Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

I. KONSEP TEORI LANSIA


A. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah
yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak,
dewasa, dan tua (Nugroho, 2006).

B. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu:
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun
ke atas dengan masalah kesehatan
C. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa
anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini
berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua
berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut
memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional
meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ,
tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut
harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari –
hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan –
perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus
– menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya
kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979)
seperti dikutip oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994) menyebutkan
masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada
orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total
dalam pola hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang
bertambah banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa.
Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa
perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama
minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap
penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin
meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak
berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi
yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran
fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan
untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990)
mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan
mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya
mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan
apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.
Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang
berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan,
ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian.
Ciri – ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979,
Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik,
dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain
adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak
sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang
dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimal trehadap diri
dan orang lain.

D. Teori Proses Menua


a. Teori-teori Biologi
- Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara
genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi
sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah
mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel).
- Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel
tubuh lelah (rusak)
- Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat
diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu
yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.

- Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus


theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya
usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat
menyebabkab kerusakan organ tubuh.
- Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
- Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat
dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
- Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
- Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel
yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori Kejiwaan Sosial


- Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan
jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan
bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara
hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia
- Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah
pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori
diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimiliki.
- Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya
usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan
diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni :
1. Kehilangan peran
2. Hambatan kontak sosial
3. Berkurangnya kontak komitmen

E. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1. Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis
kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan
dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional
pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.

2. Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya
masalah baik fisik, mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua


a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres

G. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia


1. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim
organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan, pendengaran,
penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.

2. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan
dengan teman dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.

3. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya (Maslow, 1970). Lansia makin matur dalam
kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970).

H. Penyakit yang sering diderita Lansia


Menurut the National Old People’s Welfare Council ,
dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu :Depresi mental
a. Gangguan pendengaran
b. Bronkhitis kronis
c. Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
d. Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
e. Demensia

II. KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA


A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik
dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah
serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas
50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring
bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah.
WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau
diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak
membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

B. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999) :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90
mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan
menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh
penyakit lain

Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S


1992)

Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Tigkat Jadwal kontrol
(mmHg) (mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali
Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali
Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS

C. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya
hipertensi adalah:
 Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
 Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
 Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
 Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah
penyakit-penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis,
Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular,
Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM,
Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis.
Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan
Kontrasepsi oral Kortikosteroid.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga
tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

Pathway
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan
arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa
pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala,
pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah,
Epistaksis, Kesadaran menurun.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan
hipertensi)
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk /
adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin
Kenaiakan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
l. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung
m. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
n. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.

G. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
- Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang
dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5
gr/hr
 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
 Penurunan berat badan
 Penurunan asupan etanol
 Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah
raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah
raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara
20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
A. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap
tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan
migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
B. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
C. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi
lebih lanjut.

- Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita.

III. Konsep Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama,
Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status
Mental, Suku, Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau adanya factor resiko
a) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas / istirahat
a) Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b) Frekuensi jantung meningkat
c) Perubahan irama jantung
d) Takipnea
d. Integritas ego
a) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria
atau marah kronik.
b) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
a) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng,keju,telur)gula-gula yang berwarna hitam,
kandungan tinggi kalori.
b) Mual, muntah.
c) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau
menurun).
f. Nyeri atau ketidak nyamanan
a) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
b) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya.
d) Nyeri abdomen.

Pengkajian Persistem
a. Sirkulasi
b. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner
atau katup dan penyakit cerebro vaskuler.
c. Episode palpitasi,perspirasi.
d. Eleminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau
obtruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.
e. Neurosensori
- Keluhan pusing.
- Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
f. Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi
atau keterbatasan kognitif

C. Intervensi
 Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
vascular Cerebral
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk
menghilangkan sakit kmepala, misalnya kompres dingin pada
dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu
kamar, tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular
serebral dan yang memperlambat atau memblok respons
simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan
komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase
kontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya
mengejam saat bab, batuk panjang, membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan
vascular cerebral

 Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


umum
1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas,
perhatikan frequency nadi lebih dari 20 kali per menit
diatas frequency istirahat : peningkatan tekan darah yang
nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik
meningkat 40 mmhg atau tekanan diastolic meningkat 20
mmhg) dispnea atau nyeri dada : kelemahan dan keletihan
yang belebihan :pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam
mengkaji respon fisiologi terhadap stress, aktivitas bila
ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik
penghematan energy, misalnya menggunakan kursi saat
mandi,duduk saat menyisir rambut atau menyikat
gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi
penggunaan energy, juga membantu keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.

 DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi


berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
1. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha
untuk evaluasi awal.gunakan ukuran manset yang tepat
dan teknik yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang
masalah vascular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada
orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolic
sampai 130, hasil pengukuran diastolic diatas 130
dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama, kemudian
maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko
yang di tentukan untuk penyakit cerebrovaskular dan
penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90-115.
 DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolic
a. Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan
langsung antara hipertensi dan kegemukan.
Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada
tekanan darah tinggi karena disproporsi antara
kapasitas aorta dan peningkatan curah jangtung
berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
b. Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan
kalori dan membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai
indikasi.
Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang
terjadinya ateroskelorosis dan kegemukan yang
merupakan predesposisi untuk hipertensi dan
komplikasinya misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal
jantung. Kelebihan memasukkan garam memperbanyak
volume cairan intravascular dan dpat merusak ginjal
yang lebih memperburuk hipertensi.

 DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan


system pendukung yang tidak adekuat
1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan
mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah
pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam
kehidupan sehari-hari
2. Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor
spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah
langkah pertama dalam mengubah respons seseorang
terhadap stressor
3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan
perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum
dalam rencana pengobatan
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan
control diri yang berkelanjutan, memperbaiki
keterampilan koping, dan dapat meningkatkan kerja
sama dalam regimen terapeutik
4. Intervensi : Catat laporan gangguan tidur, peningkatan
keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang,
penurunan toleransi sakit kepala ketidakmampuan untuk
mengatasi/menyelesaikan masalah
Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive
mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic

 DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang


informasi atau keterbatasan kognitif
1. Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar,
termasuk orang terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose
karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati
mempengaruhi minat pasien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila
pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan
dipertahankan.
2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal.
Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung,
pembuluh darah, ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang
peningkatan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang
sering digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi dapat
terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan
pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa
sehat
3. Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan
gunakan istilah “terkontrol dengan baik” saat
menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah
sepanjang kehidupan, maka dengan penyampaian ide
“terkontrol” akan membantu pasien untuk memahami
kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi
4. Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-
faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah misalnya
obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola
hidup monoton, merokok, dan minum alcohol( lebih dari
60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan
hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskular serta ginjal.

D. Evaluasi
1. Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau
terkontrol
2. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang
diinginkan/diperlukan
3. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah atau beban kerja jantung.
4. Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan makan,
kuantitas,dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang
diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
5. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
6. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
regimen pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan

Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan

Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek

Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging.

Little Brown and Company. Boston

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT

Gramedia, Jakarta.

Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James

Veldman. EGC. Jakarta

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri

Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai