Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN

DI DUNIA DAN INDONESIA

SISTEM INFORMASI DAN TEKNOLOGI DALAM KEPERAWATAN

Oleh
Kelompok 3 / Kelas E 2016 :
1. Shoviyatul Widad (162310101120)
2. Noviana Intan Putri C. P (162310101229)
3. Yuli Agustin (162310101238)
4. Siti Nailatul Rohmah (162310101240)
5. Adinia Maghfiroh (162310101243)
6. Dhenisa Nova Dyassari (162310101256)
7. Rohibul Fahmi (162310101273)
8. Fatkhiyatur Rosyidah (162310101291)
9. Mohammad Fariyadid T. (162310101293)
10. Moh. Cahyo Al Mulqi (162310101294)
11. Augustha Eridmes Sabru (162310101317)

Dosen Pengampu : Ns. Alfid Tri Afandi, M. Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
1. Perkembangan e-Health
e-Kesehatan (e-Health) menurut WHO adalah pemanfaatan TIK untuk
kesehatan. Jadi e-Health berhubungan dengan upaya meningkatkan arus
informasi, melalui sarana elektronik, untuk mendukung pelayanan kesehatan dan
pengelolaan sistem kesehatan. (Soemitro, 2016)
Pada pertemuan KTT Dunia di Jenewa 2003 telah dideklarasikan tentang
pemanfaatan potensi teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung
Deklarasi Milenium dan diantaranya adalah untuk meningkatakan pelayanan
kesehatan. Pertemuan WHO ke 58 Mei 2005 telah diadopsi Resolusi WHA58.28
(World Health Assembly) yang menyatakan agar negara-negara anggota mulai
merencanakan pembangunan e-Health yang sesuai untuk masing-masing Negara.
Melalui Observatory yaitu menggabungkan peran koordinator WHO regional
dengan kator pusat WHO untuk memantau perkembangan e-Health disetiap
Negara diseluruh dunia melalui survey yang dilakukan sekali dalam dua tahun.
(Soemitro, 2016).
2. Pengertian Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan atau sistem informasi manajemen kesehatan
adalah suatu sistem yang menyediakan dukungan informasi bagi proses
pengambilan keputusan disetiap jenjang administrasi kesehatan baik ditingkat unit
pelaksana upaya kesehatan, kabupaten/kota, propinsi maupun ditingkat pusat.
(Hartono, 2002). Sedangkan menurut Johan 2016, Sistem Informasi Kesehatan
adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur,
perangkat, teknologi, dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola
secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam
mendukung pembangunan kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan merupakan
salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Sistem Kesehatan di suatu
Negara.
Menurut WHO, Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu dari 6
“building block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu negara.
Keenam komponen (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)
2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan
teknologi kesehatan)
3. Health worksforce (tenaga medis)
4. Health system financing (sistem pembiayaan kesehatan)
5. Health information system (sistem informasi kesehatan)
6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
kesehatan merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif
memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua
jenjang, bahkan di Puskesmas atau Rumah Sakit kecil sekalipun. Bukan hanya
data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat
disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan terlaksana
dengan baik.

3. Manfaat Sistem Informasi Kesehatan


World Health Organisation (WHO) menilai bahwa investasi sistem
informasi kesehatan mempunyai beberapa manfaat antara lain:
1. Membantu pengambil keputusan untuk mendeteksi dan mengendalikan
masalah kesehatan, memantau perkembangan dan meningkatkannya
2. Pemberdayaan individu dan komunitas dengan cepat dan mudah dipahami,
serta melakukan berbagai perbaikan kualitas pelayanan kesehatan

4. Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan di Dunia


Berikut perkembangan Sistem Informasi Kesehatan di Dunia :
(Sabarguna, 2005)
1) Era Manual (sebelum 2005) 
a. Aliran data terfragmentasi. Aliran data dari sumber data (fasilitas
kesehatan) ke pusat melalui berbagai jalan.
b. Data dan Informasi dikelola dan disimpan oleh masing-masing Unit di
Departemen Kesehatan.
c. Bentuk data : agregat.
d. Sering terjadi duplikasi dalam pengumpulan data.
e. Sangat beragamnya bentuk laporan.
f. Validitas diragukan.
g. Data sulit diakses.
h. Karena banyaknya duplikasi, permasalahan kelengkapan dan validitas,
maka data sulit dioah dan dianalisis.
i. Pengiriman data masih banyak menggunakan kertas sehingga tidak
ramah lingkungan.
2) Era Transisi (2005 – 2011) 
a. Komunikasi data sudah mulai terintegrasi (mulai mengenal prinsip 1
pintu, walau beberapa masih terfragmentasi).
b. Sebagian besar data agregat dan sebagian kecil data individual.
c. Sebagian data sudah terkomputerisasi dan sebagian masih manual.
d. Keamanan dan kerahasiaan data kurang terjamin.
3) Era Komputerisasi (mulai 2012) 
a. Pemanfaatan data menjadi satu pintu (terintegrasi).
b. Data individual (disagregat).
c. Data dari Unit Pelayanan Kesehatan langsung diunggah (upload) ke
bank data di pusat (e-Health).
d. Penerapan teknologi m-Health dimana data dapat langsung diunggah ke
bank data.
e. Keamanan dan kerahasiaan data terjamin (memakai secure login).
f. Lebih cepat, tepat waktu dan efisien.
g. Lebih ramah lingkungan.

5. Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia


Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Indonesia sudah
dimulai pada era delapan puluhan. Tepatnya pada tahun 1982, dimulai penataan
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Kementerian Kesehatan oleh unit kerja
setingkat eselon 3 yaitu Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data di Biro
Perencanaan. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya peran pengelolaan
data dan perkembanagan kebutuhan organisasi, maka pada tahun 1985 dibentuk
Pusat Data Kesehatan (PUSDAKES) memanfaatkan system Electronic Data
Processing (EDP) namun sistem tersebut hanya bisa diterapkan ditingkat pusat.
(bulletin SIK). PUSDAKES beberapa kali mengalami pergantian nama sampai
akhirnya pada tahun 2010 menjadi PUSDATIN (Pusat Data dan Informasi).
PUSDATIN yang digunakan sebagai pelaksana tugas Kementrian Kesehatan di
bidang data dan informasi kesehatan. (Soemitro, 2016)
Saat era sembilan puluhan Departemen Kesehatan telah mengembangkan
Sistem Informasi Puskesmas (SP2TP), Sistem Informasi Rumah Sakit, Sistem
Surveilans Penyakit bahkan Sistem Informasi Penelitian & Pengembangan
Kesehatan. Namun setiap sistem tersebut masih belum terintegrasi dengan baik
dan sempurna. Sedangkan pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan
Keputusan Menteeri Kesehatan No. 551 tentang Kebijakan & Strategi Sistem
Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dan Kepmenkes No 932 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA). Sistem
Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian
sub system SIKDA yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi
adalah bagian sub System Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Awal tahun 2012, Kementerian Kesehatan melalui Pusat Data dan
Informasi meluncurkan sebuah aplikasi system informasi kesehatan yang
berstandar nasional dengan format input maupun output data yang diharapkan
dapat mengakomodir kebutuhan dari tingkat pelayanan kesehatan, kabupaten/kota,
provinsi, hingga pusat. Aplikasi yang diluncurkan adalah aplikasi “SIKDA
Generik”. Melalui aplikasi SIKDA Generik yang menaungi seluruh unit
pelayanan kesehatan yang meliputi puskesmas dan rumah sakit, baik pemerintah
maupun swasta, dapat terhubung jejaring kerjasamanya. (Kementerian Kesehatan
RI, 2011).
Sistem Informasi Kesehatan Nasional (NHIS) di Indonesia disusun
secara vertikal, dengan tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan desa. Di tingkat
desa, pusat kesehatan mengumpulkan data dari fasilitas lokal, termasuk pos
layanan kesehatan terpadu dan rumah bidan atau klinik. Data kesehatan rutin
(misalnya, pendaftaran kelahiran, imunisasi, kematian, dll.) Diakumulasikan di
tingkat kabupaten, di mana dikombinasikan dengan data kesehatan lainnya dari
rumah sakit umum dan swasta (terutama berdasarkan catatan rawat jalan dan
rawat inap). Di tingkat kabupaten, data kesehatan rutin dilaporkan ke kantor
kesehatan tingkat provinsi dan kemudian mengalir sampai ke "Pusat Data dan
Informasi Kesehatan (PusDatIn) di tingkat pusat." Sebagian besar analisis data
dilakukan pada kantor kesehatan kabupaten, meski beberapa puskesmas ditingkat
desa juga mampu. Hasilnya dilaporkan setahun sekali. Frekuensi waktu yang
sama untuk menganalisis data digunakan oleh rumah sakit kabupaten di laporan
rumah sakit mereka sendiri. (Department of Health, 2009)
Karena adanya perubahan yang disebabkan oleh desentralisasi sistem
kesehatan, NHIS telah mengalami masalah dalam mengumpulkan data di tingkat
provinsi dan pusat, khususnya dengan fungsi pemasukan data dan pelaporan rutin.
Tampaknya pada tingkat yang lebih rendah ada lebih banyak data, dan seringkali
tidak menemukan jalan ke tingkat provinsi dan pusat. Kantor WHO di Indonesia
melaporkan bahwa sebagai akibatnya, hanya ada sedikit data yang mencerminkan
status kesehatan negara secara keseluruhan. Kurangnya informasi ini memberi
tekanan pada keseluruhan sistem, yang menyebabkan kesulitan dalam
merencanakan dan melaksanakan program kesehatan di tingkat struktural yang
lebih rendah, terutama di dalam distrik. Hambatan dan tantangan lainnya termasuk
adanya sistem pelaporan berlapis-lapis di HIS untuk tujuan program yang
berbeda, penggunaan data yang tidak memadai untuk tujuan pengelolaan
penggunaan dan pengambilan keputusan oleh masyarakat, tingkat ketidakhadiran
yang tinggi di antara petugas kesehatan, rendahnya ketersediaan statistik dari
sektor swasta (karena komplikasi dengan menggabungkan data dari penyedia
sektor swasta dan LSM, ini adalah masalah yang sangat serius karena sebagian
besar layanan kesehatan dilakukan oleh institusi swasta), dan kekurangan dana
kronis untuk TIK dan peralatan. (Department of Health, 2009)
Sebagai tanggapan atas kekurangan ini, Depkes mengeluarkan
Keputusan No. 837 untuk "Pengembangan HIS Nasional Nasional" pada tahun
2007. Keputusan tersebut menetapkan untuk menetapkan pendekatan arus
informasi dua arah yang lebih rasional dan terkoordinasi, dengan tujuan mencapai
Target 14 dari Grand Strategy 3, "berfungsinya sistem informasi kesehatan
berbasis bukti di seluruh Indonesia". Proses yang terlibat dalam mencapai tujuan
ini memerlukan pembangunan bank data dan infrastruktur Internet untuk
mengumpulkan dan mengirimkan catatan pasien dan sumber daya dari fasilitas
kesehatan ke kabupaten, provinsi, dan kantor tingkat nasional. Tanggung jawab
untuk membangun infrastruktur ini dibagi antara berbagai tingkat pemerintahan,
dan tujuan progresif ditetapkan sampai HIS online nasional yang dibangun
sepenuhnya menghubungkan semua rumah sakit dan kantor distrik ke pusat
provinsi dan nasional. (Department of Health, 2009)
Salah satu studi kasus yang sukses dalam penerapan aplikasi open
source untuk pengembangan sistem informasi kesehatan kabupaten (DHIS) adalah
kabupaten Wonosobo di provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2006, kabupaten,
dengan populasi lebih dari 700.000, mulai berkembang jaringan area luas nirkabel
DHIS yang menghubungkan 21 Puskesmas Primer dan Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota (DKO). Perangkat lunak DHIS open source ditempatkan di
DKK dan Puskesmas. Setiap PHC menyediakan dua komputer untuk menjalankan
aplikasi berbasis web untuk mendukung kegiatan kesehatan masyarakat, termasuk
rekam medis elektronik pasien, sementara di DHO aplikasi berbasis web serupa
diperkenalkan. Aplikasi perangkat lunak DHO digunakan untuk menggabungkan
laporan data dari Puskesmas, berdasarkan masukan konversi data yang membuat
peta, diagram dan tabel, dan laporan vertikal. PHP 5.1 dan AJAX digunakan
untuk mengembangkan aplikasi DHO yang didukung oleh database mySQL
5.0.23. 110 Proyek ini telah berhasil mencapai sejauh ini, memberikan pandangan
yang lebih terintegrasi mengenai indikator kesehatan di seluruh populasi sambil
tetap memberikan rekam medis individual. (Department of Health, 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Department of Health. 2009. Health Information Systems in Developing


Countries. Vital Wave Consulting
http://www.minsa.gob.pe/ogei/conferenciaops/recursos/43.pdf [Diakses
pada 18 November 2017]
Kementerian Kesehatan RI. 2011. SIKDA Generik. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi
Hartono, B. 2002. Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah. Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI
Sabarguna, Boy S. 2005. Sistem Informasi Rumah Sakit. Yogyakarta: Penerbit
Konsorsium Rumah Sakit Jateng.
Soemitro, D. 2016. Tantangan e-Kesehatan di Indonesia. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi

Anda mungkin juga menyukai