeluruh dan detail, namun seringkali hasil
penelitian kualitatif berupa interpretasi mikro (Stake, 2010).
permukaan tangan tidak terlihat kotor. Namun, apabila tangan kotor maka bersihkan
menggunakan sabun dan air mengalir. Cara mencucinya pun harus sesuai dengan
standar yang ada, yakni meliputi 5 langkah mencucitangan, yaitu tangan bagian
dalam, punggung, sela-sela, ibu jari, mengunci jemari dan memutar ujung-ujung jari.
Dalam kondisi tangan yang belum bersih, sebisa mungkin hindari menyentuh area
wajah, khususnya mata, hidung, dan mulut., karena tangan kita bisa jadi terdapat virus
yang didapatkan dari aktivitas yang kita lakukan, jika tangan kotor ini digunakan untuk
menyentuh wajah, khususnya di bagian yang sudah disebutkan sebelumnya, maka
virus dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh.
7. Terapkan etika batuk dan bersin
Ketika kita batuk atau bersin, tubuh akan mengeluarkan virus dari dalam tubuh. Jika
virus itu mengenai dan terpapar ke orang lain, maka orang lain bisa terinfeksi virus
yang berasal dari tubuh kita. Terlepas apakah kita memiliki virus corona atau tidak,
etika batuk dan bersin harus tetap diterapkan. Caranya, tutup mulut dan hidung
menggunakan lengan atas bagian dalam. Selain dengan lengan, bisa juga menutup
mulut dan hidung menggunakan kain tisu yang setelahnya harus langsung dibuang ke
tempat sampah.
8. Pakai masker
Bagi Anda yang memiliki gejala gangguan pernapasan, kenakanlah masker medis ke
mana pun saat Anda keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain. Setelah
digunakan (masker medis hanya bisa digunakan 1 kali dan harus segera diganti),
jangan lupa buang masker di tempat sampah yang tertutup dan cuci tangan setelah
itu.
9. Jaga jarak (phisical distancing)
Untuk menghindari terjadinya paparan virus dari orang ke orang lain, kita harus
senantiasa menjaga jarak dengan orang lain minimal 1 meter. Terlebih, jika orang
tersebut menunjukkan gejala gangguan pernapasan. Jaga jarak juga dikenal dengan
istilah physical distancing. Kita dilarang untuk mendatangi kerumunan, meminimalisir
kontak fisik dengan orang lain, dan tidak mengadakan acara yang mengundang banyak
orang.
10. Isolasi mandiri
Bagi Anda yang merasa tidak sehat, seperti mengalami demam, batuk / pilek / nyeri
tenggorokan / sesak napas, diminta untuk secara sadar dan sukarela melakukan isolasi
mandiri di dalam rumah. Tetap berada di dalam rumah dan tidak mendatangi tempat
kerja, sekolah, atau tempat umum lainnya karena memiliki risiko infeksi Covid-19 dan
menularkannya ke orang lain.
Salah satu contoh kasus kurangnya penerapan nilai etika dan moral dalam kehidupan
sehari-hari khususnya dalam kondisi pandemi saat ini adalah sebagai berikut: Biaya
Rapid Test hingga Rp 425.000, Ada Bisnis di Atas Bencana? Pemeriksaan rapid test
sudah menjadi syarat untuk masyarakat bepergian di era new normal. Biaya mahal
yang diterapkan Rumah Sakit (RS)/Klinik memunculkan isu ada pihak yang
memanfaatkan pandemi Corona untuk bisnis rapid test.
Berdasarkan telusuran detikcom di tiga RS di Jakarta, masing-masing menerapkan
harga yang berbeda ada yang Rp 290.000, Rp 350.000, hingga Rp 425.000. Padahal
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai batasan
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 1, Juni 2021 72
tarif rapid test antibodi untuk COVID-19 maksimal Rp 150.000 yang ditetapkan 6 Juli
2020.
Dengan pemerintah menetapkan harga maksimal Rp 150.000, seharusnya pihak
RS/Klinik bisa mengikuti kebijakan tersebut agar tidak terkesan mengambil
keuntungan lebih.
Dengan harga impor alat rapid test yang US$ 3 atau Rp 45.000 (kurs Rp 15.000/US$),
pihak RS/Klinik seharusnya bisa menetapkan harga Rp 150.000.
"Harga impor US$ 3 (satu rapid test). US$ 3 tuh berapa sih Rp 43.000, anggap saja Rp
45.000 deh. Terus ongkos yang lain itu apa apa apa kenapa dijual Rp 350.000?
Menurut saya (maksimal) Rp 150.000 fair lah artinya harus dapat keuntungan nanti
ada tenaga dokter lah, ada penyediaan tempat lah dan sebagainya. kita nggak bisa
bilang impor US$ 3 terus dijual Rp 50.000 itu nggak mungkin juga, tapi jangan Rp
350.000," ungkapnya.
Karena terlihat bagaimana pihak-pihak tertentu memanfaatkan bencana di Negara kita
sebagai suatu ladang untuk menguntungkan diri sendiri padahal sudah jelas bahwa
nilai kemanusiaan menjadi nilai yang sangat penting untuk diutamakan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
PENUTUP
1. Bahwa untuk keluar dari masalah pandemic covid-19, tidak hanya terletak pada
bahaya yang ditimbulkan oleh virus corona itu sendiri, tetapi lebih kepada
kedisiplinan setiap individu dalam mematuhi protokol kesehatan sesuai etika dan
moral yang berlaku.
2. Peranan pemimpin yang berintegritas dengan menanamkan nilai etika dan moral
sangatlah diperlukan untuk membangun kesadaran masyarakat dalam
memhadapi/perang dengan pandemi covid-19.
3. Dalam menjalani Adaptasi Kehidupan Baru diharapkan semua elemen tidak
memanfaatkan situasi untuk memperkaya diri.
JURNAL INSPIRASI Vol. 12 No. 1, Juni 2021 73
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, R. R. T. (2018). PERSEPSI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP PELANGGARAN
ETIKA. Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu Dan Praktek Administrasi,
(Vol 15, No 2 (2018): Jurnal Ilmu Administrasi), 163–178. Retrieved from
http://jia.stialanbandung.ac.id/index.php/jia/article/view/149
Daroeso, B. (1989). Dasar Dan konsep pendidikan moral pancasila.
Irhandayaningsih, A. (2013). PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: MENYIKAPI
DEKANDENSI MORAL DI KALANGAN GENERASI MUDA. HUMANIKA, (Vol 17, No 1: Juni
2013). Retrieved from
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/view/5315/4776
Samawi, A. (1998). Pandangan Filsafat Hedonisme tentang Pendidikan Moral. Ilmu Pendidikan:
Jurnal Kajian Teori Dan Praktik Kependidikan, (Vol 25, No 1 (1998)).
Shidik D, 2008, Etika Administrasi Dalam Pelayanan Publik, IIP, Edisi 1, JIA-Fakultas Ilmu
Administrasi (FIA) UNSUB.
------- Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV Sistem Administrasi Negara
Republik Indonesia (SANRI) Lembaga Administrasi Negara 2008
Susanto Arleen, Y. K. H. (2009). Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi
Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan
Publik. Jurnal Akuntansi Dan Auditing Indonesia, (Vol 13, No 2 (2009)). Retrieved from
https://journal.uii.ac.id/JAAI/article/view/2270/2071
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/18/103200465/simak-panduan- protokol-
kesehatan-pencegahan-covid-19-untuk-sambut-new?page=all.
Nur Rohmi Aida, Inggried Dwi Wedhaswary, "Positif Covid-19 Tanpa Gejala, Bisakah Sembuh
Sendiri”, Jumat, 01 Mei 2020 | 09:03 WIB Sumber: Kompas.com