net/publication/323319147
CITATIONS READS
3 3,193
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Coral Reef Rehabilitation and Monitoring Program - Coral Triangle Initiative View project
All content following this page was uploaded by Suharsono soermorumekso Shar on 21 February 2018.
Aktivitas manusia di laut semakin hari semakin bertambah besar terutama di daerah pesi-
sir dan ini memberi tekanan yang besar terhadap sumberdaya hayati. Di daerah tertentu
tekanan yang berasal dari aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung
telah melampui daya regenerasi dari sumberdaya itu sendiri. Akibatnya sumberdaya hayati
tersebut semakin hari semakin merana dan rusak. Terumbu karang sebagai salah satu sum-
ber daya laut tidak terlepas dari masalah tersebut Terumbu karang mempunyai sensitifitas
yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, namun secara alami mempunyai daya regen-
erasi yang tinggi pula. Kecepatan tumbuh karang bervariasi tergantung jenisnya namun
secara umum dapat digolongkan dalam biota yang lambat pertumbuhannya.
Di bebarapa daerah di Indonesia terumbu karang telah mengalami degradasi oleh karena
aktivitas manusia. Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi terumbu
karang yang antara lain menutup lokasi yang mengalami degradasi dari aktivitas manusia
agar proses regenerasi alami dapat berjalan dengan baik. Proses regenerasi alami dapat
dipercepat dengan mempercepat proses reproduksi karang. Salah satu cara untuk mem-
percepat proses reproduksi yaitu dengan memperbanyak anakan karang dengan cara trans-
plantasi.
Beberapa tulisan tentang tranplantasi telah dibuat yang antara lain Panduan rehabilitasi
karang melalui teknik transplantasi, Pola pemanfaatan karang secara lestari. Kedua buku
tersebut lebih bersifat sebagai petunjuk pelaksanaan tranplantasi karang. Buku ini mempu-
nyai tujuan untuk lebih memberikan latar belakang ilmu yang sebaiknya dimiliki seseorang
yang ingin melakukan transplantasi karang, agar kegagalan dapat diminimalkan. Untuk me-
mudahkan pembaca menerapkan teori yang diperoleh maka setiap bab dalam penjelasan
teori dasar langsung diikuti dengan aplikasinya, sehingga pembaca lebih dapat memahami
penerapan di lapangan dengan mudah.
Dengan memiliki teori dasar sifat-sifat pertumbuhan, reproduksi dan fisologi karang yang
baik maka diharapkan tingkat keberhasilan transplantasi akan meningkat. Pada saat ini
masih ada beberapa jenis karang yang sulit untuk ditransplantasikan namun saya yakin
dengan kreatifitas dan inovasi para pembaca kesulitan ini akan dapat di atasi. Semoga
buku ini bermanfaat.
I
ndonesia mempunyai terumbu karang yang sangat luas yaitu sekitar 14 %
dari terumbu karang yang ada di dunia. Ekosistem terumbu karang merupa-
kan salah satu sumber daya hayati laut yang terbarukan. Seperti sumberdaya
hayati laut yang lain pemanfaatan karang belum dikelola dengan baik, oleh kar-
ena adanya keserakahan, kemiskinan, kekurangtahuan dan ketidak pedulian serta
kurangnya kesadaran. Di dalam memandang dan menyikapi suatu sumberdaya
hayati laut selalu ada dua pihak yang mempunyai cara pandang berbeda. Satu
pihak menganut paham ekstrim kanan, bahwa sumber yang ada boleh dimanfaat-
kan sebesar-besarnya tanpa memikirkan keberlanjutannya. Sedangkan pihak yang
lain, ekstrim kiri menganggap bahwa sumberdaya yang ada tidak boleh diman-
faatkan sama sekali karena akan mengganggu fungsi dan peran ekosistem. Untuk
menjebatani kedua paham yang berpandangan ekstrim ke kiri maupun kekanan
maka sumberdaya hayati laut ini seharusnya dikelola dengan menganut prinsip
“Kesetimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan
dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh semua pemangku peran
(stakeholder)”. Pemangku peran dalam hal ini dapat terdiri pemerintah pusat
dan daerah, instansi non pemerintah, swasta, masyarakat dll.
Pemanfaatan sumberdaya hayati laut sampai saat ini masih bersifat ekstratif den-
gan cara mengambil sebanyak-banyaknya. Sampai saat ini belum ada satupun
kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang disertai dengan menginvestasikan kem-
bali hasil panenan untuk perbaikan sumberdaya tersebut. Budaya yang selama
ini berlaku adalah budaya panenan artinya setiap hari yang berlaku adalah me-
manen dan memanen, tanpa pernah terpikirkan untuk menginvestasikan kembali
apa yang setiap hari dipanen.
Hasil dari kegiatan transplantasi ini dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan
yang antara lain untuk rehabilitasi terumbu karang yang rusak. Untuk memperce-
pat proses pembuatan terumbu karang buatan dan untuk membuat taman laut
terutama bagi kegiatan wisata. Hasil transplantasi dapat juga untuk diperdagang-
kan sebagai karang hias akuarium. Penyiapan bibit untuk transplantasi berbeda
tergantung dari peruntukannya. Perbedaan ini terletak pada bentuk, ukuran, ba-
han dasar dari substrat dasar yang akan dipakai.
Untuk itu penulis ingin berbagi pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan
transplantasi karang yang baik yaitu dengan memberikan pemahaman sifat-sifat
biologi dan ekologi karang. Hal ini penulis lakukan oleh karena banyaknya para
pembudidaya karang yang salah persepsi tentang cara-cara transplantasi karang.
Kesalahan-kesalahan persepsi terjadi karena ketidak tahuan para pembudidaya
akan sifat-sifat karang.
Sebagai contoh salah satu contoh kesalahan yang sering dilakukan adalah: Pada
proses transplantasi banyak orang melakukan kesalahan dengan memotong karang
dalam ukuran yang besar. Ukuran yang besar ini diharapkan dapat segera dipanen
dalam waktu singkat. Ukuran besar ada yang langsung diikatkan pada batang pe-
nyangga diharapkan akan segera dapat melekat di batang penyangga dan dasar.
Namun sesuai dengan sifat karang, pencangkokan yang dilakukan dengan cara ini
karang tidak mau melekat baik pada batang penyangga maupun pada dasar subtrat
yang disediakan. Potongan yang besar biasanya dasarnya tidak lagi ditutupi oleh
jaringan karang hidup sehingga tidak lagi bisa tumbuh. “Pencangkokan dengan
ukuran yang besar melanggar prinsip-prinsip pemanfaatan yang berkelanjutan dan
akan menimbulkan kerusakan oleh karena kebutuhan untuk bibit karang menjadi
sangat besar”. Disamping itu ukuran yang besar biasanya mempunyai banyak luka
akibat proses pematahan yang berakibat proses penyebuhan memerlukan waktu
yang lebih lama dan bahkan sering pada bagian yang terluka terinfeksi oleh lumut
atau bakteri. Akibatnya karang terlihat memutih atau menghitam pada bagian luka
yang kemudian sering diikuti dengan kematian.
A. Sebaran karang
Sebaran karang berhubungan erat dengan sifat tumbuh karang. Karang hidup
tersebar secara horizontal dan vertikal. Sebaran karang secara horizontal dibatasi
oleh adanya suhu dan letak geografis. Karang pada umumnya hanya tumbuh di
daerah tropis dan hanya beberapa yang dapat bertahan hidup sampai daerah sub-
tropis tergantung dari letak geografis dan pola arus hangat yang ada. Sebaran
horizontal karang di daerah tropis tidak merata dan sebaran karang mencapai pun-
caknya, dalam arti kekayaan dan keanekaragaman jenis di daerah lautan Pasifik
Barat. Untuk lautan Atlantik karang dapat tumbuh dengan baik hanya di daerah
dekat laut Karibia. Sedangkan untuk lautan Hindia sebaran karang yang terbanyak
berada di sebelah barat Pulau Sumatera dan di sekitar laut Maladewa.
Sebaran karang secara vertikal dibatasi oleh kondisi lokal dimana karang itu hidup.
Di tempat yang keruh karang hanya dapat tumbuh beberapa meter dari permu-
kaan. Sedangkan di tempat yang jernih karang dapat tumbuh sampai kedalam
lebih dari 30 meter. Karang mempunyai kisaran sebaran vertikal tergantung jenis-
nya. Beberapa jenis karang mempunyai kisaran sebaran vertikal yang lebar, se-
dangkan jenis yang lain hanya dapat hidup pada kisaran yang sempit. Beberapa
jenis karang dapat hidup mulai kedalaman satu meter hingga lebih dari 30 meter
sedangkan karang yang lain hanya dapat hidup dengan baik pada kedalaman ter-
tentu saja. Sebagai contoh jenis karang Pocillopora damicornis dapat tumbuh mu-
lai dari kedalam satu meter hingga kedalaman 30 meter. Sedangkan Pachyseris
speciosa dan Mycedium elephanthotus umumnya hanya hidup pada kedalaman
antara 5 hingga 15 meter.
Implikasi dari adanya keterbatasan sebaran vertikal dari karang adalah jenis trans-
plan karang yang akan dipakai untuk rehabilitasi harus diketahui betul kisaran
sebaran vertikalnya. Pemilihan jenis karang yang akan dipakai untuk transplantasi
harus disesuaikan dengan kedalaman lokasi yang akan direhabilitasi. Karang-
karang yang akan dipakai untuk rehabilitasi sebaiknya dipilih dari karang-karang
yang mempunyai kisaran vertikal yang lebar.
Untuk dapat melakukan transplantasi dengan baik, maka paling sedikit seseorang
sebaiknya mengetahui dan memahami dengan baik tentang reproduksi karang,
pertumbuhan dan daya adaptasi karang terhadap lingkungannya serta tentang
biota pengganggu dan penyakit.
Reproduksi karang
Karang berdasar jenis kelaminnya dibedakan menjadi tiga yaitu karang yang hanya
menghasilkan sperma saja atau karang jantan. Kedua karang yang hanya meng-
hahsilkan sel telur saja atau karang betina. Ketiga karang bersifat hermaprodit
yaitu karang yang dapat menghasilkan sel telur maupun sperma dalam satu indi-
vidu. Karang dengan jenis kelamin hermaprodite dibedakan menjadi hermaprodite
simultan, protandri dan protogini. Hermaprodite protandri adalah jenis karang
yang sel spermanya masak lebih dulu sedangkan hermaprodite protogini adalah sel
telur masak lebih dulu. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa karang juga da-
pat berubah kelamin dari jantan menjadi betina atau sebaliknya (Loyd and Sakai,
2008)
Karang bereproduksi dengan dua cara yaitu secara aseksual dan seksual. Re-
produksi secara seksual dilakukan oleh karang dengan melepaskan sperma dan
sel telur dalam kolom air atau dalam perut induknya. Karang yang melepaskan
telur dan sperma kedalam kolom air maka pembuahan terjadi di kolom air. Namun
ada jenis karang yang melakukan pembuahan secara internal artinya pertemuan
antara sel telur dan sperma terjadi di dalam rongga perut induknya dan tinggal un-
tuk beberapa waktu hingga menjadi larva. Kemudian induk karang mengeluarkan
dalam bentuk larva ke kolom air. Karang jenis ini biasa disebut karang yang mem-
punyai sifat ovovivipar. Jenis ini biasanya tidak menghasilkan telur dalam jumlah
besar namun mempunyai kelulusan hidup anakannya cukup tinggi. Sebagai contoh
jenis karang yang bersifat ovovivipar adalah dari kelompok karang Pocilloporoid.
Larva yang dilepaskan biasanya akan segera melekat disekitar induknya.
Sedangkan jenis karang yang memijah melepaskan sel telur dan sperma keda-
lam kolom air, sehingga perkawinan terjadi di luar dari induk karang atau disebut
perkawinan eksternal. Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma akan berkembang
menjadi larva berenang renang secara bebas untuk menemukan tempat menem-
pel. Fase bebas atau fase sebelum larva melekat pada subtrat dapat dalam kurun
waktu yang singkat dalam hitungan jam atau beberapa hari dan dapat lebih dari
satu minggu. Fase ini merupakan tahapan yang penting dalam kehidupan karang
untuk menyebar ke berbagai lokasi yang baru. Penyebaran larva karang ini sangat
tergantung dari pola arus yang terjadi saat itu.
Setelah menemukan tempat yang cocok larva akan segera menempel kemudian
larva akan berubah menjadi polip karang yang mempunyai anotomi sama dengan
Pelepasan telur atau musim pemijahan karang bervariasai tergantung pada lokasi
dan musim. Waktu pemijahan biasanya terjadi pada waktu malam hari menjelang
bulan purnama atau sesudah bulan purnama. Ada beberapa jenis karang yang
memijah setelah matahari tenggelam dan jenis yang lain memijah pada jam 19.00
– 23.00 atau pada malam ketiga sampai kelima sesudah bulan purnama.
Karang yang hidup di daerah subtropis biasanya memijah hanya pada saat musim
panas dan terjadi setahun sekali, pada waktu malam hari dan biasanya sesudah bu-
lan purnama. Sedangkan karang yang hidup
di daerah tropis seperti di Indonesia karang (a)
memijah sepanjang tahun dengan puncak
pemijahan pada bulan-bulan tertentu. Waktu
pemijahan pada umumnya sesudah matahari
tenggelam namun penulis pernah menemu-
kan pemijahan karang dari jenis Euphyllia
glabrescens terjadi pada pagi hari sekitar
pukul 08.00. Pengamatan waktu reproduksi
jenis-jenis karang di Indonesia masih sangat
sedikit dilakukan.
(b)
Tingkah laku karang memijah pada umum-
nya terjadi pada waktu yang bersamaan yaitu
pada waktu malam hari menjelang atau sesu-
dah bulan purnama dan biasanya bersamaan
waktunya dengan surut rendah. Hal ini meru-
pakan strategi karang untuk mempertahank-
an kelangsungan keturunannya. Surut rendah
dan pemijahan serentak akan memaksimal-
kan kemungkinan bertemunya sel telur dan
sperma. Pemilihan waktu malam hari dan
pada saat bulan purnama untuk memperke- (c)
cil kemungkinan dimakan oleh hewan-hewan
predator. Predator karang jumlahnya jauh
Sumber Foto : Munasik
(a) (b)
Gambar 2.
Individu karang mulai membelah untuk membentuk koloni karang, pada tahapan ini bentuk koloni
yang sesunguhnya belum terlihat. (a) anakan Astreopora sp. (b) anakan Pocillopora damicornis.
Larva karang yang berenang bebas akan memilih substrat yang keras untuk me-
nempel. Setelah memperoleh lokasi yang cocok untuk menempel larva karang
bermetamorfosis membentuk anakan karang dan mulai menghasilkan zat kapur.
Pemilihan lokasi penempelan biasanya ditempat yang relatif terlindung, oleh kar-
ena kalau menempel ditempat yang terbuka mudah dimangsa oleh biota yang lain
(Gambar 2)
Dengan mengetahui kapan karang bereproduksi maka kita dapat menangkap dan
kemudian menyediakan tempat yang cocok untuk penempelan larva karang
maka kita dapat menumbuhkan dan mengembangkan larva karang di tempat
yang terkontrol. Dengan demikian kita dapat menghasilkan koloni karang dari ha-
sil perkawinan seksual. Hal ini dapat dilakukan untuk mengatasi beberapa jenis
karang yang sulit untuk ditransplantasikan terutama untuk karang yang mempu-
nyai bentuk pertumbuhan yang soliter atau masive.
Karang bercabang akan tumbuh dan berkembang menjadi koloni yang besar dan
sering pada bagian pangkalnya polip tidak berkembang lagi yang kemudian terlihat
pada pangkalnya mati. Pada kerangka kapur yang mati ini sering ditumbuhi oleh
biota lain seperti algae atau biota biota penempel lainnya. Adanyanya biota lain ini
menyebabkan kerangka kapur lama-kelamaan menjadi rapuh dan akhirnya patah-
(b)
Gambar 3.
Pembentukan tunas dapat dipacu oleh adanya stress (a)
Strategi pembentukan tunas berbeda dari satu jenis den-
gan jenis yang lainya. Pada fungia, induk karang yang
akan mati membentuk tunas dan pada ukuran tertentu
anak karang akan melepaskan diri dari tempatnya me-
lekat. (b) Pada Ukuran tertentu anakan karang ini akan
melepaskan diri dari tempatnya melekat. (c) Gonipora
stokesi membentuk tunas dengan cara membentuk nod-
ule yang kemudian terpisah dari induknya
patah. Atau karena sebab lain karena bagian pangkal telah rapuh dan terkena om-
bak yang cukup kuat, percabangan karang akan patah. Patahan-patahan karang
ini bila jatuh ditempat yang stabil akan dapat tumbuh kembali dan berkembang
menjadi koloni yang baru.
Selain itu ada beberapa jenis karang seperti karang jamur dari marga Fungia dan
Goniopora biasanya akan membentuk tunas. Pada waktu masih kecil tunas ini
akan tetap melekat pada induknya dan setelah mencapai ukuran tertentu akan
melepaskan diri dari induknya dan hidup menjadi individu dewasa (Gambar 3)
Transplantasi karang yang saat ini dilakukan adalah dengan memaksa karang un-
tuk bereproduksi secara aseksual yaitu dengan memecah koloni karang menjadi
beberapa bagian dan menumbuhkan kembali pada substrat yang telah disedia-
kan.
Gambar 4.
Mikro Atol yang biasanya dijumpai di rataan
terumbu, bentuk koloninya merupakan
tanggapan pertumbuhan karang terhadap
dinamika lingkungan yang selalu berubah.
(a)
Karang pada umum tumbuh dan berkembang
membentuk koloni, hanya sedikit karang yang
tidak membentuk koloni. Karang jenis Cyclos-
eris dan Heliofungia merupakan salah satu
contoh karang yang tidak membentuk koloni.
Namun ada pula karang yang kelihatannya
seperti karang soliter namun sebenarnya ter-
diri dari beberapa individu, seperti misalnya
Polyphia, Fungia dan Ctenactis. (Gambar 5)
Memahami bentuk pertumbuhan ini sangat penting dan bermanfaat pada saat
melakukan transplantasi yaitu pada saat mengikatkan stek untuk yang pertama
kali pada subtrat. Mengetahui bentuk pertumbuhan memudahkan dalam meleta-
kan transplan karang pada subtrat sehingga orientasi arah tumbuh tidak salah dan
akan dapat mempercepat proses pertumbuhan. Memahami bentuk pertumbuhan
juga memudahkan kita untuk dapat mengatur pertumbuhan agar lebih artistik.
Seperti pada tumbuhan darat bentuk pertumbuhan karang juga dapat diatur dan
dibentuk agar menjadi lebih indah.
Meandroid Plocoid
Hydnoporoid Phaceloid
Ceroid Dendroid
(b)
Karang tumbuh dan berkembang dengan jalan melakukan pembelahan polip se-
cara terus menerus. Setiap polip karang menghasilkan zat kapur yang dideposit-
kan sebagai skeleton atau kerangka karang. Bentuk diposisi kapur berbeda-beda
dari jenis karang yang satu dengan karang lainnya, baik dari struktur dan kece-
patan diposisinya yang pada akhirnya memberi bentuk pertumbuhan yang berbe-
da-beda untuk masing-masing jenis karang. Bentuk pertumbuhan karang sangat
bervariasi dan dipakai sebagai salah satu kriteria untuk menentukan jenis karang.
Pada umumnya bentuk pertumbuhan satu jenis karang relatif konstan namun ada
beberapa jenis karang yang sama mempunyai variasi bentuk pertumbuhan, ter-
gantung dari kedalaman dimana karang itu hidup. Sebagai contoh karang Pocil-
lopora damicornis mempunyai variasi bentuk pertumbuhan, yang hidup di tempat
dangkal pecabangan gemuk dan kompak sedangkan yang hidup ditempat dalam
percabangan ramping dan terlihat lebih renggang.
Bentuk pertumbuhan karang merupakan salah satu cara beradaptasi karang pada
lingkungannya. Karang-karang dengan bentuk pertumbuhan bercabang biasanya
hidup di tempat yang relatif dangkal. Hal ini untuk menghindari jumlah sinar ma-
tahari yang berlebihan dan memperkecil energi arus atau geombang yang menerpa
karang. Sedangkan karang yang hidup ditempat yang lebih dalam biasanya mem-
punyai bentuk pertumbuhan melebar atau seperti daun. Hal ini dilakukan karang
agar dapat menangkap sinar matahari lebih banyak dan biasanya energi gelombag
dan arus ditempat yang lebih dalam tidak terlalu kuat.
Kecepatan tumbuh karang bervariasi antara 1.5 – 20 Cm/th tergantung dari jenis-
nya. Karang dengan bentuk pertumbuhan masive dan karang yang hidup soliter
biasanya lambat pertumbuhannya sedangkan karang bercabang tumbuh lebih ce-
pat. Karang dari jenis Acropora spp merupakan jenis yang paling cepat dan dapat
mencapai 20 Cm/th sedangkan karang masive dari jenis Porites spp, Favites spp,
Favia spp mempunyai kecepatan tumbuh antara 1,5 – 2 Cm/th. Beberapa peneliti
karang membedakan karang berdasar pada perbedaan kecepatan tumbuh karang
menjadi dua yaitu “fast growing” dan “slow growing coral”. Kecepatan tumbuh
karang hasil transplantasi di beberapa lokasi telah diamati dan diteliti oleh be-
berapa mahasiswa, rangkuman dari hasil penelitian mereka dapat dilihat pada
tabel. 1.
Kecepatan tumbuh karang bercabang dapat diukur secara langsung dengan men-
gukur pertambahan panjang dari cabang-cabangnya. Sedangkan karang masif, ke-
cepatan tumbuh dapat diukur dengan melihat semacam garis-garis lingkar tahun
yang ada di skeleton karang. Lingkar tahun ini dapat dilihat dengan cara mengiris
koloni karang dengan ketebalan antara 1-2 milimeter kemudian disinari dengan
x-ray maka akan tampak garis-garis gelap-terang yang beselang seling. Satu garis
terang satu ke garis berikutnya mewakili pertumbuhan selama satu tahun (Gam-
bar 8).
Karang berbeda dengan hewan yang lain dalam hal pengertian pertumbuhan. Pola
pertumbuhan hewan pada umumnya mengikuti pola grafik sigmoid. Biota dengan
pola tumbuh sigmoid pada awal pertumbuhannya akan lambat kemudian diikuti
dengan pertumbuhan yang cepat pada waktu umur muda dan pertumbuhannya
berhenti pada umur tua. Sedangkan karang pada umumnya mempunyai pola per-
tumbuhan “linier extension” dimana kecepatan tumbuh relatif konstan sepanjang
hidupnya. Ada beberapa pengecualian beberapa jenis karang yang soliter seperti
Diaseris pertumbuhannya akan terhenti ketika ukurannya telah mencapai uku-
ran tertentu. Jenis karang ini setelah ukurannya maksimum akan diikuti dengan
pecahnya skeleton menjadi beberapa bagian, yang kemudian akan tumbuh kem-
bali (Gambar 9)
Gambar 9.
Cara perbanyakan diri Diaseris dengan memecahkan diri menjadi beberapa bagian
dan tiap-tiap bagian akan tumbuh kembali seperti ukuran semula.
Pertumbuhan karang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik dan faktor bi-
ologis. Faktor fisik yang mempenagruhi pertumbuhan karang antara lain arus, sa-
linitas, sedimentasi dan kecerahan. Sedangkan faktor biologis antara lain adanya
predasi, symbiose, penyakit dan kompetisi. Arus yang terus menerus akan me-
nyediakan makanan bagi karang serta membantu membersihkan diri karang dari
sedimen yang melekat pada tubuh karang. Karang yang tumbuh ditempat tenang
biasanya mempunyai pertumbuhan yang lambat.
Sedimentasi dan kecerahan berhubungan sangat erat karena pada tempat yang
keruh yang berarti tingkat sedimentasi tinggi karang akan mengalami hambatan
untuk tumbuh dengan baik. Sedimentasi menghambat penetrasi sinar matahari
akibatnya pada tempat yang selalu keruh karang hanya tumbuh ditempat dangkal
dimana masih ada penetrasi matahari. Pertumbuhan karang ditempat keruh bi-
asanya lambat.
Sedimentasi yang tinggi akan mengakibatkan karang bekerja keras untuk mem-
bersihkan diri dari sedimen yang jatuh dan melekat pada karang. Untuk member-
sihkan diri karang akan mengeluarkan mucus secara terus menerus. Akibatnya
harus banyak mengeluarkan energi untuk mebersihkan diri. Apabila kecepatan
sedimentasi lebih tinggi dari pada kemampuan karang untuk membersikan diri
akhirnya karang akan mati. Karang akan tumbuh secara optimal pada tempat
yang jernih dimana masih ada penetrasi sinar matahari.
Karang seperti halnya tumbuhan di darat ada yang tumbuh dengan baik pada
tempat yang terbuka dengan sinar matahari penuh (sun loving). Namun ada juga
karang yang suka hidup ditempat yang relatif terlindung dari sinar matahari bahkan
hidup ditempat yang relatif gelap di balik batu atau gua-gua bawah laut (shade
loving). Oleh karena itu ada istilah “sun loving coral” dan “shade loving coral”.
Implikasi dari adanya karang yang suka hidup pada tempat yang terbuka dan yang
terlindung adalah pada saat melakukan transplantasi harus mengetahui sifat-sifat
berbagai jenis karang. Apakah satu jenis karang suka ditempat yang terlindung
atau lebih menyukai di tempat yang terbuka. Sehingga penempatan bibit tidak
salah mana jenis-jenis karang yang sun loving dan mana-mana jenis karang yang
shade loving, agar tingkat kematian pada saat awal transplantasi dapat dihindari.
Bibit transplan yang berasal dari tempat yang terbuka dapat ditempatkan diatas
rak sedangkan transplan yang suka tempat terlindung dapat ditempatkan dirak
yang lebih bawah.
Untuk dapat tumbuh secara maksimal karang membutuhkan sinar matahari hal
ini disebabkan oleh karena adanya zooxanthella yang hidup bersimbiosa dengan
karang. Zooxanthella merupakan algae sel tunggal yang yang hidup di dalam jar-
ingan endoderm karang. Sifat simbiosa karang dengan zooxanthela adalah saling
menguntungkan. Karang memperoleh berbagai zat makanan dari hasil fotosintesa
zooxanthella sedangkan zooxanthela memperoleh zat-zat an organik sebagai sisa
metabolisme karang dan perlindungan dari karang. Karang yang tumbuh bersim-
biosa dengan Zooxanthella akan tumbuh tiga kali lebih cepat dibandingkan karang
Implikasi dari sifat karang yang telah diterangkan di atas adalah kita harus da-
pat mempertahakan keberadaan zooxanthella dalam jaringan karang yaitu dengan
jalan memberikan kebutuhan akan sinar matahari yang optimal sesuai dengan
sifat karang yang lebih bersifat autotrop atau heterotrop. Pada karang yang ber-
sifat heterotrop yang biasanya berpolip besar kita dapat memberikan makanan
tambahan sedangkan yang bersifat autotrop dengan memberikan cahaya lampu
dengan panjang gelombang yang sesuai dengan kebutuhan karang. Pada saat ini
telah banyak dijual berbagai jenis lampu dengan berbagai intensitas yang berbeda
dan panjang gelombang tertentu kita tinggal pilih sesuai dengan kebutuhan.
Hubungan karang dan zooxanthella sangat khusus karang yang hidup di tempat
dangkal akan mempunyai kandungan zooxanthella yang berbeda dengan karang
yang hidup di tempat dalam. Jumlah pigmen yang ada dalam kloroplast zooxan-
thella juga berbeda-beda antara karang yang hidup di tempat dangkal dan karang
yang hidup di tempat dalam. Perbedaan jumlah zooxanthella dan kandungan pig-
men berhubungan erat dengan intensitas sinar matahari yang masuk ke laut.
Karang yang hidup di tempat dangkal biasanya mempunyai jumlah zooxanthella
lebih kecil dibandingkan dengan karang yang hidup di tempat yang dalam. Sedan-
gkan kandungan pigmen karang akan menyesuaikan dengan intensitas yang ada.
Karang yang hidup di tempat yang dalam akan menyesuaikan diri untuk dapat me-
nyerap sinar biru, yaitu dengan mengembangkan pigmen merah. Hal ini dilakukan
agar dapat menyerap sinar biru sebanyak-banyaknya. Sinar matahari yang masuk
ke laut akan segera terdeferensiasi (terurai) dan sebagian lagi akan dipantulkan
kembali ke udara. Sinar merah yang mempunyai panjang gelombang yang pendek
tidak akan sampai ditempat yang dalam. Sedangkan sinar biru yang mempunyai
panjang gelombang paling tinggi akan dapat menembus air laut sampai tempat
yang dalam. Zooxanthella mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang
besar dengan lingkungan dimana dia hidup, yaitu mempunyai plastisitas untuk da-
pat merubah kandungan pigmen di dalam kloroplas secara pelahan sehingga dapat
menyesuaikan diri ditempat yang baru.
Implikasi dari sifat karang yang demikian untuk kegiatan transplantasi adalah
kedalaman pengambilan karang untuk bibit transplantasi harus diketahui dengan
baik agar penempatannya sesuai dengan asal karang. Karang yang berasal dari
tempat dalam jangan langsung ditempatkan dalam rak-rak pemeliharaan yang be-
rada di tempat dangkal atau sebaliknya. Karang yang berasal dari tempat yang
dalam secara bertahap ditempatkan terlebih dahulu ditempat yang agak dalam
sesudah karang menyesuaikan diri lalu ditempatkan ditempat yang lebih dangkal
dan seterusnya. Hal ini dilakukan agar memberi kesempatan zooxanthella mer-
ubah kandungan pigmen yang ada di dalam kloroplas. Untuk tranplantasi dengan
tujuan rehabilitasi maka pengambilan karang yang akan dipakai untuk rehabilitasi
harus disesuaikan dengan kedalaman dengan tempat yang akan direhabilitasi.
C. Warna Karang
Secara alami karang mempunyai warna yang tidak terbatas mulai dari warna mer-
ah, kuning, hijau, biru, ungu, hitam. Hampir semua warna dasar dan warna kom-
binasi dimiliki oleh karang. Sebagian besar karang mempunyai warna coklat tua
hingga coklat muda. Karang yang hidup di tempat yang dangkal biasanya mem-
punyai warna yang cerah, hal ini untuk mengurangi penetrasi cahaya yang ber-
lebihan. Sedangkan karang yang hidup di tempat yang dalam umumnya berwarna
merah atau warna yang lainnya. Warna ini disesuaikan dengan penetrasi cahaya
matahari yang masih dapat mencapai kedalaman tersebut.
Sinar matahari yang menembus air laut secara alami akan segera terurai menjadi
7 macam warna. Sinar biru mempunyai panjang gelombang pendek namun inten-
sitasnya tinggi sehingga dapat menembus air laut sampai di tempat yang dalam,
sedangkan sinar merah yang mempunyai panjang gelombang tinggi dan intensitas
Gambar 12.
Karang yang hidup ditempat yang dalam biasanya berwarna merah seperti (a) Blastomusa wellsi
dan (b) Lobophyllia sp.
rendah hanya mampu menembus air laut di tempat yang dangkal. Karena hanya
warna biru yang dapat menembus ke dalaman laut maka semua zooxnthella yang
ada di karang yang hidup ditempat yang dalam akan mengembangkan pigmen
yang dapat menangkap sinar biru. Pigmen yang dapat menangkap sinar biru salah
satunya adalah pigmen warna merah seperti erithrin, picurithrin atau kadang ka-
ratenoid. Maka tidak mengherankan bahwa karang yang hidup ditempat dalam
seperti Blastomusa wellsi sering berwarna merah.(Gambar 12)
Ada beberapa jenis karang yang tidak mempunyai zooxanthella tetapi hidup di
tempat yang dangkal. Karang ini mempunyai warna hitam atau transparan. Jenis
karang yang berwarna hitam ini antara lain Oulastrea crispata dan Dendrophyl-
lia micrantha. Bukti bahwa sebagian besar warna karang ditentukan oleh warna
zooxanthella adalah jika terjadi “bleaching” (pemutihan) dimana semua zooxan-
thella keluar dari jaringan karang maka warna karang menjadi putih bersih. Bila
karang yang mengalami bleaching sembuh kembali maka warna karang akan kem-
bali lagi.
Jenis karang yang sama dapat mempunyai warna yang berbeda hal ini disebab-
kan oleh karena zooxanthella yang dikandungnya mempunyai pigmen yang ber-
beda (Gambar 14). Zoozanthella dapat berpindah-pindah dari karang yang satu ke
karang yang lainnya. Pada waktu zoxanthella keluar dari jaringan karang maka
akan muncul flagellanya kembali dan pada saat zooxanthella telah masuk kejar-
ingan karang maka flagellanya ditanggalkan. Warna karang dapat ditularkan dari
karang yang satu kekarang yang lainnya yang berdekatan dan warna karang dapat
berubah tergantung dari tempat dimana dia hidup. Warna karang juga tergantung
dari jumlah kadungan pigmen yang ada di dalam zooxanthella. Sehingga tidak
mengherankan bila jenis karang yang sama dapat mempunyai warna yang berbeda
atau sebaliknya karang yang berbeda dapat mempunyai warna yang sama (Gam-
bar 15).
Karang yang hidup ditempat yang dangkal biasanya mempunyai warna yang lebih
cerah. Sedangkan yang hidup di tempat yang lebih dalam berwarna lebih gelap.
Warna cerah pada karang yang hidup ditempat yang dangkal berfungsi juga seba-
gai pemantul agar tidak terlalu banyak menerima cahaya.
Karang seperti hewan lainnya juga mempunyai musuh alami yang berupa penyakit,
hewan pemangsa karang, dan parasit. Penyakit karang biasanya berupa bakteri
yang menyerang pada polip karang. Penyakit ini biasanya muncul pada saat kondisi
air yang buruk atau pada musim peralihan dimana kondisi perairan yang tenang.
Penyakit oleh karena bakteri biasanya ditandai dengan adanya bercak-bercak warna
putih yang semakin hari semakin membesar dan akhirnya seluruh koloni menjadi
putih dan diikuti oleh kematian karang. Penyakit yang disebabkan bakteri dengan
ciri karang berwarna putih ini disebut dengan “ white band diseases”. Sedangkan
bila pada karang bercak-bercak putih disertai dengan warna hitam pada pinggiran-
nya, maka penyakit ini disebut dengan “Black band diesases”. Masih ada beberapa
jenis lagi bakteri yang menyerang karang namun tidak akan dikupas disini.
Pada saat mematahkan karang untuk transplantasi maka akan terjadi luka oleh
karena itu perlu diperhatikan bahwa luka yang ditimbulkan sedapat mungkin diu-
sahakan seminimal mungkin. Luka pada bekas patahan dapat terinfeksi olah bak-
teri dan akan menyebabkan kematian karang. Dari berbagai pengamatan kematian
karang pada saat awal transplantasi umumnya disebabkan oleh infeksi ini. Bila
terlihat adanya tanda-tanda terserang penyakit terutama white band disease dan
black band diesease maka segera dipisahkan dari yang lain. Kedua penyakit ini
akan dengan mudah menular ke karang yang lain.
Hasil transplantasi karang dapat digunakan untuk berbagai tujuan yang antara lain
untuk merehabilitasi terumbu karang yang rusak, membuat taman bawah laut un-
tuk tujuan wisata, untuk terumbu karang buatan, untuk proses pembelajaran da-
lam kegiatan penyadaraan masyarakat dalam konservasi, untuk diperdagangkan
sebagai hiasan dalam akuarium atau untuk ornamen lainnya dan untuk proteksi
daerah pantai dari hempasan ombak serta masih banyak lagi.
Transplantasi pada satu lokasi yang tujuannya untuk proses penyadaran masyarakat
tentang arti penting terumbu karang, dan untuk menunjukkan kepada masyarakat
bahwa karang dapat tumbuh dan berkembang. serta dengan tujuan untuk menum-
buhkan keikut sertaan masayarakat dalam memperbaiki lingkungannya maka
teknik rehabilitasi karang dengan jalan transplantasi akan sangat dianjurkan untuk
dilakukan.
Dapatkah semua daerah terumbu karang yang rusak direhabilitasi dengan trans-
plantasi ? jawabannya tidak. Untuk melakukan rehabilitasi kita harus melihat da-
hulu kondisi lingkungan perairan sekitarnya, terutama kualitas airnya. Seperti mis-
alnya pulau-pulau yang berada di Teluk Jakarta dimana terumbu karang tinggal
2% yang hidup maka akan sulit sekali untuk direhabilitasi. Padahal jaman dahulu
karang dapat tumbuh dengan baik ditepi pantai Ancol dan disekitar Pulau Bidadari,
Pulau Ayer, Pulau Onrust dan Pulau-pulau yang ada di teluk Jakarta Menurut Mo-
lengraff, Teluk Jakarta pada tahun 1930 kondisi terumbu karangnya masih sangat
bagus bahkan pantai sepanjang pantai Ancol dan pulau-pulau Bidadari masih di-
tumbuhi karang. Namun sekarang keadaannya telah berubah sama sekali pantai-
pantai telah penuh dengan lumpur dan beberapa jenis karang telah menghilang,
yang tersisa hanya beberapa jenis karang yang masih dapat hidup di dasar perai-
ran yang berlumpur. Beberapa jenis karang seperti Oulastrea crispata masih dapat
ditemukan dalam bentuk patches-patches kecil hidup tersebar tidak merata. Jenis
karang ini mempunyai bentuk pertumbuhan masive dengan warna hitam. Teluk
Jakarta tidak memungkinkan untuk direhabilitasi oleh karena kualitas perairannya
Sebenarnya secara alami karang dan biota lain yang hidup di dalam terumbu
karang mempunyai daya revitalisasi dan regenerasi yang tinggi. Sehingga pada
kerusakan karang yang terjadi ditempat-tempat yang kondisi perairannya masih
baik tidak perlu direhabilitasi. Terumbu karang akan dapat memulihkan diri sendiri.
Namun yang terpenting adalah menjaga jangan ada gangguan selama proses re-
generasi. Agar proses regenarasi dapat berjalan dengan baik maka hal terbaik
yang harus dilakukan adalah penutupan sementara untuk daerah yang mengalami
kerusakan dari segala aktivitas yang ada. Sebagai contoh bahwa terumbu karang
mempunyai daya regenerasi yang tinggi, pada tahun 1987 Gunung Api di Banda
meletus dan lahar yang dimuntahkannya masuk kelaut dan menutup dan meng-
hancurkan seluruh terumbu karang yang ada. Tujuh tahun setelah Gunung Api
meletus terumbu karang yang baru telah tumbuh dengan subur diatas muntahan
lahar dengan kondisi tutupan karang hidup hampir mencapai 90%. (Gambar 18)
Hal ini dapat terjadi karena kondisi perairan dekat Banda masih baik dengan pola
arus yang mengalir secara terus menerus dan suplai anakan karang dari terumbu
disekitarnya dapat berjalan dengan baik. (suharsono et al, 2003)
(a) (b)
Gambar 18.
Bukti karang mempunyai daya regenerasi dan pemulihan kembali yang cukup besar. (a) Gunung
api, Banda dengan muntahan lahar memusnahkan seluruh terumbu karang yang ada. (b) tujuh
tahun kemudian seluruh muntahan lahar telah ditutupi kembali oleh pertumbuhan karang.
Lokasi yang akan direhabilitasi apakah terletak di daerah yang menghadap arah
datang angin dan arus (windward) atau di posisi belakang dari arah datangnya
angin dan arus utama (leeward). Lokasinya di rataan terumbu atau di lereng ter-
umbu. Jika lokasi yang akan direhabilitasi berada di rataan terumbu maka faktor
pasang surut harus diperhitungkan secara matang. Lokasi yang akan direhabilitasi
minimum harus mempunyai kedalaman satu meter pada saat surut terendah. Jika
lokasi yang akan direhabilitasi pada lereng terumbu maka kemiringan terumbu
perlu diperhitungkan oleh karena akan berhubungan sangat erat dengan energi
gelombang atau arus laut. Lokasi yang terletak didepan atau menghadap arah
angin biasanya mempunyai energi gelombang yang lebih besar dengan arus yang
lebih kuat dengan arus yang berjalan secara terus menerus. Sedangkan lokasi
yang terletak dibelakang biasanya lebih tenang akan tetapi dengan tingkat sedi-
mentasi yang lebih besar.
Lokasi depan atau belakang pulau dari arah datangnya angin, ini menjadi penting
oleh karena akan menentukan jenis karang yang akan dipakai untuk rehabilitasi.
Beberapa jenis karang dari kelompok Poritoid dan Faviid lebih cocok untuk daerah
yang lebih tenang, sedangkan kelompok Acroporoid dan Pocilloporoid lebih cocok
untuk daerah dengan energi gelombang sedang sampai kuat.
Dasar lokasi yang akan direhabilitasi perlu diperhatikan apakah berupa pecahan
karang mati atau berupa rataan terumbu dengan dasar pasir. Bila dasar berupa
pecahan karang mati akan lebih mudah untuk direhabilitasi tetapi kalau berupa
rataan pasir maka base dari transplan karang harus lebih besar dan lebih kuat
agar tidak mudah goyah oleh gerakan air. Dasar yang berupa rataan pasir biasanya
secara alami didaerah tersebut merupakan tempat dengan gerakan air yang lebih
kuat. Bentuk dasar transplan karang untuk daerah yang berupa rataan pasir sebai-
knya dibuat lebih panjang dengan ujung lancip agar dapat ditancapkan lebih dalam
dan lebih kuat. Transplan ditancapkan sedemikian rupa agar tidak terlalu dekat
dengan dasar, untuk menghindarkan transplan tertutup oleh pasir atau lumpur.
Ukuran transplan yang dipakai untuk merehabilitasi untuk daerah yang terbuka
sebaiknya diameter koloni telah mencapai lebih besar dari 15 cm agar tingkat ke-
lulusan hidupnya lebih tinggi. Biasanya ukuran yang lebih besar juga lebih tahan
terhadap gangguan penyakit dan biota penempel lainnya. Namun ukuran yang be-
sar sering agak merepotkan dalam pengangkutan dari tepat pembibitan ketempat
penanaman.
Pasang surut dan pola arus pada lokasi yang akan direhabilitasi harus diketa-
hui dengan baik agar kegagalan dapat dihidarkan. Lokasi yang akan direhabilitasi
minimal mempunyai kedalaman lebih dari satu meter pada saat surut terendah.
Biasanya kita dapat melihat indikasi apakah daerah tersebut masih memungkinkan
untuk karang tetap hidup yaitu dengan melihat lingkungan sekitarnya ada tidaknya
pertumbuhan beberapa jenis karang dari marga Goniastrea, atau Porites yang bi-
asanya masih dapat ditemukan berupa koloni-koloni kecil di rataan terumbu. Pada
rataan terumbu biasanya karang mulai tumbuh dimana air masih selalu tergenang
pada saat surut terendah. Jika anda masih menemukan kedua jenis karang terse-
but masih dapat tumbuh dengan baik maka lokasi ini dapat dipilih untuk meletakan
rak pembibitan.
Pemilihan jenis karang yang akan dipakai sebagai bibit sebaiknya disesuaikan den-
gan karang-karang yang pernah tumbuh dengan baik di daerah tersebut. Biasanya
masih ada sisa-sisa karang yang masih hidup di daerah tersebut. Untuk menge-
tahui jenis karang yang pernah tumbuh dengan baik di daerah tersebut maka
dapat dilakukan identifikasi sisa-sisa skeleton karang yang ada. Dengan mengeta-
hui jenis karang yang pernah hidup pada suatu lokasi akan mempermudah untuk
memilih bibit yang akan ditransplantasikan sehingga akan memperbesar tingkat
keberhasilan rehabilitasi yang akan dilakukan.
makin baik, karena akan memberikan kesetabilan pada waktu penanaman. Subtrat
dapat dibuat berbentuk kerucut seperti wadah es krim yang memanjang terutama
bila lokasi yang akan direhabilitasi merupakan daerah dengan dasar pasir.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan subtrat dan cara menempelkan
bibit ke subtrat menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Bahan atau material
subtrat yang paling baik untuk menempelkan karang adalah dari gerabah dan bah-
an dari semen. Sedangkan untuk melekatkan karang agar karang mau beradaptasi
dan mau membentuk pelekatan adalah dengan cara mengikat dengan kuat ketiang
penyangga dan dasar patahan karang menyentuh
dasar subtrat. Penggunaan semen atau lem untuk
melekatkan karang ke subtrat dapat dilakukan
namun biasanya karang tidak atau sedikit sekali
membentuk pelekatan dengan subtrat. (Gambar
20). Pembuatan bibit transplan untuk tujuan re-
habilitasi sangat dianjurkan agar karang mem-
buat perlekatan yang kokoh dengan subtratnya.
Pelekatan yang kokoh akan memperkecil tingkat
kematian dan memudahkan penempatan karang
pada waktu rehabilitasi.
Transportasi bibit dari tempat pembibitan ke lokasi yang akan direhabilitasi perlu
diperhitungkan berapa jauh jarak antara tempat pembibitan ke lokasi penanaman.
Pemindahan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi stress. Karang
yang diangkat dari air akan mengalami stres. Tanda-tanda karang mengalami stress
adalah keluarnya lendir dan warna memucat. Karang yang hidup di daerah dangkal
atau di rataan terumbu biasanya tahan terhadap kekeringan dan dapat bertahan
sekitar satu jam tanpa air. Jika jaraknya tidak terlalu jauh dapat dilakukan dengan
menempatkan karang diember besar yang diberi air. Untuk menghindarkan luka
akibat benturan saat pengangkutan dapat dibungkus dengan plastik. Usahakan
untuk sesedikit mungkin karang terluka. Dengan luka yang minimal akan akan
mempercepat proses penyembuhan dan adaptasi ditempat yang baru.
Jarak tanam bibit transplan sebaiknya berkisar antara 40-50 Cm pada prinsipnya
semakin dekat semakin baik agar segera terbentuk koloni karang yang kokoh.
Terumbu karang buatan biasanya dibuat untuk berbagai keperluan antara lain
untuk mengumpulkan ikan (fish aggregating devise), sebagai pelindung pantai,
pencegah kegiatan trawling, pembuatan taman bawah laut dan untuk tujuan kon-
servasi dll.
Bahan yang dipakai untuk pembuatan terumbu karang buatan bervariasi mulai dari
batu kapur, batu vulkanik, beton, ban bekas kerangka besi bekas anjungan minyak
dan bahan-bahan lainnya. Bahan-bahan ini disusun sesuai dengan tujuan dan dil-
etakan pada kedalaman tertentu.
Setelah beberapa lama terumbu karang buatan ini biasanya akan ditumbuhi oleh
berbagai hewan laut. Terumbu karang buatan untuk tujuan konservasi di katakan
berhasil bila fungsi ekologis dari terumbu karang berjalan seperti yang ada di alam.
Struktur komunitasnya telah komplit dan rantai makanan serta kesetimbangan
antar biota yang ada telah tercapai.
Proses pencapaian berjalannya fungsi ekologis ini memerlukan proses yang pan-
jang dengan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan proses rekruitmen pada
subtrat yang baru memerlukan proses suksesi yang cukup lama. Terumbu karang
buatan yang baru biasanya akan dilapisi oleh bakteri, yang kemudian disusul oleh
poroliton, dan biota penempel lainnya seperti bryozoa, algae, moluska dan larva
karang. Proses penutupan permukaan terumbu karang buatan oleh berbagai jenis
biota laut ini memakan waktu sekitar satu tahun dan ini melibatkan proses kom-
petisi, predasi, parasitisme, dan symbiosa.
Untuk mempercepat proses suksesi ini kita dapat menempelkan bibit karang dari
hasil transplantasi pada terumbu karang buatan. Hal yang perlu dilakukan bila se-
jak awal bahwa terumbu karang buatan direncanakan untuk ditempeli bibit hasil
transplantasi adalah membuatkan tempat penempelan bibit tersebut. Bibit-bibit
karang ini dapat langsung diikatkan pada permukaan terumbu karang buatan.
Bila terumbu karang buatan dibuat dari beton maka pada permukaannya dapat
dibuat berlubang-lubang kecil untuk penempatan pitser agar memudahkan untuk
penempelan transplan karang. Permukaan beton dirancang seajk awal untuk men-
empatkan transplan karang dengan bentuk subtrat dasar tertentu. (Gambar 22).
Sedangkan bila terumbu karang buatan dibuat dari kerangka besi, bibit karang
dapat diikatkan secara langsung pada kerangka besi. Untuk meningkatkan keber-
hasilan pembuatan terumbu karang buatan yang perlu diingat adalah penempatan
bibit karang sesuai dengan sifat biologinya. Bibit karang dari jenis karang yang
mempunyai sifat pertumbuhan lambat dapat ditempatkan pada sisi-sisi yang lebih
terlindung, sedangkan bibit karang yang bercabang dapat ditempatkan pada sisi-
sisi yang lebih terbuka.
Karang adalah biota laut yang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang
hidup dilaut dangkal. Karang seperti ikan, algae, lobster dan teripang dikatagori-
kan sebagai sumberdaya terbarukan artinya bila diambil atau dimanfaatkan maka
dalam kurun waktu tertentu akan pulih kembali. Pemanfaatan karang dapat digu-
nakan secara langsung maupun tidak langsung. Seperti misalnya karang diman-
faatkan secara lansung sebagai bahan bangunan, sebagai hiasan aquarium dan
berbagai bahan kerajinan. Sedangkan pemanfaatan karang secara tidak langsung
digunakan untuk untuk menarik wisatawan oleh karena keindahannya, sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak dan sebagai pendidikan dan keperluan
riset.
Pemanfaatan karang untuk bahan bangunan dapat berupa pasir, pecahan karang
mati yang berupa rabel atau bongkahan karang. Pecahan karang mati atau bong-
kahan karang dapat dipakai untuk pembuatan kapur, pondasi jalan, dan bangunan
rumah. Keperluan untuk bahan bangunan ini bersifat fisik dan dalam jumlah yang
tidak sedikit dan ini dapat berakibat rusaknya ekosistem terumbu karang. Peman-
faatan karang untuk bahan bangunan ini sering dilakukan oleh karena harganya
yang lebih murah atau tidak ada pilihan lain. Sebagai contoh di pulau-pulau yang
terpencil yang jauh dari pulau besar atau seperti Pulau Sipora dan Siberut yang
tidak mempunyai batu vulkanik maka satu-satunya pilihan untuk membuat bangu-
nan atau jalan terpaksa menggunakan batu karang dan pasir laut.
Selain karang dapat dimanfaatkan karena sifat fisiknya hewan karang dapat pula
dimanfaatkan karena keindahannya. Karang dengan berbagai variasi bentuk per-
tumbuhan, variasi bentuk tentakel dan varisi warnanya dapat dimanfaatkan untuk
hiasan aquarium. Bahkan karang mati dapat dimanfaatkan sebagai subtrat tempat
tumbuhnya biota-biota lainnya seperti koralin alga, karang lunak, zoantid, bryozoa
dll. Pemanfaatan karang kerena keindahannya berhubungan erat dengan bentuk
skeleton, bentuk tentakel dan kombinasi warna.
Bentuk pertumbuhan karang dibedakan menjadi empat kelompok besar yaitu ber-
cabang, padat atau masive, melebar atau lembaran dan seperti jamur. Karang ber-
cabang mempunyai variasi bentuk antara lain pecabangan melebar seperti meja,
Tentakel karang bervariasi ada yang kecil, besar, panjang dan melebar. Bentuk
tentakel bervariasi ada yang seperti tabung dan panjang, melebar dengan ber-
bagai lekukan, seperti gelembung, tapal kuda, dan seperti pentol korek api dan
berbentuk kerucut. Fungsi tentakel bagi karang sendiri adalah sebagai penangkap
makanan dan pembersih tubuh.
Warna karang bervariasi mulai dari merah, hijau , kuning, biru, ungu, hitam. Dis-
amping warna tunggal dalam satu polip atau koloni karang dapat mempunyai
warna ganda atau bahkan campuran dari berbagai warna (Gambar 23). Semakin
bagus warnanya semakin mahal harganya.
Pemanfaatan karang untuk aquarium di dalam negeri masih sangat sedikit. Hal
ini disebabkan pemilik aquarium air laut di Indonesia masih sangat sedikit. Hal ini
disebabkan pemeliharaan aquarium air laut dibutuhkan biaya yang cukup besar.
Aquarium laut membutuhkan peralatan yang lebih canggih, namun belakang ini
dengan kemajuan teknologi memelihara aqurium laut menjadi semakin mudah.
Pada umumnya karang diambil dari alam untuk di ekspor keluar negeri. Pangsa
pasar karang untuk aquarium di luar negeripun tidaklah terlalu besar oleh karena
jumlah pemilik aquarium air laut di luar negeripun tidak sebesar seperti aquarium
air tawar. Namun karena bentuk karang dan warna karang yang eksotiklah yang
menyebabkan karang diminati oleh para hobiis dan mereka mau membayar lebih
mahal untuk membeli karang.
Sejak tahun 1992 karang masuk dalam appendik II CITES (Convention Interna-
tional Trade Endenger Species of flora and fauna) yang artinya perdagangan karang
keluar negeri diatur mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada dalam CITES. Se-
mua jenis karang keras masuk dalam apendik II yang artinya karang dapat di
perdagangkan namun dengan catatan harus dilakukan dengan pengaturan yang
ketat agar tidak menyebabkan terganggunya kelestariannya. Untuk itu perdagan-
gan karang diatur dengan kuota. Penentuan kuota haruslah sesuai aturan yang
Sumber Foto : Wesen
Gambar 23
Satu jenis karang dapat mempunyai lebih
dari satu warna namun pada umumnya
hanya terdiri satu warna.
Untuk mengatur perdagangan satwa liar termasuk di dalamnya biota karang maka
pemerintah Indonesia menunjuk Departemen kehutanan sebagai lembaga pen-
gelola (Management Aouthority) dan LIPI sebagai lembaga ilmiah (Scientific Au-
thority). Penunjukan ini tertuang dalam PP no 9 tahun 1999. Salah satu tugas
LIPI adalah memberikan rekomendasi berapa banyak karang yang boleh diperjual
belikan. Sedangkan Departemen Kehutanan memberikan ijin berapa banyak yang
boleh diperdagangkan untuk setiap tahunnya.
Untuk mendukung peraturan yang ada dalam CITES dan untuk kelangsungan per-
dagangan internasional dan kelestarian karang di alam maka management Author-
ity mengeluarkan kebijakan antara lain : tidak mengijinkan untuk memperdagang-
kan karang mati, pengambilan karang karang tidak hanya terkonsentrasi pada satu
lokasi dan sedapat mungkin untuk diambil dari daerah yang berbeda, melakukan
monitoring dari kondisi karang pada suatu lokasi pengambilan guna memastikan
bahwa tidak terjadi degradasi karang akibat pengambilan karang untuk diperda-
gangkan. Mewajibkan para eksportir untuk melakukan transplantasi karang guna
mengurangi pengambilan karang dari alam. Mendorong pengusaha melakukan
percobaan transplantasi untuk semua jenis karang, dengan tujuan bahwa nantinya
tidak lagi ada karang yang diambil dari alam dan semua karang yang diperdagang-
kan merupakan karang hasil budidaya.
Untuk saat ini belum semua jenis karang dapat ditransplantasikan namun pada
masa-masa yang akan datang dengan kemajuan teknologi semua jenis karang
diharapkan dapat dibudidayakan. Pada saat ini karang yang dapat ditransplanta-
sikan dengan hasil yang memuaskan terutama jenis-jenis karang yang bercabang
dan mempunyai kecepatan tumbuh yang besar. Sedangkan jenis-jenis yang mem-
punyai pertumbuhan lambat yaitu karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan
padat, setengah padat, paceloid dan meandroid serta jenis karang yang soliter
membutuhkan waktu yang lebih lama. Semua jenis karang pada dasarnya da-
pat di transplantasikan namun jenis-jenis yang mempunyai bentuk pertumbuhan
masive membutuhkan waktu yang lama.
Karang hasil transplantasi yang akan diperdagangkan keluar negeri harus menda-
pat ijin dari management authority dan bila telah melakukan transplantasi akan
dilakukan uji kelayakannya seperti yang telah ditentukan. Pemeriksa kelayakan
transplantasi dilakukan oleh management authority, Sientific authority dan Indo-
nesia Coral reef working group. Hal ini dilakukan untuk menjamin kenetralan pe-
nilaian dan transparansi dijalankan dengan benar dan agar semuanya usaha yang
dijalankan dapat berjalan seperti yang diharapkan.
Pada prinsipnya penyiapan untuk transplantasi untuk berbagai tujuan seperti un-
tuk rehabilitasi, terumbu karang buatan , taman laut dan untuk diperdagangkan
adalah sama yaitu melalui beberapa tahapan. Perbedaan hanyalah pada penyiapan
subtrat pelekatan bibit yang disesuaikan dengan tujuan. Perbedaan ini terutama
pada bahan yang dipakai dan bentuk substrat. Tahapan yang perlu dilakukan untuk
transplantasi karang antara lain :
Rak dapat juga dibuat dari kayu namun bahan kayu yang dipilih sebaiknya dari
kayu besi. Kayu besi akan bertambah keras saat direndam dalam air laut dan tahan
terhadap “boring organism” (biota pengebor) dan biota penempel lainnya. Untuk
memperoleh kayu besi tidak mudah dan harganya cukup mahal. Rak yang dibuat
dari bahan kayu selain kayu besi tidak dianjurkan oleh karena daya tahannya tidak
lebih dari enam bulan.
Rak dapat dibuat dari besi, namun sebaiknya dibuat dari besi anti karat atau yang
dilapisi dengan bahan anti karat. Rak yang dibuat dari besi mudah sekali berkarat
dan lebih sulit untuk dibersihkan.
Tinggi rak sebaiknya antara 20 – 30 cm dari dasar perairan, oleh karena itu pan-
jang kaki-kaki rak sebaiknya antara 35 – 40 cm atau dilebihi sekitar 10 cm agar
dapat ditancapkan sebagai pegangan agar tidak mudah goyah (Gambar 24)
Bagian atas rak dilapis jaring hal ini bertujuan agar sedimen yang jatuh diatas
rak dapat langsung jatuh kebawah dan tidak mengganggu pertumbuhan transplan
karang. Ukuran mata jaring dipilih 1 inci (2-2,5 cm) agar tidak mudah ditumbuhi
algae. Mata jaring yang terlalu rapat mudah sekali ditumbuhi algae dan dan lebih
sulit untuk dibersihkan. Rak yang dibuat dari besi dapat pula menggunakan ram-
raman dari besi agar lebih kuat dan tidak memerlukan jaring lagi. Begitu juga un-
tuk rak yang dibuat dari kayu maka lapisan atas kayu dapat dibuat dari lempeng-
lempeng dari kayu yang disusun jarang-jarang agar sedimen dapat lewat dan tidak
menumpuk di permukaan rak. Rak yang dibuat dari kayu sebaiknya menggunakan
paku anti karat atau memakai pasak yang dibuat dari kayu besi. Penggunaan paku
anti karat atau pasak dari kayu akan memberikan daya tahan yang lebih lama.
Rak yang terbuat dari kayu besi biasanya sudah cukup berat sehingga cukup stabil
untuk diletakan dibawah laut. Untuk memperkuat kesetabilan agar tidak mudah
terbawa arus atau ombak maka di keempat kaki-kakinya sebaiknya diperkuat den-
gan menancapkan patok besi dan diikat dengan kuat (Gambar 25).
Gambar 25.
Untuk memperkuat rak agar tidak mudah roboh saat terkena arus maka sebaiknya diperkuat
dengan patok besi yang ditancapkan dikeempat kaki-kakinya dan diikat kuat-kuat.
Subtrats untuk transplan karang yang akan diperdagangkan tentunya berbeda den-
gan transplan yang akan digunakan untuk rehabilitasi atau untuk terumbu buatan
baik bahan yang di pakai, bentuk dan ukuran serta berat. Semua ini dengan tujuan
untuk mempermudah pekerjaan berikutnya. Disamping itu yang perlu diingat ada-
lah subtrat harus mudah untuk dibersihkan.
Gambar 26.
Permukaan subtrat sebaiknya dibuat sehalus
Subtrat untuk indukan sebaiknya mungkin agar memudahkan untuk dibersihkan
dan agar dapat memperlambat pertumbuhan
dengan ukuran yang lebih besar dan
terbuat dari bahan-bahan yang berat
algae. Dalam waktu kurang seminggu biasanya
agar dapat berdiri dengan stabil.
subtrat akan segera ditumbuhi turf algae atau
filamentus algae. Pertumbuhan algae akan
berkembang sangat cepat dan untuk memperlambat pertumbuhan algae subtrat
dan rak harus secara rutin di bersihkan. Begitu juga rak sedapat mungkin dibuat
jangan terlalu banyak lekukan dan permukaan dibuat sehalus mungkin.
Karang yang akan ditransplan diperoleh dengan cara memotong karang dari alam.
Pemotongan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan gunting tanaman yang
tajam. Ukuran transplan yang baik antara 3 – 5 cm dengan jumlah percaban-
Transplantasi sebaiknya dilakukan dengan ukuran yang relatif kecil yaitu sekitar
5 -7 cm dan dipilih sedikitnya telah bercabang dua. Dari hasil penelitian ukuran
inilah yang paling efisien. Ukaran yang kurang dari 5 cm akan tumbuh lambat dan
kematiannya lebih besar. Ukuran kecil yang dilekatkan pada dasar akan segera
melakukan penyembuhan diri dari luka yang didapat dari proses transplantasi. Se-
sudah luka bekas patahan sembuh atau tertutup semua maka pada dasar karang
akan membentuk pelebaran jaringan atau semacam perakaran guna melekatkan
diri, hal ini juga akan terjadi bila karang diikatkan pada tiang penyangga. Hal
yang sebenarnya terjadi adalah terjadinya pembelahan dari polip karang secara
terus menerus mengikuti bentuk permukaan sampai terbetuk pelekatan yang kuat
(gambar 28). Setelah terjadi pelekatan yang kuat pembelahan polip akan berhenti
dan segera akan diikuti dengan pertumbuhan keatas.
Gambar 28.
Setelah bibit karang
sembuh dari luka maka
karang membentuk
perlekatan pada sub-
strat, setelah itu baru
tumbuh keatas
Karang yang telah sembuh dari luka akan segera tumbuh. Pada bulan pertama
pertumbuhan karang akan lambat namun menginjak bulan kedua dan selanjutnya
akan tumbuh lebih cepat jika lingkungan sekitarnya optimal. Hasil transplantasi
yang tumbuh cepat dengan pertumbuhan yang sehat serta warna yang menarik
dapat dijadikan sebagai induk dan dipisahkan pada rak yang diperuntukan sebagai
indukan transplantasi. Karang yang tumbuhnya tidak maksimal dan dengan warna
yang kurang menarik serta bentuk percabangan yang kurang bagus dapat dikem-
balikan lagi kealam.
Penempatan karang di dekat tubir dan di atas pecahan karang mati akan mempu-
nyai keuntungan tidak perlu sering untuk dibersihkan dari algae yang menempel.
Sedangkan penempatan rak ditempat yang relatif tenang dan diatas rataan pasir
akan berakibat cepat kotor dan cepat ditumbuhi algae. Keuntungan lain penempa-
tan karang di dekat tubir akan lebih sering dikunjungi oleh ikan-ikan bersifat her-
bivora atau pemakan tumbuhan yang membantu membersihkan rak dan substrat
Disamping harus dibersihkan dari algae rak perlu pula dibersihkan dari pertum-
buhan karang lunak seperti Xenia spp yang mempunyai pertumbuhan sangat ce-
pat. Disekitar rak juga harus dibersihkan dari Acanthaster planci (bulu seribu) dan
Drupella sp (keong berukuran kecil) sebagai pemakan polip karang. Acanthaster
planci biasanya muncul dimalam hari dan datang dari tempat yang relatif jauh oleh
karena itu pengawasan sebaiknya dilakukan secara rutin. Pada radius 50 meter
dari rak harus terbebas dari keberadaan Acanthaster planci.
Pemeliharaan menjadi faktor yang sangat penting yaitu dengan selalu membersi-
hkan transplan karang dan lingkungan sekitarnya. Transplan karang harus dibersi-
hkan dengan cara menyikat algae atau lumut yang melekat pada substrat karang.
Rak pembibitan dan pemeliharaan juga harus dibersihkan dari berbagai macam
biota penempel. Cara membersihkan
rak dapat dilakukan dengan cara me-
nyikat oleh karena pembuatan rak
dengan struktur yang tidak rumit dan
dengan ukuran yang tidak terlalu be-
sar akan memudahkan untuk diber-
sihkan. Pada minggu pertama dan
kedua sebaiknya pengawasan dan
pembersihan dilakukan setiap hari.
Bila ada bibit yang terlihat memutih
atau terserang penyakit yang diaki-
batkan adanya luka segera dipisah-
kan dan diganti yang baru. Pada bibit
yang telah berumur lebih dari satu
bulan pembersihan dapat dilakukan
2-3 hari sekali. Pemeliharaan yang
kurang baik akan menyebabkan ter-
hambatnya pertumbuhan karang kar-
ena kalah bersaing dengan algae dan
biota laiinya.
Menanam bibit karang dengan bentuk pertumbuhan merayap, melebar atau ber-
bentuk daun seperti misalnya dari Montipora spp, Merulina spp, Turbinaria spp
dan Hydnopora excesa. harus berhati-hati. Pada saat menempelkan ke subtrat
sebaiknya orientasinya penanaman sebaiknya mengikuti pertumbuhan aslinya. Di
samping itu perlu juga diperhatikan apakah karang ini mempunyai polip diked-
ua sisi permukaannya atau hanya salah satu sisi saja. Misalnya Montipora yang
mempunyai bentuk pertumbuhan melebar seperti daun dan dikedua permukaan-
nya mempunyai polip dapat ditanam tegak. Sedangkan Turbinaria biasanya han-
ya mempunyai polip disalah satu permukaannya, sebaiknya ditumbuhkan secara
mendatar dan sisi yang berpolip ditaruh diatas.
Sampai saat ini belum ada yang membuat taman laut di Indonesia. Hal ini disebab-
kan oleh karena belum umum dilakukan, biayanyapun mahal. Taman laut dapat
dibuat dengan design sesuai dengan apa yang kita inginkan dan tidak terlalu susah
untuk mewujudkannya. Bagi turis operator yang lokasinya langsung berhadapan
dengan pantai dapat membuat taman laut di depan resortnya.
Gambar 33.
Untuk keperluan pengangkutan hasil transplan karang ikuti petunjuk. Bahan yang diper-
lukan Botol bekas bagian atas, karang hasil transplan dan stryrofoam yang berlubang
sebagai pengapung
.
Keuntungan dengan sistem ini adalah :
1. Substrat dasar dapat dipindah-pindahkan antar rak.
2. Mudah untuk dibersihkan dan substrat dapat dipakai
berulang-ulang
3. Bibit yang mati mudah diganti dengan yang lain.
4. Tagging atau label melekat langsung dalam tutup botol
sehingga tidak mengganggu pada proses pembibitan.
5. Memudahkan pada saat panen dan penghitungan jumlah
produksi.
6. Hasil transplan jauh lebih ringan, praktis dan terlihat ber
sih, sehingga ongkos angkut pesawat menjadi lebih mu
rah.
7. Tidak perlu membayar royalti karena cara ini tidak di
patentkan
Pada gambar berikut ini ditampilkan bentuk skeleton bibit karang hasil
transpalantasidan kenampakan koloni karang yang dialam.
Acropora austera
( DANA, 1846 )
Acropora carduus
( DANA, 1846 )
Acropora digitifera
( DANA, 1846 )
Acropora divaricata
( DANA, 1846 )
Acropora donei
( WALLACE, 1984 )
Acropora formosa
( DANA, 1846 )
Acropora gemmifera
( BROOK, 1892 )
Acropora latistella
( BROOK, 1891 )
Acropora millepora
( EHRENBERG,1834 )
Acropora nasuta
( DANA, 1846 )
Acropora sarmentosa
( BROOK, 1892 )
Acropora subglabra
( BROOK, 1891 )
Acropora yongei
( VERON and WALLACE, 1984 )
Montipora foliosa
( PALLAS, 1766 )
Cyphastrea decadia
( MOLL and BOREL- BEST,1984 )
Echinopora mammiformis
( NEMENZO, 1959 )
Hydnophora rigida
( DANA, 1946 )
Stylophora pistillata
( ESPER, 1797 )
Porites nigrescens
( DANA, 1848 )
Caulastrea enchinulata
( EDWARDS & HAIME, 1848 )
Euphyllia divisa
( VERON & PICHON, 1980 )
Euphyliia paraancora
( VERON, 1990 )
Goniastrea favulus
( DANA, 1846 )
Hydnopora rigida
( DANA, 1946 )
Montipora danae
( EDWARDS & HAIME, 1851 )
Montipora digitata
( DANA, 1846 )
Montipora tuberculosa
( LAMARCK, 1816 )
Pocillopora verrucosa
( ELLIS & SOLANDER, 1786 )
Stylophora pistilata
( ESPER, 1797 )
Tubipora musica
( LINNEUS, 1758 )
Loya. Y and Sakai, K. 2008. Bidirectional sex xhange in mushroom stony cor-
als. Proc. R. Soc.B. 1-9
Nani, 2003. Tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan karang Mon-
tipora foliosa, Seriatopora hystrix, Millepora tennella dan Heliopora co-
erulea yang ditranplantasikan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi.
IPB. 75 pp.
Zakaria, MI. 2002. Transplantasi fragmen karang batu Acropora spp dan
Symphyllia radiata pada subtrat beton. Skripsi. IPB. 50 pp.
Transplantasi karang secara teknis mudah untuk dilakukan, namun untuk dapat
melakukan transplantasi diperlukan keseriusan terutama dalam persiapan, peren-
canaan, penanaman, pemeliharaan dan selalu membersihkan lingkungan sekitarnya.
Pemilihan waktu penanaman dan mengenal sifat tumbuh-kembang karang merupa-
kan hal pertama yang harus dimiliki oleh para transplantator agar kegagalan dapat di
minimalkan. Hampir semua jenis karang dapat ditransplantasikan, namun kecepatan
tumbuh karang yang memberikan perbedaan hasilnya. Karang dengan bentuk per-
tumbuhan masive membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan jenis
karang lainnya. Ada beberapa jenis karang yang tidak dapat ditransplantasikan teru-
tama karang bersifat soliter dan tidak membentuk koloni. Namun jika para transplan-
tor ingin melakukan transpantasi jenis ini dapat melakukan dengan menangkap larva
karang yang dilepaskan yang kemudian di tumbuhkan dalam subtrat buatan.
Seperti pepatah lama tidak ada hal yang susah untuk dilakukan bila kita mempu-
nyai kemauan dan keuletan untuk melakukannya, selamat mencoba transplantasi
karang.
Penulis berharap dengan membaca buku ini para pembaca mempunyai bekal penge-
tahuan untuk dapat melakukan transplantasi sehingga dapat memperkecil kegagalan
pada waktu mencoba untuk menanam karang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah mengi-
jinkan foto-fotonya ditampilkan dibuku ini. Rekan-rekan yang telah menyumbangkan
fotonya antara lain Bpk. Wesen Difti Wirawan, Bpk. Wahyu Hantoro, Bpk. Munasik
dan penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Mas. Seto Kuncoro yang
telah membantu membuatkan sketsa-sketsa. Ucapan terimakasih juga kami hatur-
kan kepada CV. Dinar dan CV Golden Marindo yang telah mengijinkan kami untuk
mengambil beberapa foto-foto karang di bak penampungan. Ucapan terima kasih
juga kami ucapkan untuk Dewirina dan Agus Budiyanto yang telah membantu dalam
membuat rancangan buku ini.
Selamat mencoba dan bagi pembaca yang ingin mencoba menumbuhkan karang dari
hasil reporoduksi seksual tunggu edisi berikutnya
978-979-799-298-9