Anda di halaman 1dari 2

NAMA:RIZKIYANSYAH

NIM:B10019033
TUGAS HUKUM PAJAK DAN RETRIBUSI

Komentar dan Analisis


Perbincangan kepatuhan pajak menjadi ramai saat terbit Peraturan Pemerintah (PP)
No.23/2018 (mengubah PP 46/2013) yang menetapkan tarif PPh sebesar 0,5% bagi pelaku
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)/Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan
omzet penghasilan Rp4,8 milar per tahun. Mengapa ramai? Karena masih banyak pelaku
usaha belum patuh.
Kepatuhan beralaskan sistem sejatinya memberi pemahaman mudah. Sistem self-assessment
mestinya sudah menjadi alas hak bagi pelaku bisnis menjadi patuh. Bahkan kepatuhan
mestinya menjadi lebih tinggi ketika teknologi canggih dimanfaatkan sebagai mekanisme
pengawasan terhadap pelaku bisnis.
Era digital menjadi masa ketika aspek peningkatan kepatuhan menjadi mudah dan beralaskan
sistem. Era digital menjadi pemicu dikenakannya sanksi dan denda pajak (fine and penalties)
bagi wajib pajak yang sengaja untuk tidak patuh. Misalnya penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) melalui gawai memberi cara peningkatan kepatuhan di era digital saat
ini.
Namun tidak dapat dipungkiri, kepatuhan beralaskan sistem juga mesti dibarengi empat hal
pokok, yaitu kesadaran hukum, kejujuran, hasrat bayar pajak, dan disiplin diri wajib pajak
(Rochmat Soemitro, 1998).
Mengambil posisi pada keempat hal di atas menjadi kebajikan yang mesti dijalani sesegera
mungkin. Pentingnya melakukan kebajikan dalam pungutan pajak tidak semata berfikir pada
tataran aturan hukum (undang-undang) yang seakan sudah bersifat filosofis dan yuridis.
Kesadaran hukum masyarakat (wajib pajak) dalam menaati dan mematuhi hukum sangat
penting supaya aturan menjadi efektif.
Kesadaran hukum tersebut menyangkut faktor apakah aturan hukum (hukum pajak)
diketahui, dipahami, diakui, dihargai dan ditaati wajib pajak sebagai pengguna hukum. Hal
ini karena pungutan pajak tidak berfungsi jika tidak ada kesadaran hukum.
Menilik pesatnya perkembangan e-commerce yang tidak dapat dihentikan maka dengan
sendirinya berpengaruh pada kesadaran hukum dibidang pajak. Misalnya dalam
mendiskusikan kesadaran hukum terbitnya PMK 210/2018, dua sisi kebajikan pemikiran
hukum bisa dianalisis.
Sisi pertama yaitu dengan semata menilik pada aturan kejelasan dengan maksud memperjelas
aspek administratif dari makna aturan undang-undang serta peraturan pemerintah yang
mengaturnya.
Adapun sisi kedua menilai PMK 210/2018 memberi kerepotan tersendiri dengan ragam
pelaporan yang dilakukan pelaku e-commerce. Keharusan tersebut yang patut dipikir ulang
dengan bijak.
Bahkan jika sisi ketiga terkait dengan sanksi pidana hendak diulas, mungkin akan memberi
efek sangat negatif bagi perkembangan e-commerce. Padahal kita semua menginginkan
perkembangan bisnis terus melaju kencang, sekencang perkembangan teknologi informasi
yang digandrungi kaum milenial.
Tertib administrasi memberi tujuan kepastian hukum terkait dengan peningkatan kepatuhan,
boleh jadi bukan melulu harus diatur secara kaku. Keluwesan administratif pelaporan dan
ragam formulir yang disusun semestinya dibuat sesederhana mungkin.
Kalangan pebisnis e-commerce butuh kecepatan dan kesederhanaan. Menyadari hal
demikian, kebijakan dan kebajikan dalam melakukan pungutan pajak menjadi dua hal penting
untuk terus dikaji.
Dengan cara itu, melakukan pungutan pajak dengan adil demi tegaknya negeri menjadi
harapan dan cita-cita bersama menuju Indonesia yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai