Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Kotoran Sapi

Kotoran sapi merupakan substrak yang dianggap paling cocok sebagai

sumber penghasil gas bio, karena substrak tersebut sudah mengandung bakteri zat

metan yang terdapat pada perut zat ruminansia (Sufyandi, 2001). Keberadaan

bakteri dalam usus besar ruminansia tersebut membantu proses fermentasi,

sehingga dalam proses pembentukan gas bio pada tangki pencerna dapat

dilakukan lebih cepat (Meynell, 1976). Walaupun demikian, bila kotoran tersebut

akan langsung diproses dalam tangki pencerna, perlu dilakukan pembersihan

terlebih dahulu. Kotoran tersebut harus bersih dari jerami dan bahan asing lainnya

untuk mencegah terjadinya buih (Sufyandi, 2001).

Pengembangan biogas yang berbasis pada peternakan dapat memberikan

nilai tambah bagi peternak. Selama ini peternak hanya mengandalkan pada daging

dan anakan sebagai sumber pendapatan dari usaha peternakan. Dengan

memanfaatkan kotoran ternak untuk pengembangan biogas, maka hal tersebut

dapat mengurangi biaya rumah tangga peternak yaitu biaya energi. Di samping

itu, pengembangan biogas dapat menghasilkan produk lain yang memiliki nilai

ekonomis yaitu pupuk organik yang diolah dari residu biogas.

7
8

Bagi peternak yang juga memiliki usaha pertanian, maka pupuk organik

yang dihasilkan dapat mengurangi sebagian atau seluruh penggunaan pupuk kimia

pada lahan pertanian. Namun, bagi peternak yang tidak memiliki usaha pertanian,

maka pupuk organik dapat diperdagangkan yang saat ini memiliki kisaran harga

sebesar Rp 500/kg. Seiring dengan meningkatnya tren pertanian organik, maka

permintaan pupuk organik ada kecenderungan mengalami peningkatan. Untuk

menjalankan biogas skala rumah tangga, diperlukan kotoran ternak dari 2 – 3 ekor

sapi, atau 6 ekor babi, atau 400 ekor ayam yang akan menghasilkan biogas sekitar

4 m3/hari. Biogas sebesar 4 m3/hari ini setara dengan 2,5 liter minyak tanah/hari

sehingga telah mencukupi untuk aktivitas memasak sehari-hari.

Tabel kesetaraan nilai kalor yang terdapat pada biogas dapat dilihat pada

table 2.1.

Tabel 2.1.
Kesetaraan Nilai Kalori

Biogas Bahan Bakar Lain


LPG 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
1 m3 Biogas Solar 0,52 liter
Bensin 0,80 liter
Kayu bakar 3,50 kg
Sumber: Wahyuni, 2008

2. Biogas

Rahman (2005) memberikan pengertian bahwa “biogas merupakan gas

campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat

dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia,
9

dan tumbuhan) oleh bakteri metanogen”. Untuk menghasilkan biogas, bahan

organik yang dibutuhkan ditampung dalam reaktor, pada hari ke 4-5 sesudah

reaktor terisi penuh dan mencapai puncak pada hari ke 20-25 dengan

penguraian secara anaerob (Fitria, 2009).

Fermentasi anaerob biasa terjadi secara alami di tanah yang basah,

seperti dasar danau dan di dalam tanah pada kedalaman tertentu, biogas

dihasilkan apabila bahan-bahan organik terurai menjadi senyawa-senyawa

pembentuknya. Fermentasi anaerob dapat menghasilkan gas yang

mengandung sedikitnya 50 % metana. Gas inilah yang biasa disebut dengan

biogas. Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda tergantung

dari jenis hewan yang menghasilkannya (Said, 2008).

Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas

yang mudah terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi

bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob. Umumnya, semua jenis bahan organik

bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen,

baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana.

Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana

(CH4) dan karbondioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai

bahan bakar (Said, 2008).

Biogas dapat menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti

(minyak tanah dan gas alam) dengan persentase yang cukup tinggi dan titik

nyala sebesar 645 0 C - 7500 C. (Houdkova, 2008).


10

Berikut komponen yang terdapat pada biogas dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2.
Komponen Biogas
Jenis Gas Jumlah (%)
Metana (CH4) 54 – 70
Karbondioksida (CO2) 27 - 45
Air (H2O) 0-3
Hydrogen sulfide (H2S) 0-3
Nitrogen (N2) 0,5 - 3
Hydrogen 5 – 10
Sumber: Garcelon dan clark, 2007

3. Reaktor Biogas

Reaktor biogas adalah media tempat terjadinya proses fermentasi bagi

bahan biogas untuk pembentukan gas. Reaktor biogas terdiri dari bak penampung

bahan, pipa penyalur gas dan balon panampung gas (Yunus, 1995). Menurut

Herlina (2010) berdasarkan segi operasional reaksi yang digunakan, reaktor

terbagi menjadi dua tipe yakni tipe batch digestion dan tipe continous digestion,

tipe batch digestion pada tipe ini bahan baku dimasukkan ke dalam reaktor,

kemudian dibiarkan bereaksi selama 3 - 4 minggu. Biogas yang dihasilkan di

tampung dan di simpan dalam penampungan gas. Setelah itu reaktor dikosongkan

dan dibersihkan sehingga siap untuk dipakai lagi. Tipe continuous digestion pada

tipe ini proses pemasukkan bahan baku dan pengeluaran (slury) sisa proses

dilakukan secara berkala. Jumlah material yang masuk dan keluar harus diatur

secara seimbang sehingga jumlah material yang ada di dalam tabung

penampungan selalu tetap.


11

Menurut Singh and Misra (2005) ada beberapa jenis reaktor biogas yang

dikembangkan diantaranya adalah reaktor jenis kubah tetap (Fixed-dome),

reaktor terapung (Floating drum), reaktor jenis balon dan reaktor fiberglass.

Dari keempat jenis reaktor biogas yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap

(Fixed-dome) dan jenis drum mengambang (Floating drum), tetapi dalam

penelitian ini dikembangkan jenis reaktor fiberglass yang banyak digunakan

sebagai reaktor sederhana dalam skala kecil karena harga yang murah, efisien,

dan praktis.

Reaktor fiberglass dapat dilihat pada gambar 2.1

Sumber: indah 2013.

Gambar 2.1

Reaktor fiberglass
12

Reaktor bahan fiberglass merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan

pada skala rumah tangga dan skala industri. Reaktor ini menggunakan bahan

fiberglass sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas.

Reaktor ini terdiri atas satu bagian yang berfungsi sebagai tempat fermentasi

sekaligus peyimpanana gas yang masing-masing bercampur dalam satu ruangan

tanpa sekat. Reaktor dari bahan fiberglass ini sangat efisien karena kedap, ringan

dan kuat jika terjadi kebocoran, mudah diperbaiki atau dibentuk kembali seperti

semula dan lebih efisien (Indah, 2013).

4. Limbah

Menurut undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi

limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan (Anonim, 2011). Definisi secara

umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu

kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,

pertambangan, peternakan, perkebunan dan sebagainya (Murni, 2011). Bentuk

limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat, diantara berbagai

jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai

limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (Murni, 2011).

Semakin meningkat kegiatan manusia, semakin banyak pula limbah yang

dihasilkan, oleh karena itu perlu peraturan yang mengikat secara hukum terkait

dengan limbah dan pengelolaannya. UU No. 32 Tahun 2009 sudah memuat aturan

segala sesuatu yang terkait limbah tersebut. Aturan itu menyangkut apa yang
13

diperbolehkan, dilarang dan sanksi hukumnya. UU No. 32/2009 ini merupakan

penyempurnaan dari UU sebelumnya yaitu UU No. 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 4 Tahun 1982 tentang

ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, disamping itu, sudah

ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan

sampah (Murni, 2011).

Limbah padat, yang lebih dikenal sebagai sampah bentuk fisiknya padat.

Definisi menurut UU No. 18 Tahun 2008 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari

atau proses alam yang berbentuk padat (Anonim, 2011). Limbah padat biasanya

bersifat organik dan non organik yang dimana sama-sama dapat menimbulkan

suatu resiko bagi kesehatan dan keselamatan manusia jika tidak dikendalikan

secara berkelanjutan, seperti sampah organik akan membusuk mengakibatkan bau

busuk yang mengundang hewan-hewan berdatangan, pada umumnya hewan

tersebut dapat menyebarkan penyakit, dan dapat mencemari tanah. Sampah

organik yang belum sempat membusuk dan nonorganik yang dibuang ke badan air

(sungai, danau, laut), akan mencemari air tersebut, bahkan jika dibuang ke sungai

dapat menyebabkan banjir (Murni, 2011).

5. Tahap Pembentukan Biogas

Tahapan untuk terbentuknya biogas dari proses fermentasi anaerob dapat

dipisahkan menjadi tiga yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap

pembentukan gas metana. Pada tahap hidrolisis, bahan-bahan biomassa yang

mengandung selulosa, hemiselulosa dan bahan ekstraktif seperti protein,

karbohidrat dan lipida akan diurai menjadi senyawa dengan rantai yang lebih
14

pendek. Sebagai contoh polisakarida terurai menjadi monosakarida sedangkan

protein terurai menjadi peptida dan asam amino (Khasristya, 2004). Pada tahap

hidrolisis, mikroorganisme yang berperan adalah enzim ekstraseluler seperti

selulosa, amilase, protease dan lipase (Khasristya, 2004).

Tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang akan berfungsi

untuk mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat, H2 dan

CO2. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan

asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan

karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Selain itu, bakteri

tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam

organik, asam amino, CO2, H2S dan sedikit gas CH4 (Khasristya, 2004).

Pada tahap pembentukan gas CH4, bakteri yang berperan adalah bakteri

metanogenesis. Bakteri ini akan membentuk gas CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2

dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman (Khasristya, 2004).

a. Reaksi Hidrolisa / Tahap Pelarutan

Pada tahap hidrolisis terjadi pemecahan enzimatis dari bahan yang tidak

mudah larut seperti lemak, polisakarida, protein, asam nukleat dan lain- lain

menjadi bahan yang mudah larut. Pada tahap ini bahan yang tidak mudah larut

seperti selulosa, polisakarida dan lemak diubah menjadi bahan yang larut dalam

air seperti karbohidrat dan asam lemak. Tahap pelarutan berlangsung pada suhu

250C-270C (Nugraha,2007).
15

b. Reaksi Asidifikasi / Tahap Pengasaman

Pada tahap ini bakteri menghasilkan asam merupakan bakteri anaerob

yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Pembentukan asam

dalam kondisi anaerob sangat penting untuk membentuk gas metan oleh

mikroorganisme pada proses selanjutnya. Pada suasana anaerob produk yang

dihasilkan ini akan menjadi substrat pada pembentukan gas metan oleh bakteri

metanogenik. Tahap ini berlangsung pada suhu 250 C hingga 300 C di reaktor

(Price dan Cheremisinoff, 1981).

c. Reaksi Metanogenik / Tahap Pembentukan Gas Metana

Pada tahap ini, bakteri metanogenik membentuk gas metana secara

anaerob. Bakteri penghasil asam dan gas metan bekerja secara simbiosis. Bakteri

penghasil asam membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil

metan, sedangkan bakteri pembentuk gas metan menggunakan asam yang

dihasilkan bakteri penghasil asam. Proses ini mulai berlangsung pada hari ke-8

dengan suhu 250 C hingga 350 C di dalam reaktor. Pada proses ini akan dihasilkan

70% CH4, 30 % CO2, sedikit H2 dan HS (Price dan Cheremisinoff, 1981).


16

6. Hal –hal yang Diperhatikan dalam Pembangunan Reaktor

Dalam pembangunan reaktor, ada beberapa hal yang harus di

pertimbangkan, yaitu;

a. Lingkungan abiotis

Menurut (Nurmay, 2010) reaktor harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis

(tanpa kontak langsung dengan oksigen), oksigen yang memasuki reaktor

menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri berkembang pada

kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.

b. Temperatur

Faktor penting yang mempengaruhi proses fermentasi untuk menghasilkan

biogas dalam reaktor anaerob adalah temperatur (Santoso, 2010). Berdasarkan

suhu didalam tangki pencerna, fermentasi anaerob terhadap bahan organik dibagi

menjadi tiga macam daerah yaitu mesophilic, thermophilic, dan psychrophilic.

Suhu bakteri psychrophilic dibawah 200 C , bakteri mesophilic antara 200 - 400 C

dan bakteri thermophilic diatas 400 C (Khasristya, 2004). Suhu yang baik dalam

pembentukan biogas berkisar antara 200 - 400 C dan suhu optimum antara

280 - 360 C (Simamora, 2006).

c. Derajat Keasaman (PH)

Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (PH)

antara 6,4 – 7,9 dan PH tidak boleh di bawah 6,3 (Paimin, 2001). Kunci utama

dalam kesuksesan terbentuknya biogas adalah dengan menjaga agar temperatur

konstan dan input material sesuai.


17

d. Kadar bahan kering

Tiap jenis bakteri memiliki nilai (kapasitas kebutuhan air) tersendiri.

Bila kapasitas tepat, maka aktifitas bakteri juga akan optimal. Proses

pembentukan biogas mencapai titik optimum apabila konsentrasi bahan kering

terhadap air adalah 0,26 kg/L (Rahman, 2005). Bahan isian dalam pembuatan

biogas harus berupa bubur, bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat

dijadikan dengan kadar air tinggi dengan menambahkan air kedalamnya dengan

perbandingan tertentu sesuai dengan bahan kering bahan tersebut. Bahan baku

yang baik mengandum bahan kering 7-9 % bahan kering (Paimin, 2001).

Berikut berbagai jenis ternak dengan kandungan bahan kering yang


bervariasi dapat dilihat dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3
Kandungan Bahan Kering Beberapa jenis Ternak
Jenis Kotoran Bahan Kering (%)

1. Sapi
a. Betina potong
b. Betina perah 12
2. Ayam
14
a. Petelur
b. Pedaging
3. Babi
4. Domba 26
25
9
26

Sumber: lazuardy, 2008

e. Pengadukan
18

Menurut Amelia, (2009) pengadukan dilakukan untuk mendapatkan

campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil.

Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah benda – benda

mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur methanogen

dengan substrat (Kaparaju, 2007).

f. Zat racun (toxic)

Ion mineral, logam berat dan deterjen adalah beberapa material racun yang

mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri patogen di dalam digester (Wahyuni,

2008).

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Pada penelitian Meylinda Mulyati dengan judul penelitian “Desain Alat

Biogas dari Kotoran Sapi Skala Rumah Tangga”. Menggunakan desain alat yang

digunakan untuk membuat biogas ini adalah dua buah drum 220 liter yang

disambungkan dengan las secara horizontal untuk membentuk ruang fermentasi,

disamping itu dipasang pipa 5 inchi sepanjang 30 cm yang berguna sebagai

lubang input dan output kotoran sapi, pada pipa tersebut ditutup dengan kotak

yang terbuat dari plat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 50 cm. Di tengah drum itu

dipasang pipa pipa ½ inchi dan stop kran ½ inchi yang disambung dengan selang

gas tempat keluarnya gas dari dalam drum, untuk drum kecil (25 liter) pada sisi

bagian atasnya dibuat dua lubang berdiameter ½ inchi, satu lubang untuk

pemasukan gas dari tabung fermentasi dan yang lain untuk pengeluaran ke

kompor gas yang dihubungkan dengan kran berukuran ½ inchi.


19

Setelah alat di rakit, maka dilakukan pengujian dengan memasukan

kotoran sapi ke dalam drum pencerna dengan pencampuran air 1:1 dan akan

menghasilkan 1m³ biogas, yang setara dengan 0,62 liter minyak tanah dan setara

dengan 3,5 kg kayu bakar kering atau setara dengan 0,46 kg Elpiji.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anis Fahri (2008) dengan

“Judul Penelitian Teknologi Pembuatan Biogas dari Kotoran Ternak” pembuatan

reaktor, panjang 4 m, lebar 1,1 m, dalam 1,2 m. Pembuatan tabung plastik

penampung gas (diameter 1,2 m) panjang 3 meter, lebar 1,2 m. Kotoran sapi awal

sebanyak 100 karung kantong semen atau karung seukurannya (100 kantong

semen 200 liter). Persiapan awal ini untuk mempercepat produksi gas yang siap

untuk digunakan. Drum untuk tempat pencampuran kotoran (fases) dengan air

(1:1) ; 1 buah (200 liter).

Berdasarkan penelitian yang telah lakukan oleh peneliti sebelumnya, maka

desain penelitian ini, khususnya pada pemanfaatan kotoran sapi diolah menjadi

biogas dan juga tipe reaktor yang digunakan memiliki kesamaan namun, pada

desain alat biogas yang dirancang menggunakan drum yang terbuat dari besi

sebagai reaktor dan penampungan biogas hasil fermentasi, melainkan terbuat dari

bahan pelastik untuk menggantikan fungsi reaktor karet ban sebagai penampung

biogasnya dan juga penambahan sistem pengaduk pada reaktor.

C. Kerangka pikir

Limbah peternakan yang tidak ditangani secara baik telah menyebabkan

pencemaran lingkungan di sekitar desa baik air, tanah dan udara (bau). Kotoran
20

hewan yang berupa cairan dengan sengaja dialirkan ke sungai sedangkan kotoran

padat dibiarkan tertumpuk di sekitar kandang yang mengakibatkan timbulnya bau.

Melihat kondisi seperti ini perlu dirancang suau alat reaktor biogas untuk

memanfaatkan limbah tersebut, namun dalam pembuatan reaktor ini

membutuhkan dana yang besar dan menggunakan material-metarei yang tidak

efisien seperti drum besi sehingga perlu dirancang suatu alat yang sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam hal memasak didapur.

Secara skematik hubungan antar komponen yang saling terkait dalam

penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 2.2:

Mulai

Limbah peternakan

Reaktor biogas
menggunakan drum besi

Modifikasi Alat

Reaktor biogas menggunakan drum plastik

Pengujian

Volume maksimal biogas yang Lama nyala api


dihasilkan selama 30 hari

Selesai
21

Gambar 2.2.
Bagan Kerangka Pikir

Anda mungkin juga menyukai