ISSN : 2339-1553
Email: agungeka_suwarnata@yahoo.com
Abstrak
Masyarakat dan kebudayaan Bali bergerak secara dinamis, dalam satu dekade terakhir
mengalami perkembangan yang pesat. Faktor yang mendorong dinamika dan perubahan pesat
tersebut antara lain kesesakan ekologi, konversi lahan, materialisme serta keterbukaan lokal,
nasional dan internasional. Demikian pula subak, terutama di perkotaan semakin terdesak, akibat
adanya peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang tidak bisa dihindari. Salah satunya
adalah Subak Anggabaya yang merupakan tipe dari subak di Perkotaan (Denpasar), yang terus
terdesak oleh berbagai kepentingan non-pertanian sehingga perlu dikaji keberlanjutannya.
Penelitian diselenggarakan di Subak Anggabaya Denpasar Utara, Kota Denpasar. Lokasi
penelitian ditentukan secara purposive. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis
matriksinversedengan menggunakan software matriks FTP-UGM 2001.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa keberlanjutan Subak Anggabaya dalam
penerapan Tri Hita Karana masih kurang baikdan mengancam eksistensi subak. Hal ini dilihat dari
nilai penerapan konsep Tri Hita Karana hanya sebesar 24,28%. Keberlanjutan Subak Anggabaya di
perkotaan dapat ditingkatkan dengan cara perlu dibuat kebijakan dari pemerintah tentang
pelaksanaan Tri Hita Karana, mencari solusi dari elemen-elemen yang masih kurang
pelaksanaanya dalam penerapan Tri Hita Karana, mengadakan pembinaan dan penyuluhan
tentang Tri Hita Karana di Subak Anggabaya.
Abstract
Balinese society and culture moves dynamically, and in the last decade it has experienced a
rapid development. Factors that encourage dynamism and rapid change, among other ecological
distress, conversion of land, the materialism and the openness of local, national and international
interests. Similarly subak, especially in urban areas increasingly land difficult to maintain, as a
result of the transition function of agricultural land into non-farm that can not be avoided. One is the
Subak Anggabaya which is a type of Subak in Urban (Denpasar), which continues being pressured
by various non-agricultural interests that need to be assessed for sustainability.
Research was conducted at the Subak Anggabaya, North Denpasar. Research sites were
purposively determined. Analysis of the data in this study is inverse matrix analysiswith software
from FTP-UGM 2001.
Based on the results obtained, the sustainability of Subak Anggabaya in the application of
Tri Hita Karana is still not good and is threatening the existence of subak. It is seen that the
application of the concept of Tri Hita Karana only amounted to 24,28%.Subak Anggabaya urban
sustainability can be enhanced by making government policies concerning the implementation of
the Tri Hita Karana, finding solutions of the elements that are still less effective for implementation
of Tri Hita Karana, and conducting coaching and counseling about the Tri Hita Karana in Subak
Anggabaya.
663
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
di tengah retorika wacana kesejahteraan. Kedua, Anggabaya. Lokasi penelitian dipilih secara
paradoks kelembagaan, di mana sejumlah subak sengaja (purposive sampling) berdasarkan
di perkotaan dan kawasan wisata terus menyusut pertimbangan: (1) Subak Anggabaya berada di
dan cenderung punah melalui penyusutan lahan, perkotaan Denpasar dan rawan terhadap
merosotnya populasi petani, beban pajak yang kemugkinan alih fungsi lahan sawah, (2) Subak
tinggi di tengah anjuran pelestarian lembaga Anggabaya pernah mendapatkan Juara I Insus
subak. Ketiga, paradoks budaya, tatkala aplikasi Padi tingkat Kota Denpasar tahun 2007, (3)
filosofi Tri Hita Karana cenderung distorsi dengan Belum pernah dilakukan penelitian sejenis di
indikasi rusaknya ekologi, konflik air dan batas Subak Anggabaya.
subak, serta kebijakan revitalisasi pertanian yang
berlangsung setengah hati. 2.2 Populasi dan Sampel
Organisasi pengairan tradisional dalam Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
bidang pertanian (subak), menjadi bagian dari anggota Subak Anggabaya yaitu 162 orang yang
unsur seni dan budaya yang diwarisi secara turun terdiri atas 98 orang petani pemilik dan 64 orang
temurun oleh masyarakat Bali. Masyarakat dan petani penggarap. Teknik pengambilan sampel
kebudayaan Bali bergerak secara dinamis, dalam dalam penelitian dengan menggunakan metode
satu dekade terakhir mengalami perkembangan purposive sampling, responden dipilih dengan
yang pesat. Faktor yang mendorong dinamika pertimbangan yaitu petani yang mengetahui dan
dan perubahan pesat tersebut antara lain paham tentang subak. Jumlah responden dalam
kesesakan ekologi, konversi lahan, materialisme penelitian ini berjumlah 30 orang. Sanchati dan
serta keterbukaan lokal, nasional dan Kapoor (dalam Windia, 2002:63), menyatakan
internasional. Demikian pula subak, terutama di bahwa responden sebanyak 30 orang atau lebih
perkotaan semakin terdesak, akibat adanya sudah dianggap mendekati distribusi normal.
peralihan fungsi lahan pertanian ke non pertanian
yang tidak bisa dihindari, alih fungsi lahan di Bali 2.3 Jenis dan Sumber Data
tercatat 750 ha/tahun (Sutawan, 2005). Hal itu Jenis data yang dikumpulkan untuk
perlu mendapat perhatian dan penanganan dari mendukung penelitian ini adalah data kuantitatif
semua pihak, khususnya pemerintah Provinsi dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang
Bali, Pemkab dan Pemkot agar subak itu tetap berbentuk angka-angka seperti penilaian skor
mampu lestaridan eksis di tengah perkembangan untuk masing-masing pertanyaan yang diajukan
zaman. kepada petani.Data kualitatif adalah berupa
Jika subak sampai sirna akan mengakibatkan bentuk kata, kalimat atau informasi yang
menurunnya seni dan budaya Bali yang selama berkaitan dengan penelitian yaitu data hasil
ini menjadi dambaan masyarakat internasional, wawancara dengan petani Subak Anggabaya,
yakni salah satu daya tarik wisatawan dalam informasi dari Dinas Pertanian Kota Denpasar.
menikmati liburan ke Bali. Saat ini, subak Sumber data yaitu data primer didapatkan
menghadapi berbagai kendala, tantangan dan dari (responden) di wilayah penelitian melalui
hambatan, antara lain areal subak berubah wawancara kepada anggota subak dengan
menjadi tempat pemukiman, penghuninya mempergunakan instrumen berupa daftar
membuang sampah sembarangan di area pertanyaan (kuesioner). Selain itu, juga dilakukan
persubakan. Selain itu, air untuk irigasi subak di observasi ke lokasi penelitian untuk lebih
bagian hulu dimanfaatkan untuk bahan baku mengetahui dari dekat kondisi daerah penelitian
perusahaan air minuman dalam kemasan. (pengambilangambar-gambar) di lokasi
Anggota subak dengan berbagai kendala dan penelitian.Sedangkan, data sekunder diperoleh
hambatan yang dihadapi itu, hanya bisa dari sumber-sumber pustaka dan catatan-
mengeluh dan menggerutu, tanpa ada instansi catatan/dokumen dari instansi terkait. Data
teknis yang membantumengatasinya. sekunder dikumpulkan dengan metode
Sesuai dengan latar belakang ini, maka perlu pencatatan langsung dan memfoto copy data di
dilakukan penelitian tentang keberlanjutan sistem instansi yang terkait dengan THK untuk
subak di perkotaan. Sebagaimana diketahui melengkapi data primer (data dalam kuesioner).
bahwa keberlanjutan sistem subak berkaitan erat
dengan penerapan Tri Hita Karana (THK) di 2.4 Identifikasi Variabel
subak yang bersangkutan (Windia, 2006). Oleh
Upaya menjabarkan pelaksanaan Tri Hita
karenanya dalam penelitian ini, keberlanjutan
Karana dalam pengelolaan sebuah subak, maka
subak akan dilihat dari nilai penerapan THK pada
harus dipahami bahwa subak adalah sebuah
subak yang besangkutan.
sistem teknologi. Hal itu disebabkan karena
Penelitian dilakukan di Subak Anggabaya
subak yang merupakan suatu kegiatan sosio-
Denpasar Utara, Kota Denpasar. Subak ini
kultural ekonomi pada dasarnya adalah sebuah
merupakan salah satu tipe subak yang ada di
alat untuk mencapai tujuan dengan lebih efektif
Perkotaan (Denpasar), yang terus terdesak oleh
dan efisien. Tetapi karena kegiatan subak itu
berbagai kepentingan non-pertanian seperti
diharapkan berlandaskan Tri Hita Karana
mendirikan bangunan tempat tinggal.
(kebudayaan), maka subak yang berlandaskan
Tri Hita Karana itu harus dipandang sebagai
2. Metode yang diterapkan suatu sinergi antara sistem teknologi dan sistem
2.1 Lokasi Penelitian kebudayaan. Hal itu disebabkan karena Tri Hita
Lokasi penelitian bertempat di kawasan Karana sejatinya adalah sebuah budaya atau
Subak perkotaan Denpasar yaitu di Subak
664
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
juga disebut sebagai suatu sistem kebudayaan dalam kajian metodelogis ini dilakukan
(Windia dan Dewi, 2007). penyederhanaan (simplifikasi) yaitu dengan
Sebuah Subak yang ber-Tri Hita Karana melakukan diskritisasi / pemisahan. Dalam
adalah sinergi antara sistem teknologi dan sistem kisaran nilai batas diskrit tersebut fungsi
kebudayaan. Oleh karena itu dapat dibuat hubungan antara elemen-elemen sistem subak
sebuah matriks yang menyatakan hubungan itu dapat dinyatakan dalam bentuk matriks.
antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan. Bentuk matriks dari hubungan elemen-
Matriks tersebut menghubungkan semua sub elemen sistem subak yang berlandaskan Tri
sistem dari sistem teknologi dengan semua sub Hita Karana dapat ditulis sebagai berikut.
sistem dari sistem kebudayaan. Sub sistem dari
sistem teknologi terdiri atas (1) software (pola a11 a12 a13 a14 a15
A = aij a21 a25
pikir), (2) hardware (artefak), (3) humanware
(sosial), (4) organoware (oraganisasi), dan (5) a22 a23 a24
infoware (informasi). Sedangkan sub sistem dari a31 a32 a33 a34 a35
sistem kebudayaan terdiri atas (1) pola pikir, (2)
sosial, dan (3) artefak/kebendaan. Adapun Keterangan :
matriks hubungan antara sub sistem dari sistem
teknologi dengan sub sistem dari sistem A = sistem subak yang berdasarkan THK
kebudayaan tersebut dapat digambarkan seperti aij = elemen-elemen dari hubungan semua
Tabel 1. sub sistem dari sistemkebudayaan dengan
semua sub sistem dari sistem teknologi.
Tabel 1. Matriks Hubungan antara Semua Sub Sistem i = sistem kebudayaan (1 = budaya/pola
dari Sistem Teknologi dan Semua Sub Sistem dari pikir;2 = sosial; 3 = kebendaan/artefak)
Sistem Kebudayaan. j = sistem teknologi (1 = software; 2 =
hardware; 3 = humanware; 4 = organoware; 5 =
infoware)
665
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
Dewi, 2007) sehingga rumusnya menjadi sebagai yang mengandung skor keadaan saat penelitian
berikut. (senyatanya) dan matriks H adalah matriks yang
mengandung skor untuk keadaan maksimal di
A . X =H masa yang akan datang (matriks ideal). Matriks
T
( A. A ).X = H X adalah matriks transformasi yang akan dapat
X =( A . A T)-1. H .............................. (4) dicari nilainya, yang sekaligus merupakan nilai
penerapan Tri Hita Karana.
Matriks X dalam persamaan (2) dapat Selanjutnya, seperti terlihat pada persamaan
disebutkan sebagai model/bentuk matriks X
(5), yakni setelah matriks dapat dihitung dan
transformasi karena mentransformasi sistem
subak dengan ciri kinerja tertentu ke bentuk matriks A diketahui maka kedua matriks itu
subak dengan kinerja ideal sesuai dengan dapat dibedakan dengan menghitung determinan
landasan Tri Hita Karana. Perbedaan antara (D).
Nilai Z pada persamaan (5) menunjukkan nilai
matriks A dan X dinyatakan dengan nilai
peluang subak sampel untuk ditransformasikan.
determinannya (D). Beda absolut antara D
Seperti disebutkan sebelumnya, sistem subak
matriks sistem nilai subak senyatanya dan D
dapat ditransformasikan (diketahui kemampuan
matriks subak transformasi adalah merupakan
penerapan THK-nya), ditentukan oleh nilai
nilai peluang transformasi sistem subak yang
absolut perbedaan determinan D dan D*. Bila
bersangkutan. Dalam penelitian ini, nilai tersebut
nilai perbedaan absolutnya adalah nol, D=D*,
adalah merupakan nilai penerapan Tri Hita
dan/atau nilai D* adalah nol, maka subak
Karana dalam kegiatan subak (Z).
tersebut tidak dapat ditransformasikan (tidak
Z =(D-D*)/Dx100% ....................... (5)
mentransformasikan/ menerapkan THK). Suatu
Keterangan :
sistem subak dapat ditransformasikan (memiliki
Z = koefisien peluang transformasi
nilai penerapan THK) bila nilai D>D*>0.
D = determinasi matriks A Makin besar nilai Z, maka makin besar
kemampuan subak itu melakukan penerapan Tri
D* = determinasi matriks X Hita Karana. Nilai penerapan THK menunjukkan
potensi keberlanjutan subak yang bersangkutan.
Selanjutnya patut diketahui bahwa, untuk Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.
mendapatkan matriks hubungan antara sistem 1. Bila nilai 0<Z<33% dapat diartikan kurang
kebudayaan dan sistem teknologi maka dibuat baik penarapan THK-nya.
substansi (elemen matriks) yang akan disajikan 2. Bila 33%<Z<67% dapat diartikan cukup baik
dalam setiap sel matriks. Substansi (elemen penerapan THK-nya.
matriks) yang ada pada setiap sel matriks 3. Bila nilai 67%<Z<100% dapat diartikan baik
tersebut kemudian dinarasikan menjadi bentuk penerapan THK-nya.
"pernyataan" (bukan dalam bentuk
pertanyaan/kalimat tanya).
Agar bisa mendapatkan nilai peluang 3. Pembahasan Hasil
transformasi (penerapan Tri Hita Karana), maka Subak yang merupakan suatu warisan
setiap sub sistem (elemen matriks) diberikan skor budaya sebagaimana yang telah dibahas secara
(dengan rentang 1-5). Skor 5 diberikan untuk rinci pada bab terdahulu, pada hakikatnya
respon yang paling sesuai, dan skor 1 diberikan adalah suatu teknologi yaitu alat untuk mencapai
untuk yang paling tidak sesuai. tujuan tertentu dengan lebih efektif dan efisien
Nilai tiap-tiap hubungan sub sistem kemudian (Windia dan Dewi, 2007). Subak sebagai sistem
dijumlahkan untuk mendapatkan total nilai, teknologi mempunyai lima sub sistem, yaitu
selanjutnya total nilai dibagi dengan jumlah software, hardware, humanware, organoware,
pernyataan pada sistem itu untuk mendapatkan dan infoware.
nilai rata-rata. Nilai rata-rata itulah yang akan Tetapi karena kegiatan subak diharapkan
diinverse. Analisis inverse dilakukan, karena hasil berlandaskan Tri Hita Karana, dimana Tri Hita
inverse mempunyai nilai sama dengan satu. Hal Karana sejatinya adalah suatu sistem
itu menunjukkan tujuan ideal dari sistem subak kebudayaan, maka subak yang berlandaskan Tri
yang bersangkutan. Hita Karana harus dipandang sebagai suatu
Sebelum dilakukan proses analisis inverse, sinergi antara sistem teknologi dan sistem
data yang diperoleh dinormalkan terlebih dahulu kebudayaan. Sebagai suatu sistem kebudayaan,
sesuai model yang dilakukan dalam analisis teori subak memiliki tiga sub sistem yaitu pola
Fuzzy Set (Malano dan Gao, 1992 dalam Windia pikir/konsep/nilai, sosial, dan artefak/kebendaan.
dan Dewi, 2007). Patut diketahui bahwa skor Bertolak dari uraian tersebut maka Subak
untuk elemen-elemen matriks pada Tabel 2. Anggabaya dapat dibuatkan matriks hubungan
dicari untuk keadaan saat penelitian (senyatanya) antara semua sub sistem dari sistem teknologi
dan untuk keadaan yang maksimal di masa yang dengan semua sub sistem dari sistem
akan datang (keadaan ideal berdasarkan kebudayaan. Matriks tersebut kemudian
pendapat responden). dianalisis dengan menggunakan analisis matriks
Dalam kaitan dengan proses analisis inverse, inverse. Hasil analisis matriks inverse hubungan
A antara semua sub sistem dari sistem teknologi
dinyatakan bahwa matriks adalah matriks
dan semua sub sistem dari sistem kebudayaan
666
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
667
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
masih belum sepenuhnya mampu membuat Sastrawan, A A.G. (2005). Esensi Hindu dalam
bangunan irigasi, belum ada tokoh panutan dari pengelolaan lingkungan. Buku
pihak akademisi atau dari pemerintah, lingkungan panduan THK Award and
internal Subak Anggabaya masih kurang Accreditation. Denpasar: Green
kompak, anggota masih kurang dalam Paradise.
memahami sifat tanah dan informasi curah hujan,
belum paham akan bahaya polusi, pemantauan Sutawan, N. (2005). Revitalisasi Sistem Subak di
daerah subak masih belum maksimal. Bali. Denpasar: Universitas Udayana.
Antara, M. (2004). Diktat Kuliah Manajemen Windia, W. (2008). Menuju Sistem Irigasi Subak
Agribisnis. Denpasar: Fakultas yang Berkelanjutan di Bali. Naskah
Pertanian Universitas Udayana. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar dalam Bidang Ilmu Sosial
Bali Post. (2001). Buku Panduan THK Tourism Ekonomi Pertanian pada Fakultas
Award 2001. Denpasar: Bali Post. Pertanian Universitas Udayana.
Denpasar 29 Maret.
Dajan, A. (1993). Pengantar Metode Statistik.
Jogyakarta: BPFE. Windia, W; S.Pusposutardjo; N.Sutawan;
P.Sudira; S.Supadmo. (2000). Sistem
Dharma, K.G. (2005). Memilih orientasi strategi Irigasi Subak Dengan Landasan Tri
penerapan THK. Buku Panduan THK Hita Karana (THK) Sebagai Teknologi
Award and Accreditation. Denpasar: Sepadan dalam Pertanian Beririgasi.
Green Paradise. (serial online),.Avaiable
from:URL:http://ejournal.unud.ac.id/abs
Harianto. (2010). Peranan Pertanian dalam trak/(17)%20soca-windia-
Ekonomi Perdesaan. (serial online). sistem%20subak(1).pdf.
Avaiablefrom:URL:http://pse.litbang.de
ptan.go.id/ind/pdffiles/Semnas4 Wulandira, A A.A. (2008). “Penerapan Tri Hita
Des07_PPT_Harianto.pdf. Karana di Kawasan Agrowisata Salak
Sibetan Karangasem ” (unpublised
IPB. (2005). Jurnal Penyuluhan. (serial online), tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
September. Avaiable from: URL:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/han
dle/123456789/42807/I%20Gde%20Pit
ana.pdf?sequence=1htt.
668