Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman kopi sudah lama dibudidayakan baik oleh rakyat maupun
perkebunan besar. Di Indonesia, tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan
perkebunan besar di beberapa tempat, antara lain DI Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi Selatan, NTT dan Timor-Timur. Dari keseluruhan sentra produksi
tersebut, produksi kopinya mencapai 88,37% dari total produksi Indonesia. Pada
tahun 1997, luas areal perkebunan kopi diperkirakan 1.179.843 ha dengan
produksi 485.889 ton. Nilai tersebut lebih tinggi 1.480 ha dan 7.038 ton dari tahun
sebelumnya. Potensi lahan yang masih dapat dikembangkan untuk perkebunan
kopi diperkirakan sekitar 790.676 ha. (Anonim, 2014).
Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia cenderung berkurang. Jika pada
tahun 1992 luas lahan 1.333.898 ha, maka pada tahun 1997, berkurang 154.055 ha
menjadi 1.179.843 ha. Namun demikian, produksinya meningkat dari 463.930 ton
pada tahun 1992 menjadi 485.889 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1992 ekspor
kopi Indonesia mencapai 259.349 ton atau 59% dari total produksi dan nilai yang
didapatkan adalah US$ 236.775.000. Sedangkan volume ekspor sampai dengan
September 1997 mencapai 372.958 ton atau 77% dari total produksi dengan nilai
US$ 577.914. Peningkatan persentase volume kopi yang di ekspor ini cenderung
meningkatkan dengan harga kopi pasaran dunia yang dinilai dengan US$. Hal ini
juga menyebabkan harga kopi arabika di beberapa daerah meningkat dari Rp.
15.000/kg pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 31.000/kg pada minggu I
bulan Agustus 1998. Hal ini juga terjadi pada kopi robusta, walaupun
peningkatannya tidak sebesar kopi arabika, yaitu dari Rp. 5.250 pada bulan
Desember 1997 menjadi Rp. 22.000/kg pada minggu I bulan Agustus 1998. Harga
kopi robusta tersebut adalah harga untuk kualitas I. (Anonim, 2014)

Melihat prospek pasar komoditas kopi tersebut, diperlukan usaha-usaha


untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi, baik melalui usaha intensifikasi
maupun ekstensifikasi kebun. Usaha pengembangan tersebut akan lebih berdaya
guna jika melibatkan perkebunan besar dan perkebunan rakyat yang terikat dalam
suatu kemitraan usaha. Untuk itulah dalam makalah ini akan dibahas teknis
budidaya serta pengolahannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknis budidaya tanaman kopi ?.
2. Bagaimana teknis pengolahan biji kopi secara tradisional serta modern ?.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teknik serta proses dan syarat pembudidayaan tanaman
kopi.
2. Untuk mengetahui teknik serta tujuan dan tahapan pengolahan bijik kopi
baik secara tradisional serta modern.

BAB II
PEMBAHASAN
2

A. Budidaya Tanaman Kopi


Tanaman kopi (coffea. sp) yang ditanam di perkebunan rakyat pada
umumnya adalah kopi jenis Arabica (Coffea Arabica), Robusta (Coffea
Canephora), Liberika (Coffea liberica) dan hibrida (hasil persilangan antara 2
varietas kopi unggul). Beberapa klon kopi unggul, khususnya untuk kopi arabika
telah disebarluaskan di sentra-sentra penghasil kopi. Klon-klon tersebut antara
lain adalah Kartika 1 dan 3, USDA 762, lini S 795, $ 1934 dari India dan hibrido
de timor dari Timor-Timur. Kedua klon yang terakhir masih dikembangkan di
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Sedangkan untuk jenis robusta, klonklon unggul yang telah dikembangkan antara lain adalah BP 409, BP 358, SA 237,
BP 234, BP 42 dan BP 288. (Anonim, 2014)
Dalam aspek pembudidayaan ini, hal-hal yang dibahas menyangkut
kesesuaian

lingkungan;

pembukaan

lahan;

penanaman

dan

penaungan;

pemupukan; pengendalian hama; penyakit dan gulma; pemangkasan; pemanenan;


serta pascapanen dan mutu kopi.
1. Kesesuaian lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi
antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin
dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi
beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai
ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl. Sedangkan kopi arabika
menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari pada kopi robusta, yaitu antara
500 - 1.700 m dpl. (Rudy, 2014)
Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada
daerah-daerah yang mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun,
mempunyai bulan kering (curah hujan < 100 mm per bulan) selama 3 - 4 bulan
dan diantara bulan kering tersebut ada periode kering sama sekali (tidak ada
hujan) selama 2 minggu - 1,5 bulan. Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar
3

matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim
hujan. Hal ini diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga. Angin
berperan dalam membantu proses perpindahan serbuk sari bunga kopi dari
tanaman kopi yang satu dengan yang lainnya. Kondisi ini sangat diperlukan
terutama untuk jenis kopi yang self steril. (Hilman, 2013)
Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan
kaya bahan organik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak
masam, yaitu dengan pH 4,5 - 6 untuk robusta dan pH 5,0 - 6,5 untuk kopi
arabica.
2. Pembukaan lahan
Lahan yang digunakan untuk penanaman kopi dapat berasal dari lahan
alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan
alang-alang dan semak belukar, cara pembukaan lahan dilakukan dengan
pembabatan secara manual atau dengan menggunakan herbisida. Pada lahan
primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari lahan
konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang
terdahulu.
3. Penanaman dan penaungan
Penanaman bibit kopi sebaiknya dilakukan pada awal atau pertengahan
musim hujan, sebab tanaman kopi yang baru ditanam pada umumnya tidak tahan
kekeringan. Tanaman kopi robusta dianjurkan untuk ditanam dengan jarak 2,5 x 2,
5 m atau 2, 75 x 2, 75 m, sedangkan untuk jenis arabika jarak tanamnya adalah 2,5
x 2,5 m, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan sekitar 1.600
pohon/ha. Untuk penyulaman, sebaiknya dicadangkan lagi 400 pohon/ha.
Sebelum tanaman kopi ditanam, harus terlebih dahulu ditanam tanaman
pelindung, seperti lamtoro gung, sengon laut atau dadap yang berfungsi selain
untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari langsung, juga meningkatkan
penyerapan N (Nitrogen) dari udara pada tanaman-tanaman pelindung yang
mengandung bintil akar. (Hilman, 2013)

Tanaman kopi sering ditanam di lahan yang berlereng. Untuk menghindari


erosi dan menekan pertumbuhan gulma dapat ditanam penutup lahan (cover crop)
seperti colopogonium muconoides, Vigna hesei atau Indigovera hendecaphila.
4. Pemupukan
Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur
Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup banyak dan unsur-unsur
mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran
dijual sebagai pupuk Urea atau Za (Sumber N), Triple Super Phospat (TSP) dan
KCl. Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan
pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket di dalamnya, selain
mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Selain pupuk anorganik
tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga dipupuk dengan pupuk organik seperti
pupuk kandang atau kompos. (Rudy, 2014)
Pemberian pupuk buatan dilakukan 2 kali per tahun yaitu pada awal dan
akhir musim hujan, dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10
- 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman. Dosis
pemupukan mulai dari tahun pertama sampai tanaman berumur lebih dari 10
tahun.
5. Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma
Hama yang sering menyerang tanaman kopi, adalah penggerek buah kopi
(Stephanoderes hampei), penggerek cabang dan hitam buah (Cylobarus
morigerus dan Compactus), kutu dompolan (Pseudococcus citri), kutu lamtoro
(Ferrisia virgata), kutu loncat (Heteropsylla, sp) dan kutu hijau (Coccus viridis).
Sedangkan penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia
vastantrix), jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit akar hitam dan coklat
(Rosellina bunodes dan R. arcuata), penyakit bercak coklat dan hitam pada daun
(Cercospora cafeicola), penyakit mati ujung (Rhizoctonia), penyakit embun jelaga
dan penyakit bercak hitam dan buah (Chephaleuros coffea).

Adapun jenis gulma yang sering menganggu tanaman kopi antara lain
adalah alang-alang (Imperata Cylindrica), teki (cyperus rotudus), cyanodon
dactylon, Salvia sp, Digitaria sp, Oxalis sp, dan Micania cordata. (Rudy, 2014)
6. Pemangkasan
Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian 12
m dengan pencabangan yang rimbun dan tidak teratur. Hal ini akan menyebabkan
tanaman terserang penyakit, tidak banyak menghasilkan buah dan sulit dipanen
buahnya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemangkasan pohon kopi
terhadap cabang-cabang dan batang-batangnya secara teratur.
Ada empat tahap pemangkasan tanaman kopi yang sering dilakukan, yaitu
pemangkasan pembentukan tajuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan
cabang primer dan pemangkasan peremajaan. (Hilman, 2013)
7. Panen dan pascapanen
Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada
umur 2,5 - 3 tahun tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi
robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5
- 3 tahun.
a. Faktor Lamanya Pemanenan
1) Sifat Genetis,
2) Cara bercocok tanam,
3) Iklim (masa berbunga, kematangan, periode)
b. Teknik Pemanenan
1) Petik Bubuk (Longsongan) - dilaksanakan menjelang panen besar. Tujuan:
Memetik buah yg terserang hama bubuk.
2) Lelesan - memungut buah yg luruh ke tanah (pada buah yg terserang hama
bubuk).
3) Panen Raya - hanya memetik buah yg masak/tua.
4) Racutan (Rampasan) - memetik semua buah yg tertinggal di pohon sampai
habis. Tujuan: memutuskan siklus hama bubuk buah. (Hilman, 2013)

B. Pengolahan Biji Kopi


Pengolahan biji kopi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah
(wet process) dan cara kering (dry process). Pengolahan cara basah memerlukan
proses yang cukup memakan waktu dan tenaga, antara lain dengan melakukan
proses fermentasi biji, sehingga hanya dilakukan di perkebunan besar. Sedangkan
cara kering untuk perkebunan dan untuk rakyat, umumnya dilakukan oleh petani
karena prosesnya yang lebih sederhana dari pada proses basah. Kedua cara
tersebut akan menentukan kualitas kulit tanduk dan kulit arinya, baik yang
diproses dengan cara kering dan cara basah.
1. Proses pengolahan biji kopi
a. Sortasi Biji Kopi
1) Pengolahan Cara Basah
- Kopi yang utuh, tidak terserang bubuk dan tidak ada cacat dalam
-

bentuk dan warna.


Kopi yang utuh, terserang bubuk, ada cacat sedikit dalam bentuk

dan warna.
- Kopi yang pecah, kecil dan banyak cacat dalam bentuk dan warna.
2) Pengolahan Cara Kering
- Kopi yang utuh, tidak ada cacat dalam bentuk dan warna.
- Kopi yang utuh, ada cacat sedikit dalam bentuk dan warna.
- Kopi yang pecah, terlalu kecil dan banyak cacat. (Anonim1, 2011)
b. Pengupasan Buah
1) Dilakukan secara mekanik
Pengupasan buah biji kopi dapat dilakukan secara mekanik
menggunakan mesin pulper untuk pengolahan basah. Ada dua jenis mesin
pulper, yaitu :
- Vis-pulper
-

: 3 silinder, untuk menghindari pengulangan

pengupasan.
Raung pulper : pengupasan dan membersihkan lendir, sehinga
tidak diperlukan proses fermentasi dan pencucian terdiri 4 silinder,
masing-masing

berfungsi:

mendorong

buah

kopi

masuk,

melepaskan daging buah, memudahkan pencucian, mendorong biji


kopi keluar. (Anonim1, 2011)
c. Fermentasi

Adapun tujuan dari proses fermentasi adalah untuk melepaskan lapisan


lendir yang masih melekat pada kulit tanduk. Ada tiga cara pengolahan yang
terkait dengan fermentasi, yaitu cara basah tanpa fermentasi, cara basah
dengan fermentasi kering, cara basah dengan fermentasi basah.
1) Fermentasi kering
- Pencucian pendahuluan, digunduk-gundukkan.
- Ditutup dengan karung goni, dilakukan pengadukan.
- Apabila lendir mudah lepas - fermentasi selesai.
2) Fermentasi basah
- Pencucian pendahuluan, ditimbun dan direndam dalam bak
fermentasi.
- Dilakukan pengantian air rendaman.
- Lama fermentasi: (1.5 - 4.5 hari tergantung iklim dan daerah).
- Suhu Fermentasi yang paling baik: 27 - 29 0C ; pH 5.5 - 6
3) Perubahan selama fermentasi
- Pemecahan getah komponen mucilage.
- Komponen gula terpecah menjadi asam.
- Terjadi kesempurnaan warna terutama warna lapisan kulit ari
menjadi lebih coklat
4) Kondisi fermentasi
- pH 5.5 6.
- pH 4 (menurun) - fermentasi lebih cepat 2 kali lipat.
- pH 3.65 (menurun) - lebih cepat 3 kali lipat.
- Penambahan enzim pektinase - lama fermentasi 5 - 10 jam.
- Fermentasi spontan selama 36 jam. (Anonim1, 2011)
d. Pencucian
Peroses pencucian bertujuan untuk memisahkan lapisan lendir yang
melekat pada biji. Adapun prosesnya, yaitu dengan cara manual diaduk
dengan tangan/diinjak atau dengan cara mekanik menggunakan mesin pencuci
melalui pengadukan pada mesin yangg berputar pada sumbu horisontal.
Pencucian telah selesai apabila biji diraba tidak terasa licin - K.A 55%.
e. Pengeringan
Proses pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai 6%
(syarat pasaran kopi beras). Pengeringan kopi ada yang secara alami dengan
memanfaatkan sumber panas matahari dan adapula menggunakan alat atau
mesin pengering.
f. Pengupasan kulit tanduk

Pengupasan kulit tanduk dilakukan dengan menggunakan mesin Huller


tipe Engelberg. Sebelum dikupas, kopi didiamkan selama 24 jam untuk
menyesuaikan dengan lingkungan. (Anonim1, 2011)
2. Jenis pengolahan biji kopi
Pengolahan biji kopi dapat dilakukan secara basah dan kering. Pengolahan
secara basah dilakukan oleh industri besar sedangkan untuk pengolahan secara
kering pada umumnya dilakukan oleh rakyat atau petani kopi. Pengolahan kopi
ditinjau dari teknologi yang diginakan dapat dibagi menjadi dua, yaitu secara
tradisional dan secara modern.
a. Pengolahan biji kopi tradisional
Proses pengolhan biji kopi secara tradisional masih sering kita jumpai
terutama pada daerah yang masih jauh dari sentuhan teknologi. Pengolahan ini
menggunakan proses pengolahan kering karena selain tidak menggunakan biaya
yang banyak juga prosesnya relatif singkat dibandingkan dengan secara basah.
Selain itu, alat yang digunakan untuk pengolahan masih sangat sederhana
sehingga memerlukan tenaga ekstra untuk proses pengolahannya. Tahapan proses
pengolahan secara kering dapat dilihat pada gambar 2.1 flowchart pengolahan
secara kering. (Anonim2, 2013)

Gambar 2.1 Tahap Pengolahan Kering


Kopi beras yang telah jadi dapat diolah menjadi kopi bubuk. Pembuatan
kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri kecil dan
pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara
tradisional dengan alat-alat sederhana. Hasilnya pun biasanya hanya dikomsumsi
sendiri atau dijual bila ada pesanan.
Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap
perendangan dan tahap penggilingan.
1) Perendangan (Penyangraian)
Perendangan atau sering disebut penyangraian adalah proses pemanasan
kopi beras pada suhu 200o - 225o C yang bertujuan untuk mendapatkan kopi
rendang yang berwarna coklat kehitaman. Dalam proses perendangan ini biji kopi
akan mengalami dua tahap proses penting, yaitu penguapan air pada suhu 100 o C
dan pirolisis pada suhu 180o - 225o C. Pada tahap pirolisis, kopi mengalami

10

perubahan-perubahan kimia antara lain penggarangan serat kasar, terbentuknya


senyawa volatil, pengguapan zat-zat asam, dan terbentuknya zat beraroma khas
kopi. (Anonim2, 2013)
Pada proses perendangan, kopi juga akan mengalami perubahanperubahan warna yaitu berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat
kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi
sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak) maka penyangraian segera
dihentikan, kopi segera diangkat dan didinginkan.
Perendangan secara tradisional yang umumnya oleh petani dilakukan
secara terbuka dengan menggunakan wajan terbuat dari tanah (kuali). Bila alat ini
tidak ada bisa pula dilakukan dalam wajan yang terbuat dari besi atau baja. Wajan
dipanasi hingga cukup panas, kemudian kopi dimasukkan. Kopi harus selalu
diaduk agar panas merata dan hasilnya seragam. Bila warna kopi sudah coklat
kelam (kehitam-hitaman) dan mudah pecah, kopi segera diangkat dan didinginkan
di tempat yang terbuka. Untuk mengetahui apakah kopi mudah pecah atau belum
biasanya kopi dipencet dengan jari atau digigit atau dipukul pelan-pelan dengan
menggunakan batu (muntu).
2) Penggilingan (Penumbukan)
Penggilingan tradisional oleh para petani dilakukan dengan cara
menumbuk kopi dengan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumpang
terbuat dari kayu atau batu sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk
sampai halus, bubuk kopi lalu disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh.
Bubuk kopi yang tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi lalu dikemas
dan disimpan. (Anonim2, 2013)
b. Pengolahan secara modern
Industri-industri kopi di Indonesia kini sudah mengalami peningkatan
dilihat dari banyaknya jenis hasil kopi baik itu kopi instan maupun non-instan.
Untuk proses pengolahan di industri dilakukan dengan cara basah dengan
menggunakan alat dan mesin pengolahan kopi yang modern. Tahapan pengolahan
secra basah dapat dilihat pada gambar 2.2 Tahap Pengolahan Basah.

11

Gambar 2.2 Tahap Pengolahan Basah


Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern
dengan skala yang cukup besar. Hasilnya dipak dalam bungkus yang rapi dengan
menggunakan kertas alumunium foil, agar terjamin kualitasnya, serta dipasarkan
ke berbagai daerah yang lebih luas. (Anonim2, 2013)
Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap
perendangan dan tahap penggilingan.
1) Perendangan (Penyangraian)
Sama halnya pada perendangan secara tradisional, perendangan bertujuan
untuk mendapatkan kopi rendang yang berwarna coklat kehitaman.Dalam proses
perendangan ini biji kopi akan mengalami dua tahap proses penting, yaitu

12

penguapan air pada suhu 100o C dan pirolisis pada suhu 180o - 225o C. Pada tahap
pirolisis, kopi mengalami perubahan-perubahan kimia antara lain penggarangan
serat kasar, terbentuknya senyawa volatil, pengguapan zat-zat asam, dan
terbentuknya zat beraroma khas kopi. (Anonim2, 2013)
Perendangan bisa dilakukan secara terbuka atau tertutup. Perendangan
secara tertutup banyak dilakukan oleh pabrik atau industri-industri pembuatan
kopi bubuk untuk mempercepat proses perendangan. Perendangan secara tertutup
akan menyebabkan kopi bubuk yang dihasilkan mempunyai rasa agak asam akibat
tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap, tetapi aromanya
akan lebih tajam karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak
banyak yang menguap. Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang
berasal dari luar seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak
sempurna. Kini, BPP Bogor telah berhasil merancang mesin penyangrai sederhana
dengan kapasitas + 15 kg kopi beras yang harganya cukup murah. Mesin ini
mempunyai prinsip hampir sama dengan mesin yang digunakan oleh pabrik
sehingga bisa menghasilkan kopi bubuk yang tidak kalah mutunya.
Bagian terpenting dari alat penyangrai adalah silinder, pemanas, dan alat
penggerak atau pemutar silinder. Cara menggunakannya, pertama-tama silinder
dipanaskan hingga suhu tertentu dan diputar dengan kecepatan tertentu tergantung
dari tipe alatnya. Pada alat rancangan BPP Bogor silinder dipanaskan hingga suhu
+ 340o C dengan putaran 20 putaran/menit. Setelah silinder dipanaskan pada suhu
dan putaran tertentu, kemudian kopi dimasukkan ke dalam silinder. Sementara itu
pemanasan dan pemutaran silinder tetap berlangsung. Bila kopi sudah mencapai
tahap roasting point (kopi masak sangrai) pemanasan segera dihentikan dan kopi
segera diangkat dan didinginkan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap
roasting point tergantung pada jumlah kopi yang disangrai dan jenis alat
penyangrai yang digunakan. Pada alat yang dirancang oleh BPP Bogor, untuk
menyangrai 15 kg kopi diperlukan waktu + 1 jam, untuk 3 kg kopi diperlukan
waktu hanya 15 menit. (Anonim2, 2013)

13

2) Penggilingan (Penumbukan)
Penggilingan adalah proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi
yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum
75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh
terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya akan
semakin baik rasa dan aromanya, karena sebagian besar bahan-bahan yang
terdapat di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh. Namun ada sementara
orang yang lebih suka bubuk kopi yang tidak terlalu lembut.
Penggilingan oleh industri kecil atau oleh pabrik dilakukan dengan
menggunakan mesin giling. Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur
ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar sudah
mempunyai ukuran seperti yang diinginkan dan tidak perlu disaring lagi. Kopi
yang sudah direndang dan digiling mudah sekali mengalami perubahanperubahan, misalnya perubahan aroma, kadar air, dan ketengikan. Kopi bubuk
yang disimpan di tempat yang terbuka akan kehilangan aroma dan berbau tengik
setelah 2-3 minggu. Kehilangan aroma ini disebabkan karena menguapnya zat
caffeol yang beraroma khas kopi, sedangkan ketengikan disebabkan karena
adanya reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen yang
terdapat dalam udara.
Untuk menghindari penurunan mutu kopi yang telah direndang selama
penyimpanan, sebaiknya kopi disimpan sebelum digiling. Karena kopi rendang
yang belum digiling mempunyai daya simpan 2-3 kali kopi yang telah digiling.
Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera disimpan dan dipak dengan lapisan
yang kedap udara (misalnya plastik atau alumunium foil). Di pabrik yang cukup
modern kopi bubuk biasanya dipak dalam kemasan atau kaleng yang hampa udara
sehingga kopi dapat disimpan lebih lama. (Anonim2, 2013)

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam aspek pembudidayaan ini, hal-hal yang dibahas menyangkut kesesuaian
lingkungan; pembukaan lahan; penanaman dan penaungan; pemupukan;
pengendalian hama; penyakit dan gulma; pemangkasan; pemanenan; serta
pascapanen dan mutu kopi.
2. Pengolahan secara tradisional masih menggunakan alat yang sederhana dengan
menerapkan pengolahan secara kering. Adapun tahapannya, yaitu biji kopi
dijemur selama 10-14 hari dengan suhu 35 0C menghasilkan kopi glondongan
dengan kadar air 18 20 %, kemudian ditumbuk dan diayak untuk melapas kulit
dan menghasilkan kopi asalan dengan kadar air 18% selanjutnya pengeringan
kembali dengan suhu 50 60 0C dan melakukan sortasi kadar air 13 14 %
menghasilkan kopi beras 14,5%. Pengolahan modern dilakukan di industri besar
dengan menggunakan alat dan mesin yang sudah canggih dalam proses
pengolahannya. Pengolahan secara modern memanfaatkan teknologi untuk
meningkatkan kuliatas dan kuantitas kopi yang dihasilkan. Pengolahan industri
yang besar menerapkan pengolahan secara basah.
B. Saran
Adapun saran penulis yaitu buku penunjang matakuliah di kampus sebaiknya
ada untuk menambah reverensi mahasiswa dalam membuat karya tulis.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Budidaya Tanaman Perkebunan.
http://budidayatanamanperkebunaan.blogspot.co.id/2014/03/budidayatanaman-kopi.html. Diakses 4 Oktober 2015

15

Anonim1. 2011.Proses Pengolahan Kopi. http://belajar-blogdi.blogspot.co.id/2011/09/proses-pengolahan-kopi.html. Diakses 04 Oktober


2015
Anonim2. 2013. Pengolahan Buah Kopi.
http://www.tanijogonegoro.com/2013/08/pengolahan-buah-kopi.html. Diakses
04 Oktober 2015
Hilman Hilmawan. 2013. Makalah Kopi
http://hilmanhilmawan3.blogspot.co.id/2013/05/makalah-kopi.html. Diakses
04 Oktober 2015
Rudy. 2014. Budidaya Tanaman Tahunan.
http://rudyemufc.blogspot.co.id/2014/11/makalah-budidaya-tanaman-tahunanmateri.html. Diakses, 4 Oktober 2015

16

Anda mungkin juga menyukai