Anda di halaman 1dari 9

Ekonomi Digital

Eksistensi Fintech Syariah Sebagai Pendukung

Akselerasi Industri Halal di Indonesia

SHARIA ESSAY COMPETITION

KSEI IAIN SURAKARTA 2021

Diusulkan Oleh:

(Annisa Fitri Marhamah/ 205221003/ Akuntansi Syariah)

KSEI FRESH

IAIN SURAKARTA

2021
FORMULIR PENDAFTARAN

SHARIA ESSAY COMPETITION (SEC) 2021

Judul Karya Tulis : Eksistensi Fintech Syariah Sebagai Pendukung

Akselerasi Industri Halal di Indonesia

Subtema : Ekonomi digital

Asal Universitas : IAIN Surakarta

1. Biodata anggota 1

Nama : Annisa Fitri Marhamah

TTL : Karanganyar, 1 Januari 2003

Fakultas/ Jurusan : Ekonomi dan Bisnis Islam/ Akuntansi Syariah

Email : annisafitrimarhamah113@gmail.com

No. Telpon : 087836306280

Contact Person Panitia Sharia Essay Competition 2021

Dini Ismi Dewanti (081217905112)


Eksistensi Fintech Syariah Sebagai Pendukung

Akselerasi Industri Halal di Indonesia

(Annisa Fitri Marhamah)

Pendahuluan
Saat ini, industri halal di Indonesia menjadi sektor utama yang akan
dikembangkan oleh pemerintah melalui Masterplan Komite Nasional Keuangan
Syariah 2019-2024. Industri halal yang mampu mendefinisikan suatu pola
kehidupan yang Islami meliputi beberapa hal, seperti makanan dan minuman
halal, pariwisata halal, fashion muslim, media dan rekreasi halal, farmasi dan
kosmetik halal, serta energi terbarukan. Indonesia mempunyai potensi pasar yang
besar terhadap pengembangan industri halal. Potensi tersebut didukung oleh
banyaknya jumlah penduduk muslim di Indonesia. Bila dilihat dari jumlahnya,
pada tahun 2020 diperkirakan sebanyak 229 juta penduduk muslim tinggal di
Indonesia. Total populasi di Indonesia diperkirakan mencapai 273 juta jiwa,
sehingga jumlah penduduk muslim setara dengan 87,2% total populasi di
Indonesia (World Population Review, 2020).
Meskipun demikian, Indonesia masih belum mampu memaksimalkan
potensi tersebut untuk mendorong perkembangan industri halal dalam masyarakat.
Tentu saja, kenyataan ini sangat disayangkan karena dengan jumlah penduduk
muslim yang begitu banyak, ternyata belum bisa menjadikan Indonesia sebagai
negara pemasok komoditas halal dalam lingkup nasional apalagi dunia. Padahal,
pengembangan industri halal sebagai trend merupakan sebuah peluang yang besar
dalam perekonomian dunia, khususnya untuk kemajuan ekonomi syariah di
Indonesia, yang dapat menjadi titik tumpu dalam menyediakan program dan
produk dari industri halal di Indonesia.
Sementara itu, di era digitalisasi saat ini, penggunaan teknologi telah
berkembang pesat dalam memenuhi kebutuhan manusia untuk mendapatkan
informasi dan berbagai layanan elektronik lainnya. Hal tersebut dikarenakan,
dengan menggunakan teknologi, segala hal akan lebih efektif dan efisien dalam
penggunaannya. Perkembangan teknologi juga berdampak pada berbagai aspek
kehidupan masyarakat, terutama aspek ekonomi. Dengan pemanfaatan teknologi,
masyarakat dapat terbantu untuk mendapatkan sebuah layanan digitalisasi yang
dapat memudahkan mereka dalam bertransaksi ekonomi. Begitu pula dengan
industri halal, yang dapat terbantu untuk berkembang dengan adanya inovasi
teknologi di bidang keuangan atau financial yang saat ini telah mengalami
perkembangan yang cukup signifikan.
Salah satu perkembangan teknologi di bidang keuangan adalah fintech
(financial technology). Fintech merupakan sebuah inovasi di dalam bidang jasa
keuangan yang menggunakan teknologi. Fintech, yang identik dengan startup atau
perusahaan rintisan, saat ini semakin eksis di tengah masyarakat. Seiring derasnya
gelombang digitalisasi, fintech juga akan terus tumbuh. Fintech di Indonesia
kebanyakan masih berkecimpung dalam pinjaman (borrowing and lending).
Namun demikian, keberadaan fintech saat ini selain memberikan kemudahan
persyaratan pinjaman yang hanya cukup menyediakan foto diri, Kartu Tanda
Penduduk (KTP), riwayat keuangan, dan tujuan peminjaman, akan tetapi terdapat
kemudahan itu harus dibayar dengan bunga pinjaman dan biaya layanan jauh di
atas bunga perbankan (Safyra Primadhyta, 2018).
Di samping itu, fintech pernah memberikan citra yang kurang baik dengan
munculnya pemberitaan dan stigma negatif tentang pelaksanaan fintech yang
terjadi di masyarakat. Pinjaman online yang dilakukan oleh fintech pernah
menjerat para pelaku usaha pada kalangan menengah ke bawah sehingga
memunculkan beberapa demo dan kasus bunuh diri. Ketua Satgas Waspada
Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam Lumban Tobing angkat suara
terkait seorang sopir taksi mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya
lantaran terjebak jerat utang di aplikasi pinjaman online atau fintech peer to peer
lending. Dia menyatakan turut berduka cita atas kejadian tersebut. "Kami dari
OJK dan Satgas dan asosiasi melakukan pendalaman dan saat ini sedang dalam
mengumpulkan informasi. Tetapi kami menduga, dugaan kami besar bahwa yang
dilakukan oleh sopir taksi ini diakibatkan oleh fintech ilegal," ujarnya, Rabu
(13/2). Berdasarkan hal tersebut, konsep fintech di Indonesia diibaratkan seperti
rentenir online bagi para pelaku usaha terutama bagi industri halal sehingga
kurang memberikan kemaslahatan kepada masyarakat.
Pembahasan
Meskipun demikian, saat ini fintech menjadi salah satu primadona yang
sedang berkembang pesat di Indonesia. Laporan dari DailySocial mencatat bahwa
dalam dua tahun terakhir pertumbuhan fintech start-up mencapai 78%, dan
sebagian besar fokus di sektor pembayaran. Hal ini wajar mengingat fakta bahwa
saat ini hanya 36% dari orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank.
Fintech, yang dianggap sebagai kemajuan dalam dunia transaksi ekonomi
tersebut, juga telah menarik pelaku dunia transaksi ekonomi dan keuangan yang
berprinsip syariah sehingga mereka dapat memunculkan suatu terobosan baru
yang disebut sebagai fintech syariah. Kemunculan fintech syariah ini dinilai
menjadi alternatif yang cukup potensial bagi masyarakat Indonesia yang
mayoritas merupakan umat Islam. Sebab, fintech syariah berpotensi untuk
menutup dan memperbaiki celah dan kekurangan dari konsep fintech
konvensional sehingga lebih memberikan kemaslahatan kepada masyarakat dalam
melakukan transaksi ekonomi yang berlandaskan pada prinsip syariah. Hal
tersebut bertujuan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, terutama bagi umat
Islam, yang merupakan populasi mayoritas di Indonesia sekaligus menjadi salah
satu faktor pendukung untuk mengembangkan industri halal di Indonesia.
Fintech syariah di Indonesia sudah mulai banyak menarik perhatian publik
terlebih dengan dibentuknya Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Institute
yang menaungi fintech syariah di Indonesia serta mulai dilegalkannya fintech
Syariah sebagai suatu transaksi ekonomi oleh Otoritas Jasa dan Keuangan (OJK).
Payung hukum fintech syariah berlandaskan pada Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi. Aturan ini memang mengatur secara umum setiap
jenis fintech P2P seperti fintech syariah dan konvensional. Selain itu, eksistensi
fintech syariah juga telah didukung sepenuhnya oleh Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) melalui penerbitan Fatwa Nomor 117/DSN-
MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas delapan bagian : 1) ketentuan umum;
2) ketentuan hukum; 3) subjek hukum; 4) ketentuan terkait pedoman umum
layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi; 5) mode layanan pembiayaan
berbasis teknologi informasi; 6) ketentuan terkait mekanisme dan akad; 7)
penyelesaian perselisihan; 8) penutup.
Fatwa tersebut dikeluarkan dengan tujuan agar para masyarakat dapat
memahami ketentuan dan aturan hukum yang dijadikan sebagai landasan
kesyariahan dari berbagai produk yang dikeluarkan oleh para pebisnis startup di
Indonesia. Fatwa tersebut juga menjadi legitimasi keagamaan bagi eksistensi
fintech syariah di Indonesia. Selain itu, dengan adanya payung hukum dan fatwa
tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dan waswas lagi akan adanya fintech
syariah yang bertebaran di Indonesia.
Kehadiran fintech syariah di Indonesia dapat berkontribusi untuk
mendorong perkembangan industri halal di Indonesia. Para pelaku usaha dari
industri halal membutuhkan pendanaan syariah untuk menjalankan bisnisnya
sehingga kehalalan produk yang diproduksi memang benar-benar sesuai syariah,
mulai dari bahan hingga instrumen keuangannya. Status halal suatu produk tidak
hanya dilhat dari bahan penyusunnya, tetapi mencakup keseluruhan proses dalam
penciptaan produk halal tersebut. Untuk itu, fintech syariah dapat berperan dalam
menyalurkan dananya kepada pelaku bisnis dalam industri halal agar bisnis halal
di Indonesia semakin berkembang pesat.
Dengan mendukung akses permodalan bagi para pelaku usaha yang
bergerak di sektor industri halal tersebut, fintech syariah dapat mewujudkan
inklusi keuangan. Apabila banyak pengusaha dan perusahaan yang memanfaatkan
modal dari fintech syariah tersebut untuk memperluas usahanya, maka kegiatan
produksi akan meningkat. Peningkatan produksi ini dapat membawa komoditas
industri halal di Indonesia menuju perdagangan internasional. Di samping itu,
program inklusi keuangan juga memberikan kemudahan dalam transaksi
pembayaran bagi pengusaha dan perusahaan di sektor industri halal. Jika semakin
banyak pengusaha dan perusahaan yang bertransaksi, maka akan terjadi
peningkatan market share dari fintech syariah. Dampaknya, fintech syariah akan
semakin menguat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kebermanfaatan kepada masyarakat.
Dalam layanan peminjaman, fintech syariah tidak mengenakan bunga pada
peminjam sehingga transaksi antara investor, perusahaan fintech syariah dan
peminjam bersifat kerja sama. Nantinya, terdapat sistem bagi hasil untuk setiap
pihak dalam kerja sama yang dilakukan dengan tenor yang telah disepakati
sehingga tidak ada unsur riba yang akan merugikan salah satu pihak dan tidak
bertentangan dengan syariat Islam.
Layanan dari fintech syariah juga sudah canggih. Banyak orang-orang
yang menggunakan manfaatnya untuk membuka usaha online, order online dan
transaksi online. Misalnya m-banking, belanja pakaian, belanja kebutuhan, dan
lain-lain bisa melalui aplikasi online dan hanya dengan menggunakan touchscreen
saja kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan. Kecanggihan tersebut sangat
memudahkan kita untuk melakukan transaksi dan berbelanja sesuai dengan syariat
Islam. Selain itu, layanan dari fintech syariah juga dapat menguntungkan para
pelaku usaha, terutama dari industri halal. Sebab, mereka dapat mempromosikan
produk hanya bermodalkan smartphone sehingga dapat menghemat waktu, tenaga
dan modal karena mereka tidak perlu menyewa toko sebagai tempat usaha.
Namun, apabila permintaan produk halal baik dari pasar domestik
maupun luar negeri cukup besar, tetapi tidak diiringi dengan sertifikasi produk
halal, maka hasilnya juga tidak akan maksimal. Seperti kebanyakan negara
dengan penduduk Muslim mayoritas, badan sertifikasi halal kurang optimal
karena adanya anggapan bahwa setiap produk makanan yang diproduksi di negara
tersebut adalah halal sehingga tidak diperlukan sertifikasi halal pada produk
tersebut (Gillani et al, 2016). Maka dari itu, sertifikasi halal sangat penting bagi
industri halal di Indonesia untuk menandakan bahwa komoditas yang diproduksi
memang benar-benar terjamin kehalalannya.
Dalam hal ini, fintech syariah dapat membantu para pelaku usaha,
terutama dari industri halal untuk mendapatkan sertifikasi halal bagi produk-
produk yang dijual. Dengan mudahnya pengurusan sertifikasi, maka akan lebih
banyak lagi produk halal yang dapat dihasilkan oleh industri halal di Indonesia. Di
samping itu, fintech syariah juga dapat digunakan untuk memberikan pemahaman
tentang kemaslahatan produk dari industri halal secara merata di seluruh kalangan
masyarakat.
Penutup
Indonesia memiliki potensi pasar yang besar dalam mengembangkan
industri halal di Indonesia. Namun, potensi tersebut masih belum cukup, sehingga
diperlukan sebuah inovasi berupa peralihan pasar pada ekonomi digital. Salah
satunya dengan memanfaatkan fintech syariah, yang merupakan perbaikan dari
inovasi fintech konvensional jika dilihat dari sisi kesyariahan dan kemaslahatan.
Eksistensi fintech syariah sendiri sudah dilegalkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dan didukung sepenuhnya oleh DSN MUI sehingga aman untuk digunakan.
Peran fintech syariah untuk dapat mendukung industri halal di Indonesia
diantaranya, memberikan akses permodalan kepada para pelaku usaha dari
industri halal untuk dapat mengembangkan usahanya. Selain itu, fintech syariah
juga memberlakukan peminjaman dengan sistem bagi hasil sehingga tidak
merugikan pihak debitur. Layanan dari fintech syariah juga dapat mempermudah
masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli yang sesuai dengan syariat Islam
bagi para pelaku dari industri halal di Indonesia.
Fintech syariah juga memerlukan dukungan dari pemerintah dan
masyarakat agar dapat meningkatkan akselerasi industri halal di Indonesia.
Dukungan dari pemerintah dapat berupa regulasi mengenai produk dari industri
halal serta sertifikasi halal yang dapat membantu para pelaku usaha dari industri
halal agar produk-produk mereka dapat menembus pasar ekspor. Selain itu,
masyarakat juga dapat memberi dukungan dengan membeli produk-produk dari
industri halal dalam negeri melalui layanan dari fintech syariah. Dengan
pembelian tersebut, pelaku usaha dari industri halal dapat terus meningkatkan
jumlah produksi sehingga produk-produk dari industri halal semakin eksis di
pasar domestik maupun luar negeri. Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor
pendorong gaya hidup halal (halal life style) di masyarakat Indonesia maupun
mancanegara. Dengan adanya sinergi dan kerja sama dari semua pihak, peluang
akselerasi industri halal semakin besar dan cita-cita ”Indonesia sebagai kiblat
industri halal dunia” bukanlah hal yang mustahil lagi untuk dapat direalisasikan.
DAFTAR PUSTAKA

Fathoni, M, Syahputri, T 2020, ‘Potret Industri Halal Indonesia: Peluang dan


Tantangan’, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, vol. 6, no.3, hh. 428-435.

Rahmawati, L, Rahayu, D, Nivanty, H, & Lutfiah, W 2020, ‘Fintech Syariah :


Manfaat dan Problematika Penerapan pada UMKM’, Jurnal Masharif al-Syariah:
Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, vol. 5, no. 1, hh. 75-90.

Hiyanti, H, Nugroho, L, Sukmadilaga, C, & Fitrijanti, T 2019, ‘Peluang dan


Tantangan Fintech (Financial Technology) Syariah di Indonesia’, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, vol. 5, no. 3, hh. 326-333.

Rahmayati, 2018, ‘Strategi Perbankan Syariah Sebagai Solusi Pengembangan


Halal Industry di Indonesia’, Al-Tawassuth, vol. 3, no. 2, hh. 323.

Rizki, M 2020, Yuk, Mengenal Aturan Main Fintech Syariah, hukumonline.com,


dilihat 22 Januari 2021,
<https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5e1e0a77362a8/yuk--mengenal-aturan-
main-fintech-syariah/>
(Disarikan dari berbagai sumber).

Agahari, W 2017, Peluang dan Tantangan Ekonomi Digital di Indonesia,


kumparan, dilihat 23 Januari 2021,
<https://m-
kumparan.com.cdn.ampproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/wirawan-
agahari/peluang-dan-tantangan-ekonomi-digital-di-
indonesia?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQCrABIA%3D%3
D#aoh=16114047714496&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf
=From%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fkumparan.com%2Fwirawa
n-agahari%2Fpeluang-dan-tantangan-ekonomi-digital-di-indonesia>
(Disarikan dari berbagai sumber).

Rahayu, Y 2019, OJK Telusuri Kejadian Sopir Taksi Bunuh Diri Akibat Pinjaman
Online, merdeka.com, dilihat 27 Januari 2021,
<https://m.merdeka.com/uang/ojk-telusuri-kejadian-sopir-taksi-bunuh-diri-akibat-
pinjaman-online.html>
(Disarikan dari berbagai sumber).

Anda mungkin juga menyukai