Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MANDIRI MATA KULIAH SOSIOLOGI HUKUM

PENGANTAR SOSIOLOGI HUKUM


Dosen Pengasuh : Indra Primahardani, SH, MH

Disusun oleh :

SITI NURLELA (1905124705)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Mengikuti Mata Kuliah Sosiologi
Hukum

Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Pendidikan


Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “ pengantar sosiologi
hokum “

Selanjutnya kami ucapakan terimakasih kepada bapak Indra Primahardani, SH, MH


sebagai dosen pembimbing dan teman-teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini dengan baik, dan kami sangat menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun untuk kelancaran tugas-tugas selanjunya.

Demikian yang dapat kami sampaikan kami berharap semoga makalah ini dapat pahami
oleh siapapun yang membacanya dan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dalam penulisan makalah ini.

Pekanbaru, 12 september 2021

Siti Nurlela
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................5
1.3 Tujuan penulisan makalah.................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
2.1 Definisi..............................................................................................................................................6
2.1.1 definisi hokum............................................................................................................................6
2.1.2 defenisi masyarakat....................................................................................................................7
2.2 fungsi Hukum....................................................................................................................................7
2.3 Peran serta masyarakat....................................................................................................................11
2.4 Efektivitas hokum............................................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................................16
PENUTUP.................................................................................................................................................16
Kesimpulan............................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang dewasa
ini.Bahkan, kebanyakan penelitian hukum sekarang di Indonesia dilakukan dengan
menggunakan metode yang berkaitan dengan sosialisasi hukum. Pada prinsipnya, sosiologi
hukum ( sosiologi of Law ) merupakan derifatif atau cabang dari ilmu sosiologi, bukan cabang
dari ilmu hukum. Memang, ada study tentang hukum yang berkeanan dengan masyarakat yang
merupakan cabang dari ilmu hukum, tetapi tidak disebut sebagai sosiologi hukum, melainkan
disebut sebagai sociological jurispudence.

Disamping itu, ada kekhawatiran dari ahli sosiologi terhadap perkembangan sosiologi
hukum mengingat sosiologi bertugas hanya untuk mendeskrisipkan fakta-fakta.Sedangkan ilmu
hukum berbicara tentang nilai-nilai dimana nilai-nilai ini memang ingin dihindari oleh ilmu
sosiologi sejak semula.Kekhawatiran tersebut adalah berkenaan dengan kemungkinan
dijerumuskannya ilmu sosiologi oleh sosiologi hukum untuk membahas nilai-nilai. Sebagaimana
diketahui, bahwa pembahasan tentang nilai-nilai sama sekali bukan urusan ilmu sosiologi.

Sosiologi hukum meruapakan juga derifatif dari ilmu hukum sehingga harus juga
menelaah masalah-masalah normatif yang sarat dengan nilai-nilai. Fungsi hukum dalam
masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung dari berbagai faktor dan keadaan
masyarakat.Disamping itu.fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda
dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih berfungsi
untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur sosial yang
diharapkan oleh masyarakat.Namun dalam masyarakat yang sudah maju, hukum menjadi lebih
umum, abstrak dan lebih berjarak dengan konteksnya. Oleh karna itu di dalam makalah ini akan
di bahas mengenai definisi hokum, fungsi hokum, definisi masyarakat, peran serta masyarakat
dan efektititas hokum.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi Hukum dan masyarakat ?


2. Apa fungsi hokum ?
3. Bagaimana peran serta masyarakat ?
4. Bagaimana efektivitas hokum ?

1.3 Tujuan penulisan makalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian hokum dan masyarakat


2. Untuk mengetahui fungsi hokum
3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat
4. Untuk mengetahui efektivitas hukum
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi

2.1.1 definisi hokum


Hokum adalah himpunan peraturan – peraturan yang buat oleh penguasa Negara secara
resmi melalui peraturan hokum untuk mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat yang
bersifat memaksa dan memiliki sanksi yang harus di penuhi oleh masyarakat. Sunaryati hartono
memberikan definisi hokum yaitu hokum tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang tetapi
menyangkut dan mengatur berbgai aktivitas manusia di dalam hidup bermasyarakat.

Dari sudut sejarah, sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang Itali yang
bernama Anzilotti, pada tahun 1882. Ilmu ini diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang
berlakuartinya isi dan bentuknya berubahubah menurut waktu dan tempat, dengan bantuan faktor
kemasyarakatan.beberapa pendapat para sarjana terkait dengan pengertian/definisi sosiologi
hukum antara lain :

a. Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara
analitis dan empiris menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum
dengan gejala-gejala lainnya
b. Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum
terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial
c. R. Otje Salman, Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis
d. H.L.A. Hart H.L.A. Hart, Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hokum
memngandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di
dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat.
2.1.2 defenisi masyarakat
masyarakat adalah masyarakat atau community dalam bahasa inggris atau juga
komunitas. Secara etimologis “ community” berasal dari kommunitat yang berakar pada
comunete atau comman. Community mempunyai dua arti yaitu :

a. Sebagai kelompok social yang bertempat tinggal di lokasi tertentu, memiliki kebudayaan
dan sejarah yang sama
b. Sebagai suatu pemuliman yang terkecil di atasnya ada kota kecil (town), dan di atas kota
kecil ada kota atau kota besar

Wilkinson (1986) berpendapat bahwa komunitas adalah manusia yang hidup bersama dalam
ekologi setempat dengan batasan wilayah yang bias.tatapi beliau menulis kebiasaan batasan
adalah tidak relevan apabila dijadikan salah satu pencaharian karakteristik utama dari suatu
komunitas atau lingkungan.

Hillery (1995) dan lewis (1977) mengemukakan komunitas, bahwa komunitas melibatkan
manusia. Wilaayah dan tempat tinggal juga menjadi elemen dalam pembangunan masyarakat.
Tetapi., tidak semua penulis menambahkan wilayah, tanah, atau batas wilayah dalam definisi
komu nitas mereka.

Thomas Hobber mengemukakan bahwa komunitas adalah sebuah proses alamiah dimana
orangorang yang hidup bersama untuk memaksimalkan kepentingan mereka, Hobbes merasa
bahwa kepentingan diri sendiri dapat ditemukan dalam kelompok.

Dalam pengertian sosiologi, Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena
manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan
anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari
kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan. Emile
Durkheim (1951) menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif
secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
2.2 fungsi Hukum

Dalam kajian ilmu hukum paling tidak ada tiga factor yang menjadi parameter sebuah
produk hukum dapat berfungsi dengan baik, yakni :

a. Berfungsi secara Filosofis


Setiap masyarakat selalu mempunyai Rechtsidee, yakni apa yang masyarakat harapkan
dari hukum, misalnya hukum diharapkan untuk menjamin adanya keadilan, kemanfaatan
dan ketertiban maupun kesejahteraan. Cita hukum atau rechtsidee tumbuh dalam system
nilai masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mereka tentang individual dan
kemasyarakatan dan lain sebagainya termasuk pandangan tentang dunia ghaib. Semua ini
bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan mengenai inti atau hakikat sesuatu.
Hukum diharapkan dapat mencerminkan sistem nilai baik sebagai sarana yang
melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku
masyarakat. Menurut Rudolf Stammler, cita hukum adalah konstruksi pikiran yang
merupakan keharusan untuk mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan
masyarakat. Selanjutnya Gustav Radburg seorang ahli filsafat hukum menyatakan bahwa
cita hukum berfungsi sebagai tolok ukur yang bersifat regulative dan konstruktif Dakam
pembentukan peraturan perundang-undangan proses terwujudnya nilai-nilai yang
terkandung cita hukum ke dalam norma hukum tergantung pada tingkat kesadaran dan
penghayatan akan nilai-nilai tersebut oleh para pembentuk hukum. Tiadanya kesadaran
akan nilai-nilai tersebutdapat menjadi kesenjangan antara cita hukum dan norma hukum
yang dibuat. Oleh karena itu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki
cita hukum Pancasila sekaligus sebagai norma fundamental Negara, sudah seharusnya
setiap hukum yang akan dibuat hendaknya diwarnai dan dialiri nilai-nilai yang
terkandung di dalam cita hukum tersebut.
b. Berfungsi secara Sosiologis/Empiris Dasar keberfungsian secara sosiologis/empirisa
maksudnya adalah jika para warga masyarakat mematuhi hukum dimana hukum itu
diberlakukan. Keberlakuan empiris dapat dilihat melalui sarana penelitian empiris tentang
perilaku warga masyarakat. Jika dalam penelitian tewrsebut tampak bahwa masyarakat
berperilaku dengan mengacu kepada keseluruhan kaidah hukum, maka terdapat
keberlakuan empiris kaidah hukum. Dengan demikian norma hukum mencerminkan
kenyatan yang hidup dalam masyarakat. Dengan dasar sosiologis sebuah produk hukum
yang dibuat dan diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan. Soerjono
Soekanto dan Purnadi Purbacaraka menambahkan ada dua landasan teoritis sebagai dasar
sosiologis berfungsinya suatu kaidah hukum, yakni :
a. Teori Kekuasaan, secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa,
terlepas diterima atau tidak oleh masyarakat.
b. Teori Pengakuan, kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat
tempat hukum itu berlaku.

Terkait dengan keberlakuan empiris kaidah hukum dalam masyarakat, Lawrence M.


Friedman menyatakan bahwa The legal system is not a machine, it is run by human
being.Interdepedensi fungsional selalu akan Nampak dalam proses
pemberlakuan/penegakan hukum. Lebih lanjut Friedman juga menyebutkan bahwa paling
tidak ada tiga komponen yang cukup dominan yang mempengaruhi proses penegakan
hukum, yakni, pertama adalah komponen structural. Komponen structural dalam hal ini
adalah bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan
terhadap keseluruhan.

Yang kedua adalah komponen substansi hukum. Substansi disini dimaksudkan sebagai
aturan, norma, pola perilaku nyata manusia yang berada pada system tersebut
( komponen structural), mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang
mereka susun. Kualitas komponen substansi sangat dipengaruhi oleh kualitas komponen
struktural. Apabila komponen strukturalnya bagius maka komponen substansinya pasti
bagus. Komponen structural yang bagus dalam hal ini bisa di maksudkan siapapun
orangorang yang berada dalam struktur system dimana memiliki kewenangan melahirkan
sebuah produk hukum, haruslah mereka yang memiliki integritas dan kapabelitas atau
katakanlah mereka yang professional dan bermoral.
Yang ketiga adalah komponen kultural atau budaya hukum, dalam hal ini sikap manusia
dan system hukum, kepercayaan, nilai pemikiran serta harapannya. Dengan kata lain
kultur hukum adalah suasana pikiran sosial yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari dan disalahgunakan. Tanpa kultur hukum atau budaya hukum maka
hukum tak berdaya, seperti ikan mati yang terkapar dikeranjang dan bukan seperti ikan
hidup yang berenang di laut.

Secara singkat cara lain untuk menggambarkan ketiga komponen/ unsur dalam system
hukum itu adalah sebagai berikut :1) struktur diibaratkan sebagai mesin; 2) substansi
adalah apa yang dikerjakan dan apa yang dihasilkan oleh mesin tersebut; dan 3) kultur
atau budaya hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk
menghidupkan atau mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu
digunakan.

c. Berfungsi secara Yuridis

Keberfungsian yuridis atau normative suatu peraturan atau kaidah jika kaidah itu
merupakan bagian dari suatu kaidah hukum tertentu yang di dalam kaidah-kaidah hukum
saling menunjuk yang satu terhadap yang lain. Sistem kaidah hukum yang demikian itu
terdiri atas suatu keseluruhan hirarki kaidah hukum khusus yang bertumpu pada kaidah
hukum umum. Di dalamnya kaidah hukum khusus yang lebih rendah diderivasi dari
kaidah hukum yang lebih tinggi. Sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen bahwa
keberfungsian yuridis sebuah kaidah hukum tidak dapat dilepaskan dari teori hukum
murni. Keberfungsian yuridis dari kaidah hukum diperinci dengan syarat-syarat :
pertama, keharusan adanya kewenangan dari pembuat hukum. Setiap produk hukum
harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Jika tidak maka yang terjadi
adalah batal demi hukum. Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara
hukum. Misalnya peraturan perundangundangan formal di Indonesia harus dibuat secara
bersama-sama anatara presiden dengan DPR. Jika tidak maka Undang-Undang tersebut
batal demi hukum. Kedua, keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis atau hukum
dengan materi yang diatur. Ketidaksesuaian bentuk ini dapat menjadi alasan untuk
membatalkan produk hukum tersebut. Misalnya jika UUD 1945 atau Undang-Undang
terdahulu menyatakan bahwa sesuatu harus diatur oleh Undang-Undang, maka dalam
bentuk Undang-Undanglah hal tersebut diatur. Kalau kemudian diatur dalam bentuk lain
misalnya dalam Keputusan Presiden maka keputusan tersebut dapat dibatalkan. Ketiga,
keharusan mengikuti cara-cara tertentu. Apabila cara-cara tersebut tidak diikuti, produk
hukum tersebut batal demi hukum atau belum/ tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat. Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan produk hukum (peraturan
perundang-undangan ) yang lebih tinggi. Sehingga sebuah Undang-Undang tidak boleh
mengandung kaidah yang bertentangan dengan UUD.

Sangatlah tidak mungkin hukum hanya lihat dari fungsi filosofisnya semata-mata
tanpa menyatukannya dengan fungsi sosiologis dan fungsi yuridis. Jika hukum hanya
memandang penting fungsi filosofis maka letak hukum hanya sampai pada tataran recht
idee semata-mata. Dan sebaliknya apabila hukum hanya melihat fungsi yuridis tanpa
mempertimbangkan fungsi sosiologinya, maka yang terjadi adalah kesewenang-
wenangan.

Hukum sebagai sarana perubahan sosial yang dalam hubungannya dengan sektor hukum
merupakan salah satu kajian penting dari disiplin sosiologi hukum. Hubungan antara
perubahan sosial dan sektor hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti
terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap sektor hukum sementara dipihak lain
perubahan hukum juga berpengaruh terhadap suatu perubahan sosial. Perubahan
kekuasaan yang dapat mempengaruhi perubahan sosial sejalan dengan salahsatu fungsi
hukum, yakni hukum sebagai saranaperubahansosialatausaranarekayasamasyarakat.
Fungsi hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung pada berbagai
faktor dan keadaan masyarakat. Disamping itu, fungsi hukum dalam masyarakat yang
belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam
setiap masyarakat hukum lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat
dan jaminan pencapaian struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat.

2.3 Peran serta masyarakat

Berkenaan dengan pengaturan peran serta masyarakat dalam pemerintahan dan


penyelenggaraan negara, ditemukan 2 ( dua) peraturan yakni dalam Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 1999 tentang Tata Cara pelaksanaan Peran serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Negara. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (2) memberikan
pengertian bahwa yang di maksud dengan peran serta masyarakat adalah peran serta aktif
masyarakat untuk ikut serta mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi & nepotisme, yang dilaksanakan dengan mentaati norma hukum, moral, dan
sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan bentuk peran serta masyarakat diatur dalam
Pasal 2 menyatakan bahwa ; “ Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara untuk
mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dilaksanakan dalam bentuk :

a. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan Negara


b. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara Negara
c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan
penyelenggara Negara
d. Hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal Melaksanakan haknya sebagaimana di
maksud dalam huruf a, b dan c. Dan Diminta hadir dalam proses penyelidikan,
penyidikan dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi dan saksi ahli, sesuai
dengan peraturan - perundangan yang berlaku,

Partisipasi dapat diartikan sebagai ikut serta, berperan serta dalam setiap kegiatan, mulai dari
perencanaan sampai dengan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan peraturan
daerah dapat di kategorikan sebagai partisipasi politik. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki arti bahwa ada peran serta atau keikutsertaan (mengawasi, mengontrol, dan
mempengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan pembentukan peraturan mulai dari
perencanaan sampai dengan evaluasi pelaksanaan peraturan daerah.
2.4 Efektivitas hokum

Efektifitas hukum berarti bahwa orang benar- benar berbuat sesuai dengan norma-norma
hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan
dipatuhi. Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya
keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan
antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas adalah
kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu
organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.

Jadi efektivitas hokum menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator efektivitas
dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan sebuah
pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Tujuan
hukum adalah untuk mencapai kedamaian dengan mewujudkan kepastian dan keadilan dalam
masyarakat. Kepastian hokum menghendaki perumusan kaedah-kaedah hokum yang berlaku umum,
yang berarti pula bahwa kaedah-kaedah tersebut harus ditegakkan atau dilaksanakan dengan tegas.
Hal ini menyebebkan bahwa hokum harus diketahui dengan pasti oleh para warga masyarakat, oleh
karena hokum tersebut terdiri dari kaedah-kaedah yang ditetapkan untuk peristiwa-peristiwa masa
kini dan untuk masa-masa mendatang serta bahwa kaedah-kaedah tersebut berlaku secara
umum. Dengan demikian, maka di samping tugas-tugas kepastian serta keadilan tersimpul pula
unsure kegunaan di dalam hokum. Artinya adalah bahwa setiap warga masyarakat mengetahui
dengan pasti hal-hal apakah yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang untuk dilaksanakan, di
samping bahwa warga masyarakat tidak dirugikan kepentingan-kepentingannya di dalam batas-batas
yang layak Bagaimana Hokum di Indonesia sangat sulit untuk dijawab secara tepat dan bahkan
sukar untuk mendekati ketepatan sekalipun. Beberapa gejala dapat dikemukakan untuk memberikan
petunjuk-petunjuk serta gambaran yang agak luas. Sejak tahun 1945 Indonesia telah mengalami
proses transfortasi di bidang hokum, sejak tahun tersebut antara lain telah banyak perundang-
undangan baru yang diperlakukan, disamping banyaknya keputusan-keputusan badan-badan
peradilan yang telah berbeda dengan yurisprudensi zaman colonial. Walaupun demikian, masih
banyak kaedah-kaedah hokum dari zaman colonial yang tetap berlaku secara tegas maupun
samar-samar, dan kalaupun ada yang telah dihapuskan masih sulit untuk menghapuskan alam
pikiran lama yang masih berorientasi pada system hokum di Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh
cita baru yang timbul dan tumbuh sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945.

Apa yang menjadi cita-cita yang baru tentang isi hokum nasional masih sulit untuk ditetapkan
secara tegas, terutama oleh karena masyarakat Indonesia terdiri dari bagian-bagian masyarakat
yang mempunyai cirri-ciri social dan budaya yang berbeda, hal mana mengakibatkan pula
terdapatnya perbedaan-perbedaan di dalam cara dan pandangan hidup. Lagi pula peranan hokum
telah melemah sejak berlangsungnya revolusi fisik yang menyebabkan terjadinya perubahan-
perubahan social dan kebudayaan pada masyarakat Indonesia, hal mana pada taraf-taraf tertentu
menyebabkan terjadinya disorganisasi dan keadaan anomie tersebut merupakan keadaan dimana
warga masyarakat tidak mempunyai pegangan ukuran atau pedoman bagi kegiatan-kegiatannya
dalam arti mana yang merupakan kegiatan-kegiatan yang baik dan mana yang buruk.

Periode menurunnya kewibawaan hokum mengalami perubahan- perubahan setelah bagian-bagian


masyarakat dengan dipelopori oleh para mahasiswa berhasil untuk menghentikan legitimasi
pemerintahan di bawah pimpinan (alm) Ir. Soeharto. Kepercayaan masyarakat terhadap wibawa
hokum secara perlahan-lahan mulai pulih, walaupun belum sepenuhnya. Pada masa itulah mulai
terdengar suara-suara dari berbagai golongan masyarakat yang antara lain menginginkan ditegakkannya
kembali supremasi hokum atau yang lebih dikenal dengan sebutan penegakan kembali rule of law .
keadaan ini terutama disebabkan oleh karena masyarakat telah sampai pada puncak penderitaannya
karena keadaan ekonomi yang parah serta ketiadaan kependeritaannya karena keadaan ekonomi
yang parah, serta ketidadaan ketertiban di dalam arti tidak adanya kepastian tentang apa yang
menjadi wadah hak-hak dan kewajiban-kewajiban para warga masyarakat. Dengan demikian maka
untuk mengakhiri kepincangan-kepincangan tersebut, antara lain, diperlukan usaha-usaha untuk
menegakkan kembali rule of law, masalahnya tidak semudah itu, kiranya perlu ditegaskan terlebih
dahulu apa yang dimaksudkan dengan rule of law tersebut. Istilah atau pengertian rule of law paling
sedikit dapat dipakai dalam dua arti, yaitu dalam arti formil dan materiil (ideologis). Di dalam arti yang
formil, maka rule of law dimaksudkan sebagai kekuasaan public yang terorganisir, yang berarti
bahwa setiap system kaedah kaedah yang didasarkan pada hirarki perintah merupakan rule of law.
Dalam arti yang formil ini, maka rule of law mungkin menjadi alat yang paling evektif dan efesien
untuk menjalankan pemerintahan yang tiranis.

Rule of law dalam arti materil atau ideologis mencakup ukuran-ukuran tentang hokum yang
baik dan hokum yang buruk yang antara lain mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

a. Ketaaatan dari segenap warga masyarakat terhadap kaeda-kaedah hokum yang dibuat serta
diterapkan oleh badan-badan legislative, eksekutif dan yudikatif.
b. Kaedah-kaedah hokum harus selaras dengan hak-hak azasi manusia.
c. Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi-kondisi social yang meungkinkan
terwujudnya aspirasi-aspirasi manusia dan penghargaan yang wajar terhadap martabat
manusia.Terdapat tata cara yang jelas dalam proses mendapatkan keadilan terhadap
perbuatan yang sewenang-wenang dari penguasa. Adanya badan yudikatif yang bebas dan
merdeka yang akan dapat memeriksa serta memperbaiki setiap tindakan yang sewenang-
wenang dari badan eksekutif dan legislative

Teori Efektivitas (Soerjono Soekanto) Hukum sebagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap
tindak atau perilaku yang pantas. Metode berpikir yang dipergunakan adalah metode deduktif-
rasional, sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. Di lain pihak ada yang memandang
hukum sebagai sikap tindak atau perilaku yang teratur (ajeg). Metode berpikir yang digunakan adalah
induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya sebagai tindak yang diulang-ulang dalam bentuk yang
sama, yang mempunyai tujuan tertentu. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar supaya
masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-sanksinya. Sanksi-sanksi
tersebut bisa berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang maksudnya adalah menimbulkan
rangsangan agar manusia tidak melakukan tindakan tercela atau melakukan tindakan yang terpuji.
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan :

1.Hokum adalah himpunan peraturan – peraturan yang buat oleh penguasa Negara secara resmi
melalui peraturan hokum untuk mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat yang
bersifat memaksa dan memiliki sanksi yang harus di penuhi oleh masyarakat

2. Dalam pengertian sosiologi, Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena
manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan
anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari
kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan.

3. Dalam kajian ilmu hukum paling tidak ada tiga factor yang menjadi parameter sebuah produk
hukum dapat berfungsi dengan baik, yakni : Berfungsi secara Filosofis , sosiologis dan yuridis

4. Berkenaan dengan pengaturan peran serta masyarakat dalam pemerintahan dan


penyelenggaraan negara, ditemukan 2 ( dua) peraturan yakni dalam Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 1999 tentang Tata Cara pelaksanaan Peran serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Negara. Dalam Peraturan Pemerintah no 6 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian
bahwa yang di maksud dengan peran serta masyarakat adalah peran serta aktif masyarakat untuk
ikut serta mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi &
nepotisme, yang dilaksanakan dengan mentaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku
gdalam masyarakat

5. Efektifitas hukum berarti bahwa orang benar- benar berbuat sesuai dengan norma-norma hukum
sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.
6.  Secara umum fungsi hukum dalam masyarakat telah diuraikan beberapa pakar diantaranya :
hukum sebagai alat bagi elite penguasa untuk mencapai tujuannya. Hukum juga bisa merefleksi
keinginan bersama dalam masyarakat sehingga mestinya hukum bisa bersifat netral.

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, N. F. (2018). Efektivitas Hukum. Al-Razi, 18(2), 1-16.

Khairi, M. (2017). Partisipasi masyarakat dalam upaya penegakan hukum peraturan daerah perspektif
teori negara hukum. Jurnal Selisik, 3(5).

Shalihah, F. (2017). Sosiologi Hukum.

Fithriatus, S. (2017). Sosiologi Hukum.

Kusmanto, H. (2013). Peran Badan Permusyawaratan Daerah dalam meningkatkan partisipasi politik
masyarakat. JPPUMA Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik Universitas Medan Area, 1(1),
28-36.

Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh media sosial terhadap perubahan sosial masyarakat di Indonesia. Jurnal
Publiciana, 9(1), 140-157.

Rumokoy, D. A., & Maramis, F. (2016). Pengantar ilmu hukum.

Mawardi, D. R. (2015). Fungsi hukum dalam kehidupan masyarakat. Masalah-Masalah Hukum, 44(3),


275-283.

Rumokoy, D. A., & Maramis, F. (2016). Pengantar ilmu hukum.

Umanailo, M. C. B. (2017). Sosiologi Hukum.

Soal pilihan ganda

1. Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial
lainnya Adalah pengertian ?
a. Sosiologi hokum
b. Sosiologi etika
c. Sosiologi social
d. Sosiologi moral

2. pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosial adalah
pengertian dari sosiologi hokum oleh para ahli, menurut siapa kah pengertian tersebut :
a. H.L.A. Hart
b. Soerjono Soekanto
c. R. Otje Salman
d. Satjipto Raharjo
3. Istilah masyarakat dalam bahasa inggris adalah ?
a. Community
b. Comunitas
c. Comminyti
d. Communit
4. Dalam kajian ilmu hukum paling tidak ada tiga factor yang menjadi parameter sebuah
produk hukum dapat berfungsi dengan baik,yaitu ?
a. Berfungsi secara filosofis
b. Berfungsi secara sosiologis
c. Berfungsi secara yuridis
d. Jawaban a,b dan c benar
5. kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu
organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya
adalah pengertian dari ?
a. efektivitas
b. aktif
c. pasif
d. mampu

Anda mungkin juga menyukai