Anda di halaman 1dari 12

SUMBER AJARAN ISLAM

AL-QURAN

A. Pengertian Al-Quran
Al-Quran berasal dari Bahasa Arab, yaitu qur’anan yang merupakan isim Masdar dari
kata qara’a-yaqra’u-qira’atan/quranan yang artinya membaca, menelaah, mempelajari. Secara
Bahasa, Al-Quran berarti bacaan. Seperti firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Qiyamah ayat
17-18;
ُ‫إِ َّن َعلَ ۡينَا َجمۡ َع ۥهُ َوقُ ۡر َءانَ ۥهُ فَإ ِ َذا قَ َر ۡأ َٰنَهُ فَٱتَّبِ ۡع قُ ۡر َءانَ ۥه‬
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka
ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-Qiyamah (75): 17-18)

Secara istilah, Al-Quran dapat diartikan sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw yang diturunkan secara mutawatir (berangsur-angsur). Para ahli tafsir
berbeda pendapat tentang penamaan Al-Quran. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Quran
adalah nama yang khusus bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Sebagian lagi berpendapat bahwa Al-Quran diambil dari kata qara’ain (petunjuk) karena ayat-
ayat Al-Quran satu sama lain saling menguatkan dan membenarkan.
Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi- Nya Muhammad yang lafal-
lafalnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara
mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari awal Surah Al-Fatihah (1) sampai Surah
An-Nas (114). Lebih singkat lagi definisi Al-Quran menurut istilah Ushul Fiqh adalah kalam
(perkataan) Allah yang diturunkan-Nya dengan perantara Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad saw dengan Bahasa Arab serta dianggap beribadah membacanya.
Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa salah satu keistimewaan Al-Quran adalah lafal
dan maknanya berasal dari Allah SWT. Lafalnya yang berbahasa Arab itu dimasukkan oleh
Allah ke dalam dada Nabi Muhammad saw kemudian beliau membacanya dan terus
menyampaikannya kepada umat. Al-Quran sampai kepada kita secara mutawatir, yaitu dengan
cara penyampaian yang menimbulkan keyakinan tentang kebenarannya, disampaikan oleh
sekian banyak orang yang mustahil mereka itu bersepakat bohong.
Al-Quran merupakan satu-satu nya kitab suci bagi umat Islam dan membacanya
merupakan ibadah. Al-Quran terdiri dari 30 juz dan 114 surah yang terdiri dari 6.236 ayat yang
dimulai dari surah Al-Fatihah sebagai surah pertama dan surat An-Nas sebagai surat terakhir.
Al-Quran merupakan satu-satunya kitab suci yang dijamin oleh Allah kemurniannya sampai hari
kiamat nanti. Firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Hijr ayat 9:
َ‫إِنَّا ن َۡح ُن نَ َّز ۡلنَا ٱل ِّذ ۡك َر َوإِنَّا لَ ۥهُ لَ َٰ َحفِظُون‬

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-


benar memeliharanya.(QS. Al-Hijr (15):9)
Ayat di atas merupakan jaminan Allah SWT terhadap kemurnian Al-Quran dan Allah
sendiri yang menjaga dan memelihara kemurniannya. Sejak Rasulullah saw masih hidup sampai
sekarang selalu ada yang menghafal Al-Quran dengan sempurna. Tidak ada satu generasi pun
yang tidak ada seorang hafiz Al-Quran di dalamnya. Sehingga ketika ada kesalahan dalam
penulisan ataupun dalam pengucapannya maka akan langsung dapat diketahui dengan cepat. Saat
ini banyak sekali umat Islam berlomba-lomba menjadi seorang hafiz. Sehingga sangat tidak
mungkin Al-Quran yang ada sekarang telah mengalami perubahan, pengurangan, atau
penambahan. Tidak mungkin juga terdapat Al-Quran dalam versi yang lain yang berbeda jumlah
dan susunan ayatnya karena susunan ayat dalam Al-Quran sudah diragamkan sejak jaman
Khalifah Utsman bin Affan. Ketika terdapat kelompok yang mengklaim bahwa ada Al-Quran
dalam versi lain yang berbeda dalam jumlah dan susunan ayatnya maka itu bisa dipastikan
merupakan versi yang sudah diubah, ditambah, atau dikurangi. Sehingga kemurnian, keaslian,
dan keontentikannya tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi.
Dengan demikian Al-Quran adalah kalamullah, firman Allah, wahyu yang diturunkan
Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Penjelasan tentang Al-Quran
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dalam bentuk perkataan, perbuatan dan persetujuannya
sesuai dengan pengertian hadis. Isi atau kandungan Al-Quran secara garis besar terdiri dari ajaran
tentang aqidah, syariah dan akhlak. Aqidah merupakan landasan kepercayaan dan keimanan,
syariah merupakanajaran tentang hokum atau aturan Allah yang terdiri dari ibadah dan
muamalah, sedangkan akhlak merupakan ajaran perilaku dan sikap sebagai manifestasi dari
keimanan dan ketaatan kepada syariah.

B. Nama Lain dari Al-Quran


Al-Quran kitab suci agama Islam memiliki banyak nama. Nama-nama ini berasal dari
ayat-ayat tertentu dalam Al-Quran itu sendiri yang memakai istilah tertentu untuk merujuk
kepada Al-Quran itu sendiri.
Nama-nama tersebut adalah:
- Al-Kitab (buku)
َ َۛ ‫َٰ َذلِكَ ۡٱل ِك َٰتَبُ ََل َر ۡي‬
َ‫ب فِي َۛ ِه هُ ٗدى لِّ ۡل ُمتَّقِين‬
Kitab (Al-quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
(QS. Al-Baqarah [2]:2)
- Al-Furqan (pembeda benar salah)
‫اركَ ٱلَّ ِذي نَ َّز َل ۡٱلفُ ۡرقَانَ َعلَ َٰى ع َۡب ِدِۦه لِيَ ُكونَ لِ ۡل َٰ َعلَ ِمينَ نَ ِذيرًا‬
َ َ‫تَب‬

Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al Furqaan [25]:1)

- Adz-Dzikr (pemberi peringatan)


َ‫إِنَّا ن َۡح ُن نَ َّز ۡلنَا ٱل ِّذ ۡك َر َوإِنَّا لَ ۥهُ لَ َٰ َحفِظُون‬

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Quran), dan sesungguhnya


Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al Hijr [15]:9)

- Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat)
َ‫ة لِّ ۡل ُم ۡؤ ِمنِين‬ٞ ‫ور َوهُ ٗدى َو َر ۡح َم‬ َٰٓ
ِ ‫ لِّ َما فِي ٱلصُّ ُد‬ٞ‫ة ِّمن َّربِّ ُكمۡ َو ِشفَآَٰء‬ٞ َ‫َٰيَأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَ ۡد َجآَٰ َء ۡت ُكم َّم ۡو ِعظ‬
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus [10]:57)

- Asy-Syifa' (obat/penyembuh)
َ‫ة لِّ ۡل ُم ۡؤ ِمنِين‬ٞ ‫ور َوهُ ٗدى َو َر ۡح َم‬ َٰٓ
ِ ‫ لِّ َما فِي ٱلصُّ ُد‬ٞ‫ة ِّمن َّربِّ ُكمۡ َو ِشفَآَٰء‬ٞ َ‫َٰيَأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَ ۡد َجآَٰ َء ۡت ُكم َّم ۡو ِعظ‬
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus [10]:57)

- Al-Hukm (peraturan/hukum)
‫اق َولَقَ ۡد‬ َّ َ‫َو َك َٰ َذلِكَ أَنزَ ۡل َٰنَهُ ح ُۡك ًما َع َربِ ٗي ۚا َولَئِ ِن ٱتَّبَ ۡعتَ أَ ۡه َو َٰٓا َءهُم بَ ۡع َد َما َجآَٰ َءكَ ِمنَ ۡٱل ِع ۡل ِم َما لَكَ ِمن‬
ّٖ ‫ٱَّللِ ِمن َولِ ّٖي َو ََل َو‬
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Quran itu sebagai peraturan (yang benar)
dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang
pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu
terhadap (siksa) Allah. (QS. Ar Ra'd [13]:37)

- Al-Hikmah (kebijaksanaan)
ٗ ُ‫ٱَّللِ إِ َٰلَهًا َءاخَ َر فَتُ ۡلقَ َٰى فِي َجهَن َّ َم َمل‬
‫وما َّم ۡدحُورًا‬ َّ ‫َٰ َذلِكَ ِم َّمآَٰ أَ ۡو َح َٰ َٰٓى إِلَ ۡيكَ َربُّكَ ِمنَ ۡٱل ِح ۡك َم ِۗ ِة َو ََل ت َۡج َع ۡل َم َع‬

Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Dan janganlah kamu
mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke
dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah). (QS. Al Israa'
[17]:39)

- Al-Huda (petunjuk)
‫اف بَ ۡخسٗ ا َو ََل َره َٗقا‬ َٰٓ َٰ ‫َوأَنَّا لَ َّما َس ِم ۡعنَا ۡٱلهُد‬
ُ َ‫َى َءا َمنَّا بِ ِۖۦه فَ َمن ي ُۡؤ ِم ۢن بِ َربِِّۦه فَ ََل يَخ‬

Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Quran), kami beriman


kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan
pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. (QS.
Al Jin [72]:13)

- At-Tanzil (yang diturunkan)


َ‫َنزي ُل َربِّ ۡٱل َٰ َعلَ ِمين‬
ِ ‫َوإِنَّ ۥهُ لَت‬
Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, QS.
Asy Syu’araa’ [26]:192)

- Ar-Rahmat (karunia)
َ‫ة لِّ ۡل ُم ۡؤ ِمنِين‬ٞ ‫َوإِنَّ ۥهُ لَه ُٗدى َو َر ۡح َم‬

Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman. (QS. An Naml [27]:77)

- Ar-Ruh (ruh)
ٗ ُ‫ٱۡلي َٰ َم ُن َو َٰلَ ِكن َج َع ۡل َٰنَهُ ن‬
‫ورا نَّ ۡه ِدي بِِۦه َمن نَّ َشآَٰ ُء ِم ۡن‬ ِ ۡ ‫ُوحا ِّم ۡن أَمۡ ِرن َۚا َما ُكنتَ ت َۡد ِري َما ۡٱل ِك َٰتَبُ َو ََل‬ٗ ‫َو َك َٰ َذلِكَ أَ ۡو َح ۡينَآَٰ إِلَ ۡيكَ ر‬
‫ص َٰ َر ّٖط ُّم ۡستَقِ ّٖيم‬ َٰٓ ‫ِعبَا ِدن َۚا َوإِنَّكَ لَت َۡه ِد‬
ِ ‫ي إِلَ َٰى‬

Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al-Quran) dengan perintah Kami.
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al -Quran) dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami
tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Asy
Syuura [42]:52)

- Al-Bayan (penerang)
َ‫ة لِّ ۡل ُمتَّقِين‬ٞ َ‫اس َوهُ ٗدى َو َم ۡو ِعظ‬
ِ َّ‫ان لِّلن‬ٞ َ‫َٰهَ َذا بَي‬
(Al-Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran [3]:138)

- Al-Kalam (ucapan/firman)
َ‫م ََّل يَ ۡعلَ ُمون‬ٞ ‫ٱَّللِ ثُ َّم أَ ۡبلِ ۡغهُ َم ۡأ َمنَ ۚۥهُ َٰ َذلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَ ۡو‬
َّ ‫اركَ فَأ َ ِج ۡرهُ َحتَّ َٰى يَ ۡس َم َع َك َٰلَ َم‬ ۡ َ‫د ِّمنَ ۡٱل ُم ۡش ِر ِكين‬ٞ ‫َوإِ ۡن أَ َح‬
َ ‫ٱستَ َج‬

Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia
ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui. (QS. At Taubah [9]:6)

- Al-Busyra (kabar gembira)


َ‫وا َوهُ ٗدى َوب ُۡش َر َٰى لِ ۡل ُم ۡسلِ ِمين‬ ِّ ‫س ِمن َّربِّكَ بِ ۡٱل َح‬
ْ ُ‫ق لِيُثَبِّتَ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬ ۡ
ِ ‫قُ ۡل نَ َّزلَ ۥهُ رُو ُح ٱلقُ ُد‬
Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar,
untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. An Nahl
[16]:102)

- An-Nur (cahaya)
‫ورا ُّمبِ ٗينا‬ ۡ َ‫ن ِّمن َّربِّ ُكمۡ َوأ‬ٞ َ‫َٰيََٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَ ۡد َجآَٰ َء ُكم ب ُۡر َٰه‬
ٗ ُ‫نزَلنَآَٰ إِلَ ۡي ُكمۡ ن‬

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang. (Al-Quran). (QS. An Nisaa' [4]:174)

- Al-Basha'ir (pedoman)
َ‫ة لِّقَ ۡو ّٖم يُوقِنُون‬ٞ ‫اس َوهُ ٗدى َو َر ۡح َم‬ ََٰٓ َٰ َ‫َٰهَ َذا ب‬
ِ َّ‫صئِ ُر لِلن‬
Al-Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
meyakini. (QS. Al Jaatsiyah [45]:20)

- Al-Balagh (penyampaian/kabar)
‫ب‬ ْ ُ‫د َولِيَ َّذ َّك َر أُوْ ل‬ٞ ‫ َٰ َو ِح‬ٞ‫ُوا بِِۦه َولِيَ ۡعلَ ُم َٰٓو ْا أَنَّ َما هُ َو إِ َٰلَه‬
ِ َ‫وا ۡٱۡلَ ۡل َٰب‬ َٰ
ِ َّ‫غ لِّلن‬ٞ َ‫َٰهَ َذا بَل‬
ْ ‫اس َولِيُن َذر‬

(Al-Quran) ini adalah kabar yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi
peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan
Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim
[14]:52)

- Al-Qaul (perkataan/ucapan)
َ‫۞ولَقَ ۡد َوص َّۡلنَا لَهُ ُم ۡٱلقَ ۡو َل لَ َعلَّهُمۡ يَتَ َذ َّكرُون‬
َ

Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Quran) kepada
mereka agar mereka mendapat pelajaran. (QS. Al Qashash [28]:51)

C. Fungsi Al-Quran
1. Al-Quran sebagai Hidayah
Al-Quran merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai
petunjuk bagi seluruh manusia. Allah SWT menyatakan dalam Al-Quran Surah Al-Isra ayat 9:
ٗ ِ‫ت أَ َّن لَهُمۡ أَ ۡج ٗرا َكب‬
‫يرا‬ َّ َٰ ‫إِ َّن َٰهَ َذا ۡٱلقُ ۡر َءانَ يَ ۡه ِدي لِلَّتِي ِه َي أَ ۡق َو ُم َويُبَ ِّش ُر ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَ ٱلَّ ِذينَ يَ ۡع َملُونَ ٱل‬
ِ ‫صلِ َٰ َح‬
“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan
memberi kabar gembira kepada orang-orang ukmin yang mengerjakannya amal shaleh bahwa
bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isra :9)
Petunjuk merupakan sesuatu untuk menunjukkan atau memberitakan seperti tanda,
isyarat, dan sebagainya. Al-Quran merupakan petunjuk bagi manusia yang menunjukkan ke jalan
yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Allah beri nikmat seperti para nabi, para shiddiqin
(pecinta kebenaran), orang-orang yang mat syahid, dan orang-orang yang shaleh. Al-Quran
sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia yang akan menyelamatkan kehidupan
manusia di dunia maupun di akhirat. Petunuk dan pedoman hidup akan berguna bagi manusia
apabila memenuhi empat unsur, yaitu mampu membacanya, memahaminya, menghafalnya, dan
mengamalkannya.
2. Al-Quran sebagai Rujukan Ilmu
Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa Al-Quran adalah sumber rujukan
bagi orang-orang beriman dalam melakukan segala aktivitas kehidupannya termasuk aktivitas
mencari ilmu atau melakukan penelitian. Tidak ada satu masalah pun yang tidak ada di dalam
Al-Quran. Nilai-nilai dasar semua hal tentang manusia dan alam raya ini ada di dalam Al-Quran.
Untuk itu bagi orang Islam yang melakukan kajian atau mempelajari tentang ilmu apa pun tidak
bia lepas dari menggunakan pendekatan normatif. Dalam hal itu menggunakan sudut pandang
norma-norma yang diyakini umat Islam yang ada dalam sumber ajarannya, yaitu Al-Quran.
Adapun pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam Al-Quran antaralain adalah; tentang
Aqidah, Ibadah, Akhlak, Hukum, Tadzir, Kisah. Akan tetapi pokok ajaran atau hokum yang
terkandung dalam Al-Quran sebagaimanayang disampaikan oleh Satria Effendi, ada tiga ajaran
pokok yaitu :
a. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan aqidah (keimanan) yang membicarakan
tentang hal-hal yang wajib diyakini, seperti masalah tauhid masalah kenabian,
mengenai kitabnya, malaikat, hari kiamat dan sebagainya yang berhubungan dengan
doktrin aqidah.
b. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akhlak, yaitu hal-hal yang harus dijadikan
perhiasan diri oleh setiap mukalaf berupa sifat-sifat keutamaan dan menghindarkan
diri dari hal-hal yang membawa kepada kehinaan (doktrin akhlak).
c. Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan amal
perbuatan mukalaf (doktrin syariah/fiqh). dan hokum-hukum amaliyah inilah timbul
dan berkembangnya ilmu fiqh. Hukum-hukum amaliyah dalam Al-Quran terdiri dari
dua cabang, yaitu hokum-hukum idadah yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah, dan hokum-hukum muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya.

D. Metode Memahami Al-Quran


Al-Quran merupakan kitab suci yang sangat kompleks yang mengatur senua aspek
kehidupan manusia. Untuk memahami Al-Quran diperlukan petunjuk-petunjuk yang lain agar
dalam pengamalannya sesuai dengan apa yan dicontohkan dan dikehendaki Allah dan rasul-Nya.
Terkadang ayat Al-Quran tidak bisa dipahami bgitu saja sehingga memerlukan penjelasan, baik
dari Al-Quran sendiri yaitu dari ayat yang lain maupun dari selain Al-quran yaituhadis,
pemahaman sahabat, asbab an-nuzul maupun gramatika bahasa Arab.
1. Memahami Ayat dengan Ayat
Sebagian ayat Al-Quran berkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga terdapat ayat-ayat
yang menjadi penjelas dari ayat lainnya. Adakalanya suatu ayat menjelaskan ayat-ayat yang
disebutkan secara ringkas dengan ayat0ayat yang lebih luas, adakalanya suatu ayat menafsirkan
makna yang global (mujmal) dengan yag terperinci (mufashal), adakalanya menentukan makna
ayat yang bersifat mutlak dengan uraian ayat lain yang bersifat terbatas (muqayyad), adakalanya
suatu ayat mengkhususkan makna ayat yang umum dan adalakanya mengumpulkan antara
beberapa makna ayat yang tampaknya kontradiksi. Oleh karena itu, seorang mufassir ketika akan
menafsirkan Al-Quran harus memahami Al-Quran secara keseluruhan dan mengelompokkan
ayat-ayat yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah untuk memahami
ayat keenam dalam Surah Al-Fatihah:
‫ٱه ِدنَا ٱلصِّ َٰ َرطَ ۡٱل ُم ۡستَقِي َم‬
ۡ

Untuk memahami kata shiratal mustaqin pada ayat di atas maka diperlukan penjelasan dari ayat
:sesudahnya, yaitu ayat ketujuh Surat Al-fatihah
َ‫ضآَٰلِّين‬ ِ ‫ص َٰ َرطَ ٱلَّ ِذينَ أَ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهمۡ غ َۡي ِر ۡٱل َم ۡغضُو‬
َّ ‫ب َعلَ ۡي ِهمۡ َو ََل ٱل‬ ِ

Dengan demikian, makna shiratal mustaqin (jalan yang lurus), yaitu jalan orang-orang
yang diberi nikmat atau mereka, bukan jalan oang-orang yang dimurkai (Yahudi) dan bukan pula
jalan orang-orang yang sesat (Nasrani). Selain itu, untuk memahami siapa saja yang dimaksud
an’amta ‘alaihim (orang-orang yang diberi nikmat) maka diperlukan ayat yang lainnya lagi, yaitu
pada Surah An-Nisa ayat 69:

َ‫ينَ َو َحسُن‬ َّ ‫ُول فَأُوْ َٰلََٰٓئِكَ َم َع ٱلَّ ِذينَ أَ ۡن َع َم‬


َّ َٰ ‫ٱَّللُ َعلَ ۡي ِهم ِّمنَ ٱلنَّبِ ِّيۧنَ َوٱلصِّ دِّيقِينَ َوٱل ُّشهَ َد َٰٓا ِء َوٱل‬
ۚ ‫صلِ ِح‬ َّ ‫َو َمن يُ ِط ِع‬
َ ‫ٱَّللَ َوٱل َّرس‬
َٰٓ
‫أُوْ َٰلَئِكَ َرفِ ٗيقا‬
Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa an’amta ‘alaihim (orang-orang yang diberi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shidiqin (orang-orang yang selalu membenarkan Islam),
syuhada (orang-orang yang mati dalam memperjuangkan agama Islam), dan shalihin (orang-
orang yang shaleh).
2. Memahami Ayat dengan Hadis
Yang menjadi bayan atau penjelas bagi ayat Al-Quran selain dengan ayat Al-Quran lagi,
yaitu dengan hadis. Hadis merupakan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw
baik perkataan, perbuatan, maupun persetujuannya. Apabila terdapat ayat yang belum dipahami,
para sahabat langsung menanyakannya kepada Nabi dan Nabi langsung menjawabnya. sehingga
sebagai sumber hokum yang kedua berfungsi juga sebagai bayan atau penjelas dari ayat-ayat Al-
Quran. Berbeda dengan Al-Quran yang diriwayatkan secara mutawatir, kebanyakan hadis
diriwayatkan dengan periwayat ahad. Hanya sedikit sekali hadis yang mempunyai jalur
periwayatan yang mutawatir. Oleh karena itu para ulama membagi hadis menjadi tiga tingkatan,
yaitu hadis shahih, hasan dan dhaif. Jumhur ulama bersepakat bahwa hadis yang dapat dijadikan
sebagai rujukan, yaitu hadis shahih dan hasan. Akan tetapi, hadis dhaif tidak bisa dijadikan
sebagai hujjah dikarenakan memiliki kekurangan baik dari aspek rawinya maupun dari aspek
sanadnya.
Banyak sekali hadis yang menjelaskan ayat-ayat Al-Quran. Misalnya di dalam Al-Quran
ada perintah untuk melaksanakan shalat dan zakat seperti dalam Surah Al-Baqarah ayat 43:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukulah Bersama orang-orang yang ruku.”
(QS Al-Baqarah:43)
Penjelasan mengenai shalat dan zakat, baik kaifiatnya, waktunya, syarat-syaratnya, dan
ketentuan-ketentuan lainnya dijelaskan secara lengkap di dalam hadis. Beberapa hadis yang
menjelaskan tentang shalat misalnya:
“Dan salim dari ayahnya ia berkata: Aku melihat Rasulullah saw apabila memulai shalat
beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, mengangkat tangan
sebelum rukuk dan ketika berdiri dari rukuk, namun beliau tidak mengangkat kedua tangannya
antara dua sujud.” (HR Shahih Muslim no. 586 atau Syarh Shahih Muslim no.390)
3. Memahami Ayat dengan Pemahaman Sahabat
Meode memahami Al-Quran yang ketiga adalah dengan mengambil pemahaman para
sahabat. Memahami ayat dengan pemahaman sahabat dapat digunakan ketika mencari
penjelasan suatu ayat dan tidak ditemukan di dalam ayat yang lain maupun di dalam hadis
penjelasan ayat tersebut. Para sahabat adalah orang yang paling dekat dengan Rasul karena
mereka bertemu, melihat, memperhatikan, dan selalu bertanya kepada Rasul tentang segala
sesuatu yang tidak mereka pahami. Mereka adalah orang-orang yang paling dalam pemeahaman
keislamannya setelah rasulullah. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadisnya:
“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya,
kemudian generasi berikutnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Generasi yang terbaik adalah generasi yang Bersama Rasul, yaitu para sahabat, kemudian
para tabi’in, para tabi’ut tabi;in, dan seterusnya. Para seahabat merupakan generasi yang
memiliki pemahaman tentang AL-Quran yang paling baik setelah rasul, pemahaman mereka bisa
digunakan sebagai penjelas ayat-ayat yang belum dipahami. Mereka tahu kapan dan bahwa ayat
Al-Quran diturunkan, dalam kondisi apa, apa yang menjadi sebab, dan tujuan diturunkannya ayat
tersebut. Sehingga pemahaman sahabat merupakan pemahaman yang paling dekat dengan
pemahaman Rasul. Diantara tokoh-tokoh dan ulama itu khulafaurrasyidin, Ibnu Mas’ud, Ibnu
Abbas, dan sebagainya. Adapun instrument yang digunakan para sahabat dalam menafsirkan Al-
Quran mencakup pengetahuan Bahasa Arab, pengetahuan tentang tradisi dan kebudayaan bangsa
Arab, pengetahuan tentang Yahudi dan Nasrani di Arab ketika itu, dan kejeniusan mereka.
4. Memahami Ayat dengan Asbab an-Nuzul
Secara Bahasa asbab an nuzul dapat diartikan sebagai sebab-sebab turunnya sesuatu.
Ayat-ayat Al-Quran apabila dilihat dari sisi asbab an nuzul-nya dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu ayat-ayat yang diturunkan tanpa asbab an nuzul dan ayat-ayat yang diturunkan karena
adanya suatu sebab atau adanya asbab an nuzul. Ketika Rasulullah saw ditanya oleh para sahabat
tentang suatu urusan yang belum diketahuinya, beliau biasanya terdiam menunggu turunnya ayat
Al-Quran. Namun, ketika terjadi suatu peristiwa atau permasalahan maka turunlah ayat-ayat
yang menjelaskan tentang permasalahan tersebut.
Sebagai contoh ada;ah ketika terjadi tuduhan yang keji terhadap Ummul Mukminin
Aisyah ra. yang mengatakan ia berzina dengan salah seorang sahabat sehingga menimbulkan
keraguan pada diri Rasulullah saw. Berita bohong ini berawal ketikapulang dari perang dnegan
Bani Mushtaliq bulan Sya’ban 5 H. Peperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula
Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan
mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pasa suatu tempat. Aisyah keluar dari
sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba ia merasa kalungnya hilang,
lalu ia pergi mencarinya. Sementara itu rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa
Aisyah masih ada dalam sekedup. Setelah Aisyah mengetahui sekedupnya telah berangkat ia
duduk di tempatnya dan di tempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan bin Mu’aththal,
ditemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan ia terkejut seraya mengucapkan: “innalillahi
wa inna ilaihi raji’un”, istri Rasul!” Aisyah terbangun lalu ia dipersilahkan Shafwan
mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. Orang-
orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah
timbul desas-desus, Selain itu, kaum munafik membesar-besarkannya, fitnahan atas Aisyah ra.
itu pun bertambah luas, menimbulkan keguncangan dikalangan kaum muslimin.
Maka Allah menurunkan Al-Quran Surah An-Nur ayat 11 yang menjelaskan bahwa
tuduhan tersebut tidak benar, yaitu:

‫ٱۡل ۡث ۚ ِم‬
ِ ۡ َ‫ب ِمن‬ ۡ ‫ٱۡل ۡف ِك ُع‬
َ ‫ر لَّ ُكمۡۚ لِ ُكلِّ ٱمۡ ِر ّٖي ِّم ۡنهُم َّما ۡٱكتَ َس‬ٞ ‫ة ِّمن ُكمۡۚ ََل ت َۡح َسبُوهُ َش ٗرا لَّ ُكمۖ بَ ۡل هُ َو خَ ۡي‬ٞ َ‫صب‬ ِ ۡ ِ‫إِ َّن ٱلَّ ِذينَ َجآَٰ ُءو ب‬
ِ ‫َوٱلَّ ِذي ت ََول َّ َٰى ِك ۡب َر ۥهُ ِم ۡنهُمۡ لَ ۥهُ َع َذابٌ ع‬
‫يم‬ٞ ‫َظ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan
kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kmu bahkan ia adalah
baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya, dan siapa diantara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam
penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS An-Nur:11)
5. Memahami Ayat dengan Gramatika Bahasa Arab
Al-Quran merupakan kiab suci yang diturunkan kepada Nabi dan rasul terakhir sebagai
rahmat bagi sekalian alam. Al-Quran diturunkan dalam Bahasa Arab. Hal ini dikarenakan Nabi
Muhammad saw pertama kali diutus adalah kepada bangsa Arab. Sehingga orang-orang dapat
memahami isi kandungan yang terdapat dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman dalam Surah
Yusuf ayat 2:
َ‫إِنَّآَٰ أَنزَ ۡل َٰنَهُ قُ ۡر َٰ َءنًا ع ََربِ ٗيا لَّ َعلَّ ُكمۡ ت َۡعقِلُون‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Quran dengan berbahasa Arab, agar
kamu memahaminya.” (QS Yusuf:2)
Pada ayat di atas dengan tegas Allah menyatakan bahwa Al-Quran diturunkan dalam
Bahasa Arab agar mudah dipahami. Ini merupakan salah satu karakter dari kitab suci yang
diturunkan Allah SWT, yaitu menurunkan kitab suci sesuai dengan bahasa masyarakat bahwa
kitab suci tersebut diturunkan. Sebagai contoh lain adalah kitab suci Injil yang diturunkan dalam
Bahasa Ibrani. Dengan demikian, kaumnya dapat memahami isi dari kitab suci tersebut. Maka
keika ada kitab suci yang diturunkan kepada suatu kaum dengan Bahasa yang tidak digunakan
sehari-hari oleh kaum tersebut, kitab suci tersebut harus dipertanyakan keabsahannya. Hal ini
terjadi pada kitab-kitab suci yang di klaim oleh aliran-aliran yang menyimpang dalam Islam yang
mngetakan mempunyai kitab suci yang lain setelah Al-Quran.
Al-Quran diturunkan dalam Bahasa Arab, dan untuk memahaminya maka harus
dipahami kaidah-kaidah atau gramatika Bahasa Arab, baik nahwu, Sharaf, balaghah, mantiq, dan
ilmu-ilmu lain yang menunjang pemahaman Bahasa Arab. Dengan demikian maka bisa dipahami
maksud dan kandungan yang terdapat dalam Al-Quran dengan benar. Sebagai contoh adalah
untuk memahami Surah Al-Waqi’ah ayat 79:
َ‫ََّل يَ َم ُّس َٰٓۥهُ إِ ََّل ۡٱل ُمطَهَّرُون‬
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah ayat 79)
Ayat ini sering digunakan oleh sebagian umat Islam untuk melarang wanita yang sedang
haidh untuk memegang Al-Quran. Padahal ketika dilihat dari unsur gramatika Bahasa Arab, la
dalam ayat tersebut bukanlah la nahyi (yang menunjukkan larangan dalam arti”jangan”), tetapi
la disana adalah la nafi (yang berarti meniadakan artinya”tidak ada”). Hal ini dapat dilihat dari
kata berikutnya karena kalau la nahyi maka kalimatnya menjadi la yamushu(jangan menyentuh),
tetapi dalam ayat tersebut kalimatnya adalah la yamusuhu ( tidak ada yang bisa menyentuhnya).
Yang kedua adalah dari kata al-muthaharun yang berarti yang disucikan. Akan tetapi, wanita
haidh ketika selesai masa haidhnya makai a harus bersuci (mandi besar) atau dengan kata lain
mensucikan dirinyadari junub/hadas besar. Ayat di atas menggunakan isim maf’ul bukan isim
fa’il sehingga artinya yang disucikan. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa yang dimaksud
al-muthaharun di sana adalah para malaikat yang disucikan dari dosa. Selain itu, ketika dilihat
dari asbab an nuzul nya, ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan tuduhan orang-orang kafir
yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw menerima Al-Quran dari setan. Keudian untuk
menyanggah dugaan keji tersebut Allah SWT menurunkan surah Al-Waqiah ayat 79 ini. Dengan
demikian pendapat yang lebh kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa ayat di atas
merupakan ayat yang menyanggah tuduhan orang-orang kafir, bukan sebagai larangan bagi
wanita haidh untuk memegang Al-quran, ditinjau dari gramatika Bahasa Arab dan asbab an
nuzulnya.

Anda mungkin juga menyukai