Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keadaan gizi yang baik dan sehat pada masa balita merupakan fondasi

penting bagi kesehatan di masa depan. Kekurangan gizi yang terjadi pada

masa tersebut dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan

perkembangan. Proses tumbuh kembang yang pesat terutama terjadi pada usia

1-3 tahun (Sutomo, 2010). Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh

seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan linier yang tidak sesuai

umur dapat merefleksikan keadan gizi kurang dalam jangka waktu yang lama

akan mengakibatkan stunting pada anak (Rosha BC, et all, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) stunting

menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa

pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Keadaan ini

dipresentasikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur (TB/U)

kurang dari -2 standar deviasi (SD) berdasarkan standar pertumbuhan secara

global, pada tahun 2019 terdapat 25% anak yang berumur dibawah lima tahun

yaitu sekitar 165 juta anak mengalami stunting (WHO,2019).

Ditingkat Asia pada tahun 2018 – 2019 Indonesia menduduki

peringkat keempat prevalensi stunting tertinggi menurut WHO, apabila

masalah stunting diatas 20% maka merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang pada masa balitanya

1
mengalami stunting memiliki tingkat kognitif rendah, prestasi belajar dan

psikososial buruk (Achadi, 2012).

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2018, terdapat 37,2% balita yang mengalami stunting. Diketahui dari

jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek.

Prevalensi stunting ini mengalami peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas

tahun 2013 yaitu sebesar 35,6%. Berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi

(PSG) 2018 prevalensi stunting bayi berusia di Bawah Lima Tahun (Balita)

Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 40,3% angka tersebut merupakan

yang tertinggi dibanding provinsi lainnya dan juga diatas prevalensi stunting

nasional sebesar 29,6%. Prevalensi stunting di NTT tersebut terdiri dari bayi

dengan kategori sangat pendek 18% dan pendek 22,3%. Sementara provinsi

dengan prevalensi Balita Stunting terendah adalah provinsi Bali, yakni hanya

mencapai 19,1%. Angka tersebut terdiri dari Balita dengan katergori sangat

pendek 4,9% dan pendek 14,2%. Hasil PSG tahun lalu mencatat bahwa

prevalensi Balita yang mengalami stunting sebesar 29,6% lebih tinggi dari

tahun sebelumnya hanya 27,5%. Namun tahun 2019, stunting ditargetkan

turun menjadi 28% pada 2019. (Wahab, 2019)

Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana provinsi Sulawesi Tenggara

(Sultra) menemukan 88 anak di daerah itu menderita penyakit stunting atau

kekurangan gizi kronis. Kepala Dinkes Kabupeten Bombana dr. Sunandar

mengatakan, jumlah penderita stunting ini telah terdata sejak tahun 2017 yang

ditemukan di 22 Puskesmas kecamatan didaerah itu hingga April 2019. Ada

2
639 kasus stunting terus meningkat hingga 3,05 persen per Januari 2020.

Kebanyakan dipenguruhi oleh lingkungan dan rentan terjadi di kalangan

masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Ada pula orang tua yang

mengalami kekuarangan energi kalori, faktor anemia hingga mempengaruhi

bayinya sejak dalam kandungan. Intinya, semua berawal dari pola asuh anak

sejak dari kandungan hingga lahir. Tidak sampai disitu, pola asuh yang benar

itu mesti dilakukan secara terus menerus saat anak berstatus Balita. Sebab,

rata-rata penderita penyakit ini dipengaruhi oleh penurunan berat badan

secara drastis (Sunandar, 2019). Kejadian stunting yang berlangsung sejak

masa kanak-kanak memiliki hubungan terhadap perkembangan motorik

lambat dan tingkat intelegensia lebih rendah kejadian stunting pada anak

banyak dipengaruhi beberapa faktor salah satunya faktor sosial sehingga

dapat berakibat kekurangan gizi pada anak Balita. Status sosial ekonomi

keluarga seperti pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pengetahuan ibu

tentang gizi, dan jumlah anggota keluarga secara tidak langsung dapat

berhubungan dengan kejadian stunting (Martorell et al, 2010).

Infeksi saluran pernapasa dan pencernaan, pada balita juga serting

mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan di pada balita yang

didiagnosis di Puskesmas Mataoleo pada tahun 2017 sebanyak 255 balita,

tahun 2018 sebanyak 438 balita dan tahun 2019 sebanyak 314 balita.

Walaupun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tersebut mengalami turun

naik, tetapi penyakit ISPA selalu berada pada urutan pertama dalam daftar

sepuluh besar penyakit di Puskesmas. Sedangkan untuk kasus infeksi saluran

3
pencernaan tidak sebanyak infeksi saluran pernapasan, pada tahun 2017

terdapat 25 kasus balita diare, tahun 2018 pada bulan Mei 18 kasus sehingga

kasus diare jadi meningkat 50 % manjadi 43 kasus, pada tahun 2019 terdapat

21 kasus diare. (Puskesmas Mataoleo, 2019)

Berdasarkan data dari Puskesmas Mataoleo Kabupaten Bombana

jumlah kasus Balita mengalami stunting pada tahun 2017 berjumlah 66 orang,

tahun 2018 berjumlah 58 balita, dan mengalami peningkatan 2019-2020

berjumlah 67 orang maka berdasarkan uraian ini saya mengambil judul, “

Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Di

Wilayah Kerja Puskesmas Mataoleo Kabupaten Bombana”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan urian latar belakang tersebut di atas, maka dapat

dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah;

1. Apakah ada hubungan pengetahuan ibu tentang asupan makanan dengan

kejadian stunting pada balita umur 36-59 bulan diwilayah kerja

Puskesmas Mataoleo Kabupaten Bombana ?

2. Apakah ada hubungan riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada

balita umur 36-59 bulan diwilayah kerja Puskesmas Mataoleo Kabupaten

Bombana ?

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahuai hubungan pengetahuan ibu dan riwayat infeksi dengan

kejadian stunting pada balita umur 36-59 bulan diwilayah kerja

Puskesmas Mataoleo Kabupaten Bombana

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang asupan makanan dengan

kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Mataoleo Kabupaten

Bombana;

b. Untuk mengetahui asupan makanan pada balita diwilayah kerja

Puskesmas Mataoleo Kabupaten Bombana.

c. Untuk mengetahui riwayat infeksi dengan kejadian stunting balita di

wilayah kerja Puskesmas Mataoleo Kabupaten Bombana;

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Bagi pemerintah

Sebagai informasi untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana bahwa

masih banyak stunting yang terjadi.

b. Bagi intansi penelitian

Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dalam mengatasi masalah

dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Mataoleo

Kabupaten Bombana;

5
c. Bagi keluarga

Memberikan informasi mengenai hubungan pengetahuan dengan

kajadian stunting pada balita, dan diharapkan dapat menambah

pengetahuan sehingga asupan makanan balita menjadi lebih baik dan

status asupan makanan balita menjadi optimal.

2. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi

ilmu keperawatan tentang hubungan pengetahuan ibu dan riwayat infeksi

dengan kejadian stunting pada balita.

d. Keaslian Penelitian

Judul &
Metode Variabel
No Nama Hasil Hasil
Penelitian penelitian
Peneliti
1 Beuty Grace Hubungan Penelitian - Pendidika Hasil
Nainggolan Berat Badan ini n ibu penelitian
(2019) Lahir mengguna - Jenis didapatkan
Rendah kan Kelamin bahwa nilai
(BBLR) motode - Panjang Pvalue 0,005
dengan diskriptive badan sehingga dapat
kejadian Lahir disimpulkan
stunting - BB Lahir ada hubungan
pada anak - Asi signifikan
usia 1 – 3 Ekslusif antara BBLR
Tahun. dengan
kejadian

6
stunting
2 Zella Novi Hubungan Jenis Riwayat Stuting
Rahmaningru antara status Penelitian stunting sebagai faktor
m (2019) gizi Observasi dan risiko yang
(Stunting onal kemampua dapat
dan tidak analitik n kognitif mempengaruhi
stunting) dengan kemampuan
dengan rancangan koognitif
kemampuan case dengan nilai p
kognitif control besar 0,001
remaja di (<0,05) dan )
Sukoharj, Odds Ratio
Jawa (OR)18,333
Tengah
3 Agus Eka Hubungan Desain - Tingkat Hasil analisis
Nurma antara Penelitan pengetah data
Yuneta tingkat adalah uan ibu menggunakan
(2019) pengetahua cross dan Kendall’s tau
n ibu sectional status didapatkan
dengan gizi nilai p sebesar
status gizi 0,000
balita di (p<0,05)yang
kelurahan menyatakan
Wonorejo terdapat
Kabupaten korelasi yang
Karanganya bermakna dan
r nilai korelasi
pada
penelitian ini
adalah sebesar
0,482 yang

7
menyatakan
kekuatan
korelasi
sedang dengan
arah yang
positif.
4 Salman Hubungan Metode Pengetahu Hasil analisi
data
(2017) pengetahua penelitian an Gizi
berdasarkan
n gizi ibu ini ibu dan uji statistik chi
kuadrat
dengan termasuk kejadian
dengan derajat
kejadian penelitian stunting kemaknaan α
= 0,1
stunting survey
didapatkan
pada anak analitik nilai X2
hitung lebih
balita di dengan
kecil dan X2
desa Buhu desain tabel (0,877 <
2.706) tidak
kecamatan cross
ada hubungan
Telaga Jaya sectional antara
pengetahuan
Kabupaten study
gizi ibu
Gorontalo dengan
kejadian
stunting pada
balita.
5 Edwin Danie Hubungan Metode Pengetahu Hasil
Olsa (2017) Sikap dan yang an sikap penelitian ini
Pengetahua digunakan anak, anak didapatkan
n Ibu pada baru angaka
terhadap penelitian masuk kejadian besar
Kejadian ini adalah Sekolah itu memiliki
pada Anak cross Dasar dan tingkat sikap
Baru secsional kejadian positif bivariat
Masuk study stunting antara sikap
Sekolah dan kejadian

8
Dasar di stunting
Kecamatan kejadian
Nanggalo stunting
diketahui nilai
p < 0 angka
kejadian
stunting pada
anak baru
masuk
Sekolah Dasar
sebesar 16,8%,
sebagian
positif
(55,2%) dan
tingkat
pengetahuan
yang cukup
(48,7%)
stunting
deketahui nilai
p <0,005
(p=0,000),
serta antara
tingkat
pengetahuan
dan diketahui
nilai p<0,05
(p=0,000).
Hasil
penelitian ini
menjunjukkan

9
bahwa pada
anak baru
masuk sekolah
dasar sebesar
16,8%,
sebagian
pengetahuan
yang cukup
(48,7%).
Berdasarkan
analisis
diketahui nilai
p<0,05(p=0,00
0),serta antara
tingkat
pengetahuan
6 Surmita Hubungan Metode Stunting, Dari statistik
(2019) tinggi badan crossectio tinggi diperoleh
orang tua nal badan bahwa
dan ayah, terdapat
kejadian tinggi korelasi antara
stunting badan ibu, tinggi badan
pada balita tinggi ibu dengan
badan hasil uji tinggi
balita badan anak
(r=0,264,
p=0,006).
Namun,
korelasi ini
termasuk
korelasi yang

10
lemah. Antara
tinggi badan
ayah dengan
tinggi badan
balita tidak
menunjukkan
adanya
korelasi yang
signifikan
(r=0,031,
p=0,753).
7 Eko Setiawan Faktor- Jenis Tingkat Hasil
(2018) faktor yang penelitian asupan penelitian
berhubunga ini adalah energi, menunjukkan
n dengan studi riwayat bahwa
kejadian analitik durasi proporsi
stunting observasio penyakit stunting
pada anak nal dengan infeksi, sebesar 26,9%
usia 24-59 desain berat dan normal
bulan di cross badan sebesar 73,1%.
Wilayah sectional. lahir, Hasil Uji
kerja tingkat Chisquare
Puskesmas pendidika menunjukkan
Andalas n ibu dan terdapat
Kecamatan tingkat hubungan
Padang pendapata yang
Timur Kota n keluarga bermakna
Padang dengan antara tingkat
tahun 2018 kejadian asupan energi,
stunting riwayat durasi
penyakit

11
infeksi, berat
badan lahir,
tingkat
pendidikan ibu
dan tingkat
pendapatan
keluarga
8 Febriani Dwi Hubungan Penelitian Kebiasaan Terdapat
Bella (2019) Pola Asuh ini pemberian hubungan
dengan merupaka makan, signifikan
Kejadian n kebiasaan antara
stunting penelitian pengasuha kebiasaan
Balita dari observasio n, pemberian
Keluarga nal yang kebiasaan makan (p-
miskin di mengguna kebersihan value=0,000),
Kota kan , kebiasaan
Padang pendekata kebiasaan pengasuhan(p-
n mendapatk value
kuantitatif an =0,001),kebias
dengan pelayanan aan kebersihan
desain kesehatan (p-value =
Studi Cros 0,021) dan
Sectional kebiasaan
mendapatakan
pelayanan
kesehatan (p-
value=
0,000)dengan
kejadian
stunting Balita
9 Masrul Gambaran Desain Stunting, Dari penelitian

12
(2019) Pola Asuh penelitian lokus ini diketahui
Psikososial ini berupa stunting, hampir semua
Anak penelitian pola asuh sub indikator
Stunting kuantitatif psikososia memperlihatka
Dan Anak mengguna l n keadan yang
Normal di kan desain masih kurang;
Wilayah cross pola asuh
Lokus sectional stimulasi
Stunting psikososial
Kabupaten masih
Pasaman kurang;tingkat
dan sosial ekonomi
Pasaman kehidupan
Barat anak stunting
Sumatra lebih rendah
Barat dari pada anak
normal.
Diharapkan di
masa depan
dapat
dilakukan
pencegahan
terjadinya
intrautrin
dengan
menjaga serta
pola asuh
terutama pola
asuh
psikososial
dari keluarga.

13
10 Eka Mustika Hubungan Penelitian Pola asuh Pada
Yanti (2019) pola asuh ini adalah Makan , penelitian ini
makan dan penelitian karakterist terdapat 3
karakteristik deskriptif ik. (tiga) variabel
ibu dengan analitik Stunting, mempunyai
kejadian dengan anak usia hubungan
stunting pendekata 2–5 bermakna
pada anak n cros tahun secara statistik
usia 2-5 secsional yaitu
tahun di Pendidikan ibu
desa dengan nilai
Marong (p=0,001),
Lombok pekerjaan ibu
Tengah (p=0,0010,
dan satu
variabel tidak
memiliki
hubungan
bermakna
yaitu usia ibu
p=0,104

14

Anda mungkin juga menyukai