Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adinda Dwi Putri Iryanti

Kelas : XI IPS 1

Absen: 01

Keunikan Strategi Devide et Impera

Kata Devide et Impera tentu saja bukan hal asing bagi kita semua. Pada pelajaran sejarah
kata ini sering kali disebut terutama pada pembahasan era kolonialisme. Devide et Impera memiliki
arti atau diringkas dalam kata politik adu domba. Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa arti Devide et
Impera adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan
menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang
lebih mudah ditaklukkan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-
kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Awalnya, politik pecah belah merupakan strategi perang yang diterapkan oleh Julius Cesar
dalam upayanya membangun kekaisaran Romawi. Bangsa-bangsa kolonialis mulai pada abad 15
(Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, Prancis). Bangsa-bangsa tersebut melakukan ekspansi dan
penaklukan untuk mencari sumber-sumber kekayaan alam, terutama di wilayah tropis. Seiring
dengan waktu, metode penaklukan mereka mengalami perkembangan, sehingga politik pecah belah
tidak lagi sekadar sebagai strategi perang namun lebih menjadi strategi politik.
Devide et Impera ini pertama kali berkembang dari strategi penaklukan para Conquestador
(penakluk) Spanyol atas suku-suku Indian di Amerika Latin pada abad 15 (1462). Penaklukan ini
membawa era baru bagi Eropa dengan ditemukannya emas, perak, lahan produktif yang luas dan
jumlah tenaga kerja dari populasi asli yang diperbudak. Dari sinilah Spanyol mendapatkan
pendapatan yang luar biasa hingga mampu memajukan peradabannya dan menginspirasi negara
negara disekitarnya. Sejak itulah Inggris,Portugis,Prancis melakukan ekspansi mencari sumber
sumber kekayaan alam.

Pada akhirnya Devide et Impera tidak lagi hanya menjadi strategi perang namun lebih
menjadi strategi politik yang mengkombinasikan seluruh pengetahuan yang dibutuhkan dalam
penaklukan. Devide et impera juga menghasilkan berbagai varian perluasan taktik yang bisa kita
temukan dalam rasisme, regionalisme dan fanatisme religius. Namun perlu dipahami bahwa strategi
pada dasarnya merupakan alat yang mengabdi pada tujuannya yang juga bervariasi. Kolonialisme
merupakan salah satu tujuan ekonomi-politik yang melahirkan strategi ini, namun dalam
perkembangannya strategi ini dapat diterapkan dalam berbagai situasi.

Devide et Impera di Indonesia dibawa langsung oleh belanda terutama VOC. Belanda
menggunakan sistem devide et impera sejak awal memasuki Nusantara. Politik adu domba pada
abad – 17 sangat digemari VOC untuk menguasai suatu daerah, dengan cara inilah Belanda yang
bahkan jumlahnya jauh lebih sedikit dari pribumi bisa menguasai wilayah nusantara.

Devide et Impera ini sangat berpengaruh untuk memecah belah masyarakat di Indonesia
karena negara Indonesia adalah negara heterogen dengan adat budaya, agama, suku dan ras. Inilah
yang memudahkan bangsa Belanda untuk melakukan politik adu domba. Dalam memecah belah,
Belanda menggunakan aksi isu atau provokasi, propaganda, desas – desus, bahkan fitnah kepada
kekuasaan yang ada dengan disusupi permusuhan besar.

Salah satu terjadinya Devide et Impera di Indonesia adalah di kerajaan Banten Belanda
memanfaatkan konflik internal kerajaan Banten dengan cara politik adu domba. Antara Sultan Haji,
Putra Mahkota Banten, sedang berselisih dengan Sultan Ageng Tirtayasa mengenai pergantian
kekuasaan kerajaan. Dalam hal ini VOC memberikan bantuan kepada Sultan Haji untuk
melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa, VOC
meminta imbalan berupa perjanjian, yang menyatakan bahwa Banten merupakan wilayah yang
berada di bawah kekuasaan VOC, dan VOC diijinkan mendirikan benteng. Banten juga harus
memutuskan hubungan dengan dengan bangsa-bangsa lain dan memberikan hak monopoli kepada
VOC untuk berdagang di Banten. Perjanjian Banten sangat menguntungkan bagi VOC.

Penerapan Devide et Impera di Indonesia bukan hanya pada era kolonialisme atau sebelum
merdeka. Pasca proklamasi kemerdekaan, Belanda kembali mencoba menerapkan politik devide et
impera untuk memecah belah persatuan Indonesia. Upayanya pun berhasil memecah Indonesia
menjadi negara-negara bagian, yaitu Negara Indonesia Timur (sekarang Papua), Negara Sumatera
Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Jawa Timur.
Hingga saat ini strategi Devide et Impera terus bergulir hingga sekarang sebagai strategi
mempertahankan kekuasaan. Strategi devide et impera dapat ditemukan dalam beberapa kasus
kediktatoran seperti kasus Zaire dibawah kepemimpinan Mobutu Sese Seko (Daron Acemoglu, April-
May 2004), Republik Dominika dibawah Trujillo (Eric A. Posner, 2010), hingga Indonesia pada masa
Orde Baru. Fenomena lain adalah pertentangan antara negara Islam di Timur tengah berdasarkan
Mahzab (Sunni vs Syiah) dan etnis (Kurdi, Yahudi, Arab, Persia) (Brumberg, October 2002).

Strategi Devide et Impera tidak dapat diatribusikan pada disiplin keilmuan tertentu. Strategi
ini merentang dalam ilmu sosial, hukum, politik hingga matematika, strategi ini merupakan strategi
yang rumit dan saling berhubungan tapi berbeda dalam mekanisme, detail dan dampaknya. Namun
sebagai strategi yang telah diuji berulang kali, devide et impera memiliki syarat situasional dan
prinsip operasional yang dapat diamati.

Strategi Devide et Impera ini memiliki basis material yang sama yaitu kekuasaan sebagai
suprastruktur strategi dan kepemilikan sumber daya alam sebagai infrastruktur yang membentuk
motif kekuasaan. Strategi ini juga membentuk diskriminasi dan mempertentangkan identitas
kelompok yang berkaitan dengan sumber daya tertentu baik alam maupun tenga kerja. Strategi ini
juga menciptakan eksploitasi perbedaan identitas kelompok dilakukan dengan mempertentangkan
nilai yang ada di dalam suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Oleh karena itu pengguna strategi
ini harus mempelajari persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh kelompok yang akan dikuasai
sehingga mampu memunculkan celah pertentangannya.

Kesimpulan

Strategi Devide et impera atau politik adu domba memiliki kekuatan utama yaitu untuk memecah
belah suatu wilayah menjadi kelompok kelompok kelompok kecil .Strategi ini juga memiliki
kemampuan memecah konsentrasi dan keleluasaannya melakukan represi. Tujuan dari strategi ini
selain untuk memecah suatu kelompok juga ingin menguasi wilayah ataupun sumber kekayaan
alam yang ada di kelompok tersebut. Di Indonesia strategi ini dibawa langsung oleh VOC dan
memilki dampak yang sangat besar di Indonesia. strategi Devide et Impera dalam sudut pandang
politik merupakan strategi penaklukan yang dilakukan dengan mengkooptasi potensi kekuatan
lawan. Kooptasi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan pengetahuan,
keterbatasan akses informasi, model kepemilikan alat produksi, lemahnya kesadaran politik dan
yang paling utama adalah disorganisasi sosial. Dalam praktik politik strategi ini tidak dibenarkan
karena dalam strategi ini terjadi eksploitasi dan juga sangat merugikan salah satu pihak dan
sangat menguntungkan pihak lainnya.

Anda mungkin juga menyukai