Anda di halaman 1dari 51

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Gempa Bumi

Gempa bumi adalah goncangan akibat adanya gerakan, geseran,

maupun patahan lapisan batuan didalam bumi (Departemen Komunikasi dan

Informasi RI, 2008 dalam Kristanti, 2013).

Gempa bumi termasuk kedalam bencana geologis karena disebabkan

oleh gaya-gaya dari dalam bumi. Gempa bumi merupakan bencana alam yang

timbul dari dampak pelepasan energi dari dalam bumi secara tiba-tiba,

ditandai dengan adanya patahan pada lapisan batuan di kerak bumi.

Pengumpulan energi pemicu terjadinya gempa bumi tersebut berasal dari

pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang diperoleh dekeluarkan

kesegala arah dalam bentuk gelombang gempa bumi sehingga dampaknya bisa

dirasakan sampai ke permukaan bumi. Gempa bumi dibagi menjadi 3

golongan berdasarkan kedalamannya (Ardewati et al., 2018)

1) Gempa bumi dalam. Hiposentrum gempa bumi dalam lebih dari 300 km di
bawah permukaan bumi (terjadi di dalam kerak bumi). Gempa bumi ini
biasanya tidak terlalu membahayakan.
2) Gempa bumi menengah. Hiposentrum gempa bumi menengah berada
diantara 60 km hingga 300 km di bawah permukaan bumi. Getaran yang
diakibatkan gempa bumi golongan ini lebih terasa dibandingkan gempa
bumi dalam dan dapat mengakibatkan kerusakan ringan
3) Gempa bumi dangkal.Hiposentrum dari gempa bumi dangkal kurang dari
60 km dari permukaan bumi. Gempa bumi ini pada umumnya
menyebabkan kerusakan besar.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa gempa bumi adalah suatu fenomena atau kejadian alam yang

menimbulkan getaran pada lempeng atau permukaan bumi yang ditimbulkan

oleh adanya sumber-sumber getaran tanah akibat terjadinya patahan atau sesar

akibat aktivitas tektonik.

B. Penyebab Gempa Bumi

Sebab-sebab terjadinya gempa adalah sebagai berikut (Hidayah, 2014):

1. Gempa Bumi Tektonik

Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu

pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai

kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini

banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran

gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa

bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena

pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik

dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan

antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate

(lempeng tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan

batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan

mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan


sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah

yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.

2. Gempa Bumi Tumbukan

Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid

yang jatuh ke Bumi, jenis gempa Bumi ini jarang terjadi

3. Gempa Bumi Runtuhan

Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada

daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.

4. Gempa Bumi Buatan

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh

aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang

dipukulkan ke permukaan bumi.

5. Gempa Bumi Vulkanik (Gunung Api)

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa

terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi

maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan

terjadinya gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar

gunung api tersebut.

C. Klasifikasi Gempa Bumi

Gempa diklasifikasikan ke dalam enam macam. Yaitu menurut

penyebabnya, intensitasnya, hiposentrumnya, bentuk episentralnya, letak

episentrumnya dan jarak episentrumnya. (Bambang Nianto Mulyo dan

Purwadi Suhandini dalam Ayub, 2020).


1. Menurut penyebabnya gempa dibedakan menjadi:

a. Gempa vulkanik, yaitu gempa yang terjadi karena erupsi gunung api

b. Gempa tektonik, yaitu gempa yang terjadi karena pergeseran lapisan

batuan (dislokasi) yang meliputi wilayah yang luas

c. Gempa runtuhan (terban), yaitu gempa yang terjadi karena runtuhnya,

batuan mengisi ruang yang kosong di dalam litosfer.

2. Menurut intensitasnya gempa dibedakan menjadi:

a. Gempa makroseisme, yaitu gempa yang intensitasnya besar

b. Gempa mikroseisme, yaitu gempa yang intensitasnya kecil.

c. Menurut hiposentrumnya gempa dibedakan menjadi:

1) Gempa dalam, yaitu 300 km - 700 km

2) Gempa pertengahan, yaitu 100 km – 300 km

3) Gempa dangkal, gempa yaitu < 100 km.

d. Menurut bentuk episentralnya gempa dibedakan menjadi:

1) Gempa sentral jika episentrumnya berbentuk titik seperti gempa

gunung api dan gempa runtuhan

2) Gempa linier jika episentrumnya berbentuk garis, seperti gempa

dislokasi atau gempa tektonik karena patahan.

e. Menurut letak episentrumnya gempa dibedakan menjadi:

1) Gempa laut, jika episentrumnya terletak di dasar laut

2) Gempa darat, jika episentrumnya terletak di daratan.

f. Menurut jarak episentrumnya gempa dibedakan menjadi:

1) Gempa setempat, < 10.000 km


2) Gempa jauh, 10.000 km

3) Gempa sangat jauh, > 10.000 km.

D. Tanda-Tanda Akan Terjadi Gempa Bumi

Gempa memang sulit diprediksi, hingga saat ini belum ada alat yang

dapat memberikan informasi secara akurat mengenai kapan dan dimana

gempa selanjutnya akan terjadi. Berikut adalah beberapa ciri atau tanda-tanda

sebelum gempa terjadi:

1. Awan Tegak di Langit

Awan ini dapat juga berbentuk seperti tornado, seperti pohon atau

seperti batang. Awan berbentuk aneh ini bisa terjadi karena adanya

gelombang elektromagnetis berkekuatan hebat dari dasar bumi hingga

mampu menarik (menghisap) daya listrik di awan. Oleh karena itu

bentuknya seperti tersedot ke bawah.

2. Kinerja Medan Magnet Menjadi Berantakan

Gempa yang terjadi di dasar bumi akan menimbulkan gelombang

elektromagnetis. Jika gelombang ini sangat besar, maka akan sampai ke

permukaan bumi. Sehingga pada saat gempa bumi besar berlangsung

gelombang elektromagnetis tersebut akan mempengaruhi kinerja alat-alat

medan magnet. Contohnya televisi dan mesin fax, jika terdapat

gelombang elektromagnetis yang besar televisi akan runyam, dan hasil

print dari mesin fax akan berantakan. Ini pun bisa mempengaruhi lampu-

lampu. Jika aliran listrik dipadamkan lampu-lampu akan tetap menyala.


Hal tersebut menandakan adanya gelombang elektromagnetis yang besar

di dalam rumah.

3. Perilaku Hewan yang Aneh

Hewan memiliki insting yang tajam. Hewan dapat merasakan

gelombang elektromagnetik yang timbul. Oleh karena itu amatilah

perilaku mereka. Jika mereka menghilang atau gelisah dan bertingkah

laku aneh, sudah dapat di pastikan bahwa memang ada sesuatu yang

dirasakan hewan tersebut.

Jika ketiga ciri-ciri diatas mulai tampak maka resiko untuk terjadi

gempa berkekuatan besar sangatlah tinggi (Hartuti dalam Rahiem, 2020).

E. Parameter Dasar Gempa Bumi

Beberapa parameter dasar gempa bumi yang perlu kita ketahui, yaitu:

1. Hypocenter, yaitu tempat terjadinya gempa atau pergeseran tanah di dalam

bumi

2. Epicenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hypocenter

pada permukaan bumi.

3. Bedrock, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.

4. Ground acceleration, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat

gempa bumi.

5. Amplification factor, yaitu faktor pembesaran percepatan gempa yang

terjadi pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu.

6. Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur

dengan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa


secara kuantitatif dilakukan pengukuran dengan skala Richter yang

umumnya dikenal sebagai pengukuran magnitudo gempa bumi. Magnitudo

gempa bumi adalah ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempa.

Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Richter dengan besar antara 0

sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala Richter

terjadi di Columbia tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa secara

kualitatif yaitu dengan melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh

gempa. Kerusakan tersebut dapat dikatakan sebagai intensitas gempa

bumi.

F. Ukuran Kekuatan Gempa


Menurut Ihsan (2008), ukuran gempa dapat dinyatakan dalam skala

Richter (M) atau skala Modified Mercalli (MMI). Skala Richter mengukur

Magnitude gempa berdasarkan amplitudo yang terjadi sehingga lebih objektif.

Sedangkan skala Modified Mercalli mengukur Intensitas gempa berdasarkan

efeknya terhadap manusia atau bangunan sehingga lebih bersifat subjektif.

Berikut ini adalah sebuah tabel yang menggambarkan tingkatan

magnitude dan kekuatan gempa, pengaruh-pengaruhnya, serta perkiraan

jumlah gempa yang terjadi setiap tahunnya. Hanya gempa-gempa dengan M ≥

5 yang perlu ditinjau dalam perencanaan struktur.

Tabel 2.1 Magnitude dan Kelas Kekuatan Gempa


Magnitude Kelas Pengaruh Gempa Perkiraan
Gempa Kekuatan Kejadian
Gempa Pertahun
< 2,5 Minor Pada umumnya 900.000
earthquake tidak dirasakan,
tetapi dapat direkam
oleh seismograf
2,5 s/d 4,9 Light Selalu dapat 30.000
earthquake dirasakan, tetapi
hanya menyebabkan
kerusakan kecil
5,0 s/d 5,9 Moderate Menyebabkan 500
earthquake kerusakan pada
bangunan dan
struktur-struktur
yang lain
6,0 s.d 6,9 Strong Kemungkinan dapat 100
earthquake menyebabkan
kerusakan besar,
pada daerah dengan
populasi tinggi
7.0 s.d 7.9 Major Menimbulkan 20
earthquake kerusakan yang
serius
≥ 8.0 Great Dapat Satu setiap 5-
earthquake menghancurleburkan 10 tahun
daerah yang dekat
dengan pusat gempa

Karena skala Mercalli bersifat subjektif, maka untuk suatu

kerusakan yang diakibatkan oleh gempa, pengamatan yang dilakukan

oleh beberapa orang akan mempunyai pendapat yang berbeda mengenai

tingkat kerusakan yang terjadi. Berikut ini tingkatan kekuatan gempa

dengan skala MMI dalam tabel berikut :

Tabel 2.2 Skala Intensitas Modified Mercalli (MMI Scale)


Skala Intensitas Keterangan
I Tidak terasa orang, hanya tercatat oleh alat
pencatat yang peka
II Getaran terasa oleh orang yang sedang istirahat,
terutama orang yang berada di lantai dan di
atasnya
III Benda-benda yang tergantung bergoyang,
bergetar ringan
IV Getaran seperti truk lewat. Jendela, pintu dan
barang pecah belah bergemerincing
V Getaran terasa oleh orang di luar gedung, orang
tidur terbangun, benda-benda tidak stabil di atas
meja terguling atau jatuh, pintu bergerak
menutup dan membuka
VI Getaran terasa oleh semua orang, banyak orang
takut dan keluar rumah, berjalan kaki sulit, kaca
jendela pecah, meja dan kursi bergerak
VII Sulit berdiri, getaran terasa oleh pengendara
motor dan mobil, genteng di atap terlepas
VIII Pengemudi mobil terganggu, tembok bangunan
retak
IX Semua orang panik, tembok bangunan
mengalami kerusakan berat, pipa-pipa dalam
tanah putus
X Sebagian konstruksi portal dan temboknya rusak
beserta pondasinya, tanggul dan bendungan
rusak berat, rel kereta api bengkok sedikit,
banyak terjadi tanah longsor
XI Rel kereta api rusak berat, pipa-pipa di dalam
tanah rusak
XII Terjadi kerusakan total, bangunan-bangunan
mengalami kerusakan, barang-barang terlempar
ke udara

Jika dibandingkan antara skala Richter dengan skala Modified diperoleh

hubungan :

Tabel 2.3 Hubungan Antara Magnitude Dan Intensitas Gempa


Magnitud Intensitas Pengaruh-pengaruh Tipikal
e ( MMI )
( Richter )
≤2 I-II Pada umumnya tidak terasa
3 III Terasa di dalam rumah, tidak ada
kerusakan
4 IV-V Terasa oleh banyak orang, barang-barang
bergerak, Tidak adak kerusakan struktural
5 VI-VII Terjadi beberapa kerusakan struktural,
seperti Retak-retak pada dinding
6 VII – VIII Kerusakan menengah, seperti hancurnya
dinding
7 IX – X Kerusakan besar, seperti runtuhnya
bangunan
≥8 XI – XII Rusak total atau hampir hancur total

G. Dampak Gempa

Gempa bumi adalah tipe bencana alam yang sering membahayakan jiwa

dan raga manusia. Selain itu harta benda juga tidak luput dari bencana ini.

Dampak gempa yang berbahaya ini dapat di kelompokan menjadi dua jenis,

yaitu dampak primer dan sekunder.

a. Dampak Primer

Dampak primer yaitu dampak yang di akibatkan oleh getaran

gempa itu sendiri. Jika getaran gempa cukup besar saat sampai ke

permukaan bumi maka dapat merusak bangunan dan infrastruktur lainnya

seperti jalan, rel kereta api, bendungan, dan lain-lain. Banyaknya

bangunan yang rusak ini juga akan menimbulkan korban jiwa dan

kerugian harta benda.

2. Dampak sekunder
Dampak sekunder yaitu dampak lain yang dipacu adanya gempa,

misalnya tsunami, tanah longsor, tanah yang menjadi cairan kental

(liquefaction), kebakaran, penyakit yang menyebar dan sebagainya.

Dampak sekunder ini sangat bervariasi dan biasanya secara berturut-turut

terjadi setelah gempa. Contoh dampak sekunder, tsunami yang pernah

terjadi di Aceh, gempa Padang yang menyebabkan tanah di sekitar desa

Pariaman menjadi longsor, kebakaran setelah gempa di Managua

Nicaragua dan di Padang Sumatra Barat karena adanya hubungan arus

pendek listrik (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2012).

H. Tindakan Saat Terjadi Gempa Bumi

1. Di dalam rumah

Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu,

upayakan keselamatan diri dan keluarga. Masuk ke bawah meja untuk

melindungi tubuh dari jatuhan benda-benda. Jika tidak memiliki meja,

lindungi kepala dengan bantal. Jika sedang menyalakan kompor maka

matikan segera serta mencabut dan mematikan semua peralatan yang

menggunakan listrik, untuk mencegah terjadinya kebakaran.

2. Di Sekolah

Berlindung di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau

buku, jangan panik, jika gempa mereda keluar berurutan mulai dari jarak

yang terjauh ke pintu, cari tempat lapang, jangan berdiri dekat gedung,

tiang dan pohon.


3. Di luar rumah

Jika di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa

muncul dari jatuhnya kaca-kaca dan papan reklame. Lindungi kepala

dengan menggunakan tangan, tas atau apapun. Jika sedang berada di pasar

bisa melindungi kepala dari jatuhan benda dengan benda-benda yang

tersedia di pasar, berlindung dibawah meja, menuju tempat evakuasi.

4. Di Mall, Bioskop, Dan Lantai Dasar Mall

Hindari menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti

semua petunjuk dari pegawai atau satpam. Jika sedang berada di gedung

bertingkat, akan lebih aman tetap di lantai atas dibandingkan dilantai

bawah untuk mengantisipasi gedung bertingkat roboh karena kegagalan

struktur maupun likuifaksi.

5. Di Dalam Lift

Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran.

Jika merasakan getaran gempabumi saat berada di dalam lift, maka

tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya

dan mengungsilah. Jika terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung

dengan menggunakan interphone jika tersedia.

6. Di Kereta Api

Berpeganglah dengan erat pada tiang sehingga tidak akan terjatuh

seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah


mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap

informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.

7. Di Dalam Mobil

Saat terjadi gempabumi besar, akan terasa seakan-akan roda mobil

gundul. Dapat menyebabkan kehilangan kontrol terhadap mobil dan sulit

untuk mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di kiri

jalan dan berhentilah. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus

mengungsi maka keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.

8. Di Gunung /Pantai

Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah

langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari

tsunami, jika getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi

ke dataran yang tinggi.

9. Beri Pertolongan

Sudah dapar diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat

terjadi gempabumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah

sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian maka bersiaplah

memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang berada di sekitar.

10. Dengarkan Informasi

Saat gempabumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya.

Untuk mencegah kepanikan. Penting sekali setiap orang bersikap tenang

dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar dari pihak


berwenang, polisi, atau petugas PMK. Jangan bertindak karena informasi

orang yang tidak jelas.

I. Pantalaksanaan Bencana Gempa Bumi

1. Peran Perawat pada fase Pre-Impact

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra

bencana ini, antara lain:

a. Mengenali instruksi ancaman bahaya

b. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan,

air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)

c. Melatih penanganan pertama korban bencana

d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,

palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan

dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi

ancaman bencana kepada masyarakat

e. Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :

1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)

2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong

anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan,

dan pertolongan pertama luka bakaar

3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti

dinas kebakaran, RS dan ambulans.

4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa

(misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)


5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau

posko-posko bencana

2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)

Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan

tepat setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing

bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-

kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.

a. Merah - paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam

kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma

dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,

luka bakar derajat I-II

b. Kuning - penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury

dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena

dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-

60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur

terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II

c. Hijau - prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur

tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan

dislokasi

d. Hitam - meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat

selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal

3. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana


a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan

sehari-hari

b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian.

c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan

penanganan kesehatan di RS

d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian

e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus

bayi, peralatan kesehatan

f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit

menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri

dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa

g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,

depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi

diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,

fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)

h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat

dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi

bermain.

i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog

dan psikiater dan

j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan

kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

4. Peran Perawat Dalam Fase Postimpact


Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial,

dan psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu

masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit dan

kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal

kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.

J. Penatalaksanaan Bencana Gempa Bumi

1. Konsep Evakuasi

a. Pengertian Evakuasi

Adalah suatu tindakan memindahkan manusia secara langsung

dan cepat dari satu lokasi ke lokasi yang aman agar menjauh dari

ancaman atau kejadian yang dianggap berbahaya atau berpotensi

mengancam nyawa manusia atau makhluk hidup lainnya.

b. Tujuan Evakuasi

1) Untuk mencegah jatuhnya korban jiwa sehingga manusia

dipindahkan ke lokasi yang aman.

2) Untuk menyelmatkan korban yang jatuh pasca kejadian yaitu

dengan melakukan pencarian dan pemindahan ke zona aman.

3) Untuk mempertemukan korban bencana dengan keluarganya

yang sempat terpisah akibat kejadian.

4) Untuk mengetahui jumlah korban yang meinggal dunia akibat

bencana sehingga dapat diproses lebih lanjut.

c. Prinsip Dasar Evakuasi


Dalam melakukan proses evakuasi terdapat beberapa prinsip

yang harus diperhatikan agar proses ini dapat berjalan dengan lancar

dan tidak menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi.

Prinsip – prinsip itu antara lain :

1) Lokasi kejadian :

Tempat kejadian tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan

lebih lanjut sehingga tindakan evakuasi diperlukan agar korban

dapat diselamatkan dan tidak mengalami cidera yang lebih jauh lagi.

2) Kondisi Korban

Dalam melakukan evakuasi, evaluasi terhadap kondisi korban

yang ditemukan harus diperhatikan agar proses evakuasi dapat

berjalan dengan lancar. Kondisi yang perlu untuk diperhatikan

antara lain :

a) Kondisi korban dapat bertambah parah ataupun dapat

menyebabkan kematian.

b) Kontrol ABC

c) Tidak terdapat trauma tulang belakang ataupun cedera leher

d) Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain maka

hendaknya dilakukan immobilisasi pada daerah tadi

e) Angkat Tubuh korban bukan tangan/kaki (alat gerak)

f) angan menambah parah kondisi korban


3) Peralatan

Seharusnya dalam melakukan suatu proses evakuasi

penggunaan peralatan yang memadai perlu diperhatikan. Hal ini

penting karena dengan adanya peralat yang memadai ini proses

evakuasi dapat lebih dipermudah dan mengurangi cidera.

4) Pengetahuan dan Keterampilan perorangan

Pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan dari orang yang

akan melakukan proses evakuasi juga menjadi faktor penting karena

dengan pengetahuan dan keterampilan ini semua masalah yang

dapat timbul selama proses evakuasi dapat ditekan. Seseorang

dengan keterampilannya dapat melakukan evakuasi dengan alat

seadanya. Dalam melakukan evakuasi, keselamatan penolong

haruslah diutamakan.

d. Urutan Evakuasi

1) Deteksi, yaitu proses menemukan dan menentukan keberadaan

potensi ancaman

2) Keputusan, yaitu penentuan tindakan yang akan diambil setelah

menemukan potensi bahaya.

3) Alarm, yaitu peringatan atau pemberitahuan akan adanya

ancaman.

4) Reaksi, yaitu tindakan atau aksi yang dilakukan setelah

mengambil keputusandan mengeluarkan peringatan bahaya.


5) Perpindahan ke area aman, yaitu proses memindahkan manusia

dan benda dari area berbahaya ke zona aman.

6) Transfortasi, perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke

tempat lainnya dengan menggunakan mesin atau tenaga manusia.

e. Teknik Evakuasi

Terdapat berbagai macam teknik dalam melakukan evakuasi

dimana tekniknya disesuaikan dan dikembangan menurut kondisi

yang ada. Secara umum, teknik dalam melakukan evakuasi dibagi

sebagai berikut :

1. Dengan alat

1) Alat yang di butuhkan


a) Long spine board

Sebuah papan belakang, juga dikenal sebagai papan tulang


panjang (LSB) adalah sebuah perangkat penanganan pasien
digunakan terutama dalam pra-rumah sakit, dirancang untuk
immobilisasi gerakan dari pasien dengan cedera tulang
belakang atau anggota badan yang diduga. Long Spine Board
terutama diindikasikan dalam kasus trauma di mana tenaga
medis atau penyelamat percaya bahwa ada kemungkinan
cedera tulang belakang (Nelson & Baptiste, 2004;
Nursingtimes, 2012).
b) Neck collar servical
Servical Neck collar menurut Krisanti et all, (2009)
adalah suatu alat ortopedi dari peralatan medis digunakan
untuk menopang medulla spinalis dan kepala klien. Servical
Neck Collar digunakan untuk tujuan membantu
mengembalikan posisi medulla spinal klien, mengurangi
nyeri, dan menopang leher klien selama proses
penyembuhan dari cidera yang mengakibatkan bergesernya
disk spinal dari vertebra klien
2) Teknik Evakuasi
Dalam mengangkut korban dengan menggunakan
tandu, biasanya 1 regu penolong terdiri dari empat sampai
tujuh orang, dengan tugas masing-masing:

a) satu untuk mempertahankan imobilisasi segaris kepala dan


leher penderita;
b) satu untuk badan (termasuk pelvis dan panggul)
c) satu untuk pelvis dan tungkai; dan
d) satu mengatur prosedur ini dan mencabut spine board.
Prosedur ini mempertahankan seluruh tubuh penderita
dalam kesegarisan, tetapi masih terdapat gerakan minimal pada
tulang belakang. Saat melakukan prosedur ini, imobilisasi
sudah dilakukan pada ekstremitas yang diduga mengalami
fraktur. Teknik Evakuasi yaitu sebagai berikut:
1. Long spine board dengan tali pengikat dipasang pada sisi
penderita. Tali pengikat ini dipasang pada bagian toraks, diatas
krista iliaka, paha, dan diatas pergelangan kaki. Tali pengikat
atau plester dipergunakan untuk memfiksasi kepala dan leher
penderita ke long spine board.
2. Dilakukan in line imobilisasi kepala dan leher secara manual,
kemudian dipasang kolar servikal semirigid.
3. Lengan penderita diluruskan dan diletakkan di samping badan.
4. Tungkai bawah penderita diluruskan secara hati-hati dan
diletakkan dalam posisi kesegarisan netral sesuai dengan
tulang belakang. Kedua pergelangan kaki diikat satu sama lain
dengan plester.
5. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewaktu
orang kedua memegang penderita pada daerah bahu dan
pergelangan tangan. Orang ke tiga memasukkan tangan dan
memegang panggul penderita dengan satu tangan dan dengan
tangan yang lain memegang plester yang mengikat ke dua
pergelangan kaki.
6. Dengan komando dari penolong yang mempertahankan kepala
dan leher, dilakukan log roll sebagai satu unit ke arah ke dua
penolong yang berada pada sisi penderita, hanya diperlukan
pemutaran minimal untuk meletakkan spine board di bawah
penderita. Kesegarisan badan penderita harus dipertahankan
sewaktu menjalankan prosedur ini.
7. spine board diletakkan dibawah penderita, dan dilakukan log
roll ke arah spine board. Harap diingat, spine board hanya
digunakan untuk transfer penderita dan jangan dipakai untuk
waktu lama.
8. Posisi kedua tangan penolong dibuka selebar bahu
9. Kedua kaki penolong dibuka selebar bahu dengan salah satu
kaki lebih maju
10. Korban diangkat dengan kekuatan otot bisep dan paha
11. Posisi punggung penolong dijaga tetap lurus/ tidak
membungkuk
2. Tanpa alat

a. Satu Penolong

1) Korban Tidak Sadar

 Teknik sampir bahu (korban dalam kondisi tengkurap)

Teknik ini dilakukan ketika sudah dipastikan bahwa

korban tidak mengalami patah tulang, urai sendi, atau

cedera semacamnya. Jika korban mengalami patah tulang

punggung, maka teknik ini jangan dilakukan. Sebab hanya

akan menyebabkan kondisi korban semakin fatal.

 Teknik sampir bahu (korban dalam kondisi terlentang


Teknik ini juga dilakukan pada kondisi yang sama seperti pada

teknik kondisi korban tengkurap.

 Teknik membopong

Jika korban adalah anak-anak, maka teknik ini bisa digunakan

karena lebih praktis dibandingkan dengan teknik-teknik lainnya.

Namun jika penolong memiliki tenaga yang lebih, teknik ini pun

bisa dilakukan untuk korban orang dewasa.

a) Korban Sadar

 Teknik sampir bahu

Jika korban tidak mengalami patah tulang punggung,

kaki, maupun lengan, teknik ini dapat dilakukan. Teknik ini

dipakai ketika korban dalam kondisi yang sangat lemah yang

membutuhkan pertolongan dengan segera.


 Teknik gendong

Jika korban dalam kondisi lemah dan tidak mampu untuk

berjalan, penolong dapat menggunakan teknik ini.

 Teknik memapah

Jika korban masih mampu berjalan namun dengan kondisi yang

lemah, maka penolong diajurkan memilih teknik ini. Teknik ini

juga disarankan bagi penolong yang tidak memiliki cukup

tenaga untuk mengangkat korban.

b. Dua Penolong

1) Korban sadar

Teknik ini adalah teknik umum yang digunakan ketika

kita tak menemukan alat apapun untuk proses evakuasi korban.


Caranya adalah dengan melipatkan kedua tangan korban ke

dada, lalu tangan kanan penolong 1 memegang lengan kanan

bawah dan tangan kiri memegang lengan kiri bawah korban.

Sedangkan penolong 2 memegang bagian lutut korban.

 Evakuasi menggunakan kursi

Teknik ini lebih praktis dan akan mempermudah penolong

dalam melakukan evakuasi.

a) Korban Sadar

 Teknik memapah

Teknik ini dilakukan jika korban masih mampu berjalan namun

dengan kondisi fisik yang sangat lemah.


 Duduk 2 tangan

Teknik ini dilakukan jika korban sama sekali tak mampu

berjalan. Kondisi korban dengan cedera kaki pada bagian bawah

juga lebih tepat menggunakan teknik evakuasi ini.

 Duduk 4 tangan
c. Tiga Penolong

Teknik 3 penolong atau lebih, secara umum diprioritaskan

bagi korban tak sadar. Selebihnya, untuk mengatasi jarak evakuasi

yang jauh, maka digunakan alat bantu berupa tandu dan peralatan-

peralatan lain dengan jumlah penolong variatif. Berikut macam-

macam teknik evakuasi dengan 3 penolong:

 3 penolong pada satu sisi korban

Teknik ini adalah yang paling sering digunakan pada

evakuasi korban dengan 3 penolong. Posisi penolong pada 1 sisi

menjadikan perjalanan evakuasi lebih terarah. Kekompakan dan

koordinasi tim menjadi penentu berhasilnya teknik evakuasi ini.

Jika penguncian korban benar, maka korban tidak akan terasa

berat.
 3 penolong berhadapan

Teknik ini digunakan ketika kondisi penolong memiliki

tinggi badan yang tidak sama. Penolong berhadapan pada

kedua sisi korban dengan tangan penolong saling berpegangan

di bawah tubuh korban.

d. Empat Penolong

Jika jumlah penolong lebih banyak, maka proses evakuasi akan

lebih baik. Beban korban akan semakin berkurang dan akurasi dalam

proses evakuasi pun semakin baik. Tekniknya adalah dengan saling

berpegangan tangan di bawah tubuh korban dengan posisi penolong

saling berhadapan.
e. Enam Penolong

Jika korban memiliki berat badan yang cukup besar, maka dapat

dilakukan evakuasi dengan 6 penolong. Tekniknya sama seperti

evakuasi dengan 4 penolong.

2. Konsep Bantuan Hidup Dasar

a. Pengertian Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini

terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya

nafas dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan

tindakan yang dinamakan dengan istilah bantuan hidup dasar (BHD).

Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang

dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara.

Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan


membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan

dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting

dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk

mencegah matinya sel otak.

Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar

sangat penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus

dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk terhadap

tanggapan korban pada proses pertolongan.

Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka

tindakan ini dikenal dengan istilah resusitasi jantung paru (RJP). Untuk

memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C yang

berlaku universal.

A = Airway control  atau penguasaan jalan nafas

B = Breathing Support atau bantuan pernafasan

C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan

Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar Setiap tahap

ABC pada RJP diawali dengan fase penilaian :penilaian respons,

pernafasan dan nadi.

b. Tahapan BHD

1) Penilaian respons.

Setelah memastikan keadaan aman (PENILAIAN KORBAN .1),

maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus segera

melakukan penilaian dini (PENILAIAN KORBAN .2). Lakukan


penilaian respons dengan cara menepuk bahu korban dan tanyakan

dengan suara lantang.

2) Aktifkan sistem SPGD

Di beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat

Terpadunya sudah berjalan dengan baik, penolong dapat meminta

bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila penolong adalah tim

dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem tersebut.

Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini

harus dilaporkan untuk memperoleh bantuan.

3) Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)

Bila tidak ditemukan respons pada korban maka langkah

selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah

cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan

terlentang dengan jalan nafas terbuka.

Gambar 2.1 Airway control


Lidah paling sering menyebabkan sumbatan jalan nafas

pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena pada

saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas

termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga

jalan nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda

asing terutama pada bayi dan anak.

Penguasan jalan nafas merupakan prioritas pada semua

korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang sederhana

sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-

tindakan yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas

korban masih terganggu. Beberapa cara yang dikenal dan sering

dilakukan untuk membebaskan jalan nafas

1) Angkat Dagu Tekan Dahi :

Gambar 2.2 Angkat Dagu Tekan

Dahi
Teknik ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami

trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang. 

2) Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)


Gambar 2.3 Jaw Thrust Maneuver
Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu

tekan dahi. Teknik ini sangat sulit dilakukan tetapi merupakan

teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi korban yang

mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik ini, kepala

dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal. Ingat : Teknik

ini hanya untuk korban yang mengalami trauma tulang belakang

atau curiga trauma tulang belakang

4) Pemeriksaan Jalan Nafas

Setelah jalan nafas terbuka, maka periksalah jalan nafas

karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih sangat

diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat

ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan

penolong. Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu,

dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan

mental. Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang,

bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya

darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara

ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan

jalan nafas.

5) Membersihkan Jalan Nafas

1) Posisi Pemulihan
Bila korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada

kecurigaan adanya cedera leher, tulang punggung atau cedera

lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini maka

letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan

istilah posisi miring mantap. Posisi ini berguna untuk

mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan

mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran

nafas.

2) Sapuan Jari

Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar,

penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang

mengganggu jalan nafas.

6) BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)

Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus

berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.


Gambar 2.4 Breathing

Support
Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan

yaitu:

a. Menggunakan mulut penolong:

 Mulut ke masker RJP

 Mulut ke APD

 Mulut ke mulut / hidung

b. Menggunakan alat bantu:

Gambar 2.5 Masker berkatup


   

Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)

 Frekuensi pemberian nafas buatan:

- Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing

1,5 - 2 detik

- Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1

- 1,5 detik

- Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-


masing 1 - 1,5 detik

- Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing

1 - 1,5 detik.

7) Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari

mulut ke mulut:

 Penyebaran penyakit

 Kontaminasi bahan kimia

 Muntahan penderita

Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang

dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang

dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai

memberikan udara yang berlebihan karena dapat

mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga

menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan

kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan

nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang

dijelaskan diatas.

8) Beberapa tanda-tanda pernafasan:

Adekuat (mencukupi)

 Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan

pernafasan

 Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung

 Korban tampak nyaman


 Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)

9) Kurang Adekuat (kurang mencukupi)

 Gerakan dada kurang baik

 Ada suara nafas tambahan

 Kerja otot bantu nafas

 Sianosis (kulit kebiruan)

 Frekuensi kurang atau berlebihan

 Perubahan status mental

10) Tidak Bernafas

 Tidak ada gerakan dada dan perut

 Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung

 Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang

dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat

memberikan bantuan pernafasan.

11) CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)

Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah

Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan

mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan

tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan

terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk

mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis


Gambar 2.6 Circulatory Support
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di

atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman

penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.

- Dewasa : 4 - 5 cm

- Anak dan balita : 3 - 4 cm

- Bayi : 1,5 - 2,5 cm

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti

berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun

keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya

mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut,

akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena

kekurangan oksigen. Pada saat terhentinya kedua sistem inilah

seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di

atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.

2. Konsep Pertolongan Pertama


A. Langkah-Langkah Melakukan Menghentikan Perdarahan

Terbuka ( Perawatan Luka)

1) Tekanan Langsung pada Cedera

Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada pinggir luka.

Setelah beberapa saat sistem peredaran darah akan menutup

luka tersebut. Teknik ini dilakukan untuk luka kecil yang tidak

terlalu parah (luka sayatan yang tidak terlalu dalam). Cara

yang terbaik pada umumnya yaitu dengan mempergunakan

kassa steril (bisa juga dengan kain bersih), dan tekankan pada

tempat perdarahan. Tekanan itu harus dipertahankan terus

sampai perdarahan berhenti atau sampai pertolongan yang

lebih baik dapat diberikan. Kasa boleh dilepas jika sudah

terlalu basah oleh darah dan perlu diganti dengan yang baru.

2) Elevasi

Teknik dilakukan dengan mengangkat bagian yang

luka (setelah dibalut) sehingga lebih tinggi dari jantung.


Apabila darah masih merembes, di atas balutan yang pertama

bisa diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang pertama.

Elevasi dilakukan hanya untuk perdarahan pada daerah

alat gerak saja dan dilakukan bersamaan dengan tekanan

langsung. Metode ini tidak dapat digunakan untuk korban

dengan kondisi cedera otot rangka dan benda tertancap.

3) Tekanan pada titik nadi

Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi

aliran darah

menuju

bagian

yang luka.

Pada tubuh

manusia terdapat 9 titik nadi, yaitu temporal artery (di kening),

facial artery (di belakang rahang), common carotid artery (di

pangkal leher, dan dekat tulang selangka ), brachial artery (di

lipat siku), radial artery (di pergelangan tangan), femoral artery

(di lipatan paha), popliteal artery (di lipatan lutut), posterior


artery (di belakang mata kaki), dan dorsalis pedis artery (di

punggung kaki).

4) Immobilisasi

untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang

luka. Dengan sedikitnya gerakan, diharapkan aliran darah ke

bagian yang luka tersebut menurun.

5) Torniquet

Teknik ini hanya dilakukan untuk menghentikan

perdarahan di tangan atau kaki saja, merupakan pilihan

terakhir, dan hanya diterapkan jika ada kemungkinan

amputansi. Bagian lengan atau paha atas diikat dengan sangat

kuat sehingga darah tidak dapat mengalir. Tempat yang terbaik

untuk memasang torniket adalah lima jari di bawah ketiak

(untuk perdarahan lengan) dan lima jari di bawah lipat paha

(untuk perdarahan di kaki).

Untuk memudahkan para pengusung, torniket harus

terlihat jelas dan tidak boleh ditutupi, sehingga torniket dapat

dikendorkan selama 30 detik setiap 10 menit sekali. Sementara

itu, tempat perdarahan diikat dengan kasa steril. Torniket

hanya digunakan untuk perdarahan yang hebat atau untuk

lengan atau kaki yang cedera hebat.


Korban harus segara dibawa ke rumah sakit untuk

mendapatkan penanganan lebih lanjut. Jika korban tidak segera

mendapat penanganan, bagian yang luka bisa membusuk.

6) Kompres dingin

Tujuan dilakukannya kompres dingin adalah untuk

menyempitkan pembuluh darah yang mengalami perdarahan

(faso konstriksi) sehingga perdarahan dapat dengan cepat

terhenti.

B. Balut Bidai

1. Konsep Balut Bidai


a. Pengertian
Balut bidai adalah tindakan memfiksasi /mengimobilisasi bagian

tubuh yang mengalami cidera dengan menggunakan benda yang

bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator /imobilisator. Balut

bidai adalah pertolongan pertama dengan pengembalian anggota tubuh

yang dirsakan cukup nyaman dan pengiriman korban tanpa gangguan

dan rasa nyeri ( Muriel Steet ,2009 ).

b. Tujuan Pembidaian 

a. Mempertahankan posisi tulang yang patah agar tidak bergerak

b. Melindungi bagian tubuh yang cedera

c. Mmberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera

d. Memudahkan dalam transportasi penderita

e. Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi

nyeri dan mencegah kerusakan lebih lanjut.


c. Indikasi Pembidaian

Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :

1) Adanya fraktur , baik terbuka /tertutup.

2) Adanya kecurigaan adanya fraktur.

3) Dislokasi persendian

Kecurigaan fraktur bisa dimunculkan jika salah satu bagian

tubuh diluruskan.

1) Pasien merasakan tulangnya terasa patah /mendengar bunyi

“krek”

2) Ekstremitas yang cidera lebih pendek dari yang sehat /mngalami

angulasi abnormal.

3) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cidera

4) Posisi ekstremitas yang abnormal

5) Memar

6) Bengkak

7) Perubahan bentuk

8) Nyeri gerak aktif dan pasif

9) Nyeri sumbu

10) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan

ekstremitas yang mengalami k. cidera (krepitasi)

11) Fungsiolaesa

12) Perdarahan bisa ada /tidak.

13) Hilangnya denyut nadi /rasa raba pada distal lokasi cidera.
14) Kram otot sekitar lokasi cidera.

d. Kontra Indikasi

Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran nafas,

pernafasan dan sirkulasi penderita sudah distabilkan. Jika terdapat

gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada distal

daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita

ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.

e. Jenis Pembidaian
1) Tindakan pertolongan sementara 

a) rasa nyeri dan meghindarkan kerusakan yang lebih berat.

b) Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui

prinsip dan tehnik dasar pembidaian 

2) Tindakan pertolongan definitive

a) Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, klinik / RS

b) Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur

/dislokasi menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar

pelayanan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah

terlatih.

f. Prosedur Dasar Pembidaian

1) Persiapan Korban

a) Menenangkan penderita ,jelaskan bahwa akan memberikan

pertolongan.

b) Pemeriksaan mencari tanda fraktur /dislokasi

c) Menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan 


d) Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan

/memindahkan korban jika keadaan tidak mendesak.

e) Jika ada luka terbuka tangani segera luka dan pendarahan dengan

menggunakan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan

kassa steril

f) Jika mengalami deformitas yang berat dan adanya gangguan pada

denyut nadi ,sebaiknya dilakukan telusuran pada ekstremitas yang

mengalami deformitas. Proses pelurusan harus hati-hati agar tidak

memperberat .

g) Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekan kkuku pada

ekstremitas yang cedera dengan ekstremitas yang tidak cedera

secara bersamaan. Periksa apakah pengembalian warna merah

secara bersamaan /mengalami keterlambatan pada ekstremitas

yang cedera.

h) Jika terjadi gangguan sirkulasi segera bawa ke RS

i) Jika terjadi edema pada daerah cedera ,lepaskan perhiasan yang

dipakai penderita .

j) Jika ada fraktur terbuka dan tampak tulang keluar. Jangan pernah

menyentuh dan membersihkan tulang tersebut tanpa alat steril

karena akan memperparah keadaan.

2)Persiapan Alat

a) Bidai dalam bentuk jadi /bidai standart yang telah dipersiapkan 


b) Bidai sederhana (panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan

sendi yang akan dibidai )contoh :papan kayu, ranting pohon.

c) Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu) sebaiknya dibalut

dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dsb)

d) Bahan yang digunakan sebagai pembalut pembidaian bisa berasal

dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan harus bisa

membalut dengan sempurna pada ekstremitas yang dibidai namun

tidak terlalu ketat karena dapat menghambat sirkulasi.

g. Prinsip Pemasangan Balut Bidai

1) Bahan yang digunakan sebagai bidai tidak mudah patah atau

tidak terlalu lentur

2) Panjang bidai melewati 2 sendi atau 2 tulang. Sendi yang masuk

dalam pembidaian adalah sendi dibawah dan diatas patah tulang.

Contoh: jika tungkai bawah mengalami fraktur maka bidai harus

bisa memobilisasi pergelangan kaki maupun lutut

3) Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara

hati-hati dan jangan memaksa gerakan ,jika sulit diluruskan

maka pembidaian dilakukan apa adanya.

4) Beri bantalan empuk pada anggota gerak yang menonjol untuk

mencegah adanya resiko pergesekan pada tulang yang

mengakibatkan perlukaan

5) Ikatlah bidai diatas atau dibawah daerah fraktur ,jangan

mengikat tepat didaerah fraktur dan jangan terlalu ketat


6) Sebelum dan sesudah pemasangan bidai, lakukan pemeriksaan :

sensoris, motoris, dan nadi.

A. Konsep Trise

1. Pengertian Triase

Triase (Triage) berasal dari kata perancis yang berarti

“menyeleksi”. Triase bencana adalah suatu sistem untuk menetapkan

prioritas perawatan medis berdasarkan verat ringannya suatu penyakit

ataupuntingkat kedarur atannya. Agar dapat dilakukan perawatan medis

yang terbaik kepada korban sebanyak-banyaknya, di dalam kondisi

dimanatenaga medis maupun sumber-sumber materi lainnya serba

terbatas (Zailani dkk,2009).

Triase adalah usaha pemilihan korban sebelum ditangani,

berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan

mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada

( Wijaya S, 2010).

2. Tujuan Triase

Untuk mengidentifikasi pasien yang memutuhkan tindakan segera,

menetapkan pasien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam

perawatan dan untuk memulai tindakan diagnostik atau terapi.

3. Prinsip-prinsip Triase

Prinsip-prinsip tiase yang utama sekali harus dilakukan adalah :

1. Triase umumnya dilakukan untuk seluruh pasien


2. Waktu untuk triase per orang harus lebih dari 30 detik

3. Prinsip utama triase adalah melaksanakan prioritas dengan urutan

“Nyawa” , “Fungsi” > “Penampilan”.

4. Pada saat melakukan triase, maka kartu triase akan dipasangkan

kepada korban luka untuk memastikan urutan prioritasnya (Zailani,

dkk, 2009).

4. Model Triase

a. Single Triage

Digunakan untuk keadaan dimana pasien datang satu persatu,

seperti misalnya instalasi at au Unit Gawat Darurat sehari-hari. Atau

pada MCI (Mass Casualty Incident) Bencana dimana fase akut telah

terlewati (setelah 5-10 hari).

b. Simple Triage

Pada keadaan bencana masal (MCI) awal-awal dimana sarana

transfortasi belum ada, atau ada tetapi terbatas, dan terutama sekali,

belum ada tim medis atau paramedis yang kompeten. Pemilahan

pasien terutama ditunjuk untukprioritas transfortasi pasien yang

kemudian tingkat keparahan penyakitnya. Biasanya digunakan triage

tag/ kartu triase.

c. S.T.A.R.T (Simple Triage And Rapid Treatment)

Prinsip dari START yaitu bertujuan untuk mengatas ancaman

hidup yang utama, yaitu sumbatan jalan nafas dan pendarahan arteri
yang hebat. Pengkajian diarahkan pada pemeriksaan : status respirasi,

sirkulasi dan status mental.

Ktegori/ warna kode

 Warna hijau, yang merupakan “Walking waunded”, korban

cederayang masih bisa berjalan dengan para korban dari kategori

yang lain.

 Warna merah (immediate) korban yang bernapas spontan hanya

setelah reposisi jalan nafas dilakukan. Korban yang memiliki pola

nafas lebih dari 30 kali permenit, atau dengan pengisian kepiler

yang lambat (lebih dari 2 detik). Korban yang memiliki pola nafas

kurang dari 30 kali per menit, dengan pengisian kapiler yang

normal (kurang dari atau sama dengan 2 detik), tetapi tidak dapat

mengikuti perintah sederhana.

 Warna Kuning (deleyed) para korban yang tidak cocok untuk

dikelompokkan ke dalam kategori immediate maupun kategori

ringan.

 Warna Hitam (decceased/ unsalvageable) korban yang tidak

bernafas walaupun jalan nafas sudah dibebaskan.

d. Secondary Assesment to Victim Endpont (SAVE).

Pada keadaan dimana terdapat korban dalam jumlah yang

sangat banyak, yang jauh melampaui kapasitas pertolongan, maka

harus dilakukan triase secara cepat dengan tujuan menyelamatkan


banyak korban sebanyak-banyaknya. Untuk itu pada triase dngan

metode SAVE, korban dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

 Kelompok korban yang diperkirakan akan meninggal, apapun

tindakan yang akan diberikan.

 Kelompok korban yang diperkirakan akan mampu bertahan

hidup, apapun tindakan yang akan diberikan (termasuk tidak

dilakukan pertolongan).

 Kelompok yang tidak termasuk dalam 2 kategori diatas, yang

berarti korban pada kelompok ini keselamatannya sangat

tergantung pada intervensi yang akan diberikan. Kelompok inilah

yang harus mndapat prioritas penanganan.

Anda mungkin juga menyukai