Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DEFISIENSI PEMBEKUAN DARAH

DOSEN PENGAMPU : Khoirul Bariyah, SKM, M.Ked.Trop

Disusun oleh :

Nurshafila 19031014

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK AISYIYAH PONTIANAK
TAHUN 2021
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua. Alhamdulillah atas limpahan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “defisiensi pembekuan darah’’
yang merupakan salah satu tugas mata kuliah hematologic dengan harapan menjadi

suatu acuan dalam pembelajaran.


Makalah ini telah kami susun dengan maksimal mungkin dan mendapatkan
bantuan dari berbagai referensi sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Seperti halnya
manusia yang tidak terlepas dari kata sempurna di mata manusia lain ataupun di
mata Allah SWT, penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan penulisan
dan penyajiannya mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Oleh
karena itu dengan lapang dada kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
dengan harapan kami bisa membuat makalah dengan lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “defisiensi pembekuan


darah” dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca,terlebih
khusus pada kami sendiri. Aminnn...

Wassalamu’alaikum Wr.Wb
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari–hari, selalu saja ada kemungkinan rusak kesinambungan


dinding pembuluh darah. Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan
sebagainya, dengan jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk
menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan
darah dan terjadinya infeksi. Tetapi untuk luka yang kecil yang terkadang bahkan tidak kita
sadari, jarang sekali dilakukan upaya untuk menegndalikan luka itu. Misalnya pada kasus
luka kecil di saluran cerna akibat memakan sesuatu yang keras dan runcing, misalnya tertelan
duri ikan. Bisa saja hal ini akan menimbulkan infeksi bila tidak ada kesadaran dari individu
itu sendiri untuk mengatasinya. Untunglah di dalam tubuh setiap manusia mempunyai suatu
mekanisme pengendalian pendarahan atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.
Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan
pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat
cedera.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembekuan darah ?
2. Apa saja gangguan pada pembekuan darah ?
3. Apa saja yang termasuk Faktor – faktor pembekuan darah?
4. Bagaimana proses pembekuan darah ?

C. Ruang Lingkup
Makalah ini membahas tentang khususnya proses terjadinya pembekuan darah, dan
gangguan dalam pembekuan darah.

D. Tujuan
Tujuan Penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui Hemostasis dan macam luka serta pengendaliannya
2. Mengetahui faktor-faktor pembekuan darah
3. Mengetahui proses pembekuan darah
4. Mengetahui gangguan pembekuan darah

E. Manfaat
Agar para pembaca dapat memperoleh pemahaman tentang proses pembekuan darh dan
gangguan pembekuan darah .
F. Metode Penyusunan
Makalah ini menggunakan metode penyusunan kepustakaan, yaitu penyusunan
makalah yang melalui sumber kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui
buku-buku dan bahan lainnya seperti internet, yang ada hubungannya dengan masalah- masalah
yang bahas.
BAB II
ISI

2.1 Hemostasis
a. Pengertian Hemostasis

Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses
yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara
spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah.
Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi
trombosit (platelet) serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang
melarutkan bekuan.
Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang
cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan
respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding
pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand. Trombosit yang
teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan
terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/truma . Proses ini
kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang ditandai dengan aktivasi koagulasi melalui
jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.

b. Macam-macam luka dan Upaya pengendaliannya

Luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya kesinambungan dinding pembuluh darah


di suatu tempat, sehingga terjadi hubungan langsung antara ruang intravaskuler dengan ruang
ekstravaskuler, termasuk dunia luar.
Dengan demikian, luka dapat digolongkan menjadi Luka Tertutup dan Luka terbuka.
Dari kedua luka tersebut mempunyai dampak yaitu terjadinya kehilangan cairan yang dapat
membawa pada renjatan atau shock bila tidak ada usaha untuk mengendalikannya.
Pengendalian luka oleh tubuh dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama ialah usaha
untuk mengendalikan luka, yang berakhir dengan terbentuknya gumpalan darah (clot) yang
berguna untuk menghentikan pendarahan. Tahap kedua ialah penghancura gumpalan darah atau
resorpsi. Tahap ketiga ialah pembentukan kembali struktur semula (regenerasi) yang rusak
pada waktu luka

2.2 Pembekuan Darah


a. Faktor Pembekuan darah

Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu
tromboblastin, protrombin, Ca 2+ dan fibrinogen. Dewasa ini telah diketahui paling tidak ada
12 faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah,

b. Proses Pembekuan Darah ( Koagulasi )


Mekanisme pembekuan darah merupakan hal yang kompleks. Mekanisme ini dimulai
bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan yang berdekatan, pada darah,
atau berkontaknya darah dengan sel edotel yang rusak atau dengan kolagen atau unsure jaringan
lainnya di luar sel endotel pembuluh darah. Pada setiap kejadian tersebut, mekanisme ini
menyebabkan pembentukan activator protrombin, yang selanjutnya akan mengubah
protrombin menjadi thrombin dan menimbulkan seluruh langkah berikutnya.
Mekanisme secara umum, pembekuan terjadi melalui tiga langkah utama:
1) Sebagai respon terhadap rupturnya pembuluh darah yang ruak, maka rangkaian reaksi
kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang melibatkan lebih dari selusin factor
pembekuan dara. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang
disebut activator protrombin.
2) Aktivator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi thrombin.
3) Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang
merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan.

Mekanisme Koagulasi, terdiri dari dua jalur yaitu :


1) Melalui jalur Ekstrinsik yang dimulai dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan
jaringan sekitarnya
2) Melalui jalur Instrinsik yang berawal di dalam darah itu sendiri.
3) Pada kedua jalur ini, baik Ekstrinsik maupun Instrinsik, berbagai protein plasma, terutama
betaglobulin, memegang peranan utama. Bersama dengan factor-faktor lain yang telah
diuraikan dan terlibat dalam proses pembekuan, semuanya disebut factor-faktor pembekuan
darah, dan pada umumnya, semua itu dalam bentuk enzim-enzim proteolitik yang inaktif.
Bila berubah menjadi aktif, kerja enzimmatiknya akan menimbulkan proses pembekuan berupa
reaksi-reaksi yang beruntun dan bertingkat. 1

Mekanisme pembekuan darah


A. Mekanisme Ekstrinsik
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan activator protrombin dimulai dengan
dinding pembuluh luar yang rusak, dan berlangsung melalui langkah-langkah, yaitu :
1. Pelepasan factor jaringan. Jaringan yang luka melepaskan beberapa factor yang disebut factor
jaringanatau tromboblastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari fosfolipid dari membrane
jaringan dan kompleks lipoprotein yang mengandung enzim preteolitik yang tinggi.
2. Aktivasi Faktor X- peranan factor VII dan factor jaringan. Kompleks lipoprotein dari factor
jaringan selanjutnya bergabung dengan factor VII dan bersamaan dengan hadirnya ion kalsium,
factor ini bekerja sebagai enzim terhadap factor X untuk membentuk factor X yang teraktivasi.
3. Efek dari factor X yang teraktivasi dalam membantu aktifator protrombin-peranan factor V.
Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, atau dengan
fosfolipidtambahan yang dilepaskan dari trombosi, juga dengan factor V, yang membentuk
senyawa yang disebut activator protrombin. Kemudian senyawa ini memecah protrombin
menjadi trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan darah. Pada tahap permulaan, factor
V yang terdapat dalam kompleks activator protrombin bersifat inaktif, tetapi sekali proses
pembekuan darah ini dimulai dan thrombin mulai terbentuk, kerja proteolitik dari thrombin
akan mengaktifkan akselerator tambahan yang kuat dalam mengaktifkan protrombin. Pada
akhirnya, factor X yang teaktivasilah yang menyebabkan pemecahan protrombin menjadi
thrombin.

B. Mekanisme Instrinsik
Mekanisme kedua untuk pembentukan activator protrombin, dan dengan demikian juga
merupakan awal dari proses pembekuan, dimulai dengan terjadinya trauma terhadap darah itu
sendiri atau berkontak dengan kolagen pada dinding pembuluh darahyang rusak, dan kemudian
berlangsunglah serangkaian reaksi yang bertingkat.
1. Pengaktifan factor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma.
Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen pembuluh darahakan
mengubah dua factor pembekuan penting dalam darah: Faktor XII dan Trombosit. Bila factor
XII terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau dengan permukaan yang
basah seperti gelas, ia akan berubah menjadi bentuk baru yaitu sebagai enzim proteolitik yang
disebut factor XII yang teraktivasi. Pada saat bersamaan,trauma terhadap darah juga akan
merusak trombosit akibat bersentuhan dengan kolagen atau dengan permukaan basah,dan ini
akan melepaskan fosfolipid trombosit yang mengandung lipoprotein, yang disebut 3 faktor
pembekuan selanjutnya.
2. Pengaktifan factor XI, Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap factor
XI dan juga mengaktifkannya, ini merupakan langkah kedua dalam jalur Instrinsik. Reaksi ini
memerlukan Kininogen HMW( berat molekul tinggi), dan dipercepat oleh prekalikrein.
3. Pengaktifan factor IX oleh factor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap
factor XI dan mengaktifkannya.
4. Pengaktifan factor X-peranan Faktor VIII. Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama
dengan factor VIII teraktivasi dan dengan Fosfolipid trombosit dan factor 3 dari trombosit yang
rusak, mengaktifkan factor X.
5. Kerja factor X teraktivasi dalam pembentukan aktivastor protrombin-peranan factor V.
Langkah dalam jalur instrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah pada jalur
ekstrinsik. Artinya, Faktor X yang teraktivasi berbentuk suatu kompleks yang disebut
activator protrombin.

a. Peranan ion kalsium dalam jalur instrinsik dan ekstrinsik


Ion kalsium diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat semua reaksi. Oleh
karena itu, tanpa ion kalsium, pembekuan darah tidak terjadi. Kadar ion kalsium dalam tubuh
jarang sekali turun sedemikian rendah sehingga nyata mempengaruhi kinetic pembekuan darah.
Sebaliknya, bila darah di keluarkan dari tubuh manusia, pembekuan dapat dicegah dengan
menurunkan kadar ion kalsium sampai di bawah ambang pembekuan, dengan cara deionisasi
kalsium yaitu mereaksikannya dengan zat-zat lain seperti ion sitrat atau dengan mengendapkan
kalsium dngan ion oksalat. 1

b. Interaksi antara jalur intrinsik dan ekstrinsik


Pembuluh darah rusak, pembekuan dimulai oleh kedua jalur secara bersamaan.
Factor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan berkontaknya factor XII dan trombosit
dengan kolagen di dinding pembuluh mengawali jalur instrinsik. Suatu perbedaan yang
sangat penting antara jalur ektrinsik dan jalur intrinsic ialah bahwa jalur ektrinsiksipatnya dapat
ekplosit, sekali dimulai, kecepatan prosesnya hanya dibatasi oleh jumlah factor jaringan yang
dilepaskan oleh jaringan yang cidera, dan oleh jumlah factor X, VII, dan V yang
terdapat dalam darah. Pada cidera jaringan yang hebat, pembekuan dapat terjadi dalam 15 detik.
Jalur intrinsic prosesnya jauh lebih lambat, biasanya memerlukan waktu 1-6 menit untuk
menghasilkan pembekuan.
Lintasan instrinsik dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan
berat molekul tinggi, faktor XII dan faktor XI terpajan pada permukaan pengaktif yang
bermuatan negatif. Kalau komponen dalam fase kontak terkait pada permukaan pengaktif,
faktor XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Begitu faktor
XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan juga melepaskan bradikinin dari kininogen
dengan berat molekul tinggi. Faktor XIa dengan adanya ion Ca 2+ mengakitfkan faktor IX
menjadi enzim serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-
Ile dalam faktor X untuk menghaasilkan faktor Xa. Reaksi belakangan ini memerlukan
perakitan komponen, yang dinamakan komplek tenase, pada permukaan trombosit aktif, yaitu
: Ca 2+ dan faktor VIIIa disamping faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan oleh trombin
dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan
oleh trombin dalam proses pemecahan selanjutnya.
Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta Ca 2+ dan
meghasilkan faktor Xa. Faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya.
Faktor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa untuk mengaktifkan faktor X.
Pada lintasan terakhir yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan
ekstrinsik, akan mengaktifkan protombin menjadi trombin yang kemudian mengubah
fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan protombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan
memerlukan perakitan kompleks proetombinase yang terdiri atas fosfolipid anionik platelet,
Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan protombin. Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin,
trombin juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIa. Faktor ini merupakan transglutaminase
yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silang secara kovalen antar molekul fibrin
dengan membentuk ikatan peptida antara gugus amida residu glutamin dan gugus ε mino residu
lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan
resistensiterhadap proteolisis.
c. Regulasi Thrombin
Thrombin yang aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya
harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau
pengaktifan trombosit.
Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu:
1. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada setiap
reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara
aktivasi dan inhibisi.
2. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.

C. Resorpsi Gumpalan Darah


Apabila pembekuan darah sudah terbentuk secara sempurna, massa gumpalan itu sendiri
akan akan menyumbat bagian pembuluh darah yang mengalami cidera disekitarnya. Dalam
penyembuhan luka, kesinambungan pembuluh darah dapat dipulihkan, sehingga gumpalan
darah kemudian terkurung dalam suatu dalam pembuluh darah yang harus disingkirkan.
Dalam hal ini massa gumpalan harus dilenyapkan. Proses resorpsi massa gumpalan darah
dinamai fibrinolisis, yang juga memerlukan enzim, yaitu enzim proteolitik yang bernama
fibrinolisis atau plasmin.
Serat fibrin sendiri mengaktifkan suatu factor yang terdapat didalam darah dan berbagai
jaringan, yaitu profibrinokinase (profibrinolisokinase) menjadi bentuk aktif, yaitu fibrinokinase
(fibrinolisokinase). Selanjutnya, fbrinokinase ini akan mengaktifkan plasmin (fibrinolisin) yang
didalam darah berada dalam bentuk tidak aktif, yaitu plasminogen (profibrinolisis). Plasmin
atau fibrinolisin yang aktif ini adalah suatu enzim proteolitik yang sangat kuat, sehingga serat-
serat fibrin yang tidak larut dan selanjutnya dipecah menjadi peptida kecil-kecil.
Bakteri stafilokokus menghasilkan enzim stafilokinase, sedangkan bakteri stertokokus
menghasilkan stertokinase. Kedua enzim ini mampu mengaktifkan plasminogen atau
profibrinolisin menjadi plasmin atau fibrinolisin.
Dalam keadaan sehari-hari pristiwa resorpsi gumpalan darah ini dapat dilihat dengan
mudah pada luka yang terjadi dipermukaan tubuh. Biasanya luka tersebut akan ditutupi oleh
gumpalan darah, yang kemudian mengering dan bercampur dengan lapisan tanduk dari kulit
untuk menjadi keropeng (krusta). Bila keropeng ini ditekan, akan kelihatan cairan serum yang
tidak berwarna terperas keluar. Keropeng ini dari hari ke hari makin mengecil dan akhirnya
akan terlepas dan di bawahnya digantikan oleh jaringan baru yang telah bertaut. Tindakan untuk
menjaga kebersihan luka di permukaan tubuh menjadi sangat penting, mengingat adanya
sejumlah kuman yang mampu mengaktifkan plasminogen atau prifibrinolisin menjadi plasmin
atau fibrinolisin dalaam jumlah yang berlebihan. Akibatnya gumpalan darah penutup luka dan
yang dimaksudkan juga untuk menghalangi masuknya kuman, Menjadi rusak sehingga kuman
dapat masuk.
D. Anti Koagulasi
Senyawa yang dapat menghambat penggumpalan darah dinamakan antikoagulan.
Antikoagulasi ada yang bekerja dengan cara mengganggu pematangan protein factor
penggumpalan yaitu antagonis vitamin K seperti dikumorol, selain itu ada juga antikoagulan
yang bekerja dengan mengaktifkan antitrombin, yaitu Heparin, menghambat kerja thrombin
yang sudah aktif dalam mengkatalis proses penggumpalan darah. 3

2.3 Gangguan Pembekuan Darah

Gangguan pada tingkat pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh adanya kekurangan
vitamin C dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang agak lama, yang
berujung pada kerapuhan pemmbuluh darah, terutama pembuluh darah kapiler. Akibatnya,
mudah terjadinya pendarahan bahkan oleh trauma ringan sekalipun.
Gangguan pada tingkat trombosit. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah
trombosit yang mengakibatkan gangguan pada penggumpalan darah. Faktor penyabab
berkurangnya trombosit ini, bisa disebabkan berkurangnya jumlah megakaryosit yang mana
merupakan pembentukan sel asalnya yang berada di sumsum tulang. Hal ini dinamakan
Amegakaryocyte thrombopenia purpura (ATP). Selain disebabkan oleh Amegakaryocyte
thrombopenia purpura, penurunan jumlah tromosit juga dapat disebabkan karena beberapa
penyakit virus yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Keadaan ini
disebut idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP) . Salah satu contohnya adalah pada penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada DBD terjadi penurunan tajam dari jumlah trombosit
di dalam darah tepi, sehingga peenderita tiap saat terancam oleh bahaya pendarahan.
Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah
beragregasi. Gerombolan trombosit ini akan mengendap dan melekat di suatu tempat,
menimbulkan trombus, yang mengganggu aliran darah ke hilir. Trombus ini dapat terlepas
menjadi embolus dapat menimbulkan akibat yang parah.
Gangguan pada faktor penggumpalan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh 3 faktor.
Pertama, kelainan genetik. Kedua, kelainan karena kerusakan organ yang membuatnya. Dan
yang ketiga, kelainan yang disebabkan oleh adanya masalah pada faktor pendukung proses
sintesis.
Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh
kelainan gen, yaitu hemofilia. Ada 2 jenis hemofilia yaitu hemofilia A dan hemofilia B.
Hemofilia A merupakan penyakit yang terkenal dalam sejarah karena menyangkut anak
keturunan dari Ratu Victoria yang memerintah Inggris Raya di sebagian besar abad XIX.
Penyakit ini disebabkan oleh kelainan gen tang menjadikan faktor VIII atau AHG. Meskipun
gen ini terdapat di kromosom x namun bersifat resesif sehingga laki – laki yang lebih sering
menjadi penderita dibandingkan perempuan.
Hemofilia B disebut juga penyakit christmas atau faktor XI. Gen ini juga terdapat di
kromosom x dan bersifat resesif. Pada penyakit Hemofilia A dan Hemofilia B sama – sama
menunjukkan ketidakmampuan darah untuk melakukan penggumpalan. Hanya gen dari
faktor inilah yang terdapat di kromosom x, sedangkan faktor penggumpalan lain disebut
otosom. Penyakit von willebrand adalah salah satu contoh penyakit genetik otosom. Penyakit
ini ditandai dengan adanya gangguan pada kemampuan trombosit untuk melekat pada
permukaan dan juga gangguan pada faktor VIII. Darah si penderita masih dapat menggumpal,
hanya saja membutuhkan waktu yang lama. Kelainan penggumpalan lain yang disebabkan oleh
genetik otosom ialah kelainan pada faktor V yang dinamakan parahemofilia, faktor VII dan
faktor X (stuart). Selain itu, ada pula penyakit afibrinogenemia yang juga merupak genetik
otosom yang dicirikan dengan tidak adanya fibrinogen dalam darah oleh karena penderita tidak
mampu mensintesis fibrinogen sendiri. Saat ia terancam bahaya pendarahan, ia harus
diberikan fibrinogen dari luar tiap 10 – 14 hari karena biasanya fibrinogen akan lenyap dalam
waktu 12 – 21 hari.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang


menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin
pada tempat cedera.
Secara sederhana proses pembekuan darah yaitu Rangkaian reaksi yang sebenarnya
sesungguhnya lebih rumit, karena disebabkan oleh banyaknya factor yang terlibat dalam proses
pengaktipan protrombin menjadi thrombin, yaitu mekanisme intrinsic dan mekanisme
ekstrinsik yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Menghentikan perdarahan.
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran
tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari
pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang
akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar
pembuluh.
Gangguan pembekuan darah yaitu diantaranya Gangguan pada tingkat pembuluh
darah . Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah
beragregasi . Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan
oleh kelainan gen, yaitu hemophilia.
Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan sebagainya,
dengan jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk
menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan
darah dan terjadinya infeksi. Dan hendaknya kita lebih berhati-hati agar tidak terjadi luka,
meskipun terdapat di dalam tubuh setiap manusia suatu mekanisme pengendalian pendarahan
atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentu jauh dari sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Bain, B. J. 2014. Hematologi : kurikulum inti. Cetakan 20. Edited by A. S. Y.Joko Suyono,
Ferdy Sandra. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Praktik Laboratorium Kesehatan yang Benar (Good
Laboratory Practice). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
http://dinkes.sumutprov.go.id/editor/gambar/file/Pedoman%20Praktik%20Laboratorium%20
Kesehatan%20yang%20Benar.pdf.diakses tanggal 22 Maret 2018.

Desmawati. 2013. Sistem Hematologi dan Imunologi. Edited by D. Juliastuti. Jakarta: Penerbit
In Media

Anda mungkin juga menyukai