Anda di halaman 1dari 2

DIALEKTIKA KHAWARIJ – MURJI’AH

(Paradigma Politik dan Teologi Murji’ah)


Interpretasi, understanding dan kritik artikel dalam buku “Ensiklopedi Aliran dan
Madzhab di Dunia Islam”
Oleh: Alip Alfiandi Rizki Maulizain (2004016035)
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW., umat muslim kala itu saling beradu
argumen mengenai pengganti Rasulullah sebagai pemimpin umat muslim. Perbedaan
pendapat mengakibatkan perpecahan dalam komunitas muslim pada saat itu, yang
kemudian melahirkan sekte-sekte atau golongan-golongan.
Di antara golongan yang muncul di masa-masa awal setelah Rasulullah wafat,
yaitu; Khawarij, Syi’ah, dan Umawiyah (bani Umayyah). Sebagaimana yang telah
tertulis di awal, adanya golongan-golongan ini penyebab utamanya adalah masalah
politik, tentang siapa yang paling berhak menjadi pemimpin umat Islam. Akan tetapi
seiring berjalannya waktu konflik tersebut berkembang menjadi pembahasan mengenai
persoalan aqidah.
Di tengah perselisihan antar golongan yang di sebut sebelumya, ada satu golongan
yang menarik perhatian. Mereka memilih untuk tidak memihak kepada salahsatu dari
golongan di atas, golongan ini dikenal sebagai Murji’ah.
Menurut Ibnu Asakir, Murji’ah adalah kelompok yang ragu-ragu, awalnya mereka
ikut peperangan. Saat kembali ke Madinah setelah terbunuhnya Utsman, mereka tidak
bertentangan dengan golongan lain dan masih membaur dengan masyarakat. Mereka
berkata; ‘Kami meninggalkan kalian dalam keadaan bersatu, tidak ada perpecahan di
antara kalian. Setelah kami datang kembali, ternyata kalian berselisih’. Sebagian
berkata bahwa terbunuhnya Utsman tidak mempunyai alasan sama sekali, Utsman dan
sahabat-sahabatnya lebih pantas untuk berlaku adil. Sebagian lagi mengatakan: Ali dan
sahabat-sahabatnya lebih berhak terhadap kholifah. Mereka itu semua dapat dipercayai
dan menurut Murji’ah keduanya benar, ‘Kami tidak cuci tangan dari keduanya, dan
tidak pula kami mengutuk salah salah satu dari mereka (Khawarij dan Syi’ah)’, kata
mereka. Murji’ah tidak ingin memberikan keputusan mengenai siapa yang paling benar
diantara keduanya, dan mengembalikan urusan tersebut kepada Allah swt.
Ada juga pendapat yang mengatakan munculnya Murji’ah awalnya disebabkan
karena Syi’ah, Khawarij, saling mengafirkan. Syi’ah mengafirkan Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan semua pengikut mereka, sementara Khawarij mengafirkan Ali dan
Utsman. Namun di satu sisi, keduanya sama-sama mengafirkan Umawiyyun. Semua
mengklaim bahwa kelompoknya-lah yang paling benar, yang lain kafir. Namun
Murji’ah tidak mengafirkan siapapun diantara mereka. Murji’ah menganggap semuanya
adalah saudara, karena sama-sama beriman kepada Allah. Murji’ah tidak ingin
memutuskan pihak mana yang paling benar. Semua mereka kembalikan lagi kepada
Allah swt.
Saif al-Mazani mengatakan, adapun dalil atau landasan Murji’ah memilih untuk
tidak memilih, diantaranya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan Sa’ad bin Abi
Waqqas, yang berbunyi: “Aku bersaksi bahwa Rasulullah SAW., bersabda; ‘Suatu saat
nanti, yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada
yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil.' Seseorang
bertanya; 'Bagaimana kalau seseorang datang ke rumahku lalu mengarahkan
tangannya untuk membunuhku?'. Rasulullah menjawab; 'Jadilah seperti Ibnu Adam'.”
(dalam arti kata janganlah kamu membununya).
Murji’ah berpandangan bahwa hadits di atas bermakna jika ada perselisihan di
antara umat Islam, baik itu di bidang politik atau aqidah atau permasalahan lainnya,
maka tidak menghakimi keduanya adalah pilihan yang paling benar, tidak pula ikut
mengomentari apalagi memihak satu kelompok dan mengafirkan kelompok lainnya.
Selain itu, mereka juga berpandangan bahwa perilaku dosa adalah hak prerogative
Allah. Maka manusia tidak berhak ikut campur dalam urusan tersebut.

Kritik Mengenai Kekurangan dan Kelebihan Artikel


Dalam buku yang ditulis oleh Tim Riset Majelis Tinggi Urusan Islam Mesir, ini
memuat lengkap tema/kajian mengenai latar belakang Murji’ah. Menyertakan berbagai
pendapat mengenai aliran tersebut. Argumen-argumennya juga bisa dibilang berbobot
(bagi saya sebagai pembaca awam). Tapi…
Mungkin karena ini adalah buku terjemahan, tata Bahasa yang digunakan sangat
rumit. Bagi saya pembaca awam yang sama sekali belum familiar dengan topik ini
butuh waktu berjam-jam dalam memahami paragraf demi paragraf. Butuh googling
kesana-kemari tentang peristiwa demi peristiwa.
Contohnya pada bagian awal, yaitu kutipan perkataan Ibnu Asakir tentang
Murji’ah. Di bagian paragraf pertama yang saya baca saja butuh waktu lama untuk
mencerna itu. Saya sampai menghabiskan waktu untuk searching mengenai hal tersebut,
terutama di bagian “Sebagian di antara kalian berkata, 'Utsman dibunuh secara zalim.
Ia dan para sahabatnya berhak mendapatkan keadilan. 'Sebagian lagi di antara kalian
berkata, 'Ia dan para sahabatnya berhak dibenarkan.”. Sebagai pembaca awam, kata
“ia” disini sangatlah membingungkan. Di nisbahkan kepada siapa kata tersebut
membuat saya pribadi bingung. Kecuali, disertakan juga kutipan original-nya lalu
ditambahkan translate kedalam Bahasa Indonesia mungkin lebih mudah dimengerti.
Tks….

Anda mungkin juga menyukai