Anda di halaman 1dari 17

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN THALASEMIA PADA ANAK

DISUSUN OLEH:

DARMAWATI

202091137

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Armina, M. Kep., Sp.Kep.An

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


2

A. DEFINISI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan
ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin.
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai
oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor
adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan
kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat
dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari keluarga
kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi
tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat menghasilkan
haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel
darah merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu
tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal
akan menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah
(anemia).
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun
sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
3

lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu,
juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula
si penderita harus menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia
mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan
sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan
tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya.

B. ETIOLOGI
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk  protein
yang dibutuhkan untuk  memproduksi hemoglobin sebagaimana  mestinya. Hemoglobin
merupakan protein  kaya zat besi yang berada di dalam sel  darah merah dan berfungsi
sangat penting  untuk mengangkut oksigen dari paru-paru  ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang  atau tidak
ada,maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan  fungsi tubuh tidak dapat
terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan  tidak mampu lagi menjalankan
aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah  sekelompok penyakit keturunan yang
merupakan akibat dari  ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai
4

asam amino  yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya


diturunkan. Penyakit ini,  merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek(kurang dari 100 hari). Penyebab
kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan
kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
a. Gangguan struktur pembentukan hemoglobin (hb abnormal)
b. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin seperti pada
Thalasemia)
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan
disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak
normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat
berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan
pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua
orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak
hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila
kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak
mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya
maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang
tuanya.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat


Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa
5

sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak
mereka akan mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada
anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan
keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat


Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau
mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor

C. MANIFESTASI KLINIS
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.Sebagian
besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya
beta- thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus,
borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah.
Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita
thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat
dibandingkan anak lainnya yang normal.
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
6

7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :


a. Thalasemia Mayor
1) Pucat
2) Lemah
3) Anoreksia
4) Sesak napas
5) Peka rangsang
6) Tebalnya tulang kranial
7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
9) Disritmia
10) Epistaksis
11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
13) Kadar besi serum tinggi
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar
dan datar.
b. Thalasemia Minor
1) Pucat
2) Hitung sel darah merah normal
3) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah
kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
7

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada
gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang
atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel
darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi
Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari
sel darah normal.
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa dan
dua rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya rantai beta
dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa
oksigen. Adanya suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alfa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai polipeptida kini
mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropoetik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar
kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi
tipis dan mudah pecah atau rapuh.
8

E. WOC (WAY OF CAUSE)


9

F. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi darah rutin
Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel
darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan.
2. Splenektomi
Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda
hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya
limpa.
3. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan.
Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih
rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.
4. Transplantasi sel induk hemopoietik merupakan satu-satunya pilihan kuratif (hanya
direkomendasikan untuk anak yang memiliki donor saudara yang sesuai).
Risiko kerusakan organ akibat kelebihan beban zat besi setelah transfusi rutin dapat
diminimalkan dengan pemberian jangka panjang obat kelasi, seperti
desferioksamin, yang berikatan dengan zat besi dan memungkinkan zat besi
diekskresikan kedalam urine
5. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
10

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak
akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini
dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih
bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk
umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan
anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat
karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga
mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
11

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)


Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko
talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang
mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
12

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan
kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan
Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi palpitasi
2) Kulit tidak pucat
3) Membran mukosa lembab
4) Keluaran urine adekuat
5) Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
6) Tidak terjadi perubahan tekanan darah
7) Orientasi klien baik.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dasar kuku.
13

b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2. Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2


dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan
Tb masih dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan
dalam beraktivitas.
b. Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
c. Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
d. Berikan lingkungan yang tenang.
e. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
f. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
g. Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
h. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
i. Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
j. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi.
k. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.
14

3. Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
b. Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
c. Timbang BB tiap hari.
d. Beri makanan sedikit tapi sering.
e. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang
berhubungan.
f. Pertahankan higiene mulut yang baik.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi.
h. Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
i. Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak
dianjurkan.
4. Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan nourologis.
Kriteria hasil :
a. Kulit utuh.
Intervensi :
a. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan
ekskoriasi.
b. Ubah posisi secara periodik.
c. Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.
5. Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat:
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
15

b. Tidak ada drainage purulen atau eritema


c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b. Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d. Pantau dan batasi pengunjung.
e. Pantau tanda-tanda vital.
f. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
6. Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana
pengobatan.
b. Mengidentifikasi faktor penyebab.
c. Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.
Intervensi :
a. Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
b. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya
thalasemia.
c. Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
d. Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin
melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah
dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
16

D. Evaluasi
Evaluasi hasil yang diharapkan :
a. Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal
b. Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan
c. Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energy
d. Mencapai / mempertahanakan nutrisi yang adekuat
e. Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin
f. Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
g. Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal
h. Tidak mengalami komplikasi
i. Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpitasi, pusing, dan
dispneu
j. Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispnu
k. Mempunyai tanda vital normal
l. Tidak mengalami tanda retensi cairan ( mis. Edema perifer, curah urin
berkurang, distensi vena leher )
m. Berorientasi terhadap nama, waktu, tempat, dan situasi
n. Terapi bebas dari cidera.
17

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda.2015. Aplikasi Nanda Nic-Noc Jilid 3.Jogjakarta: Mediaction

Arifputera A, dkk, 2014.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta:Media Aesculapius

NANDA NIC-NOC 2015 berbasis aplikasi

Scribd.com/kasus-thalasemia-pada-anak

Arifputera A, dkk, 2014.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta:Media Aesculapius

Jurnal thalasemia (terlampir)

Anda mungkin juga menyukai