Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN APPENDICITIS DI RUANGAN RAWAT INAP

BEDAH RSUD LUBUK BASUNG

DISUSUN OLEH:

ADE SERI MEGAWARNI,S.Kep

STIKES PIALA SAKTI PARIAMAN

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai

semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang

laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut

Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling umum

inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan

merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi

pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling

sering terjadi.

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan

apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai

maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut

talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral

didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual

dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa

jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat

2. Apendisitis kronik.

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan

adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang

kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria

mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding

apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan

parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden

apendisitis kronik antara 1-5%.

B. Anatomi

1. Anatomi Usus Besar


Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah

meter, adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau

ileoseka, yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini

tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan

menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus besar terdiri atas empat

lapisan dinding yang

sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot

tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-

lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan

tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler

dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela cangkir.

Usus besar terdiri dari :

1. Sekum

Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup

ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang

sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum

2. Kolon

Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon

memiliki tiga bagian, yaitu :

a. Kolon asenden

Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan

dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.


b. Kolon transversum

Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai

ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada

flkesura splenik.

c. Kolon desenden

Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon

sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.

3. Rektum

Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang

12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke

eksterior di anus.

ANATOMI APPENDIKS

Gambar 2.1 anatomi letak apendiks


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira

10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat

dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia

anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada

daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan

spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit

dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada

bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit

kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari

cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri

apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis

X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar

umbilikus.

2. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk

apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai

perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa

disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna


dan diseluruh tubuh.

Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam

sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung

kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan

terhadap infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).

C. Etiologi dan Predisposisi

Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai

berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan

faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan

limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah

erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian

epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan

pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan

menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya

ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).

D. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan

mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus


tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyaiketerbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe

yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada

saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.

Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri

terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.

Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah

rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih

pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.

Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah

(Mansjoer, 2000).
E. Manifestasi Klinik

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari

oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri

kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah

dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan

dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada

antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan,

spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada

beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang

sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada

pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri

pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada

saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung

kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan

dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran

bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran

kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar.

Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.

Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus

atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi

pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan

kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne,

2002).

F. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.

Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi

aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik

dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk

mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau

spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan

metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi

Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.

Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan

observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan

bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,

tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera

menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).


G. KOMPLIKASI

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%

sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara

umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan

suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan

abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).

Pengkajian Fokus

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar

utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk

rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.

1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,

pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Lingkungan

Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik

daripada tinggal di lingkungan yang kotor.

3. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.

Riwayat kesehatan sekarang

Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,

bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,

keadaan apa yang memperberat dan memperingan.

4. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,

sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

abdomen.

b. Palpasi

Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan

bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan

perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini

disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut

kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini

disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).

c. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan

letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan

pemeriksaan
ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah

pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.

d. Uji psoas dan uji obturator

Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang

meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor

lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan

ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor,

maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji

obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada

posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka

tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada

apendisitis pelvika (Akhyar Yayan, 2008 ).

5. Perubahan pola fungsi

Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000) adalah

sebagai berikut :

a. Aktivitas /

istirahat

Gejala :

Malaise.

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardi.
c. Eliminasi

Gejala : Konstipasi pada awitan awal.

Diare (kadang-kadang).

Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan.

: Penurunan atau tidak ada bising usus.

d. Makanan / cairan

Gejala :

Anoreksia.

: Mual/muntah.

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney

(setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),

meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam

(nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada

apendiks).

Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan

dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah

ureter).

Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang

dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran

kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk

tegak.
: Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.

f. Pernapasan

Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.

g. Keamanan

Tanda : Demam (biasanya rendah).

6. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan

jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan

neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan

jumlah serum yang meningkat.

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang

pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.

Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian

menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks

yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.


1. Pathway
Invasi dan Multiplikasi

Appendisitis

Febris Mual dan muntah Sekresi mucus berlebih pada


lumen apendiks

Kerusakan dan control suhu Resiko Hipovolemia Spasme dinding appendisitis


terdapat inflamasi

Nyeri Akut

Operasi
Luka Insisi
Anestesi local/spinal
Defisit pengetahuan
Kerusakan Jaringan Pintu masuk pasca operasi
mikroorganisme

Ujung sayaraf Resiko infeksi Ansieta


terputus

Pelepasan
Prostagladin
Nyeri Akut
Spinal cord

Cortex serebri Nyeri dipersepsikan


Peristaltic usus

Distensi abdomen

Sumber: (Nurarif & Kusuma, 2016) Mual Muntah

Resiko Hipovolemia
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Data demografi

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang

menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam

tinggi

3) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis

penyakit yang sama.

c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)

1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak

menyeringai, konjungtiva anemis.

2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD

>110/70mmHg; hipertermi.

3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris,

ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak

terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.

4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda

adanya infeksi dan pendarahan.


5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit

pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.

6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses

perjalanan penyakit.

7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis,

pucat.

8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan

distensi abdomen.

d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan

kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi

lamanya penyembuhan luka.

2) Pola nutrisi dan metabolism.

Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat

pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus

kembali normal.

3) Pola Eliminasi.

Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung

kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan

mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami

gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga

terjadi penurunan fungsi.

4) Pola aktifitas.

Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,

aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya

setelah pembedahan.
5) Pola sensorik dan kognitif.

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,

kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,

waktu dan tempat.

6) Pola Tidur dan Istirahat.

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat

mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

7) Pola Persepsi dan konsep diri.

Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala

kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan

dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.

8) Pola hubungan.

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan

peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita

mengalami emosi yang tidak stabil.

9) Pemeriksaan diagnostic.

a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.

b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum,

kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan

abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca

pembedahan.

c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan

leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.

d) Pemeriksaan Laboratorium.

(2) Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.

(3) Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).

Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama

yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi

appendicitis).(D.0077)

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi).

(D.0077)

c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada

appendicitis). (D.0130)

d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif

(muntah). (D.0034)

e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)

f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)

g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).

3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah

perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada

klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan

klien dapat diatasi (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016).

No Diagnosis Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)


1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238).
tindakan keperawatan Observasi :
dengan agen pencedera
diharapkan tingkat nyeri 1.1 Identifikasi lokasi , karakteristik,
fisiologi (inflamasi
(L.08066) dapat durasi, frekuensi, kulaitas nyeri,
appendicitis).(D.0077) menurun dengan Kriteria skala nyeri, intensitas nyeri
Hasil : 1.2 Identifikasi respon nyeri non
1. Keluhan nyeri verbal.
menurun. 1.3 Identivikasi factor yang
2. Meringis menurun memperberat dan
3. Sikap protektif menurun. memperingan nyeri.
Terapeutik :
4. Gelisah menurun
1.4 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.5 Fasilitasi istirahat dan tidur.
1.6 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
Edukasi :
1.7 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
1.8 Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri .
Kolaborasi :
1.9 Kolaborasi pemberian analgetik

jika perlu
2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia (I.15506).
Observasi :
keperawatan diharapkan
berhubungan dengan 2.1 Identifikasi penyebab
termoregulasi (L.14134)
hipertermia.
proses penyakit (Infeksi
membaik dengan
2.2 Monitor suhu tubuh.
pada appendicitis). Kriteria Hasil :
2.3 Monitor haluaran urine.
1. Menggigil menurun.
(D.0130) Terapeutik :
2. Takikardi menurun.
2.4 Sediakan lingkungan yang
3. Suhu tubuh
dingin.
membaik.
2.5 Longgarkan atau lepaskan
4. Suhu kulit membaik pakaian.
2.6 Berikan cairan oral
Edukasi :
2.7 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
2.8 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu.
3 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia (I.03116).
Observasi :
tindakan keperawatan Status
berhubungan dengan
3.1 Periksa tanda dan gejala
cairan (L.0328) membaik
kehilangan cairan secara hipovolemia.
dengan
3.2 Monitor intake dan output cairan.
aktif (muntah). (D.0034) Kriteria Hasil :
Terapeutik :
1 Kekuatan nadi
3.3 Berikan asupan cairan oral
meningkat.
Edukasi :
2 Membrane mukosa
3.4 Anjurkan memperbanyak
lembap.
asupan cairan oral.
3 Frekuensi nadi
3.5 Anjurkan menghindari
membaik.
perubahan posisi mendadak.
4 Tekanan darah
Kolaborasi :
membaik. 3.6 Kolaborasi peberian cairan IV
5 Turgor kulit
membaik.
4 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314).
Observasi :
keperawatan tingkat ansietas
dengan kurang terpapar 4.1 Identivikasi saat tingkat ansietas
(L.01006) menurun dengan
berubah.
informasi (D.0080)
Kriteria Hasil :
4.2 Monitor tanda tanda ansietas
1. Verbalisasi
verbal non verbal.
kebingungan
4.3 Temani klien untuk mengurangi
menurun.
kecemasan jika perlu.
2. Verbalisasi khawatir
4.4 Dengarkan dengan penuh
akibat menurun.
perhatian.
3. Prilaku gelisah menurun.
4.5 Gunakan pendekatan yang tenang
4. Prilaku tegang menurun.
dan meyakinkan.
4.6 Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami.
4.7 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien, jika perlu.
4.8 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
4.9 Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
5.0 pemberian obat antiansietas jika
perlu.
1. Pelaksanaan Tindakan keperawatan

Pelaksanaan Tindakan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan

yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria

hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014).

Pelaksanaan Tindakan merupakan tahap keempat dari proses

keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan

intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk

melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana

perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif

terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien,

kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons

klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada

penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data,


dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses

keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012)

Komponen tahap Pelaksanaan Tindakan Keperawatan:

1. Tindakan keperawatan mandiri.

2. Tindakan keperawatan edukatif.

3. Tindakan keperawatan kolaboratif.

4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan

keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan

keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,

keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil

tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi

4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :

1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien

yang afasia.

2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh

perawat.

3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis

atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.


4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan

keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan

tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan

menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada

3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan

(Setiadi, 2012), yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan

sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih

dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada

sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya

menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai