Anda di halaman 1dari 5

III

PEMBAHASAN
3.1 Permasalahan Etika Dalam Bisnis Internasional.
Pertanyaan terkait moral mengenai apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar
atau salah, seringkali menjadi dilema di dalam kegiatan bisnis internasional.  Penilaian
terhadap suatu tindakan terkait bisnis yang dianggap baik atau buruk dan benar
atau  salah seringkali berbeda di antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di
dalam suatu negara pun penilaian ini sering berbeda dikarenakan perbedaan di dalam
budaya dari masyarakatnya. Di samping faktor budaya, perbedaan pandangan ini juga
sering dipengaruhi oleh sistem perekonomian dan sistem pemerintahan suatu negara,
disamping kepercayaan dan agama yang ada di masyarakat.
Permasalahan etika bisnis dapat muncul di berbagai aspek bisnis internasional.
Dalam bidang produksi, misalnya muncul permasalahan etika terkait perusahaan dengan
lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial, penggunaan binatang untuk
uji coba obat-obatan baru, cara transportasi ternak, dan di temukannya teknologi baru
seperti produk transgenik atau genetically modified product dan cloning. Dalam bidang
pemasaran, misalnya muncul permasalahan etika terkait pelaksanaan promosi (seperti
adanya unsur sex dalam advertising), pemasaran langsung di sekolah, dan advertising
yang menyesatkan dengan tidak memberikan informasi produk yang sebenarnya. Dalam
bidang keuangan, misalnya terkait insider trading, pembayaran yang sangat besar
terhadap CEO perusahaan sebagai excutive compensation, dan pembuatan laporan
keuangan yang tidak benar. Dalam bidang HAKI (hak atas kekayaan intelektual),
misalnya terkait pembajakan, pemalsuan merk, dan business intelligence. Dalam tenaga
kerja, misalnya terkait pemberian upah buruh yang sangat rendah untuk memproduksi
barang yang relatif mahal harganya, serta diskriminasi gender, suku dan agama  dalam
pekerjaan.
Dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang teknologi, terutama teknologi
informasi, komunikasi dan produksi, maka di masa-masa yang akan datang dapat muncul
permasalahan baru terkait etika dengan munculnya teknik, metode atau cara baru di
bidang bisnis. Misalnya dalam bidang proses produksi, pemasaran dan keuangan.
3.2 Permasalahan “DUMPING” Dalam Bisnis Internasional
Yang dimaksudkan dengan dumping adalah menjual sebuah produk dalam
kuantitas besar di suatu negara lain dengan harga dibawah harga pasar dan kadang-
kadang malah di bawah biaya produksi. Yang akan merasa keberatan terhadap praktek
dumping ini bukannya para konsumen, melainkan para produsen dari produk yang sama
di negara di mana dumping dilakukan. Dumping produk bisa diadakan dengan banyak
motif yang berbeda. Salah satu motif adalah bahwa si penjual mempunyai persediaan
terlalu besar, sehingga ia memutuskan untuk menjual produk bersangkutan di bawah
harga saja.
Praktek dumping produk itu tidak etis karena melanggar etika pasar bebas.
Sebagaimana doping dalam perlombaan olah raga harus dianggap kurang etis karena
merusak kompetisi yang fair, demikian juga praktek seperti dumping menghancurkan
kemungkinan bagi orang bisnis untuk bersaing pada taraf yang sama. Kalau dilakukan
dengan maksud merebut monopoli, dumping menjadi kurang etis juga karena merugikan
konsumen. Akan tetapi, tidak etis pula bila suatu negara menuduh negara lain
mempraktekkan dumping, padahal maksudnya hanya melindungi pasar dalam negerinya. 
Jika negara lain bisa memproduksi sesuatu dengan harga lebih murah, karena cara
produksinya lebih efisien atau karena bisa menekan biaya produksi, kenyataan ini harus
diterima oleh negara lain. Misalnya jika negara berkembang sanggup memproduksi
pakain jadi dengan lebih murah karena biaya produksinya kurang dikarenakan upah
karyawan yang relatif kecil, hal itu tidak boleh dinilai sebagai dumping. Tidak etis bila
menuduh dumping semata-mata menjadi kedok untuk menyingkirkan saingan dari pasar.
Melanjutkan perbandingan tadi, sebagaimana kita memiliki metode-metode yang
objektif dan pasti untuk membuktikan adanya praktek penggunaa doping dalam bidang
olah raga, demikian juga kita membutuhkan prosedur yang jelas untuk memastikan
adanya dumping. Kita membutuhkan suatu instansi supranasional yang sanggup
bertindak dan sekaligus diakui sebagai wasit yang objektif. Tetapi dalam situasi dunia
sekarang instansi seperti itu belum dimungkinkan. Dalam rangka Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO) telah dibuat sebuah dokumen tentang dumping, tetapi hanya sebagai model
untuk membuat peraturan hukum di negara-negara anggotanya.

3.3 Aspek-aspek Etis Dari Perusahaan Internasional / Korporasi Multinasional (KMN)


Fenomena baru di atas panggung bisnis dunia adalah perusahaan internasional
(multinational corporations) memiliki investasi langsung dalam 2 negara/lebih. Jadi,
perusahaan yang mempunyai hubungan dagang dengan perusahaan luar negeri tapi belum
mencapai status korporasi multinasional (KMN), namun perusahaan yang memiliki
pabrik di beberapa negara termasuk didalamnya.
Karena memiliki kekuatan ekonomis yang besar dan beroperasi di berbagai
tempat yang berbeda dan memiliki mobilitas tinggi akan menimbulkan masalah etis jika
dipraktekan di negara berkembang. Pada saat ini negara berkembang sudah mengambil
berbagai tindakan untuk melindungi negaranya dari praktik KMN. Misalnya seperti, tidak
mengizinkan KMN masuk kenegaranya agar tidak merusak atau melemahkan industry
dalam negerinya. KMN diizinkan masuk apabila mayoritas saham sekurang-kurangnya
50,1% dimiliki oleh warga setempat. Ada juga beberapa usaha internasional untuk
membuat kode etik bagi KMN di seluruh dunia seperti Guidelines For Multinaational
Enterprises dari Organization For Economics Coorporations And Development (OECD)
1984 dan aturan-aturan yang diusulkan oleh Commission on Transnational Corporations
dari PBB (1990).
Karena kekosongan hukum pada taraf internasional itu, kesadaran etis bagi KMN
lebih mendesak lagi. De George telah berusaha menjawab konteks bisnis dengan negara
negara berkembang. Ia merumuskan 10 aturan etis yang dianggap paling mendesak.
Tujuh norma pertama berlaku untuk semua KMN sedangkan 3 aturan terakhir terutama
dirumuskan untuk industri beresiko khusus seperti pabrik kimia / instalasi nuklir. Berikut
usulan De George :
a. KMN tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung
b. KMN harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian bagi negara
dimana mereka beroperasi
c. Dengan kegiatannya KMN harus memberi kontribusi kepada pembangunan negara
dimana mereka beroperasi.
d. KMN harus menghormati HAM dari semua karyawannya
e. KMN harus membayar pajak sesuai dengan peraturan yang ada di negara tempat
mereka beroperasi
f. KMN harus bekerjasama dengan pemerintah dalam mengembangkan dan
menegakkan “background institutions”(Lembaga yang mengatur serta memperkuat
kegiatan ekonomi suatu negara)

3.4 Masalah Korupsi Dalam Bisnis Internasional


Korupsi dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun
perhatian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis terutama
diarahkan kepada konteks internasional. Masalah korupsi dapat menimbulkan kesulitan
moral besar bagi bisnis internasional, karena di negara satu bisa saja dipraktekkan apa
yang tidak mungkin diterima di negara lain.
Contoh klasik adalah kejadian pada tahun 1970an. Carl Kotchian, presiden dari
Lockheed membayar $12,5 juta kepada agen Jepang dan pemerintah untuk memuluskan
pesanan besar untuk Lockheed Tristar dari Nippon Air. Ketika hal ini diketahui, pejabat
dari AS menuduh Lockheed membuat laporan palsu dan menggelapkan pajak. Meskipun
pembayaran ini di Jepang diterima dari bagian bisnis, hal ini menjadi skandal dan kasus
yang besar. Pejabat pemerintah dianggap melanggar hukum, satu anggota bunuh diri,
pemerintahan bermasalah dan masyarakat Jepang marah. Ternyata pembayaran seperti ini
tidak diterima oleh masyarakat Jepang. Hal ini dianggap tidak berbeda dengan uang suap
yang dibayarkan kepada pejabatuntuk melancarkan pesanan raksasa seperti Boeing.
Kotchian berlaku sangat tidak pantas danberpendapat bahwa pembayaran tersebut sah.
Dan ternyata hal itu sama sekali salah. Beberapa perusahaan AS menganggap ini adalah
kerugian dalam bersaing. Dan hal ini dianggap sebagai pembayaran perantara. Sebagaian
mengetahui sebagai uang cepat dan hal ini dilakukan untuk mengamankan kontrak yang
belum aman atau membayar untuk mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah
setempat tetapi tidak mendapatkan hak tersebut di negara lain.
Ketika menyalurkan pembayaran, masalah etika masih menjadi hal yang gelap. Di
banyak negara, pembayaran terhadap pejabat pemerintah sudah menjadi bagian hidup
sehari-hari. Baberapaberpendapat tidak berinvestasi karena tidak mau membayar suap
mengacuhkan bahwa investasi bisa meningkatkan standar ekonomi dengan menambah
pendapatan dan menambah lapangan kerja. Dari hal tersebut, memberi suap meskipun
salah mungkin adalah hal yang harus dibayar untuk mendapatkan sesuatu yang lebih
baik. Beberapa langkah ekonomi ini dinilai dapat menembus regulasi tidak praktis pada
negara berkembang sehingga dapat membantu korupsi untuk tumbuh. Teori ekonomi ini
membuat beberapa negara merubah batas mekanisme pasar, korupsi dalam pasar gelap,
penyelundupan dan pembayaran rahasia pada para birokrat untuk mempercepat usaha
sehingga menambah kesejahteraan. Pendapat seperti ini digunakan untuk membujuk
kongres AS untuk menerima pembayaran dari Foreign Corrupt Prctices Act.
Sebaliknya, pakar ekonomi lain mengatakan bahwa korupsi mengurangi
pendapatan dari investasi bisnis dan membuat pertumbuhan ekonomi rendah. Di negara
dimana korupsi menjadi halbiasa, birokrat yang tidak produktif yang menginginkan
pembayaran lain untuk memberi izin mengalihkan keuntungan bisnis. Pengurangan
keuntungan ini memperlambat tingkat pertumbuhanekonomi. Penelitian terhadap lebih
dari 70 negara menunjukkan bahwa korupsi mempunyai dampak negatif yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Debat dan rumitnya masalah ini tetap berlangsung dan sekali lagi kita dapat
memutuskan memberi suap adalah hal yang tidak pantas dilakukan. Benar, bahwa
korupsi adalah tidak baik dan menggangu perekonomian suatu negara tapi pada kasus
tertentu dibutuhkan pembayaran terhadap pemerintahagar menghapuskan halangan untuk
menciptakan lapangan kerja baru. Bagaimana pun, suap membuat korupsi semakin buruk.
Korupsi kembali pada diri masing-masing dan memulai untuk tidak korupsi adalah hal
yang tidak mustahil meskipun sulit. Pendapat ini memperkuat masalah etika agar jangan
mendekati korupsi apapun keuntungan yang didapat dari korupsi. Banyak perusahaan
multinasional yang setuju dengan kalimat ini, seperti contohnya perusahaan minyak BP
yang tidak memberi toleransi sedikitpun terhadap pelaku korupsi.

Anda mungkin juga menyukai